Kelompok 2:
1. Bynar Frendy Anggara (16.015)
2. Heni Sekar Arum (16.039)
3. Indah Triwahyuni Annisa (16.042)
4. Isna Nur Rochmawatun (16.043)
5. M. Naafi’Izko (16.056)
Puji syukur penulispanjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa asatas limpahan
berkat ,rahmat, serta hidayah-Nya sehingga penyusunan dapat menyelesaikan
Tugas Makalah dengan judul”Peran Perawat Profesional Yang Bersih Dari
Korupsi” dengan tepat waktu.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambahkan pengetahuan dan
pengalamamn bagi para pembaca , untuk ke depanya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun pembaca
sekalian, mudah-mudahan Tugas dengan judul “Peran Perawat Profesional Yang
Bersih Dari Korupsi” ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca
sekalian.
TIM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kita sering mendengar kata “KORUPSI”, korupsi ada disekeliling kita,
mungkin terkadang kita tidak menyadari itu. Dari kenyataan diatas dapat ditarik
2 kemungkinan dilakukannya korupsi: 1. Metode yang dilakukan pendidik
belum sesuai dengan kenyataan, sehingga pelajaran tidak dapat dicerna secara
optimal oleh anak didik 2. Kita sering menggangap remeh bahkan malas untuk
mempelajari hal ini, karena kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga
sering kali berasumsi “untuk apa mempelajari” padahal itu sangat penting untuk
diketahui agar tahu hak dan kewajiban pada negara.
1.2 Rumus Masalah
1. Apakah pengertian korupsi ?
2. Apakah contoh permasalahan korupsi di bidang kesehatan ?
3. Bagaimana hasil analisa permasalahan korupsi dibidang kesehatan tersebut?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi.
2. Untuk mengetahui contoh permasalahan korupsi dibidang kesehatan.
3. Untuk mengetahui hasil analisa permasalahan korupsi dibidang kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian korupsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, korupsi didefinisikan lebih
spesifik lagi yaitu penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dsb.) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Istilah korupsi
yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah
“kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran”
(S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian lainnya, “perbuatan yang
buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya” (WJS
Poerwadarminta: 1976).
Jadi Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang
bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan masyarakat
luas. Pelaku korupsi dianggap telah melakukan penyelewengan dalam hal keuangan
atau kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada tanggung jawab dan wewenang
yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum.
Kasus pada tingkat lokal terjadi di Nias Selatan (Nisel) yang melibatkan Mantan
Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan setempat, Rahmat Al Yakin Dachi. Pengadaan
obat-obatan generik pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Nisel tahun 2007 dengan nilai
kontrak Rp 3,7 miliar seharusnya melalui proses lelang, namun terdakwa bersama
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia Lelang menetapkan PT Septa
Sarianda sebagai rekanan melalui Penunjukan Langsung (PL), seolah-olah sebagai
pemenang lelang. Pihak panitia lelang tidak menetapkan daftar harga sesuai SK
Menkes No.521/Menkes/SK/IV/2007 tentang Harga Obat Generik sehingga dalam
pengadaan 203 jenis obat generik tersebut, PT Septa Sarianda melakukannya di atas
harga resmi sebagaimana ditetapkan dalam SK Menkes tersebut. Pihak Pemkab
Nisel membayar pengadaan obat-obatan generik tersebut kepada P Damanik
sebesar Rp 3,2 miliar. Namun hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Sumut ditemukan kerugian negara (Pemkab Nisel) sebesar
2,07 miliar.
Dalam perkara ini, penyidik menyita uang sebesar Rp 1,7 miliar yang tersimpan di
rekening Pemkab Nisel untuk negara. Terdakwa divonis satu tahun enam bulan (18
bulan) penjara karena melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah
menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHPidana. Terdakwa juga divonis untuk membayar denda senilai Rp 50
juta subsider satu bulan kurungan (Analisa, 28/10/2011).
2. Fungsi Interdependen adalah carried out in conjunction with other health team
members. Tindakan perawat yang berdasarkan pada kerja sama dengan tim
perawatan atau tim kesehatan. Kewenangan yang dimiliki dalam menjalankan
fungsi ini disebut sebagai kewenangan delegasi karena diperoleh karena adanya
suatu pendelegasian tugas dari dokter kepada perawat.
- Aktivitas yang dilakukan dengan syarat ada dokter di RS yang dapat hadir segera.
3. Delegated medical activities adalah adalah suatu tindakan yang menjadi bagian
dari kewenangan medik, tetapi telah didelegasikan kepada perawat.
Dilihat dari peran perawat, maka secara garis besar perawat mempunyai peran
sebagai berikut:
Peran perawatan dan peran koordinatif adalah tanggung jawab yang mandiri,
sementara tanggung jawab terapeutik adalah mendampingi atau membantu dokter
dalam pelaksanaan tugas kedokteran, yaitu diagnosis, terapi, maupun tindakan-
tindakan medis.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu adanya pengaturan tentang pelimpahan tugas
yang sesuai dengan keahlian perawat, misalnya perawat khusus gawat darurat,
perawat pasien gangguan jiwa, perawat bedah, dan seterusnya. Dalam peran
terapeutik maka berlaku verlengle arm van de arts/prolonge arm/extended role
doctrine (doktrin perpanjangan tangan dokter). Tanpa delegasi atau pelimpahan,
perawat tidak diperbolehkan mengambil inisiatif sendiri, yang berarti:
4. Perawat dapat menolak melaksanakan perintah bila dirasa bahwa dirinya tidak
kompeten untuk melakukan tindakan tersebut.
Wewenang dalam melaksanakan praktik keperawatan diatur dalam Permenkes No.
HK.02.02/MENKES/148/I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Perawat. Praktik keperawatan dilaksankan melalui kegiatan:
C. Pertanggungjawaban Perawat
Gugatan keperdataan terhadap perawat bersumber pada dua bentuk yakni perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatigedaad) sesuai dengan ketentuan Pasal 1365
KUHPerdata dan perbuatan wanprestasi (contractual liability) sesuai dengan
ketentuan Pasal 1239 KUHPerdata. Dan Pertanggungjawaban perawat bila dilihat
dari ketentuan dalam KUHPerdata maka dapat dikatagorikan ke dalam 4 (empat)
prinsip sebagai berkut:
a. Pertanggungjawaban langsung dan mandiri (personal liability) berdasarkan Pasal
1365 BW dan Pasal 1366 BW “Setiap tindakan yang menimbulkan kerugian atas
diri orang lain berarti orang yang melakukannya harus membayar kompensasi
sebagai pertanggungjawaban kerugian dan seseorang harus bertanggungjawab
tidak hanya karena kerugian yang dilakukannya dengan sengaja, tetapi juga karena
kelalaian atau kurang berhati-hati”
2) Ada kesalahan
4) perbuatan itu bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati
yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga
masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.
Dengan demikian bila dilihat dari konsep hukum keperawatan maka pelanggaran
terhadap penghormatan hak-hak pasien yang menjadi salah satu kewajiban hukum
perawat dapat dimasukkan ke dalam perbuatan melanggar hukum. Pelanggaran
tersebut misalnya tidak memberikan menjaga kerahasiaan medik pasien. Dan
apabila pasien atau kelaurganya menganggap perawat telah dirugikan oleh
perbuatan perawat yang melanggar hukum tersbut maka pasien/keluarganya dapat
mengajukan gugatan tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan Pasal 58 UU No.
36 Tahun 2009.
Bila dikaitkan dengan pelaksanaan fungsi perawat maka kesalahan yang terjadi
dalam menjalankan fungsi interdependen perawat akan melahirkan bentuk
pertanggungjawaban di atas. Sebagai bagian dari tim maupun orang yang bekerja
di bawah perintah dokter/rumah sakit, maka perawat akan bersama-sama
bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien.
“Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili
urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-
diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut,
hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu.
la memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia kuasakan
dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”
d. Dalam hal ini konsep pertanggungjawaban terjadi seketika bagi seorang perawat
yang berada dalam kondisi tertentu harus melakukan pertolongan darurat dimana
tidak ada orang lain yang berkompeten untuk itu. Perlindungan hukum dalam
tindakan zaarwarneming perawat tersebut tertuang dalam Pasal 10 Permenkes No.
148 Tahun 2010. Perawat justru akan dimintai pertanggungjawaban hukum apabila
tidak mengerjakan apa yang seharusnya dikerjakan dalam Pasal 10 tersebut.
a. Tidak mengerjakan kewajibannya sama sekali; dalam konteks ini apabila seorang
perawat tidak mengerjakan semua tugas dan kewenangan sesuai dengan fungsinya,
peran maupun tindakan keperawatan
b. Mengerjakan kewajiban tetapi terlambat; dalam hal ini apabila kewajiban sesuai
fungsi tersebut dilakukan terlambat yang mengakibatkan kerugian pada pasien.
Contoh kasus seorang perawat yang tidak membuang kantong urine pasien dengan
kateter secara rutin setiap hari. Melainkan 2 hari sekali dengan ditunggu sampai
penuh. Tindakan tersebut megakibatkan pasien mengalami infeksi saluran urine
dari kuman yang berasal dari urine yang tidak dibuang.
c. Mengerjakan kewajiban tetapi tidak sesuai dengan yang seharusnya; suatu tugas
yang dikerjakan asal-asalan. Sebagai contoh seorang perawat yang mengecilkan
aliran air infus pasien di malam hari hanya karena tidak mau terganggu istirahatnya.
d. Mengerjakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan; dalam hal ini apabila
seorang perawat melakukan tindakan medis yang tidak mendapat delegasi dari
dokter, seperti menyuntik pasien tanpa perintah, melakukan infus padahal dirinya
belum terlatih.
a. Mampu bertanggung jawab, dalam hal ini seorang perawat yang memahami
konsekuensi dan resiko dari setiap tindakannya dan secara kemampuan, telah
mendapat pelatihan dan pendidikan untuk itu. Artinya seorang perawat yang
menyadari bahwa tindakannya dapat merugikan pasien.
c. Tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf; dalam hal ini tidak ada alasan
pemaaf seperti tidak adanya aturan yang mengijinkannya melakukan suatu
tindakan, ataupun tidak ada alasan pembenar. Sebagai contoh perawat yang
menjalankan peran terapeutik atau yang melaksanakan delegated medical activities
dengan beranggapan perintah itu adalah sebuah tindakan yang benar. Tindakan
tersebut tidak menjadi benar namun alasan perawat melakukan hal tersebut dapat
dimaafkan.
a. Surat Izin Praktik Perawat bagi perawat yang melakukan praktik mandiri.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi adalah tindakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang
bersifat busuk, jahat, dan merusakkan karena merugikan negara dan
masyarakat luas. Pertanggungjawaban perawat dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dapat dilihat berdasarkan tiga (3) bentuk pembidangan
hukum yakni pertanggungjawaban secara hukum keperdataan, hukum
pidana dan hukum administrasi.
3.2 Saran
Penyusun berharap agar semua perawat dapat meningkatkan kualitas kerja
agar tidak korupsi dan mampu menjadi seseorang yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jenis-
korupsi.html (diunduh tanggal 15 September 2017)