Pragmatisme Dan Penerapannya Di Bidang Pendidikan
Pragmatisme Dan Penerapannya Di Bidang Pendidikan
Tujuan Pendidikan
Dalam menghadapi industrialisasi Eropa dan Amerika, Dewey berpendirian bahwa sistem
pendidikan sekolah harus diubah. Sains, menurutnya, tidak mesti diperoleh dari buku-
buku, melainkan harus diberikan kepada siswa melalui praktek dan tugas-tugas yang
berguna. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan dari pada melalui buku.
Dewey percaya terhadap adanya pembagian yang tepat antara teori dan praktek. Hal ini
membuat Dewey demikian lekat dengan atribut learning by doing. Yang dimaksud di sini
bukan berarti ia menyeru anti intelektual, tetapi untuk mengambil kelebihan fakta bahwa
manusia harus aktif, penuh minat dan siap mengadakan eksplorasi.
Dalam masyarakat industri, sekolah harus merupakan miniatur lokakarya dan miniatur
komunitas. Belajar haruslah dititiktekankan pada praktek dan trial and error. Akhirnya,
pendidikan harus disusun kembali bukan hanya sebagai persiapan menuju kedewasaan,
tetapi pendidikan sebagai kelanjutan pertumbuhan pikiran dan kelanjutan penerang hidup.
Sekolah hanya dapat memberikan kita alat pertumbuhan mental, sedangkan pendidikan
yang sebenarnya adalah saat kita telah meninggalkan bangku sekolah, dan tidak ada
alasan mengapa pendidikan harus berhenti sebelum kematian menjemput.
Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan
bersama secara bebas dan maksimal. Tata susunan masyarakat yang dapat menampung
individu yang memiliki efisiensi di atas adalah sistem demokrasi yang didasarkan atas
kebebasan, asas saling menghormati kepentingan bersama, dan asas ini merupakan sarana
kontrol sosial. Mengenai konsep demokrasi dalam pendidikan, Dewey berpendapat
bahwa dalam proses belajar siswa harus diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat.
Siswa harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru.
Begitu pula, guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa merasa haus akan
pengetahuan.
Ide kebebasan dalam demokrasi bukan berarti hak bagi individu untuk berbuat
sekehendak hatinya. Dasar demokrasi adalah kebebasan pilihan dalam perbuatan (serta
pengalaman) yang sangat penting untuk menghasilkan kemerdekaan inteligent. Bentuk-
bentuk kebebasan adalah kebebasan dalam berkepercayaan, mengekspresikan pendapat,
dan lain-lain. Kebebasan tersebut harus dijamin, sebab tanpa kebebasan setiap individu
tidak dapat berkembang. Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat
pendidikan merupakan rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan
mental dan moral dalam kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang
timbul dalam realitas sosial dewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan pemecahan
sebagai solusinya. Pikiran dapat dipandang sebagai instrumen yang dapat menyelesaikan
problema dan kesulitan tersebut.
Di dalam filsafat John Dewey disebutkan adanya experimental continum atau rangkaian
kesatuan pengalaman, yaitu proses pendidikan yang semula dari pengalaman menuju ide
tentang kebiasaan (habit) dan diri (self) kepada hubungan antara pengetahuan dan
kesadaran, dan kembali lagi ke pendidikan sebagai proses sosial. Kesatuan rangkaian
pengalaman tersebut memiliki dua aspek penting untuk pendidikan, yaitu hubungan
kelanjutan individu dan masyarakat serta hubungan kelanjutan pikiran dan benda.
Ketika kita mengetahui bagaimana masa lalu sejarah bangsa ini mengakibatkan apa yang
bisa kita lihat sekarang. Solusi yang paling ampuh untuk mengatasi segala persoalan
yang sedang dihadapi bangsa Indonesia, adalah dengan merombak total sistem
pendidikan nasional kita. Termasuk di dalamnya sistem persekolahan, pendidikan
keguruan, metode belajar-mengajar, dan segala hal yang terkait dengan sistem
pendidikan.
Manusia -manusia saat ini, masyarakat kita yang sekarang ini, adalah produk keluaran
sekolah formal yang telah dengan sengaja mempraktekkan proses dehumanisasi di
dalamnya. Model pembelajaran gaya bank, seperti yang pernah dikemukakan oleh Paulo
Freire, menjadi model yang secara seragam diaplikasikan pada hampir seluruh jenjang
dan tingkat lembaga pendidikan yang ada di negeri ini. Mengapa bencana pendidikan di
negeri ini menjadi sedemikian kronis dengan sederet permasalahan tersebut, tentunya kita
harus berkaca pada apa yang telah terjadi pada masa lalu bangsa ini. Kita tidak boleh
menjadi bangsa yang buta sejarah, karena dengan mengetahui apa-apa yang telah terjadi
pada masa lampau kita akan mendapatkan penjelasan tentang apa-apa yang terjadi saat
ini, bahkan dapat meramalkan apa-apa yang akan terjadi dimasa mendatang.
Model pendidikan gaya bank yang dianggap sebagai sumber dari segala permasalahan
yang ada tidak hanya permasalahan pendidikan, tetapi segala permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa ini – sebenarnya tidak muncul begitu saja. Melainkan bersumber
dari nenek moyang terdahulu yang berangkat dari kerajaan bersistem kastanisasi dan
memang budayanya begitu feodal dan paternalistik sehingga melahirkan tradisi kebisuan.
Apalagi, budaya tersebut malah semakin difasilitasi dan dijadikan senjata ampuh oleh
Belanda dalam upayanya untuk melanggengkan kekuasaan di bumi nusantara.
Mental bangsa Indonesia dilatarbelakangi oleh warisan budaya yang begitu mengakar
kuat. Bila warisan budaya yang dimaksud adalah kebobrokan moral dalam budaya
feodalistik dan paternalistik yang sudah diwariskan turun temurun pada manusia
Indonesia hari ini, maka budaya tersebut tidak perlu dilestarikan dengan kata-kata ‘bahwa
perubahan tidak akan pernah berhasil’. Perubahan bisa dilakukan dengan mencabut habis
seluruh akar sistem yang ada, tidak hanya dengan memotong dahan yang terlihat sakit.
Semisal budaya korupsi yang dulu telah menggerogoti VOC hingga bangkrut, dapat
digantikan dengan pemerintahan Hindia Belanda yang relatif bersih dengan waktu yang
singkat sebuah pembuktian bahwa korupsi bukanlah budaya orang Belanda dan Indonesia
pun juga bisa melakukan hal yang sama jika menghentikan pelestarian stereotyping
terhadap dirinya sendiri.
Amerika, negara adikuasa ini harus melakukan revolusi dibidang pendidikan selama
kurang lebih 17 tahun sebelum akhirnya mencapai keberhasilan. Begitupula dengan
India, negara miskin yang beberapa tahun terakhir ini mulai merangkak keluar dari
keterpurukan ekonominya dengan jalan pendidikan. Finlandia, sebuah negara dengan
sistem pendidikan yang dianggap terbaik sedunia, telah meninggalkan peningkatan
perekonomian berbasis kehutanan dan menggantikannya dengan integrasi antara lembaga
pendidikan dan industri sehingga meraih keberhasilan dengan industri Nokia yang
melakukan inovasi tiada henti. Masih banyak lagi contoh negara yang mau melakukan
revolusi pendidikan agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Lalu bagaimana
dengan Indonesia yang masih terpuruk dan tidak kunjung mengakhiri keterpurukannya.