PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis media terjadi karena faktor pertahan tubuh yang terganggu, adanya infeksi serta sumbatan tuba
Eustachius yang disebabkan oleh sekret, tampon dan tumor merupakan faktor penyebab utama. Karena
fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu,
sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan Selain itu otitis media juga
terjadi pada bayi/anak yang mempunyai riwayat infeksi saluran nafas atas (ISPA).
Otitis media dapat menyebabkan komplikasi seperti mastoiditis, meningitis otogenik, dan abses
otak. Dasar dalam pengobatan otitis media terdiri dua yaitu terapi farmakologi seperti antibiotika, obat
tetes hidung, dan analgetika, sedangkan terapi bedah pula berupa miringotomi.
Pencegahan untuk otitis media dapat dilakukan dengan profilaksis antibiotik, perubahan gaya hidup,
operasi, evaluasi imunologi dan pemberian vaksin. Prognosis otitis media umumnya baik dengan
penanggulangan yang tepat dan cepat hingga tidak menyebabkan kematian.
1. PEMERIKSAAN
Anamnesis(2)
Dilakukan secara alo- anamnesis
2
bila ada kekakuan otot-otot di leher. Penyakit diabetes melitus, hipertensi,
arteriosklerosis, penyakit jantung, anemia, kanker, sifilis dapat juga menimbulkan keluhan
vertigo dan tinitus.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinganya,
keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar.
Pada bayi dan anak kecil sering terlihat gejala khas OMA seperti suhu tinggi dapat sampai
39,5°C (pada stadium supuratif), anak gelisah, sukar tidur, menjerit tiba-tiba pada waktu tidur,
Pemeriksaan Fisik(3)
Auskultasi: Dengan stetoskop didengar dan dihitung bunyi pernafasan pasien. Rata-rata
frekuensi normal pernafasan pada anak 2-3 tahun adalah 25-35 x/menit.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Setelah memperoleh riwayat lengkap dan pemeriksaan telinga tengah dan mastoid yang cermat dengan
b. Pemeriksaan pendengaran
Uji Rinne dilakukan dengan menggetarkan garpu tala 512 Hz dengan jari atau mengetukkannya pada
siku dan lutut pemeriksa. Kaki garpu tala tersebut diletakkan pada lubang mastoid telinga yang diperiksa
selama 2-3 detik. Pasien menentukan di tempat mana yang terdengar lebih keras. Jika bunyi terdengar
4
lebih keras bila garpu tala diletakkan di depan liang telinga berarti telinga yang diperiksa normal atau
menderita tuli sensorineural. Keadaan seperti ini disebut Rinne positif. Bila bunyi yang terdengar lebih
keras di tulang mastoid, maka telinga yang diperiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lebih dari 20
dB. Hal ini disebut Rinne negatif.
Uji Weber dilakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada garis tengah wajah atau
kepala. Ditanyakan pada telinga mana yang terdengar lebih keras. Pada keadaan normal pasien
mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan telinga mana yang mendengar lebih keras.
Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat) berarti telinga yang sakit menderita tuli
sensineural. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit)
berarti telinga yang sakit menderita tuli konduktif.
Timpanometri(4)
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri yang
abnormal (adanya cairan atau tekanan negatif di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan
pendengaran konduktif.
2. DIAGNOSIS
Dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan gejala klinik yang ditunjukkan, diagnosis kerja bagi kasus
ini adalah otitis media supuratif akut.
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis serta sedikit edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
Pada stadium perforasi, anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak
dapat tertidur nyenyak. Nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar akibat membran
timpani meruptur karena faktor seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang
tinggi.
ETIOLOGI(8)
Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas atas.
EPIDEMIOLOGI
Otitis Media Akut (OMA) sering dideritai pada anak, karena tuba Eustachiusnya masih pendek,
lebih lebar, dan letaknya lebih horizontal. Haemophilus influenza sering ditemukan pada anak berusia di
bawah 5 tahun.
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara
fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia
mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibodi. Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit
serta umur pasien. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis
media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME). Pembagian
tersebut dapat terlihat pada Gambar 1.
Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut
(otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronik (OMSK / OMP). Begitu pula otitis media
serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma = aerotitis) dan otitis media serosa kronis.
Selain itu, terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika.
Otitis media yang lain ialah otitis media adhesiva.
7
Obtruksi Tuba Eustachius (10)
Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.
Fungsi tuba ini adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke
teling tengah. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama
dengan tekanan udara luar. Pada anak, tuba lebih pendek dan kedudukannya lebih horizontal. Panjang
tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Obstruksi tuba dapat
terjadi oleh berbagai kondisi, seperti peradangan di nasofaring, peradangan adenoid atau tumor
nasofaring.
Gambar 3. Patogenesis terjadi otitis media akut - otitis media efusi - otitis media supuratif kronik
8
Perubahan tekanan udara secara tiba-tiba, alergi, infeksi dan sumbatan oleh sekret, tampon, dan
tumor menyebabkan terjadi gangguan pada tuba Eustachius. Tekanan dalam telinga tengah menjadi
negatif sehingga menyebabkan terjadi efusi di dalam telinga tengah. Pada anak yang mempunyai sistem
pertahanan tubuh yang baik akan sembuh, namun pada anak yang tetap terganggu fungsi tubanya tetapi
bukan disebabkan infeksi akan melanjut menjadi otitis media efusi. Sedangkan pada adanya disertai
infeksi kuman, akan terjadi otitis media akut yang bisa sembuh setelah diberikan pengobatan, atau
terjadinya otitis efusi atau otitis media supuratif kronik / congek jika terjadinya perforasi membran
timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah.
MANIFESTASI KLINIK(11)
Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5°C (pada
stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang
dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka
sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium yaitu :
Tanda adanya oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya
tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorbsi udara. Kadang-kadang membran timpani
tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
9
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol
(bulging) ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia, akibattekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada
vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat
terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan
besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan
miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang tempat
ruptur (perforasi) tidak akan menutup kembali.
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi,
maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat
tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan normal
kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan
tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. Otitis
media akut berubah menjadi otitis media supuratif kronis bila perforasi menetap dengan sekret yang
keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis
media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga
10
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada
OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan
sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda
adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung
dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara
ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat.
Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya
ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus
lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin
KOMPLIKASI (12)
Mastoiditis
Merupakan peradangan tulang mastoid, biasanya berasal dari kavum timpani. Perluasan infeksi
telinga bagian tengah yang berulang-ulang dapat menyebabkan timbulnya perubahan pada mastoid
berupa penebalan mukosa dan terkumpulnya eksudat. Lama-kelamaan akan terjadi peradangan tulang
11
(oseitis) dan pengumpulan eksudat/nanah yang makin banyak, yang akhirnya mencari jalan keluar ke
arah daerah yang lemah biasanya terletak di belakang telinga, menyebabkan abses subperiosteium.
Kelainan pada mastoid dapat berupa reaksi peradangan mukosa, edema dan pada beberapa tempat
terjadi ulserasi. Macam mastoiditis ialah :
Gejalanya adalah suhu meningkat dan keluar cairan dari telinga yang banyak. Kadang-kadang tampak
pulsasi cairan. Hal ini disebabkan denyutan pembuluh darah yang diteruskan oleh cairan. Nyeri di
belakang telinga, pembengkakan di belakang telinga dan hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan
telah melampaui korteks, menyebar ke jaringan lunak di atas tulang mastoideus, kemudian terjadi abses
di belakang telinga. Adanya abses Bezold, yaitu pembengkakan os zigomatikus dan leher, gejala iritasi
vestibular berupa vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
Meningitis otogenik
Merupakan salah satu komplikasi dari peradangan telinga tengah. Penyakit ini terbanyak ditemukan
pada anak. Hal ini disebabkan jarak antara ruang telinga tengah dengan fossa media relatif pendek pada
anak dan dipisahkan oleh masa tipis yang kadang-kadang berpori, tebalnya 3-4 m, disebut tegmen
timpani. Tegmen timpani ini dilalui sutura skuamosa. Pada bayi dan anak, sutura ini masih renggang,
sehingga duramater fosa media masih berimpit dengan mukosa telinga tengah. Sutura ini sampai anak
Abses otak
Merupakan komplikasi otitis media dan biasanya terjadi setelah tromboflebitis snius lateral,
petrositis, meningis dan sebagainya. Gejalanya berupa nyeri kepala, demam, muntah, kesadaran
menurun, nadi lambat, kejang dan gejala proses desak ruang intrakranial.
12
PENATALAKSANAAN(13)
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari, dibagi dalam 3 dosis, atau
eritromisin 40 mg/kg BB/hari. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret masih tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Miringotomi(14)\
Miringotomi merupakan tindakan pembedahan kecil yang melibatkan tindakan insisi pada pars tensa
membran timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Tindakan ini
idealnya dilakukan setelah pemberian antibiotika bila membran timpani masih utuh. Untuk melakukan
tindakan minringotomi ini beberapa syarat yang harus diperhatikan, yaitu :
(i) dilakukan secara a-vue (dilihat langsung)
(ii) anak harus tenang dan dapat dikuasai (sehingga membrane timpani terlihat dengan baik)
Lokasi miringotomi ialah kuadran posterior-inferior. Untuk tindakan ini haruslah memakai lampu kepala
yang mempunyai sinar cukup terang, memakai corong telinga yang sesuai dengan besar liang telinga,
13
dan pisau khusus (miringotom) yang digunakan berukuran kecil dan steril. Dianjurkan untuk melakukan
miringotomi dengan narkosis umum dan memakai mikroskop, selain aman, dapat juga untuk mengisap
sekret dari telinga tengah sebanyak-banyaknya. Miringotomo hanya dilakukan bila jelas tampak adanya
nanah di telinga tengah. Dengan miringotomi, gejala-gejala klinis lebih vepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.
11. PENCEGAHAN(15)
1. Profilaksis antibiotik.
Pengunaan antibiotik dosis rendah selama 6-12 bulan. Namun karena pengunaan antibiotik dosis
rendah dihindari, biasanya cara ini dilakukan pada situasi yang tidak biasa. Misalnya pada pasien
yang akan menjalani tympanostomy tube replacement karena infeksi berulang. tidak dianjurkan
pada pasien dengan otitis media efusi.
3. Operasi.
Timpanostomi dapat dilakukan kalau sering terjadi infeksi berulang.2
4. Evaluasi imunologi.
Pasien yang sering relaps perlu diperiksa sistem imunnya. Adanya immunodefisiensi terutama
5. Vaksin.
Pemberian vaksin untuk influenza dan bakteri pneumococcus dibuktikan mampu menurunkan
angka kejadian OMA. Transfer antibodi pasif dari ibu ke bayi juga sudah dibuktikan sehingga ada
baiknya calon ibu untuk divaksin.2
PROGNOSIS
Prognosis OMA adalah baik. Gejala akan membaik antara 24-72 jam setelah pengobatan.(16) Relaps
biasanya terjadi karena eradikasi yang kurang sempurna. Karena itu pasien dihimbau untuk
mengkonsumsi antibiotik secara tepat dan tetap melakukan kontrol meskipun gejala telah membaik.(17)
14
KESIMPULAN
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid sehingga dapat menyebabkan gangguan
pendengaran/tuli pada penderita. Usaha pencegahan dan penanggulangan yang tepat dan cepat dapat
menghindari atau mencegah dari terjadinya fatal.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti, Definisi Otitis Media. Edisi
Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; h65.
2. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Anamnesis Otitis Media. Edisi
Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; h1-3.
3. Siegel LG, Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Anamnesis dan pemeriksaan kepala dan leher,
penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. EGC: Jakarta; 1997. 4-11, 88-117.
4. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Ronny Suwento, Semiramis Zizlavsky dan Hendarto Hendramin,
Pemeriksaan Timpanometri. Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; h35.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penyakit telinga
bagian luar. Dalam: Hasan R, Alatas H, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h918.
6. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Ronny Suwento, Semiramis Zizlavsky dan Hendarto Hendramin,
Otitis Media Supuratif Akut. Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; h35.
7. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
16
11. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti, Manifestasi Klinik Otitis
Media. Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
h64-5.
12. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Komplikasi Otitis
Media. Dalam: Hasan R, Alatas H, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h921-2.
13. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti, Penatalaksanaan Otitis
Media. Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
h67-8.
14. Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok
Kepala dan Leher. Dalam : Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti, Terapi Bedah Miringotomi .
Edisi Keenam Cetakan ke-IV, 2010 Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
h68-9.
15. Siegel LG, Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Pencegahan Otitis Media. Dalam: Adams GL,
Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC: Jakarta; 1997. 4-11, 88-117.
16. Nelson WE, Behram RE, Kliegman R, Arvin AM. Infeksi streptokokus. Ilmu kesehatan anak.
Jakarta: EGC; 2008.p.929.
17. Gelfand SA. Middle ear disorder : otitis media. Essential of audiology, 3rd Ed. New York : Thieme
Medical Publisher Inc.;2009.p.172-6.
17