Anda di halaman 1dari 33

2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Pendahuluan
Perkembangan hasil konsepsi ada kalanya mengalami kelainan antara
lain hasil konsepsi tidak berupa janin, melainkan berkembang secara
patologis berupa gelembung-gelembung yang disebut mola
hydatidosa.
Penyakit trofoblast sendiri terdiri dari penyakit:
- Trofoblas kehamilan (gestational trophoblastic disease), ialah
penyakit trofoblas yang berhubungan denan kehamilan.
- Penyakit trofoblas yang tidak berhubungan dengan kehamilan (non
gestational trophoblastic disease) tetapi berasal dari sel indung telur
dan kejadiannya sangat jarang.

1.2.Status Pasien
RM/Reg : 00839025/09006438
Ruang : Debora 3A
Tanggal masuk : 6 Juli 2010
Nama : Ny. P
Umur : 53 tahun
Alamat : Bandung
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Berat badan : 57 kg
Tinggi badan : 157 cm
Anamnesa : (autoanamnesa)
KU : nyeri perut bagian bawah kanan dan kiri
Anamnesa tambahan :
G6P5A0 mengaku hamil 5 bulan, datang dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah kanan kiri disertai dengan keluarnya darah hitam yang
3

bergumpal dan berbuih sejak 5 bulan yang lalu. Perdarahan keluar banyak
terutama ketika BAK. Keluhan disertai mual dan pasien mengalami
penurunan berat badan 15 kg sejak 4 bulan yang lalu. 3 hari yang lalu
pasien di USG dan dikatakan ada hamil anggur.
RPD : Ht ( + ), DM( – )
RPK : orang tua HT ( + ), DM (-)
HPHT : lupa
Riwayat mens : lancar, 28-30 hari
PNC : dokter 5x
Menikah : 1x

Riwayat obstetri : G6P5A0


Usia Penolong BBlahir Jenis Keadaan dan
kkelamin umur sekarang
9 bulan Bidan 4000 gr Wanita 34 tahuin,
hidup
9 bulan Bidan 3700 gr Wanita 32 tahun, hidup
9 bulan Bidan 3800 gr Pria 28 tahun,hidup
9 bulan Bidan 3500 gr Wanita 21 tahun, hidup
9 bulan bidan 3500 gr pria 18 tahun, hidup
Hamil ini

D/ masuk : mola hidatidosa


D/ utama/akhir : mola hidatidosa + curretage
Tindakan : curretage
Pemeriksaan fisik : TTV : keadaan umum ; sakit ringan, CM
TD : 150/80 mmHg R : 20x/menit
N : 78x/menit S : 36,60 C
4

Kepala : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-


Leher : KGB ttm
Pulmo : VBS +/+ kiri = kanan, Rh -/-, Wh -/-
Jantung : BJM reguler, murmur –
Abdomen : cembung, gravid
Ekstremitas : oedem -/-, akral hangat, CRT <2 detik

Pem. Penunjang :
Lab ( 6-7-2010 ) : Hb 10,9 g/dl

Rencana Terapi :
- MTX 100 mg IM
- Clindamysin 2x3
- Asam mefenamat 3x1
- Methergin 2x1
5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Mola Hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang tidak wajar, yang sebagian
atau seluruh vili korialisnya mengalami degenerasi hidropik berupa gelembung
yang menyerupai anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan penyakit
trofoblas gestasional yang jinak(1,2). Istilah mola hidatidosa berasal dari kata
”hydatis” yang dalam bahasa Yunani berarti ”tetesan air”, yang menunjukkan
adanya sebuah kista yang berisi cairan, dan ”mola” dalam bahasa latin yang
berarti batu/ konsepsi yang salah(10).
Berbagai istilah pernah digunakan untuk menggambarkan kelainan ini,
misalnya bila seluruh vili korialis mengalami degenerasi hidropik, tanpa ada
embrio, disebut sebagai Complete Mole, True Mole, Classic Mole, atau Mole
Hydatidiform. Bila diantara gelembung ditemukan embrio, disebut Transitional
Mole, Incomplete Mole, atau Mole Embryonee(1).
Mola biasanya menempati cavum uteri, tetapi kadang-kadang ditemukan juga
dalam tuba fallopi dan bahkan dalam ovarium(19).

Normal Abnormal

Gambar 1. Anatomi uterus normal dan mola hidatidosa(16)


6

Beberapa peneliti menyatakan mola sebagai suatu neoplasia jinak dari


trofoblas, sedangkan beberapa yang lain ada yang mengganggap sebagai
degenerasi, displasi, atau hiperplasi. Setelah diadakan penelitian sitogenetik pada
tahun 1970-an oleh antara lain Kajii, Vassilokos, Szulman, dan lain-lain, dicapai
kesepakatan bahwa mola hidatidosa ini terdiri dari dua jenis,yaitu:
1. Mola hidatidosa komplit (MHK)
Mola Hidatidosa komplit adalah kegagalan kehamilan dimana seluruh vili
korialis mengalami degenerasi hidropik, berupa gelembung menyerupai
anggur, tanpa disertai unsur janin(12,13).
2. Mola hidatidosa partial (MHP)
Mola hidatidosa parsial adalah suatu kegagalan kehamilan dimana hanya
sebagian vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik sehingga unsur
janin selalu ada. Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya
plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak dapat
bertahan lama dan akan mati dalam rahim(12,13), walaupun ada juga laporan
tentang kasus MHP yang janinnya dapat hidup sampai aterm(17).

Gambar 2. Makroskopis mola hidatidosa(16)

2.2 Insidensi

Insidensi mola hidatidosa pada berbagai negara berbeda-beda, di negara maju


insidensi mola hidatidosa sudah sangat menurun. Hal ini antara lain disebabkan
7

oleh fertilitas yang menurun disertai keadaan gizi yang baik. Kecenderungan
penurunan insidensi tampak pula di negara kita, misalnya pada tahun 1970-an
jumlah kasus mola yang dirawat di RSHS bisa mencapai 100 per tahun. Tetapi
saat sekarang hanya sekitar 25-30 kasus saja. Dibawah ini insidensi mola
hidatidosa yang ditemukan di berbagai negara(1,3) :
1. Amerika Serikat 1:1.450-1:2.000 persalinan
2. Italia 1:1.642 persalinan
3. Korea 2,3: 1000 persalinan
4. Meksiko 1:486 persalinan
5. Jepang 3:2000 persalinan
6. Bandung dan sekitarnya 1:500 persalinan(1).
Frekuensi kehamilan mola tertinggi ditemukan di Mexico, dan Indonesia(19).
Mola hidatidosa dapat terjadi pada setiap umur dalam masa reproduksi. Pasien
termuda yang pernah dilaporkan berumur 12 tahun dan yang tertua berumur 57
tahun(1).

2.3 Etiologi

Walaupun mola sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih
belum diketahui penyebabnya(10). Oleh karena itu pengetahuan tentang faktor
resiko menjadi penting agar dapat menghindari terjadinya mola hidatidosa.
Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab mola hidatidosa antara lain:
1. Faktor ovum (ovum yang patologis)
2. Faktor gizi (malnutrisi)
3. Faktor kromosom (1)

2.4 Patogenesis

Banyak teori yang telah dikemukan tentang patogenesis MHK ini, antara lain
teori Hertig, teori Park, dan teori sitogenetik(1).
8

Teori Hertig
Hertig menyatakan bahwa pada mola hidatidosa terjadi insufisiensi peredaran
darah akibat matinya embrio pada minggu 3-5 (missed abortion), sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim vili dan terbentuklah kista-kista
kecil yang makin lama makin besar, sampai akhirnya terbentuklah gelembung
mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan vili yang
oedematus tadi(1).

Teori Park
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan
trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasia, displasia, maupun neoplasia.
Bentuk abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal, dimana terjadi
absorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili. Keadaan ini menekan pembuluh
darah, yang akhirnya menyebabkan kematian embrio(1).

Teori Hertig atau teori Park mengenai patogenesis mola, tampaknya lebih
cocok untuk MHP dibandigkan dengan MHK, karena kedua-duanya berbicaraa
tentang embrio(1).

Teori sitogenetik
Teori yang sekarang banyak dianut adalah teori sitogenetik(1). Secara
sitogenetik dapat dibedakan menjadi 2 macam mola hidatidosa, yaitu:
1. Mola hidatidosa komplit (Complete hydatidiform mole)
2. Mola hidatidosa partial (Partial hydatidiform mole) (5)

2.5 Klasifikasi
Adapun klasifikasi penyakit ini menurut WHO adalah:
1. Lesi Mola
 Mola Hidatidosa (komplit maupun parsial)
 Mola Invasif
2. Lesi Non-Mola
9

 Koriokarsinoma (Choriocarsinoma non villosum)


 Placental Site Trophoblastic Tumor (PSTT)
 Persistent Trophoblastic Disease (PTD)(5)

2.5.1 Mola Hidatidosa Komplit (MHK)

Kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum kosong (tidak berinti) atau yang
intinya tidak berfungsi, dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23X, terjadilah
konsepsi dengan kromosom 23X. Kromosom ini kemudian mengadakan
penggandaan sendiri (endoreduplikasi) menjadi 46XX. Jadi, kromosom MHK itu
seperti wanita, tetapi kedua X-nya berasal dari ayah. Jadi, tidak ada unsur ibu
sehingga disebut Diploid Androgenetik(5,10).

Gambar 3. Patogenesis MHK(14)

Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu
yang akan membentuk bagian embrional (anak), dan unsur ayah yang diperlukan
untuk membentuk bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll), secara
seimbang. Karena tidak ada unsur ibu, maka pada MHK tidak ada bagian
embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional yang patologis berupa
vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur(1).
Ovum yang kosong disebabkan karena gangguan pada proses meiosis,
yang seharusnya diploid 46XX pecah menjadi 2 haploid 23X, terjadi peristiwa
10

yang disebut sebagai nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan


46XX. Pada MHK, ovum 0 inilah yang dibuahi. Gangguan proses meiosis ini,
antara lain terjadi pada kelainan struktural kromosom, berupa balanced
translocation(1).
MHK pada kasus yang jarang dapat pula terjadi akibat pembuahan ovum
kosong oleh 2 sperma sekaligus (dispermi). Bisa oleh dua haploid 23X, atau satu
haploid 23X dan satu haploid 23Y. Akibatnya bisa terjadi 46XX atau 46XY,
karena pada pembuahan dengan dispermi tidak terjadi endoreduplikasi.
Kromosom 46XX hasil reduplikasi dan 46XX hasil pembuahan dispermi,
walaupun tampaknya sama, sesungguhnya berbeda, karena yang pertama berasal
dari satu sperma (homozigot) dan yang kedua berasal dari dua sperma
(heterozigot). Pembuahan dispermi dengan dua haploid 23Y (46YY) dianggap
tidak pernah bisa terjadi (nonviable) (5,10,19).

Gambar 4. Patogenesis MHK akibat pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma(14)

Pada kedua kejadian di atas, konseptus adalah keturunan pathogenome


paternal yang seluruhnya merupakan alograf(1). Pada pemeriksaan kromosom dan
analisis enzym menunjukkan bahwa seluruh kromosom diturunkan secara paternal
dan DNA mitokondrial berasal dari ibu(22).
11

2.5.2 Mola Hidatidosa Parsial (MHP)

Secara sitogenetik, MHP terjadi karena ovum normal dari ibu (23X) dibuahi
secara dispermi. Bisa oleh dua haploid 23X, satu haploid 23X dan satu haploid
23Y, atau dua haploid 23Y. Hasil konsepsi bisa berupa 69XXX, 69XXY, atau
69XYY. Kromosom 69YYY tidak pernah ditemukan. Jadi, MHP mempunyai satu
haploid ibu dan dua haploid ayah sehingga disebut sebagai Diandro Triploid.
Karena disini terdapat unsur ibu, maka ditemukan bayi. Tetapi, komposisi unsur
ibu dan ayah tidak seimbang, satu banding dua. Unsur ayah yang tidak normal itu
menyebabkan pembentukan plasenta tidak wajar, yang merupakan gabungan dari
vili korialis yang normal dengan yang mengalami degenerasi hidropik. Oleh
karena itu, fungsinya pun tidak penuh sehingga janin tidak bisa bertahan sampai
besar. Biasanya kematian terjadi sangat dini(1,5).

Gambar 5. Patogenesis MHP(14)

2.6 Makroskopis
Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan dimana plasenta terdiri dari
vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur yang dapat terlihat dengan mata
telanjang. Vesikel-vesikel tersebut timbul dari peregangan vili korion oleh
cairan(10).
Secara makroskopik MHK mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk
kista atau gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3
12

cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti asites atau
edema. kalau ukurannya kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau
besar, tampak seperti serangkaian buah anggur yang bertangkai. Tangkai tersebut
melekat pada endometrium. Umumnya seluruh endometrium dikenai, dan bila
tangkainya putus, terjadilah perdarahan. Kadang-kadang gelembung-gelembung
tersebut diliputi oleh darah merah atau coklat tua yang sudah mengering(1,17).
Pada mola hidatidosa parsial dapat ditemukan adanya janin, namun biasanya janin
tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim. Janin yang diidentifikasi
biasanya memiliki stigmata triploidi berupa retardasi pertumbuhan dan kelainan
congenital yang multiple seperti sindaktili, cleft palate, micropthalmia,
omphalocele dan hidrosephalus(22).

Gambar 6. dan Gambar 7.Mola Hidatidosa Komplit(8) dan Mola Hidatidosa


Partial(14)
2.7 Histologis

Sedangkan secara mikroskopis, MHK ditandai dengan degenerasi hidropik


dan pembengkakan stroma vili, tidak adanya pembuluh darah dalam vili yang
membengkak tersebut, proliferasi epitel trofoblas (baik dari sel-sel
sinsitiotrofoblas maupun sel-sel sitotrofoblas) hingga mencapai derajat yang
beragam, serta tidak ditemukannya amnion dan janin karena sudah mengalami
kematian pada masa dini akibat tidak terbentuknya sirkulasi plasenta(1,2,5).
13

Gambar 8. Gambaran mikroskopis MHK(10)


Dapat ditemukan adanya sel-sel Langhans yang tampak seperti sel polihidral
dengan inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial Giant cells) (2).
Mola hidatidosa parsial dapat didiagnosa jika ditemukan adanya tiga dari
empat gejala mayor, yakni: (1) adanya vili normal disamping vili yang
hidropik,(2) adanya vili yang tidak beraturan dengan stromal trofoblastic incusion,
(3) adanya kavitas pada villi (3-4 cm) dan (4) adanya sinsitiotrofoblas
hiperplasia(4,5). Pada mola hidatidosa parsial biasanya hiperplasia trofoblas
umumnya terjadi pada sinsitiotrofoblas dan jarang terjadi pada sitotrofoblas(11,21).
Pada pembuluh darah dapat ditemukan adanya sel eritrosit berinti dalam
lumennya(21).

Tabel 1. KARAKTERISTIK MOLA HIDATIDOSA BENTUK KOMPLET DAN


INKOMPLET (PARSIAL)

Gambaran Mola hidatidosa inkomplet Mola hidatidosa komplet


Janin Ada Tidak
Pembengkakan Fokal Difus
hidatidosa pada villi
Hiperplasia trofoblastik Fokal Difus
Inklusi stroma Ada Tidak ada
14

Lekukan vilosa Ada Tidak ada


Kariotipe Paternal dan maternal Paternal 46XX atau
69XXY atau 69XYY 46XY
Neoplasma trofoblastik 4% (koriokarsinoma 20%
jarang)

2.7 GEJALA KLINIS


Terdapat beberapa ciri yang akan membedakan mola hidatidosa dengan
kehamilan biasa, beberapa gejala yang umum ditemukan pada penderita mola
adalah :

1. Amenorea (terlambat haid)


2. Hiperemesis gravidarum : pada 25% wanita dengan mola hidatidosa. Pada
awalnya gejala klinik mola hidatidosa tidak berbeda jauh dari keadaan
hamil biasanya disertai adanya perasaan mual, muntah, pusing dan nyeri
mammae, akan tetapi pada penderita mola keluhan ini terasa lebih berat.
3. Pendarahan pervaginam : biasanya terjadi pada trimester pertama pada
minggu ke 6-8, yang merupakan gejala yang paling sering terjadi 90%.
Jaringan mola terpisah dari desidua dan pembuluh darah maternal,
sehingga volume darah mengisi ruang endometrium dan pendarahan
terjadi terus-menerus. Pendarahan dapat terjadi secara tiba tiba atau
intermitten selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sehingga dapat
menyebabkan anemia. Gejala pendarahan inilah yang sering membawa
penderita memeriksakan dirinya ke rumah sakit.
4. Uterus lebih besar dari usia kehamilan : merupakan tanda klasik kehamilan
mola walaupun hanya pada sebagian pasien.
5. Tidak dirasakannya aktivitas janin. Pada penderita mola penderita akan
mengeluh tidak ditemukan adanya aktivitas janin seperti balotemen pada
palpasi, bunyi jantung pada auskultasi, tidak ada kerangka janin pada foto
rontgen dan pemeriksaan USG.
15

6. Kista teka lutein multipel : disebabkan pembesaran 1 atau ke-2 ovarium.


Ini merupakan sumber rasa sakit. Ukurannya bervariasi permukaannya
licin, kekuningan dan dikelilingi sel lutein.
7. Emboli sel trofoblas : pada kehamilan mola dapat terjadi pelepasan sel
trofoblas dengan atau tanpa villi koroialis masuk ke vena, tetapi jumlah sel
trofoblas yang terlepas hanya sedikit sehingga tidak menimbulkan keluhan
dengan gejala emboli(9).

2.7.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik


Anamnesis(5,12)
- Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari
kehamilan biasa
-
Kadang ada tanda toksemia gravidarum (hipertensi dimana tekanan
darahnya >140/90mmhg, proteinuria >30mg/dl, oedem, hiperrefleksia)
-
Terdapat perdarahan yang sedikit agak banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan
-
Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya
-
Keluaran jaringan mola seperti buah anggur yang merupakan diagnosis
pasti

Inspeksi(12)
- Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang
disebut muka mola (mola face)
- Kalau gelembung mola keluar dapat terlihat jelas

Palpasi(12)
- Uterus membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
- Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
16

Auskultasi(12)
- Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (mola hidatidosa komplet)

Pemeriksaan fisik (Status Interne)


- Keadaan umum : sedang/kurang
- Kesadaran : composmentis bila pendarahan sedikit, bila pendarahan
banyak bisa sampai koma hipovolemik
- Tensi : biasanya tinggi >140/90 mmhg. Tensi yang tinggi
sebelum usia kehamilan 24 minggu harus dicurigai
adanya mola hidatidosa.
- Nadi : takikardi (>100x/menit) karena adanya pendarahan
- Muka : tampak pucat
- Mata : konjungtiva anemis karena adanya pendarahan
- Abdomen : ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan. Kadang
teraba adanya suatu massa yang merupakan kista teka
lutein
- Ekstremitas : oedem ekstremitas karena adanya preeklamsi

Pemeriksaan dalam(12)
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin,
terdapat pendarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina serta
evaluasi keadaan servik.
Uji Sonde(13)
Sonde dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis
dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila
tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
17

2.7.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.7.2.a Pemeriksaan Laboratorium
1). Pengukuran kadar hCG
Pengukuran kadar chorionik gonadotropin kadang-kadang digunakan
untuk membuat diagnosis, jika metode pengukuran secara kuantitatif yang
andal telah tersedia, dan variasi yang vukup besar pada sekresi andal telah
tersedia, dan variasi yang cukup besar pada sekresi gonadotropin di kehamilan
normal yang sudah dipahami, khususnya kenaikkan kadar gonadotropin yang
kadang-kadang menyertai kehamilan dengan janin lebih dari satu(4).
Pada kehamilan normal, hCG meningkat sampai umur kehamilan 9-14
minggu, kemudian menurun sampai 80% pada usia kehamilan 20 minggu,
setelah itu kadarnya tetap stabil kadar hCG pada kehamilan normal ini
maksimal kurang dari 100.000 mIU/mL. Pada mola hidatidosa, kadar hCG
lebih dari 100.000 mIU/mL(8,9).
Dalam bukunya, Prof. Djamhoer Martaadisoebrata menuliskan bahwa hCG
dihasilkan oleh sel sinsitiotrofoblast, sejak mulai implantasi. Pada kehamilan
biasa kadarnya naik terus sampai usia kehamilan 60-80 hari, untuk kemudian
turun lagi setelah umur kehamilan 85 hari. Pada puncaknya, kadar hCG dapat
mencapai 600.000 mIU/mL. Selanjutnya sampai kehamilan aterm, kadar hCG
rata-rata adalah 20.000 mIU/mL. Pada mola hidatidosa komplet seluruh
kavum uteri diisi jaringan trofoblast. Oleh karena itu, berbeda dengan
kehamilan biasa, pada mola hidatidosa komplet tidak ada penurunan kadar
hCG. Selama pertumbuhan sel trofoblast dan selama gelembung mola belum
keluar atau dikeluarkan, hCG akan terus naik, sampai bisa mencapai di atas
50.000.000 mIU/mL(4).
18

Grafik 1. Ekskresi chorionic gonadotrophin pada mola hidatidosa.


(Kadar normal hCG ditunjukkan oleh warna merah muda, kadar pada mola
hidatidosa oleh warna biru).

2). Hitung sel darah lengkap dengan platelet


Komplikasi yang sering terjadi yaitu anemia, dimana keadaan ini juga dapat
menyebabkan terjadinya suatu koagulopati.
3) Fungsi faktor pembekuan
Pemeriksaan fungsi faktor pembekuan untuk menilai adanya koagulopati dan
untuk mengobatinya bila pemeriksaan ditemukan salah satu faktor tersebut.
4) Pemeriksaan fungsi hepar
5) Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kadar kreatinin
6) Tiroksin
Diagnosis tirotoksikosis pada mola dapat ditegakkan dan dipastikan dengan
pemeriksaan kadar hormon tiroid bebas yaitu fT4 atau fT3 atau fT4 + fT3
tinggi dan TSH sangat rendah(15).

2.7.2.b Radiologi
1). Foto rontgen thoraks
Karena mola bisa menjadi suatu tumor trofoblastik ganas yang bermetataste ke
paru-paru, maka pemeriksaan foto toraks harus dilakukan.
19

2). Ultrasonografi (USG)


Ketepatan diagnostik yang terbesar diperoleh dari gambaran USG yang khas
pada mola hidatidosa. Keamanan dan ketepatan pada pemeriksaan sonografi
menyebabkan teknik dan ketepatan pada pemeriksaan sonografi menyebabkan
teknik pemeriksaan ini menjadi prosedur pilihan. Pada mola hidatidosa
komplet akan tampak gambaran villi korionik yang mengalami pembengkakan
hidropik difus, yang karakteristik untuk mola hidatidosa ini pada gambaran
USG yaitu gambaran vesicular pattern. Pada mola hidatidosa inkomplet
terlihat gambaran fokal kistik pada jaringan plasenta dan peningkatan diameter
kantung kehamilan(4,5,9).

Gambar 2. USG menunjukkan tampak mola hidatidosa mengisi kavum uteri


dengan gambaran ”snowstorm” (vesicular pattern).

Gambar 3. USG menunjukkan mola hidatidosa inkomplet (M: mola


hidatidosa; F: fetus; P: placenta normal).
20

Gambar 4. USG menunjukkan mola hidatidosa inkomplet

3). Amniogram
Penggunaan bahan radioopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara
transabdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola
hidatidosa. Kavum uteri ditembus dengan jarum amniocentesis 20ml hypaque
disuntikkan segera, dan 4 - 10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior.
Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang
mengelilingi gelembung-gelembung korion. Pada kehamilan normal terdapat
sedikit resiko abortus akibat penyuntikan bahan kontras hipertonik
intraamnion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia, tehnik
pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi(4,5).

2.7.2.c Hispatologi
1). Mola hidatidosa komplet
Tidak ditemukan jaringan fetus, pembengkakan stroma villus, degenerasi
hidropik villi korialis, proliferasi trofoblastik yang difus merata, kromosom
46XX atau 46XY.
21

Gambar 5. Makroskopis mola hidatidosa komplet.

Gambar 6. Makroskopis mola hidatidosa komplet.

Gambar 7. Makroskopis mola hidatidosa komplet menunjukkan villi korialis


yang bengkak.
22

Gambar 8. Mikroskopis mola hidatidosa menunjukkan villi yang membesar


dan oedem stroma disertai proleferasi trofoblast.

2). Mola hidatidosa inkomplet


Ditemukan adanya jaringan fetus dalam amnion dan sel darah merah fetus.
Juga ditemukan adanya villi hidropik dan proliferasi trofoblastik fokal.

Gambar 9. Makroskopis mola hidatidosa inkomplet.


23

Gambar 10. Makroskopis mola hidatidosa inkomplet. Fetus tidak menunjukkan


adanya abnormalitas, fetus berhubungan dengan mola dan tali pusat
yang normal.

Gambar 11. Mikroskopis mola hidatidosa inkomplet yang menunjukkan


pembengkakan villi dan sel-sel trofoblastik yang dikelilingi stroma.
24

Gambar 12. Histopatologi mola hidatidosa menunjukkan villi avaskuler berukuran


besar dan area proliferasi trofoblastik.

2.8 DIAGNOSIS BANDING


1. Kehamilan ganda/gemelli
2. Hidramion
3. Abortus
4. Kehamilan dengan myoma uteri

2.9 KOMPLIKASI
1. Perdarahan yang hebat seperti syok bila tidak segera ditangani dapat
berakibat fatal(5,6,14).
2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia(5,6,12).
3. Perforasi misalnya oleh mola destruens dimana gelembung menembus
dinding rahim sampai perforasi(4,5,14).
4. Infeksi, sepsis(13).
5. Koriokarsinoma setelah mola hidatidosa kurang lebih 4% dan makin
tinggi pada umur tua(5,6,12).
6. Insufisiensi paru-paru akut, yang bisa timbul dalam 4-6 jam setelah
evakuasi mola. Hal ini disebabkan embolisasi trofoblastik masif ke
dalam paru-paru, tetapi penyebab yang paling sering kemungkinan
25

adalah edema pulmoner sekunder terhadap disfungsi jantung dan


administrasi cairan yang berlebihan(5,6).
7. Tirotoksikosis yang pada mola sering sekali tidak menunjukkan
gambaran klinis walaupun hasil pemeriksaan laboratorik jelas
menunjukkan keadaan hipertiroid. Pencetus tirotoksikosis pada mola
hidatidosa tersebut hCG kadar tinggi yang mempunyai stimulasi
tiroid(14).
8. Preeklamsi pada mola terjadinya lebih muda daripada kehamilan
biasa(8).

3.0 PENANGANAN
Penanganan kasus mola hidatidosa biasanya dilakukan dalam dua fase
yaitu pengosongan segera gumpalan mola (evakuasi) dan tindak lanjut untuk
mendeteksi adanya proliferasi trofoblas atau perubahan ke arah keganasan.
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Perbaikan keadaan umum
- koreksi dehidrasi
- transfusi darah bila ada anemia (Hb ≤ 8 gr%)
- bila ada gejala preeklamsi dan hiperemesis gravidarum harus ditangani
- bila ada gejala tirotoksikosis bisa diberikan profiltiourasil 3 x 100 mg oral
dan propanolol 40 – 80 mg
2. Pengeluaran jaringan mola
Ada dua cara yang biasanya dilakukan untuk mengeluarkan jaringan mola
yaitu dengan cara vakum kuretase dan hysterektomi totalis.

Vakum kuretase
Tindakan ini dilakukan pada wanita yang masih berencana untuk hamil. Vakum
kuretase ini dikerjakan setelah keadaan umum diperbaiki.
Langkah-langkah yang dilakukan pada tindakan ini adalah :
- infus oksitosin
Pemberian infus uterotonika diberikan sebelum induksi anestesi
26

- dilatasi serviks
Dilatasi serviks dilakukan dengan memakai laminaria/hegar. Saat serviks
mulai dilatasi harus diantisipasi terjadinya pendarahan karena retensi darah
dalam rongga uterus mungkin keluar saat serviks dilatasi. Apabila
didapatkan dilatasi serviks masih kecil, dapat dipasang laminaria untuk
memperlebar pembukaan selama 12 jam. Setelah itu pasang infus Dextrosa
5% yang berisi 50 satuan oksitosin, lalu cabut laminaria dan setelah itu
lakukan evakuasi isi cavum uteri dengan hati-hati pada kuretase pertama,
keluarkanlah jaringan sebanyak mungkin.
- vakum kuretase
Tindakan selanjutnya dilakukan kuretase. Beberapa saat setelah dilakukan
vakum kuretase akan terlihat penurunan ukuran uterus secara dramatis dan
pendarahan pun akan semakin terkontrol(4,5). Vakum kuret dapat
mengeluarkan sebagian besar massa mola, sisanya dibersihkan dengan
kuret tajam.
- kuret tajam
Kuret tajam dilakukan untuk mengeluarkan sisa-sisa jaringan mola.
Apabila besar uterus ≥ 20 minggu dipertimbangkan untuk melakukan kuret
ke-2 satu minggu kemudian. Hasil evakuasi dikirim ke laboratorium PA,
baik hasil evakuasi dari vakum kuret maupun kuret tajam.

Histerektomi
Tindakan ini biasanya dilakukan pada mola dengan resiko tinggi misalnya
pada mola yang besar, yaitu setinggi pusar atau lebih, tindakan ini dilakukan pada
wanita yang telah cukup mempunyai anak. Alasan lain untuk dilakukannya
tindakan ini adalah karena umur yang tua > 30 tahun dan riwayat paritas yang
tinggi yang merupakan predisposisi untuk terjadinya keganasan. Tidak jarang
pada pemeriksaan sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan hispatologik
sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola invasif(5,6,7,). Oleh sebab
itu, pasien-pasien tersebut masih harus dilakukan follow up dengan menilai kadar
hCG(15).
27

Bila terdapat kista lutein, berapapun besarnya, tidak perlu diangkat, karena akan
mengecil sendiri setelah jaringan mola dievakuasi. Oleh karena itu, kita tidak
perlu mengangkatnya, walaupun ukurannya sangat besar, kecuali kalau ada
komplikasi seperti torsi atau ruptur. Bila memberikan keluhan mekanis, dapat
dilakukan atau aspirasi(5).
Pemberian Oksitosin, Prostaglandin dan larutan Salin Hipertonik : induksi
persalinan dengan menggunakan prostaglandin, oksitosin dan larutan salin
hipertonik tidak lagi digunakan untuk evakuasi mola hidatidosa. Cara ini potensial
untuk meningkatkan resiko terjadinya penyebaran trofoblast melalui sirkulasi
sistemik akibat kontraksi uterus melawan serviks yang tidak berdilatasi. Juga
sering disertai perdarahan yang banyak dan evakuasi yang tidak lengkap(10,15).

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Peranan kemoterapi profilaksis terhadap wanita dengan mola hidatidosa
merupakan suatu kontroversi. Bagaimanapun, tidak ditemukan bukti bahwa terapi
tersebut memperbaiki prognosis jangka panjang. Terlebih lagi, kemoterapi
profilaksis bersifat toksik, dapat menyebabkan kematian. Banyak ahli percaya
bahwa pemakai rutin dari kemoterapi profilaksis tidak diperlukan didalam
penanganan sebagian besar pasien dengan mola hidatidosa. Di lain pihak, telah
dilaporkan adanya penurunan resiko yang bermakna terhadap postmolar tumor
trofoblastik kehamilan diantara pasien-pasien yang mendapat kemoterapi
profilaksis. Beberapa peneliti menganjurkan pemberian MTX atau Actinomycin D
bila:(12)
- Pengamatan lanjutan sulit
- Beta hcg > 100.000 miu/i
- Apabila 4 minggu setelah evakuasi mola, uji kehamilan biasa tetap positif
- Uterus membesar tidak sesuai dengan usia kehamilan
- Ukuran ovarium > 6 cm
- Riwayat kehamilan mola sebelumnya
- Usia ibu lebih dari 40 tahun
- Kista lutein bilateral
28

- Terdapat toksemia, koagulopati, ards, dan hipertiroidism


- Kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan
Dosis yang diberikan adalah :
- MTX 20 mg/hari IM ditambah dengan asam folat 10 mg 3 kali sehari dan
Cursil 35 mg 2 kali sehari selama 5 hari berturut-turut
- ACTD 1 vial (0,5mg per hari) IV selama 5 hari

4. Follow up (15)
Tujuan utama :
1) Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal baik
anatomis laboratoris, maupun fungsional seperti involusi uterus, turunnya
kadar β hCG dan kembalinya fungsi haid(5)
2) Deteksi dini setiap perubahan yang menunjukkan kemungkinan
malignitas. Metode umum dan follow up adalah sebagai berikut :
- Ibu dianjurkan jangan hamil dulu selama periode folow up minimal
untuk waktu 1 tahun dan dianjurkan untuk memakai kontrasepsi
kondom atau diafragma. Kehamilan dimana reaksi kehamilan menjadi
positif, akan menyulitkan observasi(3,4).
- Mengukur kadar korionik gonadotropin serum setiap 2 minggu
menggunakan pemeriksaan immunoassay spesifik(3,9). Bila kadarnya
terus menurun secara bertahap, maka tidak diperlukan pemberian obat-
obatan. Biasanya kadar β hcg akan hilang sama sekali rata-rata setelah
12 – 14 minggu. Bila kadar β hcg telah normal pada 3 bulan pertama
pemeriksaan berturut-turut dengan selang waktu 2 minggu maka
pemeriksaan dilanjutkan sebulan sekali selama 3 bulan lagi. Jika pada
pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan pemeriksaan berturut-turut juga
menunjukkan kadar β hcg yang normal, follow up dilanjutkan 2 bulan
sekali selama 6 bulan terakhir. Tapi ada pendapat lain yang
mengatakan, setelah kadar β hcg normal pada 6 kali pemeriksaan
berturut-turut setiap bulannya, maka pemeriksaan kadar β hcg tetap
29

dilakukan dengan interval tiap 2 bulan sekali selama waktu


keseluruhan 1 tahun(3,6).

Grafik 2. Kurva regresi β hCG normal dan abnormal pasca evakuasi mola
hidatidosa komplet, modifikasi dari Mochizuki.

Kurva regresi β hCG pasca evakuasi :


Setelah jaringan mola dievakuasi, kadar β hCG akan menurun secara
perlahan-lahan, sampai akhirnya tidak terdeteksi lagi. Waktu rata-rata yang
diperlukan untuk mencapai kadar normal (5 mIU/ml) adalah 12 minggu. Menurut
Mochizuki, pada keadaan normal, β hCG akan turun sebagai berikut : bila terjadi
distorsi dari kurva regresi yang normal, berarti terjadi keganasan. Karena itu,
diagnosis dini Tumor Trofoblastik Gestasional dapat ditegakkan dengan
memperhatikan kurva regresi ini, dengan syarat penderita harus patuh melakukan
follow up(5).
Kurva regresi β hCG :
Setelah 4 minggu harus ≤ 1000 mIU/ml
Setelah 6 minggu harus ≤ 100 mIU/ml
30

Setelah 8 minggu harus ≤ 20 – 30 mIU/ml


Setelah 12 minggu harus ≤ 5 mIU/ml
- Menunda terapi selama kadar serum korionik gonadotropin terus
memperlihatkan penurunan. Kenaikan atau pendataran yang persisten pada
kadar hormon ini dalam serum pada 3 kali atau lebih pemeriksaan berturut-
turut memerlukan tindakan profilaksis kemoterapi dengan pemberian
methotrexate atau actinomycin(20,21).
-
Pemeriksaan tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diperbolehkan
setelah waktu 1 tahun. Pada umumnya reaksi immunologis atau biologis 3
minggu setelah pengosongan mola dan paling lambat setelah 6 minggu
menjadi negatif (sesudah 2 minggu 50 % negatif dan sesudah 40 hari 75 %
negatif). Kalau setelah 6 minggu reaksi positif, perlu pengawasan klinis. Kalau
reaksi biologis kwantitatif naik atau tidak mau menjadi negatif atau setelah
negatif menjadi positif kembali, maka ini merupakan tanda koriokarsinoma
disamping tanda-tanda lainnya. Mungkin juga timbul metastasis ke paru-paru,
maka kalau ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto thoraks
berulang-ulang(13,16).
-
Perdarahan pervaginam tidak terjadi lagi. Bila perdarahan pervaginam masih
terus menerus walaupun telah dilakukan evakuasi, kita harus curiga adanya
keganasan(10, 14).
-
Ukuran uterus. Uterus akan mengalami involusi setelah evakuasi mola
hidatidosa. Bila tidak terjadi involusi, curiga adasuatu keganasan(12).
-
Ukuran kista lutein. Setelah evakuasi mola, kista biasanya akan mengalami
regresi(4).
-
Pemeriksaan USG : tidak didapatkan gambaran vesicular pattern (snowstorm).
-
Foto thoraks dibuat bila ada gejala-gejala keganasan dan curiga adanya
metastasis ke paru-paru(14). Foto thoraks dibuat pada bulan ke-6 dan ke-12
setelah keluar dari perawatan.
31

3.1 KEHAMILAN SETELAH MOLA HIDATIDOSA

Para ahli melaporkan bahwa banyak wanita yang kelahirannya dipelajari


setelah proses evakuasi mola hidatidosa komplet mempunyai resiko yang sama
dengan populasi pada umumnya dalam hal ini resiko terjadinya stillbirth,
prematuritas, aborsi spontan dan malformasi kongenital. Kehamilan mola yang
rekuren terjadi pada 1 – 2 % pasien yang diamati. Pasien yang lainnya dilaporkan
memiliki resiko yang meningkat terhadap mola parsial dan mola komplet antara 1
– 2 %(8,15).Lebih lanjut lagi, resiko untuk terjadinya kehamilan yang ketiga kalinya
meningkat sebesar 28 % setelah kehamilan mola yang kedua(3, 4, 6, 10).
Untuk itu wanita yang pernah mengalami kehamilan mola seharusnya kembali
melakukan pemeriksaan agar yakin bahwa kehamilan berikutnya dapat
berlangsung dengan normal. Namun demikian mereka harus tetap waspada
terhadap kemungkinan terjadinya peningkatan resiko atas kehamilan mola yang
berulang. Terhadap mereka dianjurkan agar melakukan pemeriksaan ultrasound
pada awal kehamilan agar dapat dipastikan bahwa kondisi fetus dan
perkembangan plasenta berlangsung normal. Pemeriksaan tersebut sebaiknya
dikombinasikan dengan pemeriksaan foto thoraks untuk mencari adanya
metastasis koriokarsinoma yang tertutup oleh peningkatan kadar hCG pada
kehamilan. Plasenta atau hasil konsepsi harus diperiksa secara histologis pada saat
melahirkan atau evakuasi kehamilan(10,18).

3.3 Kontrasepsi Pasca Mola Hidatidosa

Pada penderita pasca mola hidatidosa jenis kontrasepsi yang dianjurkan


adalah kondom, atau bila haid sudah normal kembali dapat menggunakan pil
kombinasi. Bila pil diberikan sebelum β hCG normal, kemungkinan terjadinya
keganasan lebih besar. Penggunaan IUD atau preparat progesteron jangka panjang
seperti Depo provera atau Norplant tidak dianjurkan, karena dapat menyebabkan
gangguan pendarahan yang bisa menyerupai salah satu tanda adanya transformasi
keganasan(7).
32

2.14 Prognosis

Setelah dilakukan evakuasi jaringan mola secara lengkap, sebagian besar


penderita MHK akan sehat kembali, kecuali pada 15-20% kasus mungkin akan
mengalami keganasan(1,18).
Umumnya 10-15% kasus mola hidatidosa dapat berubah menjadi mola invasif
yang menginvasi dinding uterus. Keadaan ini dinamakan persisten trofoblastic
disease (PTD). Dalam 2-3% kasus mola dapat berkembang menjadi
koriokarsinoma yang ganas dengan metastasis yang cepat(10,15,16).
Metastasis paling sering terjadi ke paru-paru (80%), vagina (30%), liver
(10%), dan otak (10%)(21).
Umumnya yang menjadi ganas adalah mereka yang temasuk golongan resiko
tinggi, seperti:
1. Umur di atas 35 tahun
2. besar uterus di atas 20 minggu
3. Kadar -hCG di atas 105 mIU/ml
4. Gambaran PA yang mencurigakan(1).

Parameter Good Prognosis Poor Prognosis

Last pregnancy event less than 4 months more than 4 months

B-HCG level less than 40,000 more than 40,000

Prior pregnancy mole term

Treatment no prior treatment failed prior chemo

Tabel 1. Parameter penentuan prognosis(12)


33

Saat ini, sudah hampir tidak ada kematian karena MHK(1).


Dibandingkan dengan MHK, prognosis MHP jauh lebih baik. Hal itu
disebabkan oleh tidak adanya penyulit dan derajat keganasannya rendah (4%).
Walaupun demikian, penderita pasca MHP harus di follow up sama ketatnya
seperti MHK(1).
Seperti juga MHK, kesuburan dan proses persalinan pasca MHP, tidak banyak
berbeda dengan kehamilan biasa(1).

Tabel 2. Perbedaan mola hidatidosa komplet dan mola hidatidosa


parsial(5,21)

Mola hidatidosa komplet Mola hidatidosa partial


Karyotype Androgenetik Diandrogenetik
Diploid Triploid
46 XX homozigot 69XXX
46 XX heterozigot 69XXY
46 XY 69XYY
Fetus Tidak ada Ada
Amnion Tidak ada Ada
Pembengkakan vili (PA) Semua vili korialis Beberapa vili korialis
Vili normal (-) Vili normal (+)
Proliferasi trofoblas Difuse, sirkumferensial Fokal,minimal
Diagnosis Kehamilan molar Missed abortion
Ukuran uterus 50% lebih besar dari Sama/ lebih kecil dari
ukuran kehamilan normal umur kehamilan
p57Kip2 immunostaining Negatif positif
Kista teka lutein 25-30% ditemukan Jarang ditemukan
Kompikasi Sering Jarang ditemukan
Transformasi keganasan Tinggi (15-20%) Rendah
Prognosis Bisa Buruk Baik
34

BAB III
KESIMPULAN

Perkembangan hasil konsepsi ada kalanya mengalami kelainan antara lain


konsepsi tidak berupa janin, melainkan berkembang secara patologis berupa
gekembung-gelembung yang disebut mola hidatidosa.
Penyakit trofoblas terdiri dari mola hidatidosa (jinak) dan koriokarsinoma
(ganas). Umumnya penderita mola akan menjadi baik setelah diobati, tetapi hanya
sekitar 15% akan mengalami degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.

Anda mungkin juga menyukai