1.1.1.1.1 Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi
perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia
minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae
externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina
1.1.1.1.2 Mons pubis/mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada
masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
1
2
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 2011).
1.2.2 Etiologi
Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :
a. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.
b. Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap
terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena
kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah
pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang
wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari
sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel
mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh.
Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun
ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia
remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini
berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia
muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan
terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar
termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel
mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu
berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya
rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga
perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa
berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi
terlalu rentan terhadap perubahan.
c. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV).
10
1.2.4 Patofisiologi
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)
dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan
dari epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel
endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak
SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita
muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita
berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks.
12
Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri
eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan
displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ
terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal
dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi
epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH
vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada
masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik
terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan
antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua
SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis
asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan
rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami
mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan,
displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in-situ dan kemudian
berkembang menjadi karsinoma invasif.Tingkat displasia dan karsinoma in-
situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
13
1.2.5 Pathway
1.2.5 Komplikasi
1.2.6.1 Fistula uretra
1.2.6.2 Disfungsi kandung kemih
1.2.6.3 Anemia trombositopenis
1.2.6.4 Mual, muntah, anoreksia
1.2.6.5 Infeksi pelvis
1.2.6.6 Sistitis dan kulit kering
1.2.6.7 Fistula rektovaginal.
1.2.6 Prognosis
Prognosis kanker serviks sangat tergantung stadium, semakin dini
terdeteksi, semakin baik ketahanan hidupnya. Data Five year survival
rate adadah :
Stadium 1 : 90 – 94 % ;
Stadium 2 : 60 – 75 % ;
Stadium 3 : 30 – 40 % ;
Stadium 4 : < 15 %.
14
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler.Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya.Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada
jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker
mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat
sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini
disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi
diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang
lama walaupun tidak mungkin sembuh.Jika kanker menyebar luas
dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik.Kemoterapi secara
kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi
dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan
yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin),
PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain.
16
1.2.8.2 Pencegahan
a. Screening
Screening dapat membantu dokter mencari sel-sel abnormal
sebelum kanker berkembang. Mencari dan merawat sel-sel
abnormal dapat mencegah kebanyakan kanker serviks. Screening
juga dapat membantu mendeteksi kanker secara dini, sehingga
perawatan akan menjadi lebih efektif. Beberapa hal lain yang
dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker
serviks antara lain :
1) Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan
skrining dapat memberikan manfaat yang besar dalam
pencegahan penyakit ini.Vaksin HPV dapat berguna dan cost-
effective untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi
pra- kanker, khususnya pada kasus yang ringan.Vaksin HPV yang
terdiri dari 2 jenis dapat melindungi tubuh dalam melawan kanker
yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18).Salah satu vaksin
dapat membantu menangkal timbulnya kutil di daerah genital
yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18.
2) Penggunaan kondom
Penggunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah
penularan penyakit infeksi menular seperti gonorrhe, clamidia,
dan HIV/AIDS.
3) Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria
berhubungan dengan penurunan risiko infeksi HPV pada penis
dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual
partners, terjadi penurunan risiko kanker serviks pada pasangan
wanita mereka yang sekarang.
4) Tidak merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang
dihisap sebagai rokok atau sigaret atau dikunyah.Asap rokok
menghasilkan polycyclicaromatic hydrocarbon heterocyclic
nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah
serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum.
17
f. Hematokrit meningkat
g. Suhu tubuh meningkat
h. Peningkatan frekuensi nadi
i. Konsentrasi urin meningkat
j. Penurunan berat badan yang tiba-tiba
k. Kelemahan
1.3.1.3 Faktor yang berhubungan
1. Kehilangan volume cairan aktif
2. Kegagalan mekanisme pengaturan
1.4 Perencanaan
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh
secara aktif (akibat pendarahan)
1.4.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: setelah dilakukan perawatan
selama 1x6 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan
Dengan kriteria hasil:
Keseimbangan elektrolit dan asam basa, keseimbangan cairan, hidrasi yang
adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan yang adekuat.
22
Aktivitas Mandiri:
a. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam, hitung asupan yang
diinginkan sepanjang sif siang, sore dan malam
Rasional: mempertahankan kebutuhan cairan tubuh pasien
b. Ubah posisi pasien trendelenburg atau tinggikan tungkai pasien bila
hipotensi, kecuali dikontraindikasikan
Rasional: mencegah iskemia pada otak
c. Tingkatkan asupan oral, jika perlu
Rasional: mempertahankan kebutuhan cairan tubuh pasien
Diagnosa 2: Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)
1.4.2 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x72 jam tidak terjadi
infeksi dengan Kriteria hasil: faktor resiko akan hilang
a. TTV dalam rentang normal
b. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
1.4.3 Intervensi keperawatan dan rasional:
a. Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua sistem tubuh
(misalnya : pernafasan, pencernaan, genitourinaria)
Rasional: mengetahui tanda-tanda infeksi
23
Kolaborasi :
a. Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial atau
peningkatan WBC
Rasional: kadar WBC yang tinggi menyatakan adanya infeksi
b. Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional: antibiotic dapat membunuh bakteri penyebab penyakit
24
DAFTAR PUSTAKA
Novel, S., S. (2010). Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV). Jakarta :
Javamedia Network
Priyanto, S., H. (2010). Yes, I Know Everything Abaut Kanker Servik. Yogyakarta: Tiga
Kelana
Bertiani, S. (2009). Cara Cerdas Menghadapi Kanker Servik (Leher Rahim). Yogyakarta
Genius Printika
Wijaya, D. (2010). Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Servik. Yogyakarta: Sinar
Kejora
(...........................................) (...........................................)