TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LEAFLET
2.2 OSTEOPOROSIS
2.2.1 Patofisiologi
Osteoporosis dicirikan oleh rendahnya massa tulang, menurunnya jaringan tulang yang
dapat menyebabkan kerapuhan/fragility tulang dan meningkatkan resiko fracture/patah
tulang. Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah mengklasifikasikan massa tulang atas dasar
nilai T (T Score). Nilai T adalah jumlah standar deviasi dari rata-rata kepadatan mineral
tulang (BMD) pada populasi normal dewasa muda. Berikut adalah variasi klasifikasi nilai T
tersebut :
Massa tulang normal adalah dengan nilai T lebih dari – 1
Osteopenia dengan nilai T -1 sampai dengan -2,5
Osteoporosis dengan nilai T kurang dari -2,5
2.2.2 Etiologi
Osteoporosis dibagi menjadi dua golongan besar menurut penyebabnya, yaitu:
1. Osteoporosis primer
yaitu osteoporosis yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit (prosesalamiah).
Osteoporosis primer berhubungan dengan berkurangnya massa tulang dan atau terhentinya
produksi hormon (khusus perempuan yaitu estrogen) disamping bertambahnya usia (DepKes
RI,2008). Dapat terjadi pada berbagai usia, dihubungkan dengan faktor resiko meliputi,
merokok, aktifitas, berat badan, alkohol, ras kulit putih Asia, riwayat keluarga, postur tubuh
dan asupan kalsium yang rendah. Osteoporosis primer terdiri dari:
Osteoporosis primer tipe I.
Sering disebut dengan istilah osteoporosis pasca menopause yang terjadi pada wanita
usia 50-65 tahun, fraktur biasanya pada vertebra (ruas tulang belakang), iga atau tulang
radius.
Osteoporosis tipe II.
Sering disebut dengan istilah osteoporosis senile, yang terjadi pada usia lanjut. Hal ini
kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan
tulang baru (osteoblas) (Junaidi,2007). Pasien biasanya berusia ≥70 tahun, pria dan
wanita mempunyai kemungkinan yang sama terserang, fraktur biasanya pada tulang
paha. Selain fraktur maka gejala yang pelu diwaspadai adalah kifosis dorsalis, makin
pendek dan nyeri tulang berkepanjangan.
2. Osteoporosis sekunder
yaitu osteoporosis yang disebabkan oleh berbagai kondisi klinis/penyakit, seperti
infeksi tulang tumor tulang pemakaian obat-obatan tertentu dan immobilitas yang lama.
Merupakan osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit atau penggunaan obat tertentu.
Penyebab paling umum osteoporosis sekunder adalah defisiensi vitamin D dan terapi
glukokortikoid (Dipiro et al, 2005). Defisiensi vitamin D akan menyebabkan penurunan
absorpsi kalsium di usus, sehingga kalsium dalam darah akan turun, sehingga untuk
memenuhi kalsium darah akan diambil kalsium dari tulang yang dapat menyebabkan
kerapuhan tulang.
Mekanisme obat yang dapat memicu osteoporosis dapat digolongkan menjadi 3
kelompok besar yakni Pertama, aktivasi osteoklast dan meningkatkan pergantian tulang.
Kedua, menekan aktivitas osteoblast. Ketiga, menghambat mineralisasi tulang. Beberapa obat
yang dapat memicu osteoporosis adalah kortikosteroid, obat-obat antikonvulsi (fenitoin,
fenobarbital, karbamazepin, dan primidone), heparin, progestin, hormon tiroid, obat lainnya
seperti metotrexate, antasida yang mengandung aluminium, fluoride, furosemid, litium,
siklosporin, dan vitamin A.
2.2.3 Diagnosa
Hingga saat ini deteksi osteoporosis merupakan hal yang sangat sulit dilakukan.
Osteoporosis merupakan penyakit yang hening (silent), kadang-kadang tidak memberikan
tanda-tanda atau gejala sebelum patah tulang terjadi. Diagnosa penyakit osteoporosis kadang-
kadang baru diketahui setelah terjadinya patah tulang punggung, tulang pinggul, tulang
pergelangan tangan atau patah tulang lainnya pada orang tua, baik pria atau wanita. Biasanya
dari waktu ke waktu massa tulangnya terus berkurang, dan terjadi secara luas dan tidak dapat
diubah kembali. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1142/Menkes/SK/VII/2008,
pelaksanaan diagnosis adalah sebagai berikut:
1. Anamnesis
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai kemungkinan osteoporosis ialah :
a. Adanya faktor resiko (factor prediposisi)
b. Terjadi patah tulanh secara tiba-tiba karena trauma yang ringan atau tanpa trauma.
c. Timbul rasa nyeri yang hebat sehingga pasien tidak dapat melakukan pergerakan
d. Tunbuh makin pendek dan bongkok (kifosis dorsal bertambah)
Anamnesis dapat dilengkapi dengan menggunakan formulir test semenit resiko
osteoporosis yang dikeluarkan oleh IOF (International Osteoporosis Foundation).
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan mengamati penurunan tinggi badan dan postur tubuh.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar serum puasa kalsium, fosfat fosfatase alkali. Bila ada indikasi dianjurkan juga
untuk melakukan pemeriksaan fungsi tiroid, hati dan ginjal. Pengukuran ekskresi
kalsium urin 24 jam berguna untuk menentukan pasien mal absorpsi kalsium (total
ekskresi 24 jam <100 mg) dan untuk pasien yang jumlah ekskresi kalsium sangat tinggi
(>250 mg/24 jam) yang bila diberi suplemen kalsium atau vitamin D atau
metabolismenya mungkin berbahaya.
Bila dari hasil klinis, darah dan urin diduga adanya hiperparatiroidisme, maka perlu
diperiksa kadar hormone paratiroid (PHT). Bila ada dugaan kearah malabsorpsi maka
perlu diperiksa kadar 25 OHD
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi umumnya terlihat jelas apabila telah terjadi osteoporosis
lanjut atau jika hasil BMD yang diperoleh dari hasil pemeriksaan dengan menggunakan
alat densitometer menunjukkan positif tinggi.
c. Pemeriksaan densitometer (ultrasound)
Pemeriksaaan densitometer untuk mengukur kepadatan tulang (BMD) berdasarkan
standar deviasi (SD) yang terbaca oleh alat tersebut, densitometer merupakan alat test
terbaik untuk mendiagnosis seseorang penderita osteopeni atau osteoporosis, namun tes
ini tidak dapat menentukan cepatnya proses kehilangan massa tulang. Jika densitometer
ultrasound menunjukkan nilai rendah (T-score dibawah -2,5) sebaiknya disarankan
menggunakan densitometer X-ray.
2.2.4 Terapi
Berdasarkan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1142/Menkes/SK/VII/2008,
secara umum penatalaksanaan Osteoporosis dapat dilihat pada bagan berikut:
1. Terapi Non Farmakologi / Non-medikamentosa
a. Nutrisi
Pasien osteoporosis sebaiknya mendapatkan nutrisi yang cukup dan
pemeliharaan berat badan yang ideal. Diet kalsium penting untuk memelihara
densitas tulang. Nutrisi tersebut dapat berupa vitamin D yang bisa didapatkan dari
brokoli, kacang-kacangan, ikan teri, ikan salmon, susu, kuning telur, hati dan
sardine serta paparan sinar matahari (Gomez, 2006).
b. Olahraga
Olahraga seperti berjalan, jogging, menari dan panjat tebing dapat bermanfaat
dalam mencegah kerapuhan dan fraktur tulang. Hal tersebut dapat memelihara
kekuatan tulang (Chisholm-burns et.al, 2008). Prinsip latihan fisik untuk kesehatan
tulang adalah latihan pembebanan, gerakan dinamis dan ritmis, serta latihan daya
tahan (endurans) dalam bentuk aerobic low impact. Senam osteoporosis untuk
mencegah dan mengobati terjadinya pengeroposan tulang. Daerah yang rawan
osteoporosis adalah area tulang punggung, pangkal paha dan pergelangan tangan
(Anonim, 2010)
2. Terapi Farmakologi
a. Terapi medis
Biasanya pada tahap patah tulang terjadi rasa sakit yang hebat, bila tidak dapat
digunakan pereda sakit biasa maka dapat diberikan suntikan hormone kalsitonin.
Bila rasa sakit mulaimereda, tablet pereda sakit seperti paracetamol atau codein
atau kombinasi keduanya seperti co-dydramol, co-codramol atau co-proxamol
cukup memadai bagi banyak pasien sehingga bisamelakukan aktivitas sehari-hari
(Wirakusumah, 2007).
b. Terapi Hormon
Estrogen (Hormon Replacement Therapy/HRT)
Kalsitonin
SERM / Selective Estrogen Receptor Modulator (Raloxifen)
Testosteron
Hormon Paratiroid (Teriparatide)
c. Terapi Non-Hormonal
Bifosfonat
Kalsium
Vitamin D
Fitosteron
Tiazid
d. Terapi Herbal
Hasil penelitian di Inggris yang dilaporkan dalam American Journal of Clininal
Nutritionedisi april 2000 menyimpulkan bahwa wanita yang mengkonsumsi teh
ternyata memiliki ukuran kerapatan mineral tulang (BMD) lebih tinggi dibanding
mereka yang tidak minum teh secara berkala. Senyawa aktif yang terkandung di
dalam teh berperan menyerupai hormon estrogen yang membantu melindungi
tulang terhadap kerapuhan tulang (Maharani, 2010). Beberapa resep herbal lain
yaitu dengan kedelai bermutu baik, seledri, buah adas, biji bunga matahari, kacang
panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Teriparatide Padatkan Tulang Lebih Baik . Majalah Farmacia Edisi Januari
2010 Vol.9.
Maharani, S. 2010. Herbal sebagai Obat Bagi Penderita Penyakit Mematikan. A+ book:
Jogjakarta.
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi kesehatan teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Tri Aan Agustiansyah. 2009. Syarat – syarat Pembuatan Poster, Leaflet, Lembar Balik dan
Slide Transparansi (OHP).