Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK

“PERAN PERAWAT PROFESIONAL YANG


BERSIH DARI KORUPSI”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi
Dosen Mata Ajar : Dr. Dra. Dyah Listyarini, SH.MH

Kelompok 2:
1. Bynar Frendy Anggara (16.015)
2. Heni Sekar Arum (16.039)
3. Indah Triwahyuni Annisa (16.042)
4. Isna Nur Rochmawatun (16.043)
5. M. Naafi’Izko (16.056)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO


SEMARANG
TAHUN AJARAN 2016/2017
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................... ...........i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi ................................................................................... 2
2.2 Contoh Masalah Korupsi Di Bidang Kesehatan ...................................... 2
2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi....................................................... 3
2.4 Fung, Peran dan Kewenangan Perawat .................................................... 4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 16
3.2 Saran ......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 17
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulispanjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa asatas limpahan
berkat ,rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penyusunan dapat menyelesaikan
Tugas Makalah dengan judul”Peran Perawat Profesional Yang Bersih Dari
Korupsi” dengan tepat waktu.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambahkan pengetahuan dan
pengalamamn bagi para pembaca , untuk ke depanya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun pembaca
sekalian, mudah-mudahan Tugas dengan judul “Peran Perawat Profesional Yang
Bersih Dari Korupsi” ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca
sekalian.

Semarang, 15 September 2017

TIM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita sering mendengar kata “KORUPSI”, korupsi ada disekeliling kita,
mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Dari kenyataan diatas dapat ditarik
2 kemungkinan dilakukannya korupsi: 1. Metode yang dilakukan pendidik
belum sesuai dengan kenyataan, sehingga pelajaran tidak dapat dicerna secara
optimal oleh anak didik 2. Kita sering menggangap remeh bahkan malas untuk
mempelajari hal ini, karena kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga
sering kali berasumsi “untuk apa mempelajari” padahal itu sangat penting untuk
diketahui agar tahu hak dan kewajiban pada negara.
1.2 Rumus Masalah
1. Apakah pengertian korupsi ?
2. Apakah contoh permasalahan korupsi di bidang kesehatan ?
3. Bagaimana hasil analisa permasalahan korupsi dibidang kesehatan tersebut?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui contoh permasalahan korupsi dibidang kesehatan.
3. Untuk mengetahui hasil analisa permasalahan korupsi dibidang kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian korupsi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, korupsi didefinisikan lebih
spesifik lagi yaitu penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dsb.) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Istilah korupsi
yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah
“kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”
(S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian lainnya, “perbuatan yang
buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya” (WJS
Poerwadarminta: 1976).

Jadi Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang
bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan masyarakat
luas. Pelaku korupsi dianggap telah melakukan penyelewengan dalam hal keuangan
atau kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan wewenang
yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum.

2.2 Contoh Masalah Korupsi Di Bidang Kesehatan

Kasus pada tingkat lokal terjadi di Nias Selatan (Nisel) yang melibatkan Mantan
Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan setempat, Rahmat Al Yakin Dachi. Pengadaan
obat-obatan generik pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Nisel tahun 2007 dengan nilai
kontrak Rp 3,7 miliar seharusnya melalui proses lelang, namun terdakwa bersama
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia Lelang menetapkan PT Septa
Sarianda sebagai rekanan melalui Penunjukan Langsung (PL), seolah-olah sebagai
pemenang lelang. Pihak panitia lelang tidak menetapkan daftar harga sesuai SK
Menkes No.521/Menkes/SK/IV/2007 tentang Harga Obat Generik sehingga dalam
pengadaan 203 jenis obat generik tersebut, PT Septa Sarianda melakukannya di atas
harga resmi sebagaimana ditetapkan dalam SK Menkes tersebut. Pihak Pemkab
Nisel membayar pengadaan obat-obatan generik tersebut kepada P Damanik
sebesar Rp 3,2 miliar. Namun hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Sumut ditemukan kerugian negara (Pemkab Nisel) sebesar
2,07 miliar.
Dalam perkara ini, penyidik menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar yang tersimpan di
rekening Pemkab Nisel untuk negara. Terdakwa divonis satu tahun enam bulan (18
bulan) penjara karena melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHPidana. Terdakwa juga divonis untuk membayar denda senilai Rp 50
juta subsider satu bulan kurungan (Analisa, 28/10/2011).

2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi

Berdasarkan permasalahan korupsi tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab


korupsi ini adalah:

1. Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang


secara potensial ada di dalam diri setiap orang.

2. Opportunities (kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau


instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.

3. Moral yang kurang kuat

4. Gaya hidup yang konsumtif

5. Malas atau tidak mau bekerja

6. Ajaran agama yang kurang dite

2.4 Fungsi, Peran, dan Kewenangan Perawat.


Dalam praktik keperawatan, fungsi perawat terdiri dari tiga yakni fungsi
independent, fungsi interdependen, dan fungsi dependen[2].

1. Fungsi Independen adalah those activities that are considered to be within


nursing’s scope of diagnosos and treatment. Dalam fungsi ini tindakan perawat
tidak membutuhkan perintah dokter.Dalam hukum administrasi negara, fungsi
independen ini merupakan kewenangan yang bersifat atribusi dalam asrti
kewenangan perawat untuk melakukan suatu tindakan keperawatan berdasarkan
kewenangan yang diperoleh dari undang-undang atau perundang-undangan. Dalam
hal ini diatur dalam Permenkes No. HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Perawat Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10.

Contoh tindakan perawat dala fungsi independen adalah:

a. pengkajian seluruh kejarah kesehatan pasien/keluarganya dan menguji secara


fisik untuk menentukan status kesehatan

b. mengidentifikasi tindakan keperawatan mungkin dilakukan untuk memelihara


atau memperbaiki kesehatan

c. membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari

d. mendorong pasien untuk berperilaku secara wajar.

2. Fungsi Interdependen adalah carried out in conjunction with other health team
members. Tindakan perawat yang berdasarkan pada kerja sama dengan tim
perawatan atau tim kesehatan. Kewenangan yang dimiliki dalam menjalankan
fungsi ini disebut sebagai kewenangan delegasi karena diperoleh karena adanya
suatu pendelegasian tugas dari dokter kepada perawat.

3. Fungsi Dependen adalah the activities performed based on the physician’s


order. Di sini perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan
medik, memberikan pelayanan pengobatan, dan tindakan khusus yang menjadi
wewenang dokter yang seharusnya dilakukan oleh dokter seperti pemasangan infus,
pemberian obat, melakukan suntukan dan sebagainya. Kewenangan di dalam fungsi
ini adalah bentuk kewenangan yang diperoleh karena mandat. Dalam arti perawat
melakukan suatu tugas karena adanya pemberian mandat dari dokter. tindakan
perawat yang bekerja di RS dapat dibagi menjadi:

1. Caring activities semua tindakan keperawatan yang memang menjadi


tanggungjawab perawat & oleh karenanya perawat yang bersangkutan bertanggung
jawab secara hukum terhadap tindakan tersebut; meliputi keputusan (decision) yang
dibuatnya serta pelaksanaan (execution) dari keputusan tersebut

2. Technical activities adalah semua tindakan keperawatan dimana perawat hanya


bertanggung jawab secara hukum terhadap pelaksanaan (execution) dari suatu
keputusan (decision) yang dibuat oleh dokter. Termasuk technical activities antara
lain:
- Aktivitas yang dilakukan atas perintah tertulis dokter.

- Aktivitas yang dilakukan atas perintah lisan dokter.

- Aktivitas yang dilakukan berdasarkan aturan (protap) yang telah dibuat.

- Aktivitas yang dilakukan dengan syarat ada dokter di RS yang dapat hadir segera.

- Aktivitas-aktivitas tertentu di tempat-tempat tertentu yang telah ditetapkan.

- Aktivitas tertentu yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

3. Delegated medical activities adalah adalah suatu tindakan yang menjadi bagian
dari kewenangan medik, tetapi telah didelegasikan kepada perawat.

Dilihat dari peran perawat, maka secara garis besar perawat mempunyai peran
sebagai berikut:

1. Peran perawatan (caring role/independent)

2. peran koordinatif (coordinative role/interdependent)

3. Peran Terapeutik (therapeutik role/dependent)

Peran perawatan dan peran koordinatif adalah tanggung jawab yang mandiri,
sementara tanggung jawab terapeutik adalah mendampingi atau membantu dokter
dalam pelaksanaan tugas kedokteran, yaitu diagnosis, terapi, maupun tindakan-
tindakan medis.

Tugas pokok perawat apabila bekerja di RS adalah memberikan pelayanan berbagai


perawatan paripurna. Oleh karena itu tanggung jawab perawat harus dilihat dari
peran perawat di atas. Dalam peran perawatan dan koordinatif, perawat mempunyai
tanggung jawab yang mandiri. Sementara peran terapeutik disebutkan bahwa dalam
keadaan tertentu beberapa kegiatan diagnostik dan tindakan medik dapat
dilimpahkan untuk dilaksanakan oleh perawat. Dalam hal ini perlu diperhatikan
bahwa tanggung jawab utama tetap pada dokter yang memberikan tuigas.
Sedangkan perawat mempunyai tanggung jawab pelaksana. Pelimpahan hanya
dapat dilaksanakan setelah perawat tersebut mendapat pendidikan dan kompetensi
yang cukup untuk menerima pelimpahan. Pelimpahan jangka panjang atau terus
menerus dapat diberikan kepada perawat kesehatan dengan kemahiran khusus, yang
diatur dengan peraturan tersendiri (standing order).

Berdasarkan uraian di atas maka perlu adanya pengaturan tentang pelimpahan tugas
yang sesuai dengan keahlian perawat, misalnya perawat khusus gawat darurat,
perawat pasien gangguan jiwa, perawat bedah, dan seterusnya. Dalam peran
terapeutik maka berlaku verlengle arm van de arts/prolonge arm/extended role
doctrine (doktrin perpanjangan tangan dokter). Tanpa delegasi atau pelimpahan,
perawat tidak diperbolehkan mengambil inisiatif sendiri, yang berarti:

1. Dokter secara moral maupun yuridis bertanggungjawab atas tindakan-tindakan


perawat yang dilakukan berdasarkan perintah dokter

2. Dokter harus mengamati tindakan-tindakan yang dilakukan perawat dan harus


menjamin bahwa apa yang dilakukan perawat adalah benar

3. Dokter harus mampu memberikan petunjuk apabila perawat melakukan


kesalahan, dan

4. Perawat dapat menolak melaksanakan perintah bila dirasa bahwa dirinya tidak
kompeten untuk melakukan tindakan tersebut.
Wewenang dalam melaksanakan praktik keperawatan diatur dalam Permenkes No.
HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat. Praktik keperawatan dilaksankan melalui kegiatan:

1. pelaksanaan asuhan keperawatan

2. pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan dan pemberdayaan


masyarakat

3. pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer

Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan,


perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan meliputi penerapan,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Sementara tindakan
keperawatan meliputi prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan
dan konseling kesehatan. Dalam Permenkes No. 148 Tahun 2010 tersebut terdapat
kejelasan wewenang dalam memberikan obat kepada pasien. Bahwa dalam perawat
menjalankan asuhan keperawatan dapat memberikan obat bebas dan/atau obat
bebas terbatas.

C. Pertanggungjawaban Perawat

Pertanggungjawaban perawat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat


dilihat berdasarkan tiga (3) bentuk pembidangan hukum yakni pertanggungjawaban
secara hukum keperdataan, hukum pidana dan hukum administrasi.

1. Pertanggungjawaban Hukum Perdata

Gugatan keperdataan terhadap perawat bersumber pada dua bentuk yakni perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatigedaad) sesuai dengan ketentuan Pasal 1365
KUHPerdata dan perbuatan wanprestasi (contractual liability) sesuai dengan
ketentuan Pasal 1239 KUHPerdata. Dan Pertanggungjawaban perawat bila dilihat
dari ketentuan dalam KUHPerdata maka dapat dikatagorikan ke dalam 4 (empat)
prinsip sebagai berkut:
a. Pertanggungjawaban langsung dan mandiri (personal liability) berdasarkan Pasal
1365 BW dan Pasal 1366 BW “Setiap tindakan yang menimbulkan kerugian atas
diri orang lain berarti orang yang melakukannya harus membayar kompensasi
sebagai pertanggungjawaban kerugian dan seseorang harus bertanggungjawab
tidak hanya karena kerugian yang dilakukannya dengan sengaja, tetapi juga karena
kelalaian atau kurang berhati-hati”

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka seorang perawat yang melakukan


kesalahan dalam menjalankan fungsi independennya yang mengakibatkan kerugian
pada pasien maka ia wajib memikul tanggungjawabnya secara mandiri.

Dilihat dari ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata di atas maka pertanggungjawaban


perawat tersebut lahir apabila memenuhi empat unsur yakni:

1) Perbuatan itu melanggar hukum

2) Ada kesalahan

3) Pasien harus mengalami suatu kerugian

4) Ada hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian

Mengenai apa yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum, undang-undang


tidak memberikan perumusannya. Namun sesuai dengan yurisprudensi Arrest Hoge
Raad 31 Januari 1919 ditetapakn adanya empat kriteria perbuatan melanggar
hukum yaitu:

1) perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

2) perbuatan itu melanggar hak orang lain

3) perbuatan itu melanggar kaedah tata susia

4) perbuatan itu bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati
yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga
masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.
Dengan demikian bila dilihat dari konsep hukum keperawatan maka pelanggaran
terhadap penghormatan hak-hak pasien yang menjadi salah satu kewajiban hukum
perawat dapat dimasukkan ke dalam perbuatan melanggar hukum. Pelanggaran
tersebut misalnya tidak memberikan menjaga kerahasiaan medik pasien. Dan
apabila pasien atau kelaurganya menganggap perawat telah dirugikan oleh
perbuatan perawat yang melanggar hukum tersbut maka pasien/keluarganya dapat
mengajukan gugatan tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan Pasal 58 UU No.
36 Tahun 2009.

b. Pertanggungjawaban dengan asas respondeat superior atau vicarious


liability atau let's the master answer maupun khusus di ruang bedah dengan
asas the captain of ship melalui Pasal 1367 BW yang menyebutkan bahwa
“Seseorang harus memberikan pertanggungjaaban tidak hanya atas kerugian yang
ditimbulkan dari tindakannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan
dari tindakan orang lain yang berada dibawah pengawasannya”

Bila dikaitkan dengan pelaksanaan fungsi perawat maka kesalahan yang terjadi
dalam menjalankan fungsi interdependen perawat akan melahirkan bentuk
pertanggungjawaban di atas. Sebagai bagian dari tim maupun orang yang bekerja
di bawah perintah dokter/rumah sakit, maka perawat akan bersama-sama
bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien.

c. Pertanggungjawaban dengan asas zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354 BW

“Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili
urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-
diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut,
hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu.
la memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia kuasakan
dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”

d. Dalam hal ini konsep pertanggungjawaban terjadi seketika bagi seorang perawat
yang berada dalam kondisi tertentu harus melakukan pertolongan darurat dimana
tidak ada orang lain yang berkompeten untuk itu. Perlindungan hukum dalam
tindakan zaarwarneming perawat tersebut tertuang dalam Pasal 10 Permenkes No.
148 Tahun 2010. Perawat justru akan dimintai pertanggungjawaban hukum apabila
tidak mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan dalam Pasal 10 tersebut.

Gugatan berdasarkan wanprestasi seorang peraawat akan dimintai


pertanggungjawaban apabila terpenuhi unsur-unsur wanprestasi yaitu:

a. Tidak mengerjakan kewajibannya sama sekali; dalam konteks ini apabila seorang
perawat tidak mengerjakan semua tugas dan kewenangan sesuai dengan fungsinya,
peran maupun tindakan keperawatan

b. Mengerjakan kewajiban tetapi terlambat; dalam hal ini apabila kewajiban sesuai
fungsi tersebut dilakukan terlambat yang mengakibatkan kerugian pada pasien.
Contoh kasus seorang perawat yang tidak membuang kantong urine pasien dengan
kateter secara rutin setiap hari. Melainkan 2 hari sekali dengan ditunggu sampai
penuh. Tindakan tersebut megakibatkan pasien mengalami infeksi saluran urine
dari kuman yang berasal dari urine yang tidak dibuang.

c. Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang seharusnya; suatu tugas
yang dikerjakan asal-asalan. Sebagai contoh seorang perawat yang mengecilkan
aliran air infus pasien di malam hari hanya karena tidak mau terganggu istirahatnya.

d. Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini apabila
seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak mendapat delegasi dari
dokter, seperti menyuntik pasien tanpa perintah, melakukan infus padahal dirinya
belum terlatih.

Apabila seorang perawat terbukti memenuhi unsur wanprestasi, maka


pertanggungjawaban itu akan dipikul langsung oleh perawat yang bersangkutan
sesuai personal liability.

2. Pertanggungjawaban Hukum Pidana

Sementara dari aspek pertanggungjawaban secara hukum pidana seorang perawat


baru dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terdapat unsur-unsur sebagai
berikut:
a. suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum ; dalam hal ini apabila perawat
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang tertuang dalam Pasal 8
Permenkes No. 148/2010.

a. Mampu bertanggung jawab, dalam hal ini seorang perawat yang memahami
konsekuensi dan resiko dari setiap tindakannya dan secara kemampuan, telah
mendapat pelatihan dan pendidikan untuk itu. Artinya seorang perawat yang
menyadari bahwa tindakannya dapat merugikan pasien.

b. Adanya kesalahan (schuld) berupa kesengajaan (dolus) atau karena kealpaan


(culpa). Kesalahan disini bergantung pada niat (sengaja) atau hanya karena lalai.
Apabila tindakan tersebut dilakukan karena niat dan ada unsur kesengajaan, maka
perawat yang bersangkutan dapat dijerat sebagai pelaku tindak pidana. Sebagai
contoh seorang perawat yang dengan sadar dan sengaja memberikan suntikan
mematikan kepada pasien yang sudah terminal. (disebut dengan tindakan
euthanasia aktif)

c. Tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf; dalam hal ini tidak ada alasan
pemaaf seperti tidak adanya aturan yang mengijinkannya melakukan suatu
tindakan, ataupun tidak ada alasan pembenar. Sebagai contoh perawat yang
menjalankan peran terapeutik atau yang melaksanakan delegated medical activities
dengan beranggapan perintah itu adalah sebuah tindakan yang benar. Tindakan
tersebut tidak menjadi benar namun alasan perawat melakukan hal tersebut dapat
dimaafkan.

Bentuk pertanggungjawaban dalam hukum pidana secara prinsip adalah personal


liability dan bila dilakukan dalam dalam lingkup technical activities maupun dalam
menjalankan peran koordinatif dimana perawat memahami bahwa tindakan tersebut
bertentangan dengan hukum , maka dokter yang memberi perintah dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana.

Apabila pelayanan kesehatan tersebut dilakukan perawat di sebuah RS dimana


perawat berstatus sebagai karyawan, maka berdasarkan Pasal 46 UU Rumah Sakit,
maka RS dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dengan ancaman sanksi
berupa denda.

3. Pertanggungjawaban Hukum Administrasi.

Secara prinsip, pertanggungjawaban hukum administrasi lahir karena adanya


pelanggaran terhadap ketentuan hukum administrasi terhadap penyelenggaraan
praktik perawat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Permenkes No. 148/2010
telah memberikan ketentuan administrasi yang wajib ditaati perawat yakni:

a. Surat Izin Praktik Perawat bagi perawat yang melakukan praktik mandiri.

b. Penyelengaraan pelayanan kesehatan berdasarkan kewenangan yang telah diatur


dalam Pasal 8 dan Pasal 9 dengan pengecualian Pasal 10

c. Kewajiban untuk bekerja sesuai standar profesi

Ketiadaan persyaratan administrasi di atas akan membuat perawat rentan terhadap


gugatan malpraktik. Ketiadaan SIPP dalam menjalankan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan merupakan sebuah administrative malpractice yang dapat
dikenai sanksi hukum.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang
bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan
masyarakat luas. Pertanggungjawaban perawat dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dapat dilihat berdasarkan tiga (3) bentuk pembidangan
hukum yakni pertanggungjawaban secara hukum keperdataan, hukum
pidana dan hukum administrasi.
3.2 Saran
Penyusun berharap agar semua perawat dapat meningkatkan kualitas kerja
agar tidak korupsi dan mampu menjadi seseorang yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jenis-
korupsi.html (diunduh tanggal 15 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai