S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK 3 :
Christine Sihombing
Hernita Siregar
Iman Halawa
Inka Zalukhu
Julia Silaen
Kedot Purba
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan
pertolongan-Nya penulis mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya tentang
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan ‘Urolithiasis’. Makalah ini
disusun untuk memenuhi proses perkuliahan semester VI tentang Sistem Perkemihan.
Penulis
Kelompok 3
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN TORITIS
2.1.1 Defenisi
Urolithiasis / Batu Saluran Kemih (BSK) atau Batu Ureter adalah penyakit dimana
didapatkan batu didalam saluran kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior
(Nursalam dan Fransisca, 2008)
Urolitiasis adalah suatu keadaan terbentuknya batu (calculus) pada ginjal dan saluran
kemih. Batter bentuk di traktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium
oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal
sampai kandung kemih dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler kecil yang disebut pasir
atau kerikil sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye (Suharyanto, dan
Madjid, 2009).
Batu ureter merupakan keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ureter. Kondisi adanya
batu pada ureter memberikan gangguan pada sistem perkemihan dan memberikan berbagai
masalah pada pasien (Muttaqin & Sari, 2012)
Urolithiasis mengacu pada batu (kalkuli) disaluran kemih. Batu berbentuk disaluran
kemih ketika konsentrasi zat dalam urine seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat
meningkat. Batu memiliki ukuran beragam dari deposit granular kecil hingga sebesar buah
jeruk. Faktor yang mendukung pembentukan batu antara lain infeksi, stasis urin, dan periode
imobilitas, semuanya akan memperlambat drainase ginjal dan mengubah metabolisme kalsium.
Masalah lebih sering terjadi dalam dekade ketiga sampai kelima kehidupan dan lebih banyak
dialami oleh para pria dari pada wanita (Brunner & Suddarth. 2013)
2.1.2 Etiologi
1. Faktor endogen
Yaitu faktor genetik misalnya hipersistinuria, hiperkalsiuria primer dan hiperoksaluria
primer
2. Faktor eksogen
Yaitu faktor lingkungan, makanan, infeksi, dan kejenuhan mineral didalam air minum
(Suharyanto, dan Madjid, 2009).
a. Faktor dari dalam (instrinsik), seperti keturunan, usia(lebih banyak pada usia 35-50
tahun), dan jenis kelamin (lebih banyak pada pria)
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah
air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin,
oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutam bayam), kalsium
(daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak).
c. Gangguan aliran kencing (urin)
d. Infeksi saluran kemih
e. Kekurangan cairan (seperti pada penderita diare yang kekurangan cairan)
(Nursalam dan Fransisca, 2008)
2.1.3 Patofisiologi
Batu yang terlalu besar di dorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun
ke ureter menjadi batu ureter.tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu
hingga turun ke kandung kemih .batu yang ukurannnya kecil (<5mm) pada umumnya dapat
keluar sponran, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di ureter dan menyebabkan
reaksi peradangan, serta menimbulkan obstruksui kronis berupa hidronefrosis dan hidroureter.
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemihdan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih sebelah atas
.obstruksi di ureter dapat menimbulkan hidrouter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat
menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliektasis pada
kaliks yang bersangkutan. Kondisi adanya batu pada ureter memberikan masalah keperawatan
pada pasien dengan adanya berbagai respon obstruksi , infeksi,dan peradangan. (Muttaqin &
Sari, 2012)
Pathway Keperawatan
Infeksi saluran kemih, usia (35-50 thn), dehidrasi, Gg metabolisme, benda asing, makanan yg
tinggi purin
Pengendapan garam mineral, infeksi, mengubah PH urin dari asam menjadi alkalis
Pembentukan batu
Manifestasi yang lain diantaranya : bergantung pada ada/ tidaknya obstruksi, infeksi,
dan edema. Gejala berkisar dari ringan hingga nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
a. Nyeri akut, parah, kolik,seperti gelombang, yang merambat dari paha kegenitalia
b. Sering mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar, biasanya
urin bercampur darah karena gesekan yang disebabkan oleh batu ( dikenal sebagai kolik
ureter)
a. Gejala iritasi yang berkaitan dengan infeksi saluran kemih dan hematuria
b. Retensi urin, jika batu menyumbat leher kandung kemih
c. Kemungkinan urosepsis jika infeksi terjadi bersama dengan batu.
(Brunner & Suddarth. 2013)
2.1.5 Komplikasi
a. Hidrouri, hidronefrosis, pielonefrosis, piosistitis
b. Infeksi dan urosepsis
c. Gagal ginjal
(Nursalam dan Fransisca, 2008)
d. Kerusakan tubular
e. Iskemik partial (Suharyanto, dan Madjid, 2009)
1. Laboratorium
a. Urinalisis :
- proteinuria
- hematuria
- lekosituria
- Ca + +, PO4 dan asam urat dalam urine
b. Pembiakan urin dapat positif (10 koloni/ml urin), bila (+) dilakukan test sensitifitas
c. Darah lengkap, kreatinin serum, BUN, asam urat, kalsium dan fosfor. Klirens kreatinin
(apabila BSK pada kedua ginjal)
d. Analisis batu
2. Radiologi
a. Foto polos abdomen : 80% BSK radio-opak, kalau perlu tomografi (polos)
b. IVP : dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang
radiolusen (kalau perlu + tomografi)
c. Retrograte Pielografi (PRG) : pada kasus-kasus dimana IVP tidak jelas
d. USG pada gagal ginjal, baik kronis maupun akut untuk melihat hidronefrosis, BSK
non – opak.
e. Radioisotok untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya
sumbatan pada gagal ginjal.
f. Pielografi antegrat dengan cara perkutan, terutama bila RPG gagal
g. CT-Scan untuk BSK non-opak, tetapi biasanya dengan USG sudah cukup jelas
h. MRI untuk BSK sangat terbatas penggunaannya
i. Sistoskopi untuk buli-buli, sekaligus RPG
(Nursalam dan Fransisca, 2008)
1. Pengurangan nyeri
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi nyeri
sampai penyebab dapat dihilangkan. Morfin atau periden untuk mencegah syok dan
sinkop akibat nyeri yang luar biasa. mandi air Panas atau air hangat di area panggul
dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita
gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini
meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong
pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi
kristaloid urine, mengencerkan urin dan menjamin urine yang besar.
2. Pengangkatan batu
Pemeriksaan sistoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghillangkan batu
yang menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan
belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri. Ketika batu telah ditemukan , analisis
kimiawi dilakukan untuk menetukan komposisinya. Analisis batu dapat membuktikan
indikasi yang jelas mengenai penyakit yang mendasari. Sebagai contoh, batu kalsium
oksalat atau kalsium fosfat biasanya menunjukkan adanya gangguan metabolisme
kalsium atau fosfat, sedangkan batu urat menunjukkan adanya gangguan metabolisme
asam urat. Batu struvit (batu infeksi) terdapat sekitar 15% dari seluruh batu urinarius.
Agens antibacterial spesifik diberikan jika terjadi infeksi.
3. Terapi nutrisi dan medikasi
Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang
adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama
pembentuk batu (misalnya kalsium) efektif untuk mencegah pembentukan batu atau
lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu renal harus
minum paling sedikit 8 gelas air sehari untuk mempertahankan urine encer, kecuali
dikontraindikasikan.
Batu kalsium mengandung kalsium yang berkombinasi dengan fosfat atau substansi
lain. Pada pasien ini, pemgurangan kandung kalsium dan fosfor dalam diet dapat
membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut. Urine dapat menjadi asam dengan
pemakaian medikasi seperti amonium klorida atau asam asetohidroksamik (lithostat).
Natrium selulosa fosfat telah dilaporkan efektif dalam mencegah batu kalsium. Agens
ini mengikat kalsium yang berasal dari makanan dalam saluran intestinal, mengurangi
jumlah kalsium yang diabsorbsi kedalam sirkulasi. Jika peningkatan produksi
parathormon (meneybabkan peningkatan kadar kalsium serum dalam darah dan urine)
merupakan factor yang menyebabkan pembentukan batu, terapi diuretic menggunakan
thiazide mungkin efektif dalam mengurangi kalsium kedalam urine dan menurunkan
kadar parathormon.
Batu fosfat. Diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu
fosfat. Untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat diresepkan
karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengekspresikannya melalui saluran
intestinal bukan ke system urinarius.
Batu urat. Untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purine untuk
mengurangi ekspresi asam urat dalam urine. Makanan tinggi purine (kerang, ikan
hering, asparagus, jamur, dan jeroan) harus dihindari, dan protein lain harus dibatasi.
Allopurinol (ziloprim) dapat diresepkan untuk mengurangi kadar asam urat serum dan
ekskresi asam urat kedalam urine. Untuk batu sistin, diet rendah protein diresepkan,
urine dibasakan, dan penisilamin diberikan untuk mengurangi jumlah sistin dalam
urine.
Batu oksalat. Untuk batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan
masukan oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun
banyak (kacang, seledri, gula bit, buah beri hitam, kelembak, coklat, teh, kopi, dan
kacang tanah). Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi,
modalitas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal,
pengangkatan batu perkutan atau ureteroskopi.
4. Lithoripsi gelombang kejut ekstrakorporeal
Adalah prosedur noninvasi yang digunakan untuk menghancurkan batu di kaliks ginjal.
Stelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil ssperti pasir, sisa batu-batu
tersebut dikeluarkan secara spontan. Pada ESWL, atau lithotripsy, amplitudo tekanan
berenergi tinggi dari gelombang kejut dibangkitkan melalui suatu pelepasan energy
yang kemudian disalurkan ke air dan jaringan lunak. Ketika gelombang kejut
menyentuh substansi yang intensitasnya berbeda (batu renal), tekanan gelombang
mengakibatkan permukaan batu pecah. Pengulangan gelombang kejut ke batu akhirnya
menyebabkan batu tersebut enjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Bagian yang kecil
ini disekresikan kedalam urine, biasanya tanpa kesulitan. Kebutuhan anastesi pada
prosedur ini bergantung pada tipe lithotripsy yang digunakan, ditentukan oleh jumlah
dan intensitas gelombang kejut yang disalurkan. Rata-rata penanganan adalah antara
1000-3000 gelombang kejut. Bangkitan awal lithotripsy memerlukan anatesi local dan
umum. Namun demikian, pabrik lithotripsy menyatakan bahwa mayoritas pasien yang
ditanagani dengan produk mereka tidak atau sedikit memerlukan anastesi. Meskipun
gelombang kejut baisanya tidak merusak jaringan lain, ketidaknyamanan akibat syok
multiple dapat terjadi. Pasien diobservasi akan adanya obstruksi dan infeksi akibat
hambatan di trkatus urinarius oleh serpihan batu. Seluruh urine disaring setelah
prosedur kerikil atau pasir yang dikeluarkan dikirim ke laboratorium untuk di analisis
kimia. Beberapa penanganan mungkin diperlukan untuk menjain pemecahan batu.
Karena resiko kambuh yang tinggi perawat harus memberikan pelajaran mengenai batu
ginjal dan cara mencegah kekambuhannya.
5. Metode endourologi pengangkatan batu
6. Ureteroskopy
7. Pelarutan batu
8. Pengangkatan bedah (Brunner & Suddarth 2001)
a. agens analgesik opioid ( untuk mencegah syok dan sincope) dan obat-obatan anti
inflamasi nonsteroid (NSAID)
b. Peningkatan asupan cairan untuk membantu pengeluaran batu, kecuali pasien
mengalami muntah ; pasien dengan batu ginjal harus minum 8-10 gelas air setiap hari
atau resepkan cairan IV untuk menjaga urin tetap encer
c. Untuk batu kalisium : kurangi protein diet dan asupan nutrium ; asupan cairan bebas (
tidak dibatasi ) ; medikasi untuk mengasamkan urin, seperti amonium chlorida dan
diuretik tiazid jika produksi parathormon meningkat
d. untuk batu urat : diet rendah purin dan protein terbatas ; alopurinol (zyloprin)
e. Untuk batu sistin : diet rendah protein ; alkalinisasi urin; peningkatan cairan
f. Untuk batu oksalat : encerkan urin ; pembatasan asupan oksalat (bayam, strobery,
coklat, teh, kacang, dan wheat bran
(Brunner & Suddarth. 2013)
a. Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%
-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk
murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat,
batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu
tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau
darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe yang berbeda,
yaitu:
1. Whewellite (mo nohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam
dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
2. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu
berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite
b. Batu asam urat
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien biasanya
berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan,
peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita
penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat
sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari
ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu
asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak
90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu struvit (magnesium-amo nium fosfat)
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman
pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah
urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman
yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20% pada
penderita BSKBatu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi
saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7.
Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat penting untuk membilas
bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.
d. Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.
Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan
batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain
karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu
yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena
imobilitas.Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan
pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani
yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.
2.1.10 Prevalensi
Di Indonesia sampai saat ini angka kejadian BSK yang sesungguhnya belum diketahui,
diperkirakan 170.000 kasus per tahun. BSK pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari pada
wanita 1,2. Hal ini mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk
batu pada wanita lebih rendah daripada laki-laki. Batu saluran kemih banyak dijumpai pada
orang dewasa antara umur 30-60 tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan
wanita rata 40,20 tahun) (pdf factory)
Keluhan yang di dapat dari pasien tergantung pada: posisi atau letak batu, besar batu,
dan penyulit yang telah terjadi .keluhan utama adalah nyeri pada pinggang . nyeri ini mungkin
bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik .nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot
polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari
saluran kemih. Penigkatan peristaltik tersebut meyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjasi peregangan dan terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non-
kolik terjadi akibat peregangan kapsul ureter karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada
ureter.
Nyeri yang berasal dari area renal yang menyebar secara anterior dan pada wanita ke
bawah mendekati kandung kemih ,sedangakan pada pria mendekati testis . bila nyeri mendadak
menjadi akut ,disertai keluhan nyeri di seluruh area kostoverteral , dan keluhan gastrointestinal
seperti mual dan muntah .diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi.gejala
gastrointestinal ini akibat dari refleks retrointestinal dan prosimitad anatomik ureter ke
lambung ,pankreas, dan usus besar.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan keluhan nyeri yang luar biasa , akut ,dab
kolik yang menyebar ke paha dan genitilia.pasien merasa ingin berkemih , namun hanya sedikit
urine yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat abrasif batu. keluhan ini disebut
kolik ureteral. Respons dari nyeri biasanya didapatkan keluhan gastrointestinal , meliputi
keluhan anorekasia,mual, muntah yang memberikan manifestasi penurunan asupan nutrisi
umum.Pada pengkajian psikososial secara umum akan didapatkan adanya kecemasan dan
perlunya pemenuhan informasi, abik, informasi tentang keperluan intervensi selanjutnya dan
informasi tentang praoperatif (Muttaqin & Sari, 2012)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik.
Pasien terlihat sangat kesakitan, keringat dingin, nyeri ketuk pada daerah kosto-vertebra, dan
pada beberapa kasus bisa teraba ureter pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
Pada pola eliminasi urin terjadi perubahan akibat adanya hematuria, retensi urin dan
sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual muntah (Muttaqin & Sari,
2012)
1. Kaji riwayat batu ginjal pada anggota keluarga, riwayat dehidrasi, imobilitas jangka
lama, dan riwayat terapi.
2. Kaji lokasi nyeri dan radiasi, tingkat nyeri berdasarkan skala 1-10. Amati adanya gejala
seperti adanya mual, muntah, diare, dan distensi abdomen
3. Monitor tanda vital dan gejala sumbatan : demam, menggigil dan gejala infeksi saluran
kemih
4. Amati tanda dan gejala sumbatan, frekuensi berkemih yang sering namun dalam jumlah
sedikit, oliguria, dan anuria.
(Nursalam dan Fransisca, 2008)
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Pre
1. Nyeri berhubungan dengan agens cidera fisik/adanya batu pada ginjal, ureter
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis
3. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urin, sering BAK, hematuria
sekunder dari iritasi saluran kemih
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatique
5. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
Post
Hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan dari rencana keperawatan, sehingga asuhan
keperawatan yang diberikan memberi hasil yang positif
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Urolithiasis / Batu Saluran Kemih (BSK) atau Batu Ureter adalah penyakit dimana
didapatkan batu didalam saluran kemih, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.
Penyebab Urolithiasis antara lain: Faktor dari dalam (instrinsik), seperti keturunan, usia(lebih
banyak pada usia 35-50 tahun), dan jenis kelamin (lebih banyak pada pria), Faktor dari luar
(ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila jumlah air dan kadar mineral
kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda,
dan sayuran berwarna hijau terutam bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan
jeroan), dan pekerjaan (kurang bergerak), aliran kencing (urin), Infeksi saluran kemih,
Kekurangan cairan (seperti pada penderita diare yang kekurangan cairan).
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada adanya
obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aluran urine terjadi obstruksi
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.
Infeksi yang disertai menggigil, demam dan dysuria dapat terjadi dari iritasi batu yang terus
menerus. Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinariusdan hematuria. Jika batu menyebabkan obstruksi
pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.
3.2 Saran
Setelah membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem perkemihan
diharapkan dapat mengaplikasikan sesuai dengan teori yang disusun.
Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Nursalam dan Fransisca. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Suharyanto dan Madjid. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien denggan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: TIM.