Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah
memberikan berkah dan rahmat-Nya bagi kelancaran pembuatan makalah ini untuk
menyelesaikan pembuatan laporan tentang paleopatologi (penyakit purba) tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini tidak dapat diselesaikan
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah mendukung kami dalam penyelesaian
laporan ini.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Drs. Ida Bagus Brata sebagai dosen Sosiologi Dasar di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar yang telah memberikan pengarahan demi
terselesaikannya laporan ini.
2. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar yang telah mendukung penulis dalam
penulisan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik
dan saran yang membangun untuk membantu penyempurnaan laporan ini sangat kami
harapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
2
BAB I
PENDAHULUAN
Paleopatologi, yang juga disebut sebagai palaeopatologi, adalah sebuah studi yang
digunakan para arkeolog sebagai alat utama untuk memahami kehidupan manusia pada
masa lampau.
Ilmu ini berguna untuk memahami sejarah penyakit, dan menerapkan pemahaman untuk
memprediksi masa yang akan datang. Ilmu Paleopatologi berkembang antara masa
Renaisans dan abad ke sembilan belas. Ilmu paleopatologi yang khusus mempelajari
manusia berkembang pada pertengahan abad ke sembilan belas dan Perang Dunia I ketika
beberapa orang dokter dan antropolog mulai menulis buku mengenai patologi pada
kerangka kuno. Setelah Perang Dunia Pertama, cabang ilmu ini kemudian dianggap
sebagai sebuah cabang ilmu ilmiah. Setelah Perang Dunia II paleopatologi mulai
dipandang sebagai alat yang penting untuk memahami populasi di masa lalu, dan pada
tahap ini cabang ilmu ini mulai berhubungan dengan epidemiologi dan demografi.
Para ahli peleopatologi melakukan studi pada tulang-tulang manusia purba, kotoran, lukisan
pada dinding, patung, mumi, dan lain lain untuk menemukan penyakit-penyakit infeksi pada
manusia purba. Sebagai contoh kerusakan atau abses pada tulang sebagai akibat dari siphilis,
TBC, frambosia, osteomilitus, poliomilitis, kusta, dan penyakit-penyakit yang sejenisnya adalah
penyakit infeksi yang dapat dikenali.
Pada laporan ini kami khusus membahas tentang penyakit kusta atau juga dikenali sebagai penyakit
Hansen juga Leprosy.
3
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari laporan ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pengertian penyakit kusta
2) Untuk mengetahui sejarah perkembangan kusta
3) Untuk mengetahui ciri-ciri klinikal penyakit kusta
4) Untuk mengetahui cara penularan penyakit kusta
5) Untuk mengetahui cara pengobatan pada penderita kusta
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Menurut Amirudin dalam Harahap, 2000 menyatakan bahwa penyakit kusta adalah penyakit
kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium lepra (M. leprae) yang pertama kali menyerang
saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran napas bagian atas,
sistim retikuloendotelia, mata, otot, tulang dan testis .
Zulkifli,2003 menyatakan bahwa Istilah kusta berasal dari bahasa sangsekerta, yakni kushtha
yang berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus
Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen
pada tahun 1874, sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen
Universitas Texas pada tahun 2008 menyatakan Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus
Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi
kronis yang sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae,
hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis, yang menyebabkan endemik sejenis
kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous
leprosy.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Penyakit kusta adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh sejenis kuman
yang diberi nama mycobacterium leprae dan menyerang syaraf tepi yang dapat menyebar
ke kulit dan jaringan lainnya, seperti pada mata, selaput lendir saluran pernafasan bagian
atas, otot, tulang, dan testis. Ada empat klasifikasi penyakit kusta, diantaranya yaitu:
1) Klasifikasi Internasional
a. Inderteminade (I)
b. Tuberkuloid (T)
c. Bordeline (B)
d. Lepromatosa (L)
6
3.2 Sejarah Perkembangan Penyakit Kusta
Penyakit kusta telah menyerang manusia sepanjang sejarah. Banyak para ahli percaya bahwa
tulisan pertama tentang kusta muncul dalam sebuah dokumen Papirus Mesir ditulis sekitar
tahun 1550 SM. Sekitar tahun 600 SM, ditemukan sebuah tulisan berbahasa India
menggambarkan penyakit yang menyerupai kusta. Di Eropa, kusta pertama kali muncul
dalam catatan Yunani kuno setelah tentara Alexander Agung kembali dari India. Kemudian
di Roma pada 62 SM bertepatan dengan kembalinya pasukan Pompei dari Asia Kecil.
Sepanjang sejarahnya, kusta telah ditakuti dan disalahpahami. Untuk waktu yang lama kusta
dianggap sebagai penyakit keturunan, kutukan, atau hukuman dari Tuhan. Sebelum dan
bahkan setelah penemuan bakteri penyebab kusta, orang yang pernah mengalami kusta
menghadapi stigma dan dijauhi oleh masyarakat. Sebagai contoh, di Eropa selama Abad
Pertengahan,orang yang pernah mengalami kusta harus mengenakan pakaian khusus, cincin
lonceng untuk memperingatkan orang lain bahwa mereka sudah dekat, dan bahkan berjalan di
sisi tertentu jalan, tergantung pada arah angin. Bahkan di zaman modern, pengobatan kusta
sering dilakukan di rumah sakit khusus dan mereka tinggal terpisah di koloni yang disebut
leprosariums.
Pada tahun 1873, Dr Gerhard Armauer Henrik Hansen dari Norwegia adalah orang pertama
yang mengidentifikasi kuman yang menyebabkan penyakit kusta di bawah mikroskop.
Sampai akhir 1940-an, para dokter lepra di seluruh dunia mengobati pasien yang terkena
kusta dengan menyuntikkan minyak dari kacang chaulmoogra. Tahun 1921, US Public
Health Service mendirikan W. Gillis Long Hansen's Disease Center di Carville, Louisiana,
yang dikenal sebagai "Carville." Lembaga ini menjadi pusat penelitian dan pengujian untuk
menemukan obat untuk kusta dan tinggal di sebuah pusat perawatan untuk pasien kusta .
Berikutnya pada tahun 1941,Promin, sebuah sulfon obat, diperkenalkan sebagai obat untuk
kusta. Pada tahun 1950,Pil Dapson, ditemukan oleh Dr R.G. Cochrane di Carville, menjadi
pilihan untuk pengobatan kusta. Dapson bekerja luar biasa pada awalnya, tetapi sayangnya,
Micobacterium leprae pada akhirnya mulai mengembangkan perlawanan terhadap dapson.
Sampai saat ini multi-obat perawatan (MDT) dengan kombinasi dapson, rifampisin, dan
clofazimine merupakan pengobatan terbaik untuk mencegah kerusakan saraf, cacat,
kecacatan dan penularan lebih lanjut.
Penyakit kusta merupakan penyakit yang ditandai dengan gejala infeksi kronis yang terjadi
pada jaringan saraf dan juga kulit. Ciri-ciri penyakit kulit kusta ini ditandai dengan:
7
Hilangnya sebagian organ tubuh
Fungsi organ tubuh yang tidak normal
Kulit mempunyai bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa
Penebalan pada saraf tepi disertai kelainan fungsi (perasaan tebal pada kulit)
Lemahnya otot tangan, kaki, dan mata
Jika saraf sudah terkena, penderita mengeluh kesemutan atau baal pada bagian
tertentu ataupun kesukaran menggerakkan anggota badan yang berlanjut dengan
kekakuan sendi.
Rambut alis pun dapat rontok
Cara penularan penyakit kusta yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian ahli,
penularannya melalui saluran napas (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama dan
erat). Kuman mencapai permukaan kuit melalui folikel rambut, kelenjar keringat dan diduga
juga melalui air susu ibu. Tempat implantasi tidak selalu menjadi lesi pertama. Timbulnya
penyakit kusta pada seseorang tidak mudah sehingga tidak perlu ditakuti. Hal ini bergantung
pada beberapa faktor antara lain sumber penularan, kuman kusta, daya tahan tubuh, sosial
ekonomi dan iklim. Sumber penularan adalah kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari
pasien kusta tipe MB (Multi Basiler) yang belum diobati atau tidak teratur berobat. Insiden
tinggi pada daerah tropis dan sub tropis yang panas dan lembab. Kusta dapat menyerang pada
semua umur, anak-anak lebih rentan dari pada orang dewasa. Frekuensi tertinggi pada orang
dewasa ialah umur 25- 35 tahun, sedangkan pada kelompok anak umur 10-12 tahun
(Mansjoer, et.al.,2000).
MDT adalah singkatan dari Multi Drug Therapy yang artinya pengobatan kombinasi. Jumlah
obat dan lamanya pengobatan pada penderita kusta tergantung dari klasifikasi penderita, bila
ragu-ragu penderita digolongkan tipe PB atau MB maka penderita diobati sebagai kusta tipe
MB.
8
1) Tujuan pengobatan :
a) Menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya atau bertambahnya cacat.
b) Memutuskan mata rantai penularan dari penderita kusta, terutama tipe yang menular (MB)
ke orang lain.
c) Mencegah timbulnya resistensi.
2) Prinsip pengobatan :
a) Sedini mungkin, pada penderita PB yang berobat dini dan teratur akan cepat sembuh tanpa
menimbulkan cacat. Akan tetapi bagi penderita yang sudah dalam keadaan cacat pengobatan
hanya dapat mencegah cacat yang lebih parah.
b) Secara teratur, bila penderita tidak makan obat secara teratur, maka maka kuman kusta
dapat menjadi aktif kembali dan memberikan gejala-gejala baru pada kulit dan syaraf.
9
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit kusta adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh sejenis
kuman yang diberi nama mycobacterium leprae dan menyerang syaraf tepi yang dapat
menyebar ke kulit dan jaringan lainnya, seperti pada mata, selaput lendir saluran pernafasan
bagian atas, otot, tulang, dan testis. Keterlibatan semua pihak termasuk anggota keluarga,
dalam program pencegahan penularan kusta sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah
kusta. Dengan pencegahan penularan salah satunya dengan cara pengobatan sejak dini dan
4.2 Saran
Untuk mengatasi penyakit kusta perlu dilakukan penyuluhan secara berkala pada
penderita kusta, keluarga, serta masyarakat luas. Sehingga dapat meningkatkan motivasi
keluarga dalam membantu pasien selama masa penyembuhan dan dapat mendukung pasien
untuk segera sembuh dan memiliki sikap hidup yang sehat dan juga melakukan pengobatan
10
DAFTAR PUSTAKA
11