Anda di halaman 1dari 6

Pendidikan Berwawasan Globalisasi

Oleh Rum Rosyid


Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin
menisbikan proses globalisasi yang akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam
menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan,
dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel,
sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global
demokratis. Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan
para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam
suasana penuh kebebasan, kebersamaan dan tanggung jawab. Di samping itu, pendidikan
harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan segala faktor
yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan
kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu altematif yang dapat dilakukan
adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.

Premis untuk memulai pendidikan berwawasan gobal adalah bahwa informasi dan
pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus mengembangkan kesadaran kita bahwa
kita akan dapat memahami lebih baik keadaan diri kita sendiri apabila kita memahami
hubungan dengan masyarakat lain dan isu-isu global sebagaimana dikemukakan oleh
Psikolog Csikszentmihalyi dalam bukunya The Evolving Self: A Psychology for the
Third Millenium, 1993, yang menyatakan bahwa perkembangan pribadi yang seimbang
dan sehat memerlukan "an understanding of the complexities of an increasingly complex
and interdependent world".

A. Perspektif kurikuler
Pendidikan berwawasan global dapat dikaji berdasarkan dua perspektif: Kurikuler dan
perspektif Reformasi. Berdasarkan perspektif kurikuler, pendidikan berwawasan global
merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga terdidik
kelas menengah dan profesional dengan meningkatkan kemampuan individu dalam
memahami masyarakatnya dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat dunia, dengan
ciri-ciri: a) mempelajari budaya, sosial, politik dan ekonomi bangsa lain dengan titik
berat memahami adanya saling ketergantungan, b) mempelajari berbagai cabang ilmu
pengetahuan untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan lingkungan setempat, dan, c)
mengembangkan berbagai kemungkinan berbagai kemampuan dan keterampilan untuk
bekerjasama guna mewujudkan kehidupan masyarakat dunia yang lebih baik.

Oleh karena itu, pendidikan berwawasan global akan menekankan pembahasan materi
yang mencakup: a) adanya saling ketergantungan di antara masyarakat dunia, b) adanya
perubahan yang akan terus berlangsung dari waktu ke waktu, c) adanya perbedaan kultur
di antara masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat oleh karena itu perlu
adanya upaya untuk saling memahami budaya yang lain, d) adanya kenyataan bahwa
kehidupan dunia ini memiliki berbagai keterbatasan antara lain dalam ujud ketersediaan
barang-barang kebutuhan yang jarang, dan, e) untuk dapat memenuhi kebutuhan yang
jarang tersebut tidak mustahil menimbulkan konflik-konflik.
Berdasarkan perspektif kurikuler ini,pengembangan pendidikan berwawasan global
memiliki implikasi ke arah perombakan kurikulum pendidikan. Mata pelajaran dan mata
kuliah yang dikembangkan tidak lagi bersifat monolitik melainkan lebih banyak yang
bersifat integratif. Dalam arti mata kuliah lebih ditekankan pada kajian yang bersifat
multidispliner, interdisipliner dan transdisipliner.

B. Perspektif reformasi
Berdasarkan perspektif reformasi, pendidikan berwawasan global merupakan suatu
proses pendidikan yang dirancang untuk mempersiapkan peserta didik dengan
kemampuan dasar intelektual dan tanggung jawab guna memasuki kehidupan yang
bersifat sangat kompetitif dan dengan derajat saling ketergantungan antar bangsa yang
amat tinggi. Pendidikan harus mengkaitkan proses pendidikan yang berlangsung di
sekolah dengan nilai-nilai yang selalu berubah di masyarakat global. Oleh karena itu
sekolah harus memiliki orientasi nilai, di mana masyarakat kita harus selalu dikaji dalam
kaitannya dengan masyarakat dunia.

Implikasi dari pendidikan berwawasan global menurut perspektif reformasi tidak hanya
bersifat perombakan kurikulum, melainkan juga merombak sistem, struktur dan proses
pendidikan. Pendidikan dengan kebijakan dasar sebagai kebijakan sosial tidak lagi cocok
bagi pendidikan berwawasan global. Pendidikan berwawasan global harus merupakan
kombinasi antara kebijakan sosial disatu sisi dan disisi lain sebagai kebijakan yang
mendasarkan pada mekanisme pasar. Oleh karena itu, sistem dan struktur pendidikan
harus bersifat terbuka, sebagaimana layaknya kegiatan yang memiliki fungsi ekonomis.

Kebijakan pendidikan yang berada di antara kebijakan sosial dan mekanisme pasar,
memiliki arti bahwa pendidikan tidak semata ditata dan diatur dengan menggunakan
perangkat aturan sebagaimana yang berlaku sekarang ini, serba seragam, rinci dan
instruktif. Melainkan, pendidikan juga diatur layaknya suatu Mall, adanya kebebasan
pemilik toko untuk menentukan barang apa yang akan dijual, bagaimana akan dijual dan
dengan harga berapa barang akan dijual. Pemerintah tidak perlu mengatur segala
sesuatunya dengan rinci.

Di samping itu, pendidikan berwawasan global bersifat sistemik organik, dengan ciri-ciri
fleksibel-adaptif dan kreatif-demokratis. Bersifat sistemik-organik berarti sekolah
merupakan sekumpulan proses yang bersifat interaktif yang tidak dapat dilihat sebagai
hitam-putih, melainkan setiap interaksi harus dilihat sebagai satu bagian dari keseluruhan
interaksi yang ada.

Fleksibel-Adaptif, berarti pendidikan lebih ditekankan sebagai suatu proses learning dari
pada teaching. Peserta didik dirangsang memiliki motivasi untuk mempelajari sesuatu
yang harus dipelajari dan continues learning. Tetapi, peserta didik tidak akan dipaksa
untuk mempelajari sesuatu yang tidak ingin dipelajari. Materi yang. dipelajari bersifat
integrated, materi satu dengan yang lain dikaitkan secara padu dan dalam open-system
environment. Pada pendidikan ini karakteristik individu mendapat tempat yang layak.
Kreatif-demokratis, berarti pendidikan senantiasa menekankan pada suatu sikap mental
untuk senantiasa menghadirkan sesuatu yang baru dan orisinil. Secara paedogogis,
kreativitas dan demokrasi merupakan dua sisi dari mata uang. Tanpa demokrasi tidak
akan ada proses kreatif, sebaliknya tanpa proses kreatif demokrasi tidak akan memiliki
makna.

Untuk memasuki era globalisasi pendidikan harus bergeser ke arah pendidikan yang
berwawasan global. Dari perspektif kurikuler pendidikan berwawasan global berarti
menyajikan kurikulum yang bersifat interdisipliner, multidisipliner dan transdisipliner.
Berdasarkan perspektif reformasi, pendidikan berwawasan global menuntut kebijakan
pendidikan tidak semata sebagai kebijakan sosial, melainkan suatu kebijakan yang berada
di antara kebijakan sosial dan kebijakan yang mendasarkan mekanisme pasar. Oleh
karena itu, pendidikan harus memiliki kebebasan dan bersifat demokratis, fleksibel dan
adaptif.

Menuju Masyarakat Informasi


Perkembangan masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya mau
tidak mau akan menuju kepada masyarakat informasi (informatical society) sebagai
kelanjutan atau perkembangan dari masyarakat industri atau modern. Pemerintah telah
bertekat untuk mensukeskan pembangunan nasionalnya agar pada tahun 2025 nanti
masyarakat Indonesia tergolong sebagai masyarakat yang berbasis pengetahuan
(knowledge based-society atau KBS). Masyarakat yang demikian dicirikan oleh
masyarakat yang menyadari akan kegunaan dan manfaat informasi. Dalam KBS
masyarakat telah memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengakses dan
memanfaatkan informasi serta menjadikan informasi sebagai nilai tambah dalam
peningkatan kualitas kehidupan’.

Jika masyarakat modern memiliki ciri-ciri rasional, berorientasi ke depan, bersikap


terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif, maka pada masyarakat
informasi ciri-ciri tersebut belum cukup. Pada masyarakat informasi, manusia selain
harus memiliki ciri-ciri masyarakat modern pada umumnya, juga harus memiliki ciri-ciri
lain, yaitu menguasai dan mampu mendaya gunakan arus informasi, mampu bersaing,
terus menerus belajar (serba ingin tahu), mampu menjelaskan, imajinatif, mampu
mengubah tantangan menjadi peluang, dan menguasai kemampuan menggunakan
berbagai metode dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. KBS semakin
diperlukan karena hal-hal sbb: (a). Semakin besarnya permintaan tenaga kerja terdidik
(skill workers) yang menuntut adanya pendidikan sepanjang hayat. (b). Semakin besarnya
pemanfaatan ICT yang berdampak pada proses produksi (proses produksi yang cepat,
biaya produksi yang murah, diperlukan skill workers yang ICT-literate). (c). Semakin
besarnya tuntutan wawasan global untuk mengetahui perkembangan ekonomi dunia
(perdagangan, investasi asing, knowledge transfer). (d). Semakin besarnya kerjasama
internasional dan karenanya sangat dibutuhkan network yang berskala internasional, dan
(e). Semakin pentingnya R&D dan kegiatan lain yang melahirkan inovasi.

Kemajuan teknologi dalam tiga dasawarsa ini telah menampakkan pengaruhnya pada
semua kehidupan individu, masyarakat dan negara. Dapat dikatakan bahwa tidak ada
orang yang dapat menghindar dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Peran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam ikut
mewujudkan KBS telah dicanangkan dalam Visi dan Rencana Strategis (Renstra)
Pendidikan Nasional dengan program yang dinamakan tiga pilar pembangunan
pendidikan nasional. Visi Depdiknas adalah ’terwujudnya sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah’. Sementara tiga pilar pembangunan
pendidikan nasional adalah (a). Pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (b).
Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan (c). Penguatan tata
kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan.
IPTEK bukan saja dirasakan individu, akan tetapi dirasakan pula oleh masyarakat, bangsa
dan negara. Bila cita-cita menuju KBS ini dapat diwujudkan, maka tujuan pembangunan
seperti yang diamanatkan dalam UUD-1945 yaitu ’mencerdaskan bangsa’ akan semakin
dapat dicapai. Karena itulah maka kebijakan menuju KBS ini adalah (a). Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia; (b). Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak
bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan
masyarakat belajar; (c). Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan
untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral; (d). Meningkatkan
keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional
dan global; dan (e). Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Kehadiran IPTEK di negara-negara maju, sudah lama dirasakan pengaruhnya, karena


pada negara-negara tersebutlah kemajuan itu mula-mula dicapai. Sebaliknya bagi negara-
negara berkembang, pengaruh tersebut baru mulai dirasakan antara lain seperti dalam
bidang informasi, buku-buku, media TV, radio, video, internet dan lain sebagainya.
Namun demikian masih banyak kendala yang harus diperhatikan dan diselesaikan dalam
menuju KBS ini yaitu, antara lain kendala yang berkaitan dengan (a). Konektivitas,
dimana tidak semua daerah Indonesia terkoneksi dengan audio, video, komputer dan
web-based technology; (b).Tersedianya SDM menguasai teknologi tersebut, (c). Isi
pembelajaran yang digunakan, dan (d). Tersedianya kebijakan yang mendukung upaya-
upaya menuju KBS.

Pada masyarakat informasi peranan media elektronika sangat memegang peranan penting
dan bahkan menentukan corak kehidupan. Penggunaan teknologi elektronika seperti
komputer, faksimile, internet dan lain-lain telah mengubah lingkungan informasi dari
lingkungan yang bercorak lokal dan nasional, kepada lingkungan yang bersifat
internasional, mendunia dan global. Pada era informasi, lewat komunikasi satelit dan
komputer orang memasuki lingkungan informasi dunia. Peran media elektronik yang
demikian besar akan menggeser agen-agen sosialisasi yang berlangsung secara
tradisional seperti yang dilakukan orang tua, guru, pemerintah dan sebagainya. Komputer
dapat menjadi teman bermain, orang tua yang akrab, guru yang memberi nasehat, juga
sewaktu-waktu dapat memberikan jawaban segera terhadap pertanyaan-pertanyaan
eksistensial dan mendasar.

Kemajuan dalam bidang informasi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada
kejiwaan dan kepribadian masyarakat. Pada era informasi yang sanggup bertahan
hanyalah mereka yang berorientasi ke depan, yang mampu mengubah pengetahuan
menjadi kebijakan dan ciri-ciri lain sebagaimana dimiliki oleh masyarakat modern.
Itulah gambaran masa depan yang akan terjadi, dan umat manusia mau tidak mau harus
menghadapinya. Masa depan yang demikian itu selanjutnya akan mempengaruhi dunia
pendidikan, baik dari kelembagaan, materi pendidikan, guru, metode, sarana dan
prasarana dan lain sebagainya. Hal ini pada gilirannya menjadi tantangan yang harus
dijawab oleh dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam. Hal ini perlu dilakukan jika
dunia pendidikan Islam ingin tetap bertahan secara fungsional dalam memandu
perjalanan umat manusia.

Produsen-produsen teknologi informasi, piranti lunak komputer dan alat-alat elektronik,


Perusahaan-perusahaan media cetak (termasuk buku untuk bahan ajar) turut andil dalam
membangun kapling diatas hubungan barang dagangan semata dari bagian integral
system pendidikan nasional yang secara kongkrit hakekatnya sudah diskriminatif karena
tidak memihak rakyat kecil yang merupakan penghuni mayoritas negeri ini. Denyut nadi
dunia pendidikan nasional saat ini semakin tidak stabil dengan disahkan UU BHP, karena
nilai-nilai yang berkembang dalam prakteknya hanyalah berorientasi penumpukan modal
dan pengembangan modal yang akan di pertahankan mati-matian dalam di tengah iklim
globalisasi yang berkembang tidak adil karena monopolistik atas kekuasan pasar.

Disitulah kita semua pada masa yang akan datang melihat kenyataan kongkrit dengan
gamblang bahwa sesungguhnya wajah dunia pendidikan nasional di era globalisasi
dengan pasar bebasnya yang meminggirkan nilai kemanusian yang hakiki. Sekali lagi kita
tidak bisa menutup mata bahwa atas fakta yang menunjukkan bahwa angka kemiskinan
dan penganguran mencapai lebih kurang 40 Juta Jiwa, sebuah angka yang cukup
fenomenal, kondisi itu berpeluang memunculkan kebodohan. Betapa tidak, saat ini biaya
pendidikan di Indonesia tidak pernah gratis alias sangat mahal dan otomatis semakin
memberatkan beban hidup rakyat Indonesia yang mayoritas berpendapatan rata-rata 800
ribu/bulan atau sekitar 345 US Dollar dari total pendapatan perkapita rakyat Indonesia
atau lebih tinggi satu tingkat dari Zimbabwe.

Tidak usah jauh-jauh membandingkan antara kualitas pendidikan di Indonesia dengan


Negara maju, dengan India, Kuba dan Malaysia jika dibandingkan kualitasnya,
pendidikan di Indonesia tertinggal jauh. Padahal persolan substansi dalam setiap
pendidikan apapun bentuknya adalah untuk memajukan tingkat kebudayaan manusia
sehingga bisa membangun sebuah peradaban manusia yang lebih maju.

Fenomena keburukan yang terjadi saat ini bukan saja masalah Ujian Nasional, namun
yang terjadi juga adalah biaya sekolah dari tahun ketahun yang semakin meningkat. Saya
sendiri sebagai generasi menyadari adanya lonjakan tingginya uang sekolah dari tahun ke
tahun. Padahal berbagai janji manis seperti adanya dana BOS (Bantuan Operasional
Sekolah) akan membantu meringankan biaya sekolah, bahkan ada juga yang mengatakan
dengan adanya dana bos maka pendidikan alhasil akan gratis. Apakah pendidikan saat ini
di Indonesia gratis? Jangan mimpi pendidikan mau gratis. Realisasi dana pendidikan yang
dialokasikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada pasalnya yang ke 49 bahwa 20% dari APBN dialokasikan untuk
pendidikan. Namun dalam praktek pendidikan nasional yang berkembang di iklim
kapitalisme yang monopolistik ternyata membuat masyarakat menerjemahkan Pertama,
hanya soal kemampuan ekonomi peserta didik dalam segi pembiayaan saja artinya siapa
yang sanggup membayar mahal ia yang akan mendapat “pendidikan berkualitas”.

Jelas hal tersebut sangatlah diskriminatif alias tidak demokratis akhirnya situasi itu
mendasari kemunculan watak pragmatis perserta didik, disinilah ketidak-ilmiahan sistem
pendidikan nasional saat ini. Kedua, bagaimanapun juga kaum kapitalis tidak akan
pernah rela untuk melakukan alih tekhnologi kepada negeri-negeri yang menjadi sasaran
pasarnya, sehingga banyak kasus terjadi hegemoni dan dominasi mereka bisa bertahan
tak “tergoyahkan”, ia akan memperoleh pendidikan yang berkualitas. Atas hal tersebut
kita bisa melakukan riset lebih mendalam atas kualitas para sarjana di Indonesia yang
bisa menghasilkan penemuan-penemuan di bidang sains dan tekhnologi yang betul-betul
berguna bagi massa rakyat di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai