Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN CA SERVIKS

1.1 Review Konsep Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


1.1.1 Sistem reproduksi wanita
Terdiri alat / organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam
rongga panggul. Eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi
Internal : fungsi ovulasi, fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi,
pertumbuhan fetus, kelahiran.
Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-
hormon gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus –
hipothalamus – hipofisis–adrenal–ovarium. Selain itu terdapat organ/sistem
ekstragonad/ ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus reproduksi :
payudara, kulit daerah tertentu, pigmen dan sebagainya.
1.1.1.1 Genitalia Eksterna

1.1.1.1.1 Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi
perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia
minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae
externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina
1.1.1.1.2 Mons pubis/mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada
masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.

1
2

1.1.1.1.3 Labia mayora


Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan
belakang, banyak mengandung pleksus vena. Homolog
embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum
rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora. Di
bagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada
commisura posterior).
1.1.1.1.4 Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai
folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos
dan ujung serabut saraf.
1.1.1.1.5 Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian
superior vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam
dinding anterior vagina.
1.1.1.1.6 Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus
vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus
Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa
navicularis.
1.1.1.1.7 Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo)
tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen,
utuh tanpa robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah
menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval,
cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma
lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak
beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae).
Bentuk himen postpartum disebut parous.
1.1.1.1.8 Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari
tepi cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di
bagian kaudal ventral.
3

Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4


kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral
kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding
dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis,
berubah mengikuti siklus haid.
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada
haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).
1.1.1.1.9 Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus.
Batas otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus)
dan diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus
profunda, m.constrictor urethra).
1.1.1.2 Genitalia Interna

1.1.1.2.1 Uterus (rahim)


Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi
peritoneum (serosa).Selama kehamilan berfungsi sebagai
tempat implatansi, retensi dan nutrisi konseptus.Pada saat
persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan
pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan.Terdiri dari
corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri. Dinding
rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a. Lapisan serosa (lapisan peritoneum), di luar
b. Lapisan otot (lapisan miometrium)di tengah
c. Lapisan mukosa (endometrium) di dalam.
4

Fungsi utama uterus :


1. Setiap bulan berfungsi dalam pengeluaran darah haid
dengan adanya perubahan dan pelepasan dari endometrium
2. Tempat janin tumbuh dan berkembang
3. Tempat melekatnya plasenta
4. Pada kehamilan, persalinan dan nifas mengadakan kontraksi
untuk lancarnya persalinan dan kembalinya uterus pada saat
involusi.
1.1.1.2.2 Serviks uteri (mulut rahim)
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis
(berbatasan / menembus dinding dalam vagina) dan pars
supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos,
jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin.
Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri
(dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah
vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan
ostium uteri internum (dalam, arah cavum).
Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan
(primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang.Posisi
serviks mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina
ischiadica.Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir
getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya
karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, peptida dan
air.Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks
dipengaruhi siklus haid.
1.1.1.2.3 Corpus uteri (batang/badan rahim)
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang
melekat pada ligamentum latum uteri di intraabdomen,
tengah lapisan muskular/miometrium berupa otot polos tiga
lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal,
anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium
yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh
sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium.
5

Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke


anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria.
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus
bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita.
1.1.1.2.4 Ligamenta penyangga uterus
a. Ligamentum Latum
Terletak di kanan kiri uterus meluas sampai dinding
rongga panggul dan dasar panggul, seolah-olah
menggantung pada tuba.Ruangan antar kedua lembar
dari lipatan ini terisi oleh jaringan yang longgar disebut
parametrium dimana berjalan arteria, vena uterina
pembuluh limpa dan ureter.
b. Ligamentum Rotundum (Ligamentum Teres Uteri)
Terdapat pada bagian atas lateral dari uterus, kaudal dari
insersi tuba, kedua ligamen ini melelui kanalis inguinalis
kebagian kranial labium mayus. Terdiri dari jaringan otot
polos dan jaringan ikat ligamen.Ligamen ini menahan
uterus dalam antefleksi.Pada saat hamil mengalami
hypertrophi dan dapat diraba dengan pemeriksaan luar.
c. Ligamentum Infundibulo Pelvikum ( Ligamen
suspensorium)
Ada 2 buah kiri kanan dari infundibulum dan ovarium,
ligamen ini menggantungkan uterus pada dinding
panggul.Antara sudut tuba dan ovarium terdapat
ligamentum ovarii propium.
d. Ligamentum Kardinale ( lateral pelvic
ligament/Mackenrodt’s ligament)
Terdapat di kiri kanan dari serviks setinggi ostium
internum ke dinding panggul.Ligamen ini membantu
mempertahankan uterus tetap pada posisi tengah
(menghalangi pergerakan ke kanan ke kiri) dan
mencegah prolap.
e. Ligamentum Sakro Uterinum
Terdapat di kiri kanan dari serviks sebelah belakang ke
sakrum mengelilingi rektum.
6

1.1.1.2.5 Vaskularisasi uterus


a. Arteri uterina
Berasal dari arteria hypogastrica yang melalui
ligamentum latum menuju ke sisi uterus kira-kira
setinggi OUI dan memberi darah pada uterus dan bagian
atas vagina dan mengadakan anastomose dengan arteria
ovarica.
b. Arteri ovarica
Berasal dari aorta masuk ke ligamen latum melalui
ligamen infundibulo pelvicum dan memberi darah pada
ovarium, tuba dan fundus uteri.Darah dari uterus
dialirkan melalui vena uterina dan vena ovarica yang
sejalan dengan arterinya hanya vena ovarica kiri tidak
masuk langsung ke dalam vena cava inferior, tetapi
melalui vena renalis sinistra.
1.1.1.2.6 Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus
Mulleri.Sepasang tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm,
berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium
sampai cavum uteri.
Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular
(longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel
bersilia. Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars
ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria, dengan
karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbeda-beda
pada setiap bagiannya.
1) Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat
sfingter uterotuba pengendali transfer gamet.
2) Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah
ampula / infundibulum, dan pada hamil ektopik
(patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba
bagian ini.
7

3) Pars infundibulum (distal)


Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae
abdominale pada ujungnya, melekat dengan permukaan
ovarium.Fimbriae berfungsi “menangkap” ovum yang
keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan
membawanya ke dalam tuba.
4) Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya
mesenterium pada usus).
1.1.1.2.7 Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan.Dilapisi mesovarium,
sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan
saraf.Terdiri dari korteks dan medula.Ovarium berfungsi
dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum
(dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital
ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan
sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna
folikel, progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi).
Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui
perlekatan fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum yang
dilepaskan pada saat ovulasi.
Fungsi ovarium adalah :
1. Mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron
2. Mengeluarkan telur setiap bulan
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium,
ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan ikat
mesovarium.Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis
inferior terhadap arteri renalis.
1.1.1.2.8 Vagina
Adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dan
rahim, terletak diantara kandung kencing dan rectum.
Dinding depan vagina panjangnya 7-9 cm dan dinding
belakang 9-11 cm. dinding vagina berlipat-lipat yang berjalan
sirkuler dan disebut rugae, sedangkan ditengahnya ada bagian
yang lebih keras disebut kolumna rugarum.
8

Dinding vagina terdiri dari 3 lapisan yaitu : lapisan mukosa


yang merupakan kulit, lapisan otot dan lapisan jaringan ikat.
Berbatasan dengan serviks membentuk ruangan lengkung,
antara lain forniks lateral kanan kiri, forniks anterior dan
posterior.
Bagian dari serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut
portio.Suplai darah vagina diperoleh dari arteria uterina,
arteria vesikalis inferior, arteria hemoroidalis mediana san
arteria pudendus interna. Fungsi penting vagina adalah :
- Saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan sekret
lain dari rahim
- Alat untuk bersenggama
- Jalan lahir pada waktu bersalin
1.1.2 Fisiologi sistem reproduksi wanita
Hormon Reproduksi pada wanita:
1.1.2.1 Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-
sel folikel sekitar sel ovum
1.1.2.2 Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
1.1.2.3 Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu
proses pematangan sel ovum).
1.1.2.4 Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi
FSH dan LH.

1.2 Konsep Kanker Serviks


1.2.1 Definisi/deskripsi
Kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah leher rahim
(serviks), yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan
pintu masuk kearah rahim yang terletak antara uterus dan vagina (Priyanto,
2010).
Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan salah satu kankeryang
paling sering menyerang wanita dan menjadi ancaman berbahaya bagi para
wanita diseluruh dunia. Angka kejadian dan tingkat kematian perempuan
akibat kanker serviks cukup tinggi dan diperkirakan akan terus meningkat.
Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada organ reproduksi wanita.
Penyakit ini terjadi pada wanita usia reproduktif antara 20-30 tahun (Wijaya
Delia, 2010).
9

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 2011).

1.2.2 Etiologi
Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :
a. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.
b. Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap
terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena
kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah
pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang
wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari
sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel
mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh.
Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun
ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia
remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini
berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia
muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan
terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar
termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel
mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu
berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya
rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga
perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa
berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks
dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi
terlalu rentan terhadap perubahan.
c. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV).
10

Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah


menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.
d. Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan
menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan
mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
e. Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar
terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat
tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-
karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir
sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa
tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan
pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa
menyebabkan kanker leher rahim.
f. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena
penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena
virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim
sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko
terkena kanker leher rahim.
g. Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan
banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari
berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan
(banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit
kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka
akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya
yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya
Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit
kanker leher rahim.
h. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan
kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun
dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi
oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena
jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh
hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi
epidemiologis tentang hubungan antara kanker leher rahim dan
penggunaan kontrasepsi oral.
11

Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap risiko


kanker leher rahim masih kontroversional. Sebagai contoh, penelitian
yang dilakukan oleh Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus
kontrol. Hasil studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada
perempuan pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil
penelitian tidak memperlihatkan hubungan dengan nilai p>0,05.

1.2.3 Tanda dan gejala (manifestasi klinik)


Tanda dan gejala stadium awal Ca Serviks jarang terdeteksi. Pada tahap
lanjut, tanda dan gejalanya lebih jelas terlihat, diantaranya adalah:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina.
b. Perdarahan setelah berhubungan seksual yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.
d. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah.
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. Timbul sakit panggul (pelvis) atau di bagian perut bawah bila ada
radang panggul. Bila sakit terjadi di daerah pinggang kebawah,
hidronefrosis.
g. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki.
h. Timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
(rectum).
i. Terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-
gejala akibat metastasis jauh.

1.2.4 Patofisiologi
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)
dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan
dari epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel
endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak
SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita
muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita
berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks.
12

Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri
eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan
displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ
terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal
dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi
epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH
vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada
masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik
terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan
antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua
SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis
asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan
rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami
mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi
kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan,
displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in-situ dan kemudian
berkembang menjadi karsinoma invasif.Tingkat displasia dan karsinoma in-
situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
13

1.2.5 Pathway

Sumber: Mansjoer (2007)

1.2.5 Komplikasi
1.2.6.1 Fistula uretra
1.2.6.2 Disfungsi kandung kemih
1.2.6.3 Anemia trombositopenis
1.2.6.4 Mual, muntah, anoreksia
1.2.6.5 Infeksi pelvis
1.2.6.6 Sistitis dan kulit kering
1.2.6.7 Fistula rektovaginal.

1.2.6 Prognosis
Prognosis kanker serviks sangat tergantung stadium, semakin dini
terdeteksi, semakin baik ketahanan hidupnya. Data Five year survival
rate adadah :
Stadium 1 : 90 – 94 % ;
Stadium 2 : 60 – 75 % ;
Stadium 3 : 30 – 40 % ;
Stadium 4 : < 15 %.
14

1.2.7 Penanganan Medis


1.2.8.1 Pengobatan
a. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan
bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical
excision procedure) atau konisasi.Dengan pengobatan tersebut,
penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali
kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap
smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6
bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi,
dianjurkan untuk menjalani histerektomi.Pembedahan merupakan
salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif.Kuratif adalah
tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga
manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan.Sedangkan
tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan
penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang
bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah
satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA
sampai IIA (klasifikasi FIGO).Umur pasien sebaiknya sebelum
menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien
yang berumur kurang dari 65 tahun.Pasien juga harus bebas dari
penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan
hepar.

b. Terapi penyinaran (radioterapi)


Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.Kanker serviks
stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.Metoda
radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan
kuratif atau paliatif.Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker
serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke
kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti
rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis
kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B.
15

Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi


hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV
A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang
masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan
sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya.Ada dua jenis radioterapi yaitu
radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan
penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari atau minggu selama 5-6
minggu.Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat
radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke
dalam serviks.Kapsul ini dibiarkan selama 1 - 3 hari dan selama itu
penderita dirawat di rumah sakit.Pengobatan ini bisa diulang
beberapa kali selama 1 - 2 minggu.Efek samping dari terapi
penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung
kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi.

c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler.Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya.Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada
jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker
mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat
sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini
disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi
diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang
lama walaupun tidak mungkin sembuh.Jika kanker menyebar luas
dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik.Kemoterapi secara
kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi
dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan
yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin),
PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain.
16

1.2.8.2 Pencegahan
a. Screening
Screening dapat membantu dokter mencari sel-sel abnormal
sebelum kanker berkembang. Mencari dan merawat sel-sel
abnormal dapat mencegah kebanyakan kanker serviks. Screening
juga dapat membantu mendeteksi kanker secara dini, sehingga
perawatan akan menjadi lebih efektif. Beberapa hal lain yang
dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker
serviks antara lain :
1) Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan
skrining dapat memberikan manfaat yang besar dalam
pencegahan penyakit ini.Vaksin HPV dapat berguna dan cost-
effective untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi
pra- kanker, khususnya pada kasus yang ringan.Vaksin HPV yang
terdiri dari 2 jenis dapat melindungi tubuh dalam melawan kanker
yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18).Salah satu vaksin
dapat membantu menangkal timbulnya kutil di daerah genital
yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18.
2) Penggunaan kondom
Penggunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah
penularan penyakit infeksi menular seperti gonorrhe, clamidia,
dan HIV/AIDS.
3) Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria
berhubungan dengan penurunan risiko infeksi HPV pada penis
dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual
partners, terjadi penurunan risiko kanker serviks pada pasangan
wanita mereka yang sekarang.
4) Tidak merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang
dihisap sebagai rokok atau sigaret atau dikunyah.Asap rokok
menghasilkan polycyclicaromatic hydrocarbon heterocyclic
nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah
serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum.
17

Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah


menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi ko-
karsinogen infeksi virus.
5) Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan anti-oksidan
dan berkhasiat mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol,
wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa
penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C,
vitamin E, beta karoten atau retinol dihubungkan dengan
peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta
karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat.Antioksidan
dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal
bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan
kimia.Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai,
jagung, biji-bijian dan kacang kacangan).Vitamin C banyak
terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
18

1.3 Rencana asuhan klien dengan Kanker Serviks


1.3.1 Pengkajian
1.3.1.1 Identitas
a. Initial Klien
b. Usia
Menikah pada usia muda <20 tahun beresiko terhadap kanker
serviks karena belum matangnya organ reproduksi wanita. Dan usia
>35 tahun beresiko karena semakin tua usia seseorang maka sistem
imun akan semakin menurun.
c. Jenis Kelamin
d. Agama
e. Suku Bangsa
f. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja ditempat-tempat terlarang beresiko terhadap
ca serviks karena aktivitas seksual yang berlebih.
1.3.1.2 Riwayat penyakit sekarang, dahulu dan keluarga
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang sebelumnya mengalami kanker.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan
apakah mengeluarkan cairan putih dari vagina ( keputihan ).
3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen, atau steroid
lainnya dapat menimbulkan berkembangnya masalah fungsional
genital pada keturunannya.
1.3.1.3 Pemeriksaan fisik: Head To toe
a. Kepala
Bentuk kepala normal. Rambut pasien tampak sehat dan berwarna
hitam. Pasien tidak memiliki keluhan pada kepalanya.
b. Mata
Kelopak mata normal dan bisa menutup dengan rapat. Konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor. Tidak ada kelainan pada
mata pasien.
c. Hidung
Hidung simetris, tidak ada secret, tidak ada nafas cuping hidung
19

d. Mulut dan Tenggorokan


Gigi pasien tampak bersih, pasien tidak miliki stomatitis. Pasien
tidak memiliki kesulitan dalam menelan.
e. Dada dan Axilla
Bentuk dada normal, bentuk payudara normal, tidak ada benjolan
atau sianosis. Irama nafas normal, bunyi nafas normal. Pasien
memiliki refleks batuk dan tidak ada terdengar sekret saat batuk.
f. Abdomen
Tampak normal, ada nyeri tekan pada abdomen bagian bawah dan
terdengar redup saat diperkusi.
g. Genitalia
Keluar darah seperti menstruasi dari vagina dan keputihan yang
berbau.
h. Indera
Penglihatan : normal
Pendengaran : normal
Pengecapan/rasa : normal
Perabaan : pasien dapat merasakan sensasi sentuhan
Penciuman : normal
i. Ektremitas (Integumen/Muskuloskeletal)
1) Kulit
Warna kulit kuning langsat. Kulit pasien teraba lembab dan
turgor kulit kembali < 2 detik (normal).
2) Kuku
3) Kuku ekstremitas atas dan bawah klien normal dan tampak
diektremitas atas dextra terpasang tranfusi darah.
4) Kesulitan dalam pergerakan
Pasien tidak memiliki kesulitan dalam pergerakan

1.3.1.4 Pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium
HB menurun, Leukosit meningkat, Trombosit meningkat
2. Patologi Anatomi
Untuk memeriksa keganasan pada jaringan
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pap smear
20

Pemeriksaan pap smear juga dapat mendeteksi perubahan sel-sel


leher rahim Anda yang kemungkinan dapat berubah menjadi
kanker di masa depan
b. Kolposkopi
Kolposkopi adalah suatu cara yang digunakan oleh dokter
dengan menggunakan alat pembesar khusus untuk melihat vulva,
vagina, dan serviks. Jika terlihat adanya masalah
selama kolposkopi, sedikit sampel jaringan akan diambil dari
serviks atau dari dalam pembukaan serviks (endoservikal kanal).
c. Biopsy kerucut
Biopsi kerucut (juga disebut konisasi) adalah biopsi di mana
sepotong jaringan yang berbentuk kerucut besar diambil
dari leher rahim dengan menggunakan prosedur eksisi
elektrosurgikal melingkar atau prosedur biopsi kerucut pisau
dingin. Prosedur biopsi kerucut dapat digunakan sebagai
pengobatan lesi prakanker dan kanker dini.
d. MRI atau CT-Scan abdomen ataupun pelvis
Salah satu cara dokter memeriksa dan menghasilkan gambar
organ, jaringan, dan sistem rangka dengan resolusi tinggi.

1.3.1 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh
secara aktif (akibat pendarahan).
1.3.1.1 Definisi
Penurunan cairan intravaskuler, interstial, atau intrased. Diagnosisi
ini merujuk pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja
tanpa perubahan kadar natrium.
1.3.1.2 Batasan karakteristik
1. Subjektif
Haus
2. Objektif
a. Perubahan status mental
b. Penurunan turbor kulit dan lidah
c. Penurunan pengeluaran urin
d. Penurunan pengisian vena
e. Kulit dan membran mukosa kering
21

f. Hematokrit meningkat
g. Suhu tubuh meningkat
h. Peningkatan frekuensi nadi
i. Konsentrasi urin meningkat
j. Penurunan berat badan yang tiba-tiba
k. Kelemahan
1.3.1.3 Faktor yang berhubungan
1. Kehilangan volume cairan aktif
2. Kegagalan mekanisme pengaturan

Diagnosa 2: Risiko infeksi dengan faktor resiko proses penyakit kronis


(metastase sel kanker)
a. Definisi
Berisiko terhadap invasi organisme patogen
b. Faktor yang berhubungan
1. Penyakit kronis
2. Penekanan sistem imun
3. Ktidakadekuatan imunitas dapatan
4. Pertahan primer tidak adekuat
5. Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen
6. Pengetahuan yang kurang
7. Prosedur invasif
8. Malnutrisi
9. Agens
10. Pecah ketuban
11. Kerusakan jaringan
12. Trauma

1.4 Perencanaan
Diagnosa 1: Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh
secara aktif (akibat pendarahan)
1.4.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: tidak terjadi perdarahan. Kriteria hasil: setelah dilakukan perawatan
selama 1x6 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan
Dengan kriteria hasil:
Keseimbangan elektrolit dan asam basa, keseimbangan cairan, hidrasi yang
adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan yang adekuat.
22

Intervensi keperawatan dan rasional:


Pengkajian:
a. Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
Rasional: semakin banyak dan sering cairan yang keluar dapat
menimbulkan kekurangan volume cairan tubuh dan warna urine yang
pekat menandakan kurang cairan
b. Pantau perdarahan
Rasional: jika darah yang keluar >500cc dikatakan perdarahan

Aktivitas Mandiri:
a. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam, hitung asupan yang
diinginkan sepanjang sif siang, sore dan malam
Rasional: mempertahankan kebutuhan cairan tubuh pasien
b. Ubah posisi pasien trendelenburg atau tinggikan tungkai pasien bila
hipotensi, kecuali dikontraindikasikan
Rasional: mencegah iskemia pada otak
c. Tingkatkan asupan oral, jika perlu
Rasional: mempertahankan kebutuhan cairan tubuh pasien

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


a. Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional: mengganti cairan yang banyak keluar
Aktivitas kolaboratif
a. Atur ketersediaan produk darah untuk tranfusi, bila perlu
Rasional: seseorang yang mengalami perdarahan Hb cenderung rendah
b. Berikan terapi IV, sesuai program
Rasional: mengganti cairan yang banyak keluar

Diagnosa 2: Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)
1.4.2 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x72 jam tidak terjadi
infeksi dengan Kriteria hasil: faktor resiko akan hilang
a. TTV dalam rentang normal
b. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
1.4.3 Intervensi keperawatan dan rasional:
a. Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua sistem tubuh
(misalnya : pernafasan, pencernaan, genitourinaria)
Rasional: mengetahui tanda-tanda infeksi
23

b. Pantau perubahan suhu pasien


Rasional: suhu tubuh yang tinggi menandakan adanya infeksi didalam
tubuh
c. Pertahankan personal hygiene dengan teknik perawatan aseptik. Hindari
/ batasi prosedur invasive
Rasional: personal hygine yang baik mengurangi penyebaran bakteri
atau kuman penyakit

Kolaborasi :
a. Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial atau
peningkatan WBC
Rasional: kadar WBC yang tinggi menyatakan adanya infeksi
b. Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional: antibiotic dapat membunuh bakteri penyebab penyakit
24

DAFTAR PUSTAKA

Diananda R. (2007). Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati.

Novel, S., S. (2010). Kanker Serviks dan Infeksi Human Pappilomavirus (HPV). Jakarta :
Javamedia Network

Priyanto, S., H. (2010). Yes, I Know Everything Abaut Kanker Servik. Yogyakarta: Tiga
Kelana

Bertiani, S. (2009). Cara Cerdas Menghadapi Kanker Servik (Leher Rahim). Yogyakarta
Genius Printika

Wijaya, D. (2010). Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Servik. Yogyakarta: Sinar
Kejora

Banjarmasin, Mei 2017


Preseptor akademik, Preseptor klinik,

(...........................................) (...........................................)

Anda mungkin juga menyukai