Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-" tidak, tanpa"
dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.1
Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama operasi, dimulai
lebih dari 100 tahun yang lalu sewaktu Kaller (1884) seorang opthalmologist di Wina,
mencatat kegunaan dari kokain suatu ester dari asam para amino benzoat (PABA),
dalam menghasilkan anstesi korneal.1
Penelitian untuk anastesi lokal terus berlangsung sehingga banyak obat-obat
dengan berbagai keuntungan dapat digunakan pada saat ini. Oleh sebab itu, sebagai
mahasiswa kedokteran harus mempelajari bagaimana memilih jenis obat anastesi lokal
yang akan digunakan dan cara penggunaannya. Obat – obat anestesi lokal
dikembangkan dari kokain yang digunakan untuk pertama kalinya dalam kedokteran
gigi dan oftalmologi pada abad ke – 19. Kini kokain sudah diganti dengan lignokain
(lidokain), bupivakain (marccain), prilokain dan ropivakain. Prilokain terutama
digunakan dalam preparat topical.1
Anestesi lokal semakin berkembang dan meluas pemakaiannya, mengingat
berbagai keuntungan yang ditawarkan, diantaranya relatif lebih murah, pengaruh
sistemik yang minimal, menghasilkan analgesi yang adekuat dan kemampuan
mencegah respon stress secara lebih sempurna. Namun demikian bukan berarti bahwa
tindakan anestesi lokal tidak ada bahayanya. Hasil yang baik akan dicapai apabila
selain persiapan yang optimal seperti halnya anestesi umum juga disertai pengetahuan
tentang farmakologi obat anestesi lokal.2

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Anestesi lokal adalah obat analgesik yang dirancang untuk digunakan secara klinis
guna menghilangkan sensasi secara reversible pada bagian tubuh tertentu, tanpa
menghilangkan kesadaran.1,3
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls
saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan
rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin. 1,3
Anestesi lokal ialah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Anastetik lokal sebaiknya tidak
mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen. Kebanyakan anastetik
lokal memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anastetik lokal akan
diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan masa
kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi,
tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anastetik lokal
juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami
perubahan. 1,3

B. Klasifikasi
Anestesi lokal dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:2
1. Neurological blockade perifer
a. Topikal, yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal di atas selaput
mukosa seperti mata, hidung, atau faring. Contohnya Chlorethyl.
b. Infiltrasi, yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar
tempat lesi, luka atau insisi. Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah blokade
lingkar dan obat disuntikkan intradermal atau subkutan.

2
c. Field blok, Membentuk dinding analegesi di sekitar lapangan operasi seperti
untuk extirpasi tumor kecil.
d. Nervus blok, yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung ke saraf utama atau
pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misalnya saraf
oksipital dan pleksus brakialis.
e. Anestesi regional intravena, yaitu penyuntikkan larutan analgetik lokal intravena
intravena ke ekstremitas atas/ bawah lalu dilakukan isolasi bagian tersebut
dengan torniquet (Bier block). Paling baik digunakan untuk ekstremitas atas.
2. Neurological blockade sentral
a. Anestesi spinal
b. Anestesi epidural
c. Anestesi kaudal
C. Struktur Anestesi Lokal
Struktur dasar dari anastesi lokal terdiri dari tiga bagian, yakni suatu gugus amino
hidrofil ( sekunder atau tersier ) yang dihubungkan oleh suatu ikatan ester ( alkohol )
atau amaida dengan gugus aromatis lipofil. Semakin panjang gugus alkoholnya maka
semakin besar daya anastesinya, tetapi toksisitasnya juga meningkat. 1,3
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kelompok sebagai berikut :
Berdasarkan ikatan kimia :
a. Senyawa ester (-COOC-)
 Derivat asam bezoat : kokain
 Derivat asam para amino benzoat (PABA) : tetrakain, benzokain, prokain.
b. Senyawa amida (-NHCO-)
Dibukain, lidokain, prilokain, mepivakain, bupivacain, etidokain, ropivakain,
levobupivacaine.
c. Lainnya : fenol, benzialkohol, etilklorida

3
Klasifikasi Potensi Mula kerja Lama kerja Toksisitas
(infiltrasi,
menit)
ESTER
Prokain (rendah) Cepat 45-60 Rendah
Kloroprokain (tinggi) Sangat cepat 30-45 Sangat rendah
Tetrakain (tinggi) lambat 60-180 Sedang
AMIDA
Lidokain (sedang) Cepat 60-120 Sedang
Etidokain (tinggi) Lambat 240-480 Sedang
Prilokain (rendah) Lambat 60-120 Sedang
Mepivakain (sedang) Sedang 90-180 Tinggi
Bupivakain (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Ropivakain (tinggi) Lambat 240-480 Rendah
Levobupivakain (tinggi) Lambat 240-480

Tabel 1. Sifat fisikokimia Anestesia Lokal.

4
Semua anestesi lokal memiliki rantai perantara yang menghubungkan amina di satu
ujung ke cincin aromatik di sisi lain. Ujung amina bersifat hidrofilik, dan ujung
aromatiknya bersifat lipofilik. Variasi amina atau aromatik akhirnya mengubah
aktivitas kimia obat.

Dua kelompok dasar anestesi lokal yaitu amino amida dan ester amino. Amida
amida memiliki hubungan amida antara rantai perantara dan ujung aromatik,
sedangkan ester amino memiliki hubungan ester antara rantai perantara dan ujung
aromatik.

5
Amino ester dan amino amida berbeda dalam beberapa hal. Amino ester
dimetabolisme dalam plasma melalui pseudokolinesterase, sedangkan amino amida
dimetabolisme di hati. Amino ester tidak stabil dalam larutan, namun amino amida
sangat stabil dalam larutan. Amino ester jauh lebih mungkin daripada amida amino
untuk menyebabkan reaksi alergi hipersensitivitas.4,5

Potensi berkorelasi dengan kelarutan lipid, yaitu, kemampuan molekul anestesi


lokal untuk menembus membran, lingkungan hidrofobik. Secara umum, potensi dan
lemak meningkatkan kelarutan dengan peningkatan jumlah atom karbon dalam
molekul (ukuran molekul). Lebih khusus, potensi meningkat dengan menambahkan
halida ke cincin aromatik (2-chloroprocaine sebagai lawan prokain), sebuah
keterkaitan ester (prokain versus procainamide), dan kelompok-kelompok alkil besar
pada nitrogen amida tersier. Ada beberapa pengukuran potensi anestetik lokal yang
analog dengan konsentrasi alveolar minimum (MAC) dari anestesi inhalasi, tapi tidak
ada yang umum digunakan secara klinis. Cm adalah konsentrasi minimum anestesi
lokal yang akan memblokir konduksi impuls saraf. Ini ukuran potensi relatif
dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk ukuran serat, jenis, dan mielinasi; pH (pH
asam antagonizes blok); frekuensi stimulasi syaraf, dan konsentrasi elektrolit
(hipokalemia dan hypercalcemia menentang blokade).4,5

Untuk kepentingan klinis, anestesi lokal dibedakan berdasarkan potensi dan lama
kerjanya menjadi 3 kelas:
 Kelas I : meliputi prokain dan kloroprokain yang memiliki potensi lemah dengan
lama kerja singkat.
 Kelas II : meliputi lidokain, mepivakain dan prilokain yang memiliki potensi dan
lama kerja sedang.
 Kelas III : meliputi tetrakain, bupivakain dan etidokain yang memiliki potensi kuat
 dengan lama kerja panjang.4

6
D. Farmakokenetik dan Farmakodinamik Anestesi lokal
a. Farmakokinetik Anastesi Lokal
Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf
yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu
penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan
halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada
jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat
guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.6
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan
vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin
mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan
mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang
massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak
untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang
tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk
dalam darah hanya 1/3 nya saja.6
Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus
intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam
jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan
ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti
oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya
sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat
tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.6
Metabolisme dan ekskresi bius lokal berbeda tergantung pada struktur :
1) Esters
Anestesi Ester lokal terutama dimetabolisme oleh pseudocholinesterase (plasma
cholinesterase atau butyrylcholinesterase). Hidrolisis ester sangat cepat, dan metabolit
larut air akan dikeluarkan melalui urin. Prokain dan benzokain dimetabolisme menjadi

7
asam p-aminobenzoic (PABA), yang telah dikaitkan dengan reaksi alergi. Pasien
dengan pseudocholinesterase genetik abnormal pada peningkatan risiko untuk efek
samping racun, sebagai metabolisme lebih lambat. cairan serebrospinal tidak memiliki
enzim esterase, sehingga penghentian tindakan anestesi ester intrathecally disuntik
lokal, misalnya, tetracaine, tergantung pada penyerapan mereka ke dalam aliran darah.
Berbeda dengan anestesi ester lainnya, kokain sebagian dimetabolisme (N-metilasi dan
hidrolisis ester) dalam hati dan sebagian tidak berubah diekskresi dalam urin.6
2) Amida
Anestesi Amide lokal dimetabolisme (N-dealkylation dan hidroksilasi) oleh
mikrosoma P-450 enzim dalam hati. Tingkat metabolisme amida tergantung pada agen
tertentu (prilocaine, lidocaine, mepivacaine, ropivacaine, bupivakain), tapi secara
keseluruhan jauh lebih lambat dibandingkan dengan hidrolisis ester. Penurunan fungsi
hati (misalnya sirosis hati) atau gangguan aliran darah hati (misalnya, gagal jantung
kongestif, vasopressors, atau bloker H2-reseptor) akan mengurangi tingkat
metabolisme dan predisposisi terhadap keracunan sistemik. Sangat sedikit obat
diekskresikan tidak berubah oleh ginjal, meskipun metabolit bergantung pada
clearance ginjal.6

Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:


1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi
kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi lokal.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan
dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa
makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi
cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam
(jaringan inflamasi) akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja
obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat
terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi.6

8
Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a. Kadar obat dan potensinya
b. Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c. Pengikatan obat ke jaringan lokal
d. Kecepatan metabolisme
e. Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor
(epinefrin) ditambahanestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal
dan mengurangi absorpsi sistemik.6

b. Farmakodinamik Anastesi Lokal


Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
1. Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel
dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium
(+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan
saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah
keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran
natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh
pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi lokal
pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.3,6
Anestesi lokal mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat
saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi lokal digunakan pada satu
serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat,
kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan
akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi
merupakan hasil dari ikatan anestesi lokal terhadap banyak dan makin banyak saluran
natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini
dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang

9
dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk
menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu. 3,6
Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak
molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran
natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat
menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain,
dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan
bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat
tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat
ikatannya oleh obat-obatan lain. 3,6
2. Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi lokal mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja
terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut
saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi
lokal atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi lokal terhadap suatu akar
serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A
akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan;
kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.3,6
Adapun efek serabut saraf antara lain:
 Efek diameter serabut
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana
propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan
dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi lokal, bila bagian
pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal
menyalurkan impuls.6
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh
anestesi lokal untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin
terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk

10
menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang
tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik
B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.6
 Efek frekuensi letupan
Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti
langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi lokal. Serabut
sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama
potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada
kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik).
Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri
berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi
lokal kadar rendah dari pada serabut A alfa.6
 Efek posisi saraf dalam bundle saraf
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle
dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi lokal diberikan secara
suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor
terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi
hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian
menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.6

E. Mekanisme Kerja
Anastesi lokal menghilangkan rasa dengan jalan beberapa cara. Misalnya dengan
cara menghindarkan untuk sementara pembentukan dan trasmisi implus melalui sel
saraf ujungnya. Seperti juga alcohol dan barbital, anastesi lokal menghambat penerusan
implus dengan cara menurunkan permebilitas membran sel saraf untuk ion – natrium
yang perlu bagi fungsi saraf yang layak. Hal ini disebabkan adanya persaingan dengan
ion kalsium yang berada berdekatan dengan membran neuron. Pada waktu yang
bersamaan, akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rangsangan

11
listrik lambat laun meningkat, sehingga akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat
secara resevibel.7

G. Efek samping obat anastesi lokal


Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek
kardiodrepesifnya (menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan pernapasan
dan sirkulasi darah. Anestesi lokal dapat pula menyebabkan hipersensitasi, yang sering
kali berupa exan tema, urtikaria, dan bronkhospasme alergi sampai shok anafilaktis
yang dapat mematikanPemberian obat anestesi lokal memiliki efek samping yang
potensial sama tanpa bergantung pada cara pemberian.7
1. Efek samping lokal
Pada tempat suntikan, apabila saat penyuntikan tertusuk pembuluh darah yang
cukup besar, atau apabila penderita mendapat terapi anti koagulan atau ada gangguan
pembekuan darah, maka akan dapat timbul hematom. Hematom ini bila terinfeksi akan
dapat membentuk abses, Apabila tidak infeksi mungkin saja terbentuk infiltrat dan
akan diabsorbsi tanpa meninggalkan bekas. Tindakan yang perlu adalah konservatif
dengan kompres hangat, atau insisi apabila telah terjadi abses disertai pemberian
antibiotika yang sesuai. Apabila suatu organ end arteri dilakukan anestesi lokal dengan
campuran adrenalin, dapat saja terjadi nekrosis yang memerlukan tindakan nekrotomi,
disertai dengan antibiotika yang sesuai.8
2. Pengaruh pada sistem organ
Efek samping obat anestesi lokal berhubungan dengan kerjanya, khususnya
kemampuannya untuk menghambat hantaran implus dalam jaringan yang dapat
tereksitasi.7
Obat – obatan anestesi lokal akan menyekat saluran cepat ion natrium pada semua
jaringan penghantar implus yaitu :
1. Sistem saraf pusat
2. Sistem pernafasan
3. Jantung dan system kardiovaskuler

12
4. Imunologi
5. Muskuloskeltal

a. Sistem saraf pusat


Sistem saraf pusat sangat rentan terhadap toksisitas anastesi lokal dan merupakan
tempat tanda – tanda pertanda dari overdosis ada pasien terjaga. Gejala awal adalah
mati rasa circumoral, paresthesia lidah, dan pusing. Keluhan sensory mungkin
termasuk tinnitus dan penglihatan kabur. Tanda – tanda rangsang (gelisah, agitasi,
paranoia) sering mendahului depresi system saraf pusat (bebicara cadel, mengantuk,
pingsan), kedutan otot atau timbulnya kejang tonik – klonik. Dengan penurunan aliran
darah otak dan paparan obat, benzodiazepines dan hiperventilasi meningkatkan
ambang kejang yang disebabkan anastesi lokal. 7
b. Sistem pernafasan
Lidokain menekan drive hipoksia ( respon ventilasi untuk PaO2 rendah ). Apneu
bisa terjadiakibat kelumpuhan saraf frenik dan interkostal atau depresi pusat pernafasan
medular yang kontak lansung dengan agen anestesi lokal (sindrom apne
postretrobulbar). Anastesi lokal menimbulkan relaksasi otot polos bronkial, lidokain
intravena ( 1.5 mg/kg ) dapat memblokir refleks bronkokonstriksi kadang-kadang
dikaitkan dengan intubasi. Lidokain diberikan sebagai aerosol suatu dapat
menyebabkan bronkospasme pada beberapa pasien dengan penyakit saluran napas
reaktif. 9
c. Jantung dan Sistem kardiovaskuler
Secara umum, semua anestesi lokal menekan otonom dari miokard (fase depolarisasi
IV spontan) dan mengurangi durasi periode refraktori. Kontraktilitas miokard dan
kecepatan konduksi juga tertekan pada kontrasi yang lebih tinggi. Hasil ini efek dari
perubahan langsung membran otot jantung (atrium blockade saluran jantung) dan
penghambat system saraf otonom. Semua anatesi lokal kecuali kokain menghasilkan
relaksasi otot polos, yang menyebabkan beberapa derajat vasodilatasi arteriol.
Kombinasi berikutnya dari bradikardi, blok jantung, dan hipotensi dapat berujung pada

13
serangan jantung. Mayor toksisitas kardiovaskuler biasanya membutuhkan sekitar tiga
kali konsentrasi darah yang menghasilkan kejang. 7,9
d. Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derifat
para amnino benzoic acids ( PABA ) yang dikenal sebagai alergen. PABA ini dapat
mdenimbulkan efek anti bakteri dari sulfonamide yang bekerja antagonis dengan
PABA, oleh karena itu terapi dengan sulfat tidak boleh dikombinasikan dengan
penggunaan ester-ester tersebut. 9
Gejala Alergi yang timbul berupa kemerahan pada kulit, urtikaria hingga syok
anafilaktik yang fatal. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tanda dan gejala
yang timbul, mulai dari pemberian obat anti histamin, kortikosteroid hingga terapi
definitif untuk syok anafilaktik.5
Toksisitas sangat bergantung pada : 5
1. Jumlah larutan yang disuntukan
2. Kosentrasi obat
3. Ada tidaknya adrenalin
4. Vaskularisasi tempat suntikan
5. Absorpsi obat
6. Laju destruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan
e. Muskuloskeletal
Saat diinjeksikan langsung ke dalam otot skeletal (trigger-point injeksi), anestesi
lokal adalah miotoksik (bupivacaine, lidocaine, procaine). Secara histologi,
hiperkontraksi miofibril menyebabkan degenarasi litik, edema, dan nekrosis.
Regenerasi biasanya timbul setelah 3-4 minggu. Steroid tambahan atau injeksi

14
epinefrin memperburuk nekrosis otot. Data penelitian menunjukkan bahwa ropivacaine
menghasilkan kerusakan otot yang tidak terlalu berat dibanding bupivacaine.9

H. Obat anestesi lokal


Obat anestesi regional/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila
dikenakan secara lokal. Anestesi lokal ideal adalah yang :
1. Tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen
2. Batas keamanan lebar
3. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang
yang cukup lama
4. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.
5. Poten dan bersifat sementara (efeknya reversible)
6. Harganya murah

a. Lidokain
Lidokain (lignokain, xylocain) adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara
luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Efek anestesi terjadi lebih cepat, kuat,
lebih lama dan lebih ekstensif dibandingkan dari pada yang ditimbulkan oleh
prokain pada konsentrasi yang sebanding. Larutan lidokain 0,25-0,5 % dengan atau
tanpa adrenalin digunakan untuk anestesi infiltrasi, sedangkan larutan 1-2 % untuk
anestesi blok dan topikal. Untuk anestesi permukaan/topikal tersedia lidokain gel 2
%. Sedangkan pada analgesi/anestesi lumbal digunakan larutan lidokain 5 %.
Anestetik ini efektif bila digunakan tanpa vasokonstriktor, tapi kecepatan
absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih pendek. Lidokain
merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap anestetik lokal
golongan ester. Lidokain dapat menimbulkan kantuk. Setelah disuntikkan, obat
dengan cepat akan dihidrolisis dalam jaringan tubuh pada pH 7,4-4,5.

15
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade
saraf, anestesia spinal, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal, dan secara
setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia infiltrasi biasanya
digunakan larutan 0,25-0,50 % dengan atau tanpa epinefrin. Tanpa epinefrin dosis
total todak boleh melebihi 200 mg dalam waktu 24 jam, dan dengan epinefrin tidak
boleh melebihi 500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran
gigi, biasanya digunakan larutan 1-2 % dengan epinefrin; untuk anestesia infiltrasi
dengan mulai kerja 5 menit dan masa kerja kira-kira 1 jam dibutuhkan dosis 0,5-
1,- mL. Untuk blokade saraf digunakan 1-2 mL.
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP,
misalnya mengantuk, pusing, parestesia, kedutan otot, gangguan mental, koma, dan
bangkitan. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi
ventrikel, atau oleh henti jantung.10
b. Bupivakain
Struktur mirip dengan lidokain, kecuali gugus yang mengandung amin dan butyl
piperidin. Merupakan anestetik lokal yang mempunyai masa kerja yang panjang,
dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik. Karena efek
ini bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama
persalinan dan masa pascapembedahan. Suatu penelitian menunjukkan bahwa
bupivakain dapat mengurangi dosis penggunaan morfin dalam mengontrol nyeri
pascapembedahan Caesar. Pada dosis efektif yang sebanding, bupivakain lebih
kardiotoksik daripada lidokain. Lidokain dan bupivakain, keduanya menghambat
saluran Na+ jantung (cardiac Na+ channels) selama sistolik. Namun bupivakain
terdisosiasi jauh lebih lambat daripada lidokain selama fase diastolik, sehingga ada
fraksi yang cukup besar tetap terhambat pada akhir diastolic. Manifestasi klinik
berupa aritmia ventrikuler yang berat dan depresi miokard. Keadaan ini dapat
terjadi pada pemberian bupivakain dosis besar. Toksisitas jantung yang disebabkan
oleh bupivakain sulit diatasi dan bertambah berat dengan adanya asidosis,
hiperkarbia, dan hipoksemia. Ropivakain juga merupakan anestesik lokal yang

16
mempunyai masa kerja panjang, dengan toksisitas terhadap jantung lebih rendah
daripada bupivakain pada dosis efektif yang sebanding, namun sedikit kurang kuat
dalam menimbulkan anestesia dibandingkan bupivakain. Larutan bupivakain
hidroklorida tersedia dalam konsentrasi 0,25-0,5% untuk anestesia infiltrasi dan
0,5% untuk suntikan paravertebral. Tanpa epinefrin, dosis maksimum untuk
anestesia infiltrasi adalah sekitar 2 mg/KgBB.
Indikasi
Bupivakain digunakan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi, block saraf,
epidural, dan anestesi intratekal. Bupivakain sering diberikan melalui injeksi
epidural sebelum melakukan arthroplasty panggul total. Juga sering diinjeksikan ke
luka pembedahan untuk mengurangi nyeri hingga 20 jam setelah operasi.
Terkadang, bupivakain dikombinasikan dengan epinephrine untuk memperlama
durasi, dengan fentanil untuk analgesia epidural atau glukosa.
Kontra indikasi
Kontraindikasi bupivakain untuk anestesi regional intravena karena resiko dari
kesalahan tourniquet dan absorpsi sistemik obat.
Efek Samping
Dibandingkan dengan obat anestesi lokal lainnya, bupivakain dapat
mengakibatkan kardiotoksik. Akan tetapi efek samping akan menjadi jarang bila
diberikan dengan benar. Kebanyakan efek samping berhubungan dengan cara
pemberian atau efek farmakologis dari anestesi. Tetapi reaksi alergi jarang terjadi.
Bupivakain dapat mengganggu konsentrasi plasma darah yang diakibatkan
karena efeknya yang mempengaruhi CNS dan kardiovaskuler. Bupivakain dapat
mengakibatkan beberapa kematian ketika pasien diberikan anestesi epidural
dengan mendadak.
Mekanisme Kerja
Bupivakain berikatan dengan bagian intraselular dari kanal sodium dan menutup
sodium influks ke dalam sel saraf. 10

17
c. Levobupivakain
Levobupivakain adalah obat anestesi lokal yang mengandung gugus asam amino.
Ini merupakan enantiomer-S dari bupivakain.
Penggunaan Klinis
Jika dibandingkan dengan bupivakain, levobupivakain menyebabkan lebih
sedikit vasodilatasi dan memiliki duration of action yang lebih panjang. Obat ini
memiliki sekitar 13 persen daya potensial (melalui molaritas) lebih dari pada
golongan bupivakain.
Indikasi
Levobupivakain diindikasikan untuk lokal anestesi meliputi infiltrasi, blok
nervus oftalmik, anestesi epidural dan intratekal pada orang dewasa serta dapat juga
digunakan sebagai analgesia pada anak-anak.
Kontraindikasi
Levobupivakain dikontraindikasikan untuk regional anastesia IV (IVRA).
Efek Samping
Jarang terjadi reaksi efek samping jika pemberian obat ini benar. Beberapa efek
samping yang terjadi berhubungan dengan teknik pemberian (dihasilkan pada
systemic exposure) atau efek farmakologikal dari anestesi yang diberikan, tetapi
reaksi alergi jarang terjadi.
Systemic exposure untuk jumlah yang berlebih dari bupivakain terutama
dihasilkan di sistem saraf pusat dan efek kardiovaskular. Efek sistem saraf pusat
biasanya terjadi pada konsentrasi pembuluh darah yang lebih rendah, sementara
efek kardiovaskuler tambahan terdapat pada konsentrasi yang lebih tinggi,
sebelumnya kolaps kardiovaskular dapat juga terjadi dengan konsentrasi yang
rendah.
Efek sistem saraf pusat meliputi eksitasi sistem saraf pusat (gelisah, gatal di
sekitar mulut, tinnitus, tremor, pusing, penglihatan kabur, seizure) dan diikuti oleh
depresi (perasaan kantuk, kehilangan kesadaran, penurunan pernafasan dan apnea).
Efek kardiovaskular meliputi hipotensi, bradikardi, aritmia, dan/atau henti jantung.

18
Kadang-kadang dapat terjadi hipoksemia sekunder pada saat penurunan sistem
pernafasan. 10

d. Prokain
Prokain, obat anestesi sintetik yang pertama kali dibuat, merupakan derivate
benzoat yang disintesa pada tahun 1905 (Einhorn) dengan sifat yang tidak begitu
toksik dibandingkan kokain. Anestetik lokal dari kelompok ester ini bekerja dengan
durasi yang sangat singkat. Dalam tubuh zat ini dengan cepat dan sempurna
dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi dietilaminoetanol dan PABA (asam para-
aminobenzoat), yang mengantagonir daya kerja sulfonamide, sehingga
toksisitasnya di dalam vascular (sistemik) dapat minimal. Akan tetapi, resorpsi
prokain di kulit buruk, karena itu, prokain hanya digunakan sebagai injeksi dan
sering kali bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya kerjanya.
Sebagai anestetik lokal, prokain sudah banyak digantikam oleh lidokain dengan
efek samping yang lebih ringan.
Efek sampingnya yang serius adalah hipertensi, yang kadang-kadang pada dosis
rendah sudah dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. Efek samping yang harus
dipertimbangkan pula adalah reaksi alergi terhadap sediaan kombinasi prokain-
penisilin. Berlainan dengan kokain zat ini tidak memberikan adiksi. Reaksi alergi
ini dapat juga terjadi karena pemakaian secara berulang preparat prokain bagi
tubuh. Dosis : anestesi infiltrasi 0,25-0,5 %, blockade saraf 1-2 %.10

e. Tetrakain
Tetrakain (pantokain) adalah obat anestesi lokal yang biasanya digunakan
sebagai obat untuk diagnosis atau terapi pembedahan. Akan tetapi, penelitian pada
hewan menunjukkan efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal
lainnya) dan belum ada penelitian yang terkendali pada wanita atau penelitian pada
wanita dan hewan belum tersedia. Obat seharusnya diberikan bila hanya
keuntungan potensial memberikan alasan terhadap bahaya potensial pada janin.

19
Selain itu, tetrakain yang potensiasinya lebih tingga dibandingkan dengan dua
jenis obat anestesi lokal golongan ester lainnya ini memiliki efek samping berupa
rasa seperti tersengat. Namun efek ini tidak membuat tetrakain jarang digunakan,
hal ini karena salah satu kelebihannya adalah tidak menyebabkan midriasis.
Tetrakain biasanya digunakan untuk anestesi pada pembedahan mata, telinga,
hidung, tenggorok, rectum, dan kulit.
Salah satu anestesi lokal yang dapat digunakan secara topikal pada mata adalah
tetrakain hidroklorida. Untuk pemakaian topikal pada mata digunakan larutan
tetrakain hidroklorida 0,5%. Kecepatan anastetik tetrakain hidroklorida 25 detik
dengan durasi aksinya selama 15 menit atau lebih. 10

Obat Onset Durasi Dosis maksimum


(menit) (menit) (mg/kg)
Lidokain 5 30-60 4,5
Bupivakain 10-15 200 3
Prokain 15-20 40 7
Tetrakain 15 200 1,5

20
Dosis anestesi lokal.5

21
I. Pencegahan terhadap toksisitas
Intoksikasi anestetik lokal umumnya dapat dihindari jika pedoman sederhana
dibawah ini dapat diikuti :
1. Gunakan dosis anjuran (hafal dosis maksimal).
2. Aspirasi berulang-ulang setiap obat disuntikkan.
3. Gunakan test dose yang mengandung epinefrin.
4. Jika dibutuhkan obat dalam dosis besar atau jika obat diberikan secara IV,
(misalnya untuk anestesi regional IV) gunakan obat dengan toksisitas rendah, dan
berikan secara bertahap dan gunakan waktu yang lebih lama sampai mencapai dosis
total.
5. Obat harus selalu disuntikkan secara perlahan-lahan (jangan lebih cepat dari 10
ml/menit) dan pertahankan kontak verbal dengan pasien, yang dapat melaporkan
gejala-gejala ringan sebelum seluruh dosis yang harus diberikan masuk. Hati-hati
terhadap pasien yang mulai bicara dan bertingkah irrasional. Hal ini mungkin
merupakan gejala awal dari intoksikasi SSP, namun hal ini kadang dikelirukan pada
penderita histeria.9

J. Penanganan Reaksi Toksik pada Anestesi Lokal


Anestesi Lokal yang berujung pada komplikasi ataupun toksisitas harus segera
dihentikan, karena memberikan dampak yang sangat besar dalam kerusakan system
saraf pusat maupun system kardiovaskular, secara umum tindakan yang dapat kita
lakukan pada pasien yang intoksikasi anestesi lokal adalah:10
 Hal yang paling utama adalah menjamin oksigenasi adekuat dengan pernafasan
buatan menggunakan oksigen
 Tremor atau kejang diatasi dengan dosis kecil “ short acting barbiturate “ seperti
penthotal ( 50-150 mg ), atau dengan diazepam ( valium ) 5 -10 mg intravena

22
 Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara bolus dilanjutkan
dengan drip dalam infuse ( efedrin, nor adrenalin, dopamine dsb. ).Pemberian
bolus efedrin 5-10 mg iv.
 Bila dicurigai adanya henti jantung ( cardiac arest ) resusitasi jantung paru harus
segera dilakukan.
 Protokol menyarankan penggunaan Intralipid® dimulai dengan dosis 1ml/kg IV,
injeksikan dua kali dengan interval tiga sampai lima menit. Injeksi Intralipid®
disertai dengan kostan IVFD 0,25mg/kg/min sampai pasien stabil. Berdasarkan
penelitian, memberikan dosis lebih dari 8mg/kg tidak memberikan keuntungan
sama sekali.
 Laju IVFD ditingkatkan sampai dua kali lipat sampai 0,5 mL/kg/min jika tekanan
darah tetap rendah.
 Lanjutkan IVFD ± 10 menit setelah sirkulasi stabil
 Lanjutkan monitoring (>12 jam) setelah terjadi toksisitas sistemik anestesi lokal
karena depresi kardiovaskular bisa terulang setelah pengobatan.11

H. Kewaspadaan dan kontraindikasi


Kewaspadaan dan kontraindikasi pada penggunaan obat anastesi lokal :
a. Obat anestesi lokal tidak boleh digunakan pada pasien dengan riwayat alergi
terhadap setiap obat anastesi yang secara kimia yang ada hubungannya terhadap
konstituen yang membentuk obat tersebut.
b. Pemberian anastesi lokal tidak dianjurkan ibu hamil atau pasien baru saja mengalami
perdarahan karena respon kardiovaskuler terhadap kehilangan darah tersebut akan
terganggu.
c. Obat anastesi lokal harus diberikan dengan hati – hati sekali jika terpaksa digunakan
didaerah yang mengalami inflamasi.
d. Obat anastesi lokal harus digunakan dengan hati – hati pada : blok jantung atau
gangguan hantaran jantung, epilepsi, penyakit hati atau ginjal, riwayat hipertermia,
gangguan respirasi dan laktasi.6

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes, yang
artinya “tidak ada rasa sakit”. Istilah ini menggambarkan keadaan tidak sadar yang
bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri
pembedahan.
Anestesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Anestesia lokal → hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
b. Anestesia umum → hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran

Anestetik lokal atau penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal rasa panas atau dingin. Banyak
persenyawaan lain juga memiliki daya kerja demikian, tetapi efeknya tidak reversibel
dan menyebabkan kerusakan permanen terhadap sel-sel saraf.Ada kalangan medis
yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh
seperti gigi atau area kulit.
Kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestesi
lokal, antara lain;
a. Tidak merangsang jaringan
b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf.
c. Toksisitas sistemik rendah.
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.
e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut
dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan
(sterilisasi).

24

Anda mungkin juga menyukai