MUTIARA IRFARINDA
PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa laporan studi pustaka yang berjudul “Analisis
Gender Tenaga Kerja Wanita dalam Partisipasi Ekonomi Rumah Tangga” benar-
benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir laporan studi
pustaka. Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan Saya bersedia
mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Mutiara Irfarinda
NIM. I34110128
iii
ABSTRAK
MUTIARA IRFARINDA. Analisis Gender Tenaga Kerja Wanita dalam Partisipasi
Ekonomi Rumah Tangga. Di bawah bimbingan Sumardjo.
ABSTRACT
MUTIARA IRFARINDA. Gender Analysis of Women Workers in The Participation of
Household Economy. Supervised by Sumardjo.
Patriarchal culture in most parts of Indonesia caused the woman must perform
a dual role, so many rural women who venture to become migrant worker. The study
was based on the fact , that maids do overseas migration to leave her family . Women's
participation in helping their family in economic aspects is being underlined in this
study. The study was done because a lot of gender inequality between women and men
as a result of Indonesian cultural background which hold onto patriarchy. Many related
factors that lead to women continue to be treated unfairly, despite being able to
contribute economically for the family by choosing to become migrant workers. This
literature study aims to examine and analyze the extent to which gender inequalities
experienced by Women Labor (TKW) in Indonesia and their participation in subsistence
rural households. The injustice suffered by migrant workers is not happened when they
are abroad, it happens even in Indonesia, they suffer injustice as well. This study
literature uses the method of literature review to summarize and criticize eleven
journals, then analyze and synthesize any findings obtained from related research
journals in gender analysis.
Oleh
MUTIARA IRFARINDA
I34110128
pada
2014
v
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa laporan studi pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Mutiara Irfarinda
NIM : I34110128
Judul : Analisis Gender Tenaga Kerja Wanita dalam Partisipasi
Ekonomi Rumah Tangga
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Disetujui oleh
Diketahui oleh
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
studi pustaka yang berjudul “Analisis Gender Tenaga Kerja Wanita dalam Partisipasi
Ekonomi Rumah Tangga” ini dengan baik. Laporan studi pustaka ini ditujukan untuk
memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo,
MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan
dan waktu selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan studi pustaka ini.
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS
selaku dosen Koordinator Mata Kuliah Studi Pustaka (KPM 403) yang telah
memberikan arahan serta bimbingan terkait teknik penulisan laporan studi pustaka.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua tersayang, Ibu
Dewi Prasetyawati dan Bapak A. A. Ngurah Oka atas semangat dan doa yang tiada
henti-hentinya mengalir untuk kelancaran penulisan laporan studi pustaka ini. Penulis
juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman SKPM angkatan 48, khususnya
untuk teman seperjuangan di saat suka dan duka (Irham, Ami, Lingga, Dhira, Amel,
Kiki, Hafid, Cynda, Wenny, Novia, dan Pingkan) yang telah berkenan menjadi rekan
bertukar pikiran dalam menyelesaikan laporan studi pustaka ini.
Semoga laporan studi pustaka ini bermanfaat bagi semua pihak.
Mutiara Irfarinda
NIM. I34110128
vii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Perumusan Masalah ....................................................................................... 2
Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
Metode Penulisan ......................................................................................... 2
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar belakang
Menurut Mufidah (2008) Peran gender (gender role) diterima sebagai ketentuan
sosial, bahkan oleh masyarakat diyakini sebagai kodrat. Ketimpangan sosial yang
bersumber dari perbedaan gender itu sangat merugikan posisi perempuan dalam
berbagai komunitas sosialnya. Akibatnya ketidakadilan gender tersebut antara lain : (1)
marginalisasi perempuan, (2) penempatan perempuan pada subordinat, (3) stereotype
perempuan, (4) kekerasan (violence) terhadap perempuan, dan (5) beban kerja tidak
proposional. Perbedaan laki-laki dan perempuan menimbulkan diskriminasi. Dimana
perempuan lebih ditekankan pada pekerjaan domestik untuk mengurusi rumah tangga,
sedangkan laki-laki memiliki aspek pekerjan yang lebih luas. Asumsi inilah yang
menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya
dalam keluarga, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut yang menyebabkan isu gender
menjadi penting untuk diangkat, karena dampaknya pada ketidakadilan sosial yang
menimpa perempuan. Berbagai temuan, konsep, dan asumsi tersebut telah
mengantarkan maksud penulis untuk menganalisis ketidakadilan gender yang dialami
oleh beberapa tenaga Kerja Wanita di Indonesia, yang akan dituangkan dalam penulisan
laporan studi pustaka ini.
Perumusan Masalah
Perempuan sudah lama menjadi kaum “kelas kedua” di beberapa negara yang
menganut budaya patriarki seperti di Indonesia. Maka dari itu, analisis gender yang
tepat diperlukan untuk mengatasi ketimpangan gender yang menimpa kaum perempuan
khususnya Tenaga Kerja Wanita. Untuk itu, masalah yang akan diangkat dalam laporan
studi pustaka ini adalah:
(1) Mengapa di tempat asalnya, perempuan pedesaan yang menjadi TKW kerap
mengalami ketidakadilan gender ?
(2) Bagaimana ketidakadilan gender itu mempengaruhi partisipasi TKW dalam
ekonomi rumah tangga ?
(3) Sejauh mana partisipasi TKW dalam ekonomi rumah tangga ?
Tujuan Penulisan
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan studi pustaka ini adalah
metode studi literatur yakni dimulai dengan me-review, meringkas dan menganalisis
sebelas jurnal yang didapatkan melalui internet; membuat rangkuman dan pembahasan;
kemudian menyimpulkan konsep-konsep yang menjadi fokus pembahasan dalam
laporan studi pustaka ini. Review jurnal bertujuan untuk mengidentifikasi ketidakadilan
gender. Review jurnal dilakukan dengan cara membuat ringkasan pustaka pada masing-
masing jurnal serta menganalisis dan mengkritisi seluruh aspek termasuk keterkaitan
3
antara variabel dengan hasil penelitian pada jurnal. Kemudian membuat rangkuman dan
pembahasan jurnal yang dilakukan dengan menyintesis hasil dari konsep-konsep yang
dibahas, yakni terkait dengan ketidakadilan gender yang dialami oleh Tenaga Kerja
Wanita, dan diperkuat dengan buku teori yang dirujuk. Selanjutnya menyimpulkan
konsep-konsep yang menjadi fokus pembahasan dari laporan studi pustaka ini, sehingga
dapat memenuhi keseluruhan substansi yang diperlukan.
4
Ringkasan:
Meskipun UUD 1945 telah menjamin bahwa setiap warga Negara mempunyai
kesamaan hak dan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan yang layak, namun pada
kenyataannya masih terdapat kesenjangan gender di bidang tersebut. Perempuan masih
tertinggal bila dibandingkan dengan laki-laki dalam memperoleh peluang pekerjaan.
Kondisi tersebut menyebabkan banyaknya kaum perempuan di Indonesia mencari
alternatif pekerja untuk memenuhi kebutuhannya, dan salah satunya adalah menjadi
tenaga kerja di luar negeri. Dalam rangka penempatan tenaga kerja ke luar negeri, setiap
tenaga kerja berhak untuk mendapatkan bekal, baik berupa ketrampilan bekerja maupun
hal-hal lain yang berkaitan dengan penempatan (instansi pemerintah maupun swasta).
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan produktifitas, dan
kesejahteraan tenaga kerja. Setiap tenaga kerja berhak untuk mendapatkan dan
meningkatkan kompetensi kerja tersebut melalui pelatihan kerja sesuai dengan minat,
bakat dan kemampuannya.
Dihubungkan dengan konsep gender, perbedaan gender sering menimbulkan
ketidakadilan gender (gender inequalities), terutama terhadap kaum perempuan baik di
lingkungan rumah tangga, pekerjaan masyarakat, kultur, maupun negara. Ketidakadilan
tersebut termanifestasi dalam berbagai macam bentuk antara lain :
(a) Marginalisasi
Marginalisasi adalah proses peminggiran atau penyingkiran terhadap suatu kaum
yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan pelemahan ekonomi kaum tertentu.
(b) Subordinasi
Subordinasi merupakan penempatan kaum tertentu (perempuan) pada posisi
yang tidak penting. Subordinasi berawal dari anggapan yang menyatakan bahwa
perempuan adalah kaum yang irrasional atau emosional sehingga kaum
perempuan tidak cakap dalam memimpin.
5
(c) Stereotipe
Stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap kaum tertentu. Akan tetapi
pada permasalahan gender, stereotipe lebih mengarah pada pelabelan yang
bersifat negatif terhadap perempuan. Hal ini terjadi karena pemahaman yang
seringkali keliru terhadap posisi perempuan.
(d) Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologi seseorang.
(e) Beban Kerja Ganda
perempuan yang bekerja di satu sisi harus mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhannya, di sisi lain harus bisa bertanggung jawab atas rumah tangganya.
bahwa bias gender menjadikan perempuan menanggung beban kerja yang
bersifat ganda.
Analisis:
Dalam pelaksanaan kegiatan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar
negeri. Khusus untuk tenaga kerja wanita belum ada yang mengaturnya secara lebih
rinci kecuali mengenai peraturan dan syarat pelaksanaan penempatan tenaga kerja dan
tujuannya. Belum ada kebijakan atau undang-undang yang secara khusus mengatur hak-
hak tenaga kerja perempuan yang bekerja di luar negeri pada sektor rumah tangga
seperti perlindungan hukum, penyelesaian masalah ketenagakerjaan meskipun mereka
sudah mendapatkan jaminan kerja. Oleh karena itu dibutuhkan perumusan kembali
tujuan pelaksanaan penempatan tenaga kerja wanita ke luar negeri agar menjadi tujuan
kebijakan ketenakerjaan yang responsif gender dalam penempatan tenaga kerja ke luar
negeri. Jadi pada dasarnya jaminan itu diberikan kepada tenaga kerja untuk melindungi
tenaga kerja, baik dari segi hukum, keselamatan maupun kesejahteraan tenaga kerja.
Disamping itu juga sebagai upaya untuk mengurangi tindakan penyelewengan yang
dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari majikan, agen, maupun penyalur (PJTKI).
Namun pada kenyataannya upaya tersebut belum sepenuhnya menunjukkan
penyelesaian masalah sesuai dengan apa yang ada dalam perjanjian tersebut.
6
Ringkasan:
Ketimpangan pendapatan negara maju dan negara dunia ketiga, kesalahan
konsep pembangunan di Indonesia selama lebih dari 30 tahun dan secara khusus bagi
TKW menyangkut masalah perempuan, yaitu masalah gender. Selain masalah gender,
sadar atau tidak, langsung atau tidak langsung perubahan peta situasi keluarga pasca
TKW dapat mempengaruhi tingkat keharmonisan keluarga buruh migran yang
bersangkutan. Sebagai sebuah realita sosial kehadiran TKW banyak mendapat pujian
sehubungan dengan prestasinya dalam bidang ekonomi dengan sumbangan devisa yang
besar, sehingga TKW diberikan predikat sebagai pahlawan devisa bagi negara. Namun,
pujian dan predikat pahlawan ini dapat dikatakan semu, karena prestasi ini hanya dinilai
berdasarkan indikator ekonomi, sehingga terkesan meninabobokan masyarakat terhadap
substansi persoalan yang sesungguhnya dan cenderung menutupi kelemahan pihak
tertentu sebagai penyelenggara program ini. Program pengiriman TKW ke luar negeri
terlalu didominasi motif pendekatan bisnis yang didefinisikan secara bebas sesuai
dengan selera kepentingan kelompok kapitalis. Akibatnya, prinsip hitung-hitungan
ekonomi selalu menjadi ukuran. Dalam prakteknya, bagi kaum kapitalis menjadi TKW
adalah menjadi “produsen” sekaligus menjadi “konsumen” dengan ukuran-ukuran yang
dikonstruksikan oleh kelompok pengusaha.
Fenomena ini lebih sensitif lagi karena melibatkan perempuan yang berstatus
istri dari seorang suami dan sekaligus ibu dari sejumlah anak. Bahkan secara politis
adalah “ibu” dari sang masa depan bangsa. Hal yang harus menjadi catatan pertama
adalah kepergian seorang ibu ke luar negeri tidak serta merta menyelesaikan masalah.
Justru sebaliknya dapat memunculkan masalah baru dalam konteks keluarga yang
senantiasa tetap dituntut menjalankan segala fungsinya, yang secara ideal harus
dikendalikan oleh suami-istri. Secara bersamaan, meningkatnya keterlibatan perempuan
dalam kegiatan ekonomi dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi, mengindikasikan
peningkatan secara kuantitatif, dimana jumlah perempuan yang bekerja di luar rumah
semakin banyak, walau angka statistiknya belum dapat disebut secara pasti. Sementara
pada sisi lain, ada peningkatan dalam “jumlah bidang pekerjaan” yang semula
didominasi oleh laki-laki secara berangsur dimasuki bahkan didominasi oleh
perempuan, walaupun secara kualitatif hal itu terjadi pada pekerjaan kasar sebagaimana
yang dialami oleh TKW.
Pemaknaan keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi ini ditentukan oleh
sistem nilai adat istiadat yang memberikan peluang sekaligus pembatasan berupa etika,
tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Proses sosialisasi
7
Analisis :
Dalam prakteknya, bagi kaum kapitalis menjadi TKW adalah menjadi
“produsen” sekaligus menjadi “konsumen” dengan ukuran-ukuran yang dikonstruksikan
oleh kelompok pengusaha, dengan “memperlakukan manusia sebagai komoditas”.
Sementara dalam prespektif negara, TKW menyangkut persoalan devisa. Adapun bagi
keluarga, khususnya yang mempunyai status istri, TKW terkait fungsi dan tanggung
jawab sosial istri terhadap suami dan atau anak. Kebanyakan program pengiriman TKW
ke luar negeri terlalu didominasi “motif pendekatan bisnis” yang didefinisikan secara
bebas sesuai dengan selera kepentingan kelompok kapitalis.
Ringkasan :
Ketimpangan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan di Indonesia,
masih terdapat senjang (gap) antara capaian manfaat hasil pembangunan pada
perempuan terhadap laki-laki yang terkait dengan kebutuhan dasar manusia untuk
memperoleh pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan. Kualitas hidup manusia dapat dilihat
dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks
Pembangunan Gender (IPG) merupakan dua jenis indikator yang sering digunakan
dalam analisis capaian pembangunan negara dan wilayah. IPG dihitung berdasarkan
kesetaraan distribusi komponen IPM pada penduduk laki-laki dan perempuan. Rasio
IPG terhadap IPM mendekati 100 mencerminkan mengecilnya kesenjangan kualitas
hidup perempuan terhadap lakilaki. Kesetaraan gender akan terjadi jika IPM sama
dengan IPG. Rasio perkembangan IPG dan IPM memperlihatkan bahwa IPG selalu
menempati posisi lebih rendah dibanding IPM, sebagai petunjuk masih adanya
kesenjangan gender. Beberapa fakta terdapatnya kesenjangan gender di Indonesia
adalah ketimpangan kemampuan baca tulis antara laki-laki dan perempuan. Salah satu
8
penyebab ketimpangan ini adalah belum meratanya akses pendidikan dasar bagi
perempuan terutama bagi keluarga dengan kemampuan ekonomi yang sangat terbatas
atau keluarga miskin yang jumlahnya masih cukup besar (BPS 2011).
Pada sisi dampak langsung ekonominya terukur melalui kontribusi angkatan
kerja perempuan signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan arah positif.
Semakin tinggi kontribusi angkatan kerja perempuan, maka pertumbuhan ekonomi akan
semakin tinggi. Jumlah angkatan kerja perempuan lebih rendah dibanding laki-laki.
Jumlah angkatan kerja perempuan umumnya naik turun, sehingga peningkatannya dari
tahun ke tahun cukup sedikit. Kesetaraan gender berdampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi, baik dari pendidikan dan ketenagakerjaan. Beberapa faktor yang
menyebabkan jumlah angkatan kerja perempuan sedikit adalah faktor stereotype
mengenai peran perempuan yang memiliki peran ganda, yaitu bekerja di sektor
domestik dan sektor formal. Sedangkan lelaki ditempatkan sebagai pekerja nafkah dan
pekerja publik. Dalam mewujudkan pembangunan yang responsif gender dimulai
dengan peningkatan gender awareness melalui peningkatan pemahaman tentang isu
gender dalam tupoksi sektor dan daerah, mengidentifikasi isu-isu strategis seperti
pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (ketenagakerjaan). Pemantapan pembangunan
yang responsif gender dapat dilakukan dengan mendorong tersusunnya program-
program keterpaduan sektor-sektor terkait dengan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi
(ketenagakerjaan), mendorong lahirnya program-program daerah dan gender
budgetting, mendorong lahirnya peraturan daerah dan sektor-sektor terkait dalam
pemberdayaan perempuan sesuai prioritas masalah di lokal, dan menjamin
keberlanjutan kesetaraan dan keadilan gender bagi kehidupan umat manusia yang
berkualitas.
Analisis :
Analisis yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah masih adanya
ketimpangan gender di pendidikan dan ketenagakerjaan. Peran pemerintah sangat
diharapkan untuk turut serta dalam mengurangi ketimpangan gender yang masih terjadi
di Indonesia diantaranya dengan cara mengupayakan peningkatan partisipasi perempuan
baik dalam peran sosial maupun ekonomi. Pemerintah perlu menyiapkan upaya-upaya
untuk menyerap tenaga kerja usia produktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Jika tidak, angka pengangguran akan meningkat dan dapat menyebabkan masalah sosial
dalam masyarakat. Sebenarnya semakin tinggi kontribusi angkatan kerja perempuan,
maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi.
9
Ringkasan :
Migrasi tenaga kerja internasional perempuan dari pedesaan Jawa Barat ke
negara-negara penerima jasa Tenaga Kerja Wanita merupakan tindakan rasional
individu untuk bisa keluar dari berbagai kesulitan hidup yang di alami rumah tangga
miskin di pedesaan. Berbagai kesulitan tersebut antara lain, kurangnya lapangan kerja,
rendahnya pemilikan lahan pertanian, dan kemiskinan. Di pihak lain, terbukanya
peluang bekerja di luar negeri dengan persyaratan yang relatif mudah, dukungan
keluarga, mudahnya networking, dan upah yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan upah di Indonesia menjadi daya tarik perempuan pedesaan untuk melakukan
migrasi menjadi tenaga kerja internasional sebagai pembantu rumah tangga (PRT).
Beberapa faktor pendorong perempuan pedesaan menjadi Tenaga Kerja Wanita
diantaranya, pendidikan yang rendah, rendahnya akses perempuan pada pekerjaan di
sektor non pertanian, dan masih banyak faktor lain.
Kabupaten Karawang dan Purwakarta merupakan dua kabupaten bagian
dari Propinsi Jawa Barat, secara geografis sangat strategis karena terletak di antara jalur
jalan yang menghubungkan Ibu Kota Jakarta dengan Bandung sebagai ibu kota Jawa
Barat, sekaligus sebagai daerah penghasil beras nasional, sampai saat ini, pertanian
sawah masih menjadi unggulan kabupaten Karawang. Namun sebagai akibat
pembangunan kawasan industri, perumahan, beberapa wilayah mengalami konversi
lahan pertanian kepada peruntukkan non pertanian yang semakin intensif. Berbagai
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang layak dihadapi penduduk pedesaan di
Kabupaten Karawang dan Purwakarta yang dialami sejak lama. Saat ini telah
memperoleh alternatif jalan keluar yaitu menjadi tenaga kerja internasional di negara
kawasan Asia Pasifik. Kesempatan yang terbuka lebar untuk menjadi pembantu rumah
tangga (PRT) terbuka untuk perempuan berusia muda, baik yang masih berstatus gadis
maupun sebagai ibu rumah tangga. Saat ini semakin banyak perempuan dari pedesaan
Jawa Barat yang bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah tangga di negara-
negara Timur Tengah, khsususnya Negara Arab Saudi, dan kawasan Asia Pasifik,
terutama Negara Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Singapura. Terjadinya pergeseran
migran ke luar negeri dari laki-laki kepada perempuan ini dikenal dengan istilah
feminisasi migrasi. Data tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa saat ini migrasi tenaga
perempuan yang bekerja di luar negeri lebih banyak jika dibandingkan dengan tenaga
kerja laki-laki. Setelah mampu berperan dalam hal ekonomi rumah tangga, peran
perempuan dalam pengambilan keputusan penting seperti merenovasi dan membangun
rumah, pendidikan anggota keluarga, dan membeli lahan. Pembagian kerja dan
pengambilan keputusan di dalam keluarga dan rumah tangga sudah mengarah
10
kesetaraan gender, suami mau terlibat dalam peran reproduktif-domestik, dan hal yang
sebaliknya terjadi, perempuan mulai masuk kedalam peran-peran produktif-publik.
Analisis :
Nilai-nilai dan stereotipe yang selama ini dianut masyarakat Sunda terhadap
posisi dan peran perempuan, secara perlahan-lahan mulai mengalami pergeseran.
Semakin terbukanya lapangan pekerjaan bagi perempuan di luar sektor domestik, tidak
lagi membuat perempuan bekerja pada sektor domestik dan rumah tangga. Saat ini
sebagian besar tenaga kerja migran yang bekerja di luar negeri adalah perempuan.
Melalui migrasi internasional, diharapkan dapat merubah kondisi ekonomi keluarga
migran ke arah yang lebih baik. Menguatnya peran perempuan dalam berkontribusi di
ekonomi keluarganya menyebabkan terbentuknya kesetaraan gender pada keluarga dan
rumah tangga di pedesaan.
Ringkasan:
Perkembangan studi perempuan atau studi gender di Indonesia tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan studi gender di berbagai negara. Perkembangan itu
berkaitan erat dengan pelaksanaan konferensi perempuan yang dilaksanakan di berbagai
negara yang dimotori oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konferensi Perempuan
Sedunia tahun 1975 melahirkan perspektif Women in Development (WID) yang
menuntut agar terdapat persamaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam
proses pembangunan. Keterlibatan perempuan di bidang ekonomi akan meningkatkan
posisi ekonomi perempuan, sehingga mereka percaya status dan kedudukan perempuan
akan meningkat di masyarakat. Jadi konsep WID adalah memfokuskan pada perubahan
situasi, yang bertujuan untuk menarik dan menempatkan perempuan dalam arus
pembangunan, karena perempuan merupakan sumber daya manusia yang melimpah,
yang dapat menggerakkan roda pembangunan, asalkan kemampuan mereka
ditingkatkan. Untuk dapat mengakomodir perubahan situasi tersebut misalnya harus
dilakukan peningkatan akses perempuan di bidang ekonomi, pendidikan, maupun
kesehatan.
Erat kaitannya dengan paradigma Gender and Development diperkenalkan
konsep gender, dimana studi tentang perempuan dihubungkan dengan laki-laki. Wacana
perspektif gender tentang perempuan sekaligus dihubungkan dengan laki-laki, dimana
11
dominasi dan subordinasi laki-laki terhadap perempuan menjadi kajian utama. GAD
menekankan pada redistribusi kekuasaan (power) dalam relasi social perempuan dan
laki-laki, dimana kekuasaan laki-laki di bidang ekonomi, sosial, dan budaya terus
digoyang dan dipertanyakan. Dalam pendekatan ini dipandang bahwa yang
menciptakan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan adalah struktur dan proses
sosial politik. Ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan terlihat pada akses dan
kontrol terhadap sumber daya, kesempatan dan manfaat, serta dalam pengambilan
keputusan (partisipasi dan representasi). Pendekatan dalam GAD ini adalah dengan
cara, masyarakat dan berbagai institusi mengubah cara berpikir dan praktek untuk
mendukung persamaan kesempatan, pilihan, dan kesetaraan.
Selanjutnya adalah konsep pemberdayaan perempuan (Women’s Empowerment).
Kebijakan pemberdayaan perempuan di Indonesia diarahkan secara bertahap dan
berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan praktis dan strategis perempuan.
Pemenuhan kebutuhan praktis meliputi kebutuhan perempuan agar dapat menjalankan
peran-peran sosial untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, seperti perbaikan taraf
kehidupan, perbaikan pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja, pemberantasan
buta aksara dan sebagainya. Sasaran program pemberdayaan perempuan (empowerment
of women) diarahkan untuk mengembangkan dan mematangkan berbagai potensi yang
ada pada diri perempuan yang memungkinkannya untuk memanfaatkan hak dan
kesempatan yang sama dengan laki-laki (equality), serta untuk memanfaatkan hak dan
kesempatan yang sama terhadap berbagai sumber daya pembangunan.
Konsep gender lainnya adalah Pengarusutamaan Gender atau PUG pertama kali
diperkenalkan saat konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Perempuan IV
di Beijing tahun 1995. Pengarusutamaan Gender (PUG) telah diadopsi secara resmi di
Indonesia sejak tahun 2000 dengan keluarnya Instruksi Presiden atau Inpres No. 9 tahun
2000. Inpres ini merupakan suatu dasar hukum untuk pelaksanaan PUG yang
merupakan suatu bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam mengikuti kesepakatan
internasional dan juga dari desakan masyarakat luas misalnya melalui para pakar atau
pemerhati masalah gender agar pemerintah melakukan tindakan-tindakan nyata yang
dalam usaha mempercepat keadilan dan kesetaraan gender. Kesetaraan gender adalah
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan nasional dan kesamaan
dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
Analisis :
Jika dilihat kembali usaha-usaha yang telah dilakukan selama ini untuk
meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender, hasil yang dicapai belumlah seperti yang
diharapkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada hal-hal yang mungkin memerlukan
perhatian yang lebih kritis, sehingga kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
program-program perempuan dapat mencapai hasil seperti harapan. Dari beberapa hasil
penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa sumbangan ekonomi perempuan dalam
rumah tangga sangat menentukan otonomi yang dimiliki perempuan terutama di dalam
memenuhi kebutuhannya sebagai perempuan. Jadi disini konsep bekerja bagi
perempuan selama ini diukur dari jumlah uang atau barang atau jasa yang dapat dinilai
dengan uang yang dibawa pulang oleh perempuan.
Dengan memperhatikan heterogenitas perempuan di Indonesia baik dari segi
budaya, sosial, maupun ekonomi, maka perlu dilakukan penilaian kebutuhan di tingkat
individu, maupun di tingkat lembaga, yang dikenal dengan istilah melakukan need
assessment, untuk mengetahui apa yang dibutuhkan perempuan, dan lembaga-lembaga
12
Ringkasan :
Indonesia merupakan negara yang memiliki budaya patriarki. Hampir seluruh
aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya didominasi oleh kaum laki-laki.
Perempuan yang memiliki peran dalam kehidupan telah menjadi “kelas kedua” pada
kehidupan sosial, ekonomi politik dan budaya. Beberapa orang menganggap bahwa,
tugas-tugas rumah tangga dan mengasuh anak adalah tugas perempuan, walaupun
perempuan tersebut telah bekerja di luar rumah. Ada batasan tentang hal yang pantas
dan tidak pantas dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan dalam menjalankan tugas-
tugas rumah tangga. Perempuan kurang dapat mengembangkan diri, karena adanya
pembagian tugas tersebut. Peran ganda laki-laki kurang dapat diharapkan karena adanya
idiologi tentang pembagian tugas secara seksual.
Peran perempuan sebagai istri dari seorang suami didominasi oleh pekerjaan
rumah tangga. Kesempatan bekerja di luar negri memberikan peluang lebih besar
kepada perempuan dibanding laki-laki. Permintaan pembantu rumah tangga lebih
banyak, tugas itu biasanya dikerjakan oleh perempuan. Bekerja sebagai tenaga kerja
wanita di luar tidak terlepas dari pekerjaan rumah tangga. Selain sebagai istri,
perempuan memiliki peran juga sebagai ibu. Tugas seorang ibu yang mengharuskan ia
berada di rumah sebagai pengatur semua urusan rumah tangga menyebabkan
perempuan kesulitan membagi waktu untuk bekerja di luar rumah. Kebanyakan
perempuan yang bekerja di luar negeri tidak mempunyai anak atau anak-anaknya
dititipkan kepada keluarga atau suami. Kewajiban mencari nafkah diserahkan
sepenuhnya kepada perempuan. Banyak perempuan yang bekerja di luar rumah sebagai
pengganti tulang punggung keluarga, sedangkan perempuan yang bekerja tidak karena
13
Analisis :
Tidak sedikit perempuan pedesaan dengan keahlian terbatas yang bekerja di luar
negeri, mengakibatkan rendahnya nilai upah yang dibayar. Kebanyakan perempuan
yang bekerja di luar negeri pada usia produktif. Apabila pemerintah dengan maksimal
memberdayakan perempuan dengan mengadakan kursus untuk keahlian seperti
menjahit, memasak, dan sebagainya, secara gratis, maka mereka akan bisa mandiri
secara ekonomi. Semua bentuk keterlibatan dan pelibatan perempuan Indonesia di
dalam keseluruhan kehidupan perjuangan bangsa dan negara merupakan petunjuk
bahwa kaum perempuan di Indonesia pada dasarnya sejak dulu sudah merupakan bagian
dan pembangunan nasional, bangsa dan negara. Dengan demikian, pertumbuhan
pembanguan nasional tidak dapat dipisahkan dari keberadaan perempuan sebagai asset
pembangunan dan eksistensinya sebagai manusia yang memiliki keluhuran harkat dari
martabat seperti halnya pria.
14
Ringkasan:
seharusnya menjadi pencari nafkah primer dalam keluarga mulai tergantikan oleh
keberadaan istri yang bekerja di luar negeri. Secara nominal pendapatan yang di peroleh
oleh kedua pihak memang memiliki selisih yang sangat besar. Minimnya keterlibatan
wanita dalam sektor pertanian berpijak pada satu asumsi bahwa pekerjaan tersebut
membutuhkan tenaga yang besar dan fisik yang kuat karena pekerjaan tersebut berkutat
dengan tanah dan panas matahari. Apabila dirinci berdasarkan umur maka mayoritas
buruh tani wanita di Desa Lembah ialah ibu-ibu rumah tangga dengan batas usia
minimal 45 tahun. Para ibu muda lebih memilih mencari alternatif pekerjaan lain yang
dirasa lebih ringan dan tidak terlalu menguras tenaga seperti menjadi TKW.
Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan hidup yang semakin tinggi
membuat wanita harus ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Kebutuhan yang
mendesak mampu mendobrak tradisi dan pandangan genderitas. Perlu adanya sebuah
alternatif yang mampu memecahkan persoalaan ekonomi keluarga dan salah satu
jalannya adalah menjadi pembantu rumah tangga di luar negeri. Secara eksplisit di
Indonesia telah terjadi ketimpangan yaitu antara jumlah tenaga kerja dengan lapangan
pekerjaan yang tersedia tidak seimbang. Rendahnya penyerapan tenaga kerja bagi
wanita menyebabkan para wanita berfikir untuk menjadi TKW ke luar negeri agar dapat
membantu perekonomian keluarga. Setiap TKW memiliki alasan tersendiri yang
melatarbelakangi keputusan mereka untuk bekerja ke luar negeri. Faktor pendorong
tersebut beragam dari satu individu dengan individu yang lain, mulai dari faktor
ekonomi maupun mencari pengalaman.
Analisis:
Adanya motivasi untuk mengubah nasib maupun adanya daya tarik upah yang
relatif tinggi di luar negeri mengakibatkan banyak tenaga kerja (khususnya perempuan)
rela menjadi tenaga kerja di luar negeri, bahkan perempuan yang sudah bersuami pun
banyak yang menjadi tenaga kerja wanita di luar negeri. Keputusan semacam ini
diambil dengan harapan mampu membantu mencukupi kebutuhan keluarga yang selama
ini masih kurang atau belum terpenuhi. Faktor kemiskinan menjadi faktor pendorong
utama para perempuan menjadi TKW sebagai upaya mengatasi tekanan beban sosial
ekonomi keluarga. Meskipun pekerjaan tersebut seringkali dipandang sebelah mata
akan tetapi, pendapatan yang diperoleh mampu menunjang seluruh kebutuhan keluarga
bahkan meningkatkan status sosial di masyarakat. Status sosial di masyarakat desa
cenderung diukur dari segi materiil, seperi tempat tinggal, kendaraan, luas tanah dan
hal-hal lainnya. Semakin tinggi kualitas perekonomian maka status sosial di masyarakat
pun akan mengalami perubahan ke arah yang lebih positif.
16
Ringkasan:
Perbedaan manusia berdasar jenis kelamin (sex) dikenal sebagai sexual
differentiation, pembedaan seksual. Sedang "gender" sebagai istilah adalah hasil atau
akibat dari pembedaan atas dasar jenis kelamin tersebut. Gender sebagai fenomena
sosial berarti sebab akibat atau implikasi sosial (kemasyarakatan) yang muncul dalam
masyarakat karena pembedaan yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin, yaitu
laki-laki dan perempuan. Akibat-akibat sosial ini bisa berupa pembagian kerja, sistem
penggajian, proses sosialisasi dan sebagainya. Gender sebagai fenomena budaya berarti
akibat-akibat atau implikasi dalam budaya (yaitu pada pola dan isi pemikiran) yang
muncul dalam masyarakat karena adanya klasifikasi dualistis yang didasarkan pada
perbedaan antara laki dan perempuan.
Pembedaan laki-laki dan perempuan bukan merupakan masalah bagi
kebanyakan orang, tetapi pembedaan ini menjadi masalah ketika menghasilkan
ketidaksetaraan, dimana laki-laki memperoleh dan menikmati kedudukan yang lebih
baik dan menguntungkan daripada perempuan. Jadi yang menjadi persoalan bukan
hanya perbedaan laki-laki dan perempuan. Lebih jauh, pembedaan laki-laki dan
perempuan telah menjadi landasan ketidaksetaraan tersebut, karena masyarakat
memandang perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Gender sebagai persoalan
sosial-budaya adalah ketidaksetaraan gender yang menghasilkan pelbagai bentuk
ketidakadilan dan penindasan berdasar jenis kelamin dan perempuan merupakan pihak
yang lebih rentan sebagai korban. Semuanya ini merupakan kenyataan yang dibentuk
oleh tatanan sosial, budaya dan sejarah, karena itu sebenarnya dapat dan perlu dirubah.
Perubahan ini tentu saja tidak mudah, karena untuk dapat melakukannya diperlukan
analisis serta penarikan kesimpulan yang tepat.
Peran gender (gender role) tersebut kemudian diterima sebagai ketentuan sosial,
bahkan oleh masyarakat diyakini sebagai kodrat. Ketimpangan sosial yang bersumber
dari perbedaan gender itu sangat merugikan posisi perempuan dalam berbagai
komunitas sosialnya. Akibatnya ketidakadilan gender tersebut antara lain : (1)
marginalisasi perempuan, (2) penempatan perempuan pada subordinat, (3) stereotipe
perempuan, (4) kekerasan (violence) terhadap perempuan, dan (5) beban kerja tidak
proposional. Masalah sulitnya membangun kesetaraan dan keadilan gender baik melalui
jalur struktural maupun kultural tidak lepas dari lima hal tersebut di atas (stereotype,
subordinasi, marjinalisasi, beban berlipat dan kekerasan terhadap perempuan), yang
terus menerus berlangsung karena terdapat legitimasi yang menjadi hambatan dalam
membangun kesetaraan dan keadilan gender tersebut. Sumber legitimasi dimaksud
17
adalah: (1) Legitimasi sosial budaya, (2) Legitimasi interpretasi agama, dan (3)
Peraturan perundang-undangan dan kebijakan dan program pembangunan yang masih
bias gender.
Dengan adanya ketimpangan gender seperti itu maka diperlukan keadilan gender
(gender equality). Keadilan gender adalah suatu kondisi yang setara, selaras, seimbang,
serasi, tanpa diskriminasi. Suatu kondisi yang sama antara laki-laki dan perempuan
dalam mencapai hak-hak dasar dalam lingkup keluarga, masyarakat, negara dan dunia
internasional. Kesamaan pemenuhan hak-hak dasar akan meningkatkan kualitas dan
martabat kemanusiaan laki-laki dan perempuan secara adil. Kesetaran gender (gender
equity) adalah suatu proses yang ditempuh untuk menghantarkan laki-laki dan
perempuan secara dinamis untuk memperoleh akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat
dalam aktifitas kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat maupun berbangsa dan
bernegara. Untuk itu diperlukan upaya untuk memperbaiki kondisi secara kualitas
maupun kemampuan bagi kelompok yang tertinggal baik perempuan maupun laki-laki
melalui affirmative action.
Untuk menuju kesetaraan dan keadilan gender diperlukan sosialisasi di tingkat
personal agar memiliki sensitivitas gender, yakni suatu sikap dan perilaku yang tanggap
dan peka terhadap adanya kesenjangan gender dengan memberi kesempatan dan
peluang yang sama untuk mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan.
Sosialisasi pada level institusional diperlukan untuk mewujudkan responsibilitas gender
melalui produk hukum dan kebijakan yang ditetapkan berdasarkan analisis gender,
misalnya menggunakan strategi Pengarusutamaan Gender (PUG) dengan teknik Gender
Analysis Pathway (GAP).
Analisis:
Dengan mengetahui kesenjangan dan ketimpangan serta latar belakang
munculnya dapat dijadikan dasar arah pemberdayaan perempuan agar kesetaraan gender
terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara pandang yang demikian,
pemberdayaan perempuan tidak dilandasi oleh sikap atau keinginan untuk menciptakan
persaingan yang tidak sehat, tetapi kompetisi yang berkeadilan yang diharapkan karena
pada hakekatnya laki-laki dan perempuan potensial untuk sama-sama berusaha dan
berprestasi baik mandiri maupun bekerja sama lintas gender. Untuk mewujudkan relasi
gender yang berkeadilan sedapat mungkin menghilangkan kesenjangan hubungan dan
pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan
dengan memperhatikan kodrat, harkat, dan martabatnya. Lebih lanjut, diketahui pula
latar belakang kondisi dan masalah yang menjadi penyebabnya dengan menggunakan
teknik analisis gender.
18
Ringkasan:
Kata “gender‟ dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan
tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi)
sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak
bersifat kodrati. Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan
dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan
dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan
budaya setempat. Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran,
fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya
dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta
kondisi setempat. Tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial,
budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu
serta kondisi setempat.
Namun demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki menafsirkan
perbedaan biologis dalam gender ini menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku
yang akhirnya berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol dan menikmati
manfaat dari sumberdaya dan informasi. Akhirnya tuntutan peran, tugas, kedudukan dan
kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas
dilakukan oleh laki-laki atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke
masyarakat lainnya. Ada sebagian masyarakat yang sangat kaku membatasi peran yang
pantas dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan, misalnya tabu bagi seorang
laki-laki masuk ke dapur atau mengendong anaknya di depan umum dan tabu bagi
seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk bekerja. Namun demikian, ada
juga sebagian masyarakat yang fleksibel dalam memperbolehkan laki-laki dan
perempuan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya perempuan diperbolehkan bekerja
sebagai kuli bangunan sampai naik ke atap rumah atau memanjat pohon kelapa,
sedangkan laki-laki sebagian besar menyabung ayam untuk berjudi.
Penghapusan sistem patriarki atau struktur vertikal adalah tujuan utama dari
semua gerakan feminisme, karena sistem ini yang dilegitimasi oleh model struktural-
fungsionalis, memberikan keuntungan laki-laki daripada perempuan. Kesetaraan gender
tidak akan pernah dicapai kalau sistem patriarkat ini masih terus berlaku. Oleh karena
itu, ciri khas dari gerakan feminisme adalah ingin menghilangkan institusi keluarga,
atau paling tidak mengadakan defungsionalisasi keluarga, atau mengurangi peran
institusi keluarga dalam kehidupan masyarakat. Tujuan dari pergerakan kaum
feminisme adalah terciptanya kesetaraan gender, yang dimana kesetaraan gender itu
19
Analisis:
Analisis gender merupakan alat dan tehnik yang tepat untuk mengetahui apakah
ada permasalahan gender atau tidak dengan cara mengetahui disparitas gendernya.
Dengan analisis gender diharapkan kesenjangan gender dapat diindentifikasi dan
dianalisis secara tepat sehingga dapat ditemukan faktor-faktor penyebabnya serta
langkah-langkah pemecahan masalahnya. Analisis gender sangat penting khususnya
bagi para pengambil keputusan dan perencanaan serta para peneliti akademisi, karena
dengan analisis gender diharapkan masalah gender dapat diatasi atau dipersempit
sehingga program yang berwawasan gender dapat diwujudkan. Secara terinci analisis
gender sangat penting manfaatnya, karena:
(1) Membuka wawasan dalam memahami suatu kesenjangan gender di daerah pada
berbagai bidang, dengan menggunakan analisis baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
(2) Melalui analisis gender yang tepat, diharapkan dapat memberikan gambaran secara
garis besar atau bahkan secara detil keadaan secara obyektif dan sesuai dengan
kebenaran yang ada serta dapat dimengerti secara universal oleh berbagai pihak.
(3) Analisis gender dapat menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi
masalah kesenjangan gender dan sekaligus dapat menemukan solusi yang tepat
sasaran sesuai dengan tingkat permasalahannya.
20
Ringkasan:
Perbedaan laki-laki dan perempuan menimbulkan diskriminasi. Dimana
perempuan lebih ditekankan pada pekerjaan domestik untuk mengurusi rumah tangga,
sedangkan laki-laki memiliki aspek pekerjan yang lebih luas. Asumsi inilah yang
menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya
dalam keluarga, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut yang menyebabkan isu gender
menjadi penting untuk diangkat, karena dampaknya pada ketidakadilan sosial yang
menimpa perempuan. Misalnya dalam konteks masyarakat yang menganut sistem sosial
dan budaya patriarkhi, kaum perempuan tidak mendapat hak-hak yang selayaknya.
Perjuangan para aktivis Feminisme menghendaki terwujudnya keadilan sosial dengan
menempatkan peran danposisi kaum perempuan sesuai dengan hak-haknya. Landasan
para aktivis Feminisme menurut keadilan berdasarkan prinsip humanism universal,
yaitu prinsip-prinsip kemanusiaan yang paling fundamental yang melampaui
etnik,budaya dan agama.
Isu kesetaraan gender mulai merebak di Indonesia pada tahun 1990-an.Secara
perlahan-lahan, gerakan Feminisme menuntut kesetaraan kaum perempuan di Indonesia
untuk mendapat hak-hak di bidang sosial dan budaya.Namun lambat laun, seiring
dengan bergulirnya reformasi (1998), gerakan Feminisme mulai merambah wilayah
politik. Sebab berdasarkan catatan sejarah bangsa Indonesia,partisipasi perempuan
sangat minim di pentas politik. Padahal jumlah kaum peremuan lebih mendominasi dari
kaum laki-laki di Indonesia. Wajar jika kaum perempuan menuntut kesetaraan di bidang
poltik (kekuasaan). Cara laki-laki yang berkuasa dalam menerjemahkan program
terhadap perempuan rawan salah sasaran. Sebab sudut pandang yang melekat pada laki-
laki terhadap perempuan berbeda-beda. Sejak reformasi bergulir di Indonesia
pendekatan partisipatif semakin popular dalam perencanaan dan pengelolaan masalah
publik. Dalam proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sudah seharusnya
mengembangkan setiap daya yang ada melalui upaya-upaya pemberdayaan, salah
satunya adalah mengoptimalkan potensi kaum perempuan menjadi sebuah energi
khususnya dalam proses perumusan kebijakan publik.
Di Indonesia peningkatan peranan dan partisipasi wanita diarahkan untuk
mencapai kondisi kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan wanita dalam segala
aspek peri kehidupan bermasyarakat kita. Kata sejajar dan bermitra merupakan sebuah
kata yang menyiratkan persamaan hak saling menghormati dan bekerja sama. Disana
21
tidak ada dominasi, saling menguasai dan pemaksaan kehendak. Berdiri sama tinggi,
duduk sama rendah dalam segala sisi kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan
bernegara. Pada dunia pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah, pada aspek
peningkatan derajat kesehatan dan gizi, maupun peningkatan kesejahteraan keluarga.
Dengan demikian, pada dasarnya, peningkatan peranan wanita dalam keluarga dan
masyarakat diarahkan bagi terciptanya kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan
wanita dalam membina keluarga maupun dalam peran aktif di masyarakat.
Analisis :
Upaya pemberdayaan masyarakat desa atau kampung tidak terlepas dari
berbagai komponen masyarakat sebagai sebuah proses sosial termasuk kelompok
masyarakat yang lahir karena sifat dasar manusia yang selalu ingin hidup bersama
dengan sesama dan alam sekitarnya. Keinginan itu yang kemudian melalui kaum
kelompok masyarakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Diantara mereka ada
hubungan timbal balik yang erat antara satu dengan yang lainya. Kelompok sosial di
kampung yang tergolong teratur adalah kelompok yang keberadaanya telah lama dan
mempunyai pola tertentu. Seperti kelompok tim penggerak PKK (Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga) kelompok ini ada di seluruh desa atau kampung sebagai
subsistem dari pemerintah secara struktural dari pusat daerah sampai ke kampung-
kampung. Dalam implementasi kebijakan, perempuan selalu dijadikan subjek, sehingga
selalu diajak berpartisipasi memberikan masukan. Perempuan juga harus dilibatkan
dalam penentuan program yang sesuai dengan kepribadiannya. Pendekatan kebijakan
dari atas ke bawah dihilangkan dengan mengajak yang bawah sebagai bagian pengambil
kebijakan yang di atas.
Ringkasan:
Sebuah fakta yang diakui adalah bahwa undang-undang nasional pada masing-
masing negara, seperti serta hukum internasional yang menetapkan dengan jelas
ilegalitas tindakan membayar wanita kurang dari seorang laki-laki untuk pekerjaan yang
sama. Meskipun demikian, perempuan berpenghasilan kurang dari laki-laki dan maju
dengan lebih kesulitan dalam karir mereka, bahkan ketika mereka tidak memutuskan
untuk menjadi ibu dan untuk memusatkan semua upaya mereka menuju kesuksesan
profesional. Pemisahan secara profesional, sebagai bentuk ketidakadilan gender yang
22
terjadi dalam tenaga kerja pasar. Masalah utama dengan fenomena ini adalah
pembayaran ketidaksetaraan gender, dengan kelemahan di kedua evolusi individu dan
sosial. Potensi perempuan sebagai profesional adalah tidak digunakan pada tingkat
tertinggi dan, dengan demikian, pembangunan ekonomi dan sosial tidak dalam
kecepatan yang tepat. Pendapat umum mengenai kesetaraan gender dalam dunia kerja
adalah bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki, sehingga disukai
oleh banyak negara, terutama oleh nasional dan internasional undang-undang. Namun,
teori tersebut jelas bertentangan dengan kenyataan, terjadi perbedaan pendapatan di
pasar tenaga kerja antara laki-laki dan perempuan. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa segregasi profesional juga memiliki implikasi ekonomi yang mendalam.
Di sisi lain terjadi situasi yang paradoks: meskipun wanita sudah merasa
dirugikan baik secara profesional dan finansial, banyak orang yang sudah terintegrasi
dan kontribusi dalam tenaga kerja pasar (perempuan, serta laki-laki), tetapi tidak ada
yang menganggap kaum wanita telah didiskriminasi. Kesetaraan gender global masih
sesuatu yg diinginkan baik untuk posisi manajerial dan semua pekerjaan lain dan
sebutannya masing-masing. Kesimpulannya adalah salah satu yang paling sederhana:
meskipun kebijakan legislasi dan kesetaraan dipimpin oleh pemerintah dan organisasi
swasta, perempuan adalah satu-satunya yang menderita konsekuensi sehingga
menghadapi dalam kesulitan dalam karir di level pemasukan, serta ketika datang untuk
mendapatkan promosi kenaikan jabatan.
Nilai tambahan yang perlu dimasukan pada perempuan dalam masyarakat
adalah pengetahuan yang berasal dari dalam kapasitas diri mereka sendiri untuk menjadi
empatik, untuk menempatkan manusia di pusat organisasi dan untuk menemukan teknik
motivasi terbaik untuk memenuhi tujuan. Ada negara-negara di mana situasi perempuan
memiliki peran positif, terutama di kasus posisi manajemen puncak. Rusia, Selandia
Baru dan Rumania adalah salah satu negara-negara dengan keterwakilan yang baik pada
tingkat ini. Tingkat pengangguran tentang di Rumania, jumlah perempuan
pengangguran lebih rendah dari jumlah pengangguran laki-laki. Jika majikan, bersama
dengan lembaga-lembaga negara, akan melakukan langkah-langkah yang diperlukan
untuk integrasi profesional yang lebih baik bagi perempuan dan untuk pekerjaan yang
dibayar sama dengan laki-laki dan perempuan, sesuatu yang diinginkan kesetaraan
gender di pasar tenaga kerja akan menjadi kenyataan dengan manfaat yang cukup besar
(di tingkat individu dan masyarakat).
Analisis Pustaka:
Bias gender tampaknya menjadi penyebab utama pemisahan profesional dan
tidak merata pendapatan antara laki-laki dan perempuan. Perbandingan antara negara-
negara Eropa dan Amerika Serikat paling mencerminkan perbedaan dan penyebab isu
ketidaksetaraan gender dalam pendidikan dan pasar tenaga kerja. Sehingga dalam
menyoroti hal pengangguran sudah dianggap sebagai indikator kesetaraan gender dalam
dunia kerja padahal tidak cukup hanya dari aspek pengangguran saja. Saat ini, prinsip
kesetaraan tetap sesuatu yg diinginkan. Perempuan masih dirugikan dalam pasar tenaga
kerja, dalam hal keuangan, serta sosial dan efek sampingnya secara profesional.
Kontroversial ketidaksetaraan gender tidak ketinggalan bahkan di knowledge society.
Perempuan menemui banyak kesulitan bahkan dalam bidang seperti Informasi
Teknologi atau IT, dimana tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin pekerja.
Meskipun pendekatan yang dilakukan secara nasional dan internasional, serta melalui
lembaga independen yang berbeda dan organisasi, professional Pemisahan kerja laki-
laki dan perempuan tetap harus disorot untuk ditangani sebagai salah satu perhatian
global.
23
Migrasi merupakan perpindahan orang atau sekelompok orang dari tempat asal
ke tempat lain yang menjadi tujuannya. Migrasi internasional berarti perpindahan orang
dari negara asal ke negara tujuannya. Tenaga Kerja Wanita sangat erat kaitannya
dengan migrasi internasional karena mereka memang bekerja ke negara orang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya secara ekonomi. Menurut Muhammad Zid (2012)
Secara sosiologis migrasi internasional bisa dimaknai sebagai salah satu tindakan
rasional individu sebagai strategi dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapi
rumah tangga masyarakat pedesaan. Dihadapkan kepada berbagai kesulitan hidup,
setiap individu dan rumah tangga dari berbagai lapisan sosial akan memiliki strategi
yang berbeda pula. Berlimpahnya kesempatan untuk bekerja di luar negeri terbuka
untuk laki-laki dan perempuan seiring dengan banyaknya permintaan dari negara-negara
maju dan kaya di kawasan Asia Pasifik dan Timur Tengah, tetapi peluang pekerjaan
paling besar adalah sebagai tenaga pembantu rumahtangga (PRT) yang diisi oleh
perempuan muda, baik yang berstatus belum menikah maupun sudah menikah.
Penelitian Muhammad Zid (2012) menyatakan bahwa bahwa migrasi
internasional didominasi oleh kaum perempuan pedesaan atau apa yang dinamakan
feminisasi migrasi, padahal selama ini perempuan seringkali dipersepsikan sebagai
kaum yang lemah, tidak berdaya, bekerja pada ranah reproduktif-domestik, dan apabila
bekerja pun seringkali dianggap sebagai pencari nafkah tambahan keluarga (the second
27
bread winner). Terlebih perempuan dari etnis Sunda yang selama ini dipersepsikan
sebagai “pondok lengkahna; awewe kudu jiga dulang tinande”, yang secara harfiah
berarti perempuan memiliki keterbatasan dalam melangkah atau bergerak jika
dibandingkan dengan laki-laki, perempuan juga harus bersikap menerima pemberian
dari laki-laki yang menjadi suaminya.Persepsi yang cenderung memarjinalkan
perempuan tersebut saat ini sudah tidak tepat lagi, karena dalam tataran realita, banyak
perempuan yang justru menjadi pencari nafkah utama (the bread winner), dan menjadi
“penyelamat” ekonomi keluarga, salah satunya dengan cara menjadi migran
internasional.
Migrasi tenaga kerja internasional biasanya didominasi oleh perempuan
karena permintaan pasar luar negeri yang lebih menginginkan perempuan sebagai
pembantu rumah tangga (PRT). Berbagai kesulitan hidup yang di alami rumah tangga
miskin di pedesaan menyebabkan perempuan dari pedesaan berani mengadu nasib ke
negara-negara penerima jasa Tenaga Kerja Wanita yang dianggap sebagai tindakan
rasional individu. Menurut Muhammad Zid (2012), berbagai kesulitan tersebut antara
lain; kurangnya lapangan kerja, rendahnya pemilikan lahan pertanian, dan kemiskinan.
Di pihak lain, terbukanya peluang bekerja di luar negeri dengan persyaratan yang relatif
mudah, dukungan keluarga, mudahnya networking, dan upah yang jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan upah di Indonesia menjadi daya tarik perempuan pedesaan untuk
melakukan migrasi menjadi tenaga kerja internasional sebagai pembantu rumah tangga
(PRT). Beberapa faktor pendorong perempuan pedesaan menjadi Tenaga Kerja Wanita
diantaranya, pendidikan yang rendah, rendahnya akses perempuan pada pekerjaan di
sector non pertanian, dan masih banyak faktor lain.
Tabel 3 Negara Tujuan Bekerja Migran Perempuan Asal Kab.Karawang dan Purwakarta
Negara Tujuan Jumlah Persentase
Singapura 90 0,76
Hongkong 33 0,28
UEA 90 0,76
Kuwait 58 0,49
Bahrain 51 0,43
Qatar 29 0,24
Yordan 7 0,05
Pendidikan rendah
Isu tentang tenaga kerja wanita sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri
banyak mengundang keprihatinan karena begitu banyak masalah. Hampir semua isu
tersebut menempatkan perempuan sebagai pihak yang kalah. Menurut Mita Yesyca
(2013) tradisi teori migrasi internasional selama ini bertumpu pada pendekatan ekonomi
neoklasik, yakni model push-pull factors. Model ini berusaha menjelaskan penelaah
tenaga kerja sebagai capital manusia yang netral gender. Akibatnya, model ini tidak
dapat melihat wajah perempuan pada fenomena migrasi pekerja domestik migran
internasional. Di sinilah perspektif gender berperan penting dalam mengupas system
ekonomi politik internasional sehingga membuka dominasi maskulin yang
menempatkan perempuan pada posisi kelas pekerja terbawah. Peran sosial perempuan
dalam keluarga adalah untuk memelihara keluarganya. Peran sosial ini kemudian
melahirkan beban untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dengan cara bekerja di
luar rumah ketika mereka menyadari bahwa pekerjaan suami tidak memadai untuk
mencukupi kebutuhan keluarga. Terbatasnya keterampilan perempuan pedesaan
membuat mereka bergantung pada kerja-kerja yang tidak bernilai ekonomi tinggi pula.
Namun demikian, peran sosial mereka di dalam keluarga telah memposisikan diri
sebagai aktor yang paling tepat untuk menjawab permintaan akan pekerja domestik
migran di luar negeri.
Menurut Vadlun (2010), Keadilan gender adalah suatu pembagian kerja
dilakukan untuk berbagi tanggung jawab perempuan dan laki-laki di mana pembagian
tugas yang baik tidak mengabaikan hak, baik perempuan maupun laki-laki tidak
29
menjadikan gender sebagai masalah misalnya perempuan mencari nafkah keluar negeri
karena kesepakatan keduanya dan menguntungkan keduanya demi ketahanan keluarga.
Yang menjadi masalah apabila salah satu pihak yang dirugikan. partisipasi ekonomi
wanita ternyata tidak mengubah peran ideal wanita. Menurut Kementrian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat, Perempuan sudah mulai memiliki peran dalam
menyumbang perekonomian keluarga, namun belum diikuti dengan angka penurunan
kemiskinan, utk mempercepat penurunan angka kemiskinan perlu ada peningkatan
upaya bersama pemerintah dan masyarakat serta pengusaha dalam pendampingan,
kelembagaan masyarakat dan pengawasan.
Ekonomi:
meningkatkan
pendapatan keluarga
Sosial: meningkatkan Partisipasi perempuan
status social keluarga tenaga kerja wanita
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis pustaka, maka dipilih pertanyaan yang akan dijadikan
dasar untuk penelitian selanjutnya, pertanyaan tersebut di antaranya:
1. Mengapa perempuan pedesaan yang menjadi TKW mengalami ketidakadilan
gender di tempat asalnya ?
2. Bagaimanakah pengaruh ketidakadilan gender terhadap partisipasi TKW
dalam ekonomi rumah tangga di perdesaan ?
3. Sejauh mana partisipasi TKW terhadap ekonomi rumah tangga di perdesaan
dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya ?
32
Kerangka Berpikir
Kerangka ini menunjukan keterkaitan antar variabel yang dijelaskan para penulis
dalam pustakanya. Setelah melakukan analisis dan sintesis dari hasil penelitian yang
terdapat pada sebelas jurnal dan beberapa buku rujukan, didapatkan suatu kerangka
analisis baru yang menggambarkan awal mula perempuan pedesaan memilih melakukan
migrasi internasional untuk menjadi Tenaga Kerja Wanita dan kerap kali masih menjadi
obyek ketidakadilan gender di tempat asalnya. Faktor pendorong perempuan pedesaan
bermigrasi internasional di antaranya adalah, besarnya himpitan ekonomi, dorongan
gaya hidup, status sosial, dan besarnya lowongan pekerjaan yang tersedia di luar negeri.
Banyak perempuan pedesaan yang melakukan migrasi internasional, sehingga
mereka menjadi mampu untuk berpartisipasi dalam ekonomi rumah tangga. Bentuk
partisipasi ekonomi rumah tangga biasanya dimulai dari pemenuhan kebutuhan primer,
yang terdiri dari, sandang, pangan, papan. Setelah itu, pendidikan anak menjadi hal
yang penting untuk diperhatikan. Setelah kebutuhan primer dan pendidikan terpenuhi,
mereka mulai memperhatikan kesehatan seluruh anggota keluarga.
Perempuan pedesaan memiliki beberapa latar belakang yang menjadi pemicu
mereka untuk bermigrasi ke luar Indonesia, diantaranya karena tingkat pendidikan
rendah, usia menikah yang terlampau dini, dan banyaknya jumlah anak yang dimiliki.
Tingkat pendidikan yang rendah di desa berkorelasi dengan pekerjaan yang mereka
dapat. Pendidikan rendah maka pekerjaan yang didapat juga kurang layak, sehingga
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Usia menikah yang terlampau
dini mengakibatkan perempuan pedesaan belum cukup mapan untuk membiayai rumah
tangganya, sehingga banyak yang hidup di bawah rata-rata dari kesejahteraan dan
mengakibatkan himpitan ekonomi.
Indonesia dengan budaya patriarkinya turut andil dalam mendorong perempuan
pedesaan menjadi TKW. Banyak TKW yang kerap mengalami ketidakadilan gender
bahkan di tempat asalnya sendiri, di antaranya karena, stereotype, marginalisasi,
subordinasi, kekerasan, dan peran ganda.Stereotipe terhadap perempuan yang
ditimbulkan dari budaya patriarki menyebabkan perempuan mempunyai peran ganda,
sehingga bentuk partisipasi perempuan kurang dihargai apabila tidak berperan dalam
meningkatkan ekonomi keluarga. Oleh karena itu, semakin besar dorongan perempuan
pedesaan untuk melakukan migrasi internasional dengan menjadi TKW.
Maka dihasilkan kerangka berpikir dengan variabel berikut:
(1) Y1. Faktor pendorong perempuan bermigrasi internasional (TKW)
(2) Y2. Partisipasi terhadap ekonomi rumah tangga
(3) X1. Ketidakadilan gender
(4) X2. Latar belakang perempuan pedesaan
Keterhubungan antar variabel yaitu, saling mempengaruhi baik secara kualitatif
maupun kuantitaif. (Y1. Faktor pendorong perempuan bermigrasi internasional (TKW))
mempengaruhi (Y2. Partisipasi terhadap ekonomi rumah tangga). (X1. Ketidakadilan
gender) dan (X2. Latar belakang perempuan pedesaan) mempengaruhi (Y1. Faktor
pendorong perempuan bermigrasi internasional (TKW)).
33
Keterangan:
: Mempengaruhi (kuantitatif)
: Mempengaruhi (kualitatif)
DAFTAR PUSTAKA
http://www.peacewomen.org/assets/file/AdvocacyEducationTools/genderglossary_
migs_aug2005.pdf
Zid M. 2012. Migrasi Internasional Perempuan, Penguasaan dan Kesetaraan Gender :
Kajian Di Komunitas Desa Sawah Jawa Barat [Internet]. [dikutip 2 Oktober
2014]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/61241
36
Riwayat Hidup