Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN DISTRES SPIRITUAL

OLEH :

BADRUL MUNIF
KESEJAHTERAAN SPIRITUAL

Kesehatan spiritual atau disebut juga kesejahteraan spiritual


adalah rasa keharmonisan, saling adanya kedekatan antara diri
sendiri dengan orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang
tertinggi. Rasa keharmonisan ini tercapai ketika seseorang
menemukan adanya keseimbangan antara nilai, tujuan, dan
keyakinan mereka akan hubungannya dengan diri sendiri dan
orang lain (Potter & Perry, 2004).

Ellison (1983 dan Pilch 1988 dalam Kozier et al, 2004)


mendefenisikan kesehatan spiritual adalah suatu cara
hidupyang penuh makna, berguna, menyenangkan dan bebas
untuk memilih setiap ada kesempatan yang sesuai dengan nilai-
nilai spiritual.
MEMELIHARA DAN MENINGKATKAN SPIRITUAL

Fokus pada pengembangan diri sendiri seperti dialognya dengan


Tuhan melalui ibadah, doa, meditasi, melalui mimpi, berkomunikasi
dengan alam, atau melalui ekspresi dibidang seni seperti drama,
musik dan menari.

Fokus pada dunia luar yaitu dengan mencintai orang lain, melayani
orang lain, terlibat dalam pelayanan keagamaan, persahabatan dan
aktivitas bersama, rasa haru, empati, pengampunan, dan harapan
(Kozier et al, 2004).
KEBUTUHAN SPIRITUAL
Hodge et al (2011)
1. Makna,tujuan, dan harapan hidup
2. Hubungan dengan Tuhan
3. Praktek spiritual
4. Kewajiban agama
5. Hubungan interpersonal
6. Hubungan dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
McSherry,(2006)
1. Kebutuhan akan makna dan tujuan
2. Cinta dan hubungan yang harmonis
3. Kebutuhan akan pengampunan.
4. Kebutuhan akan kreativitas
5. Kebutuhan akan kepercayaan
6. Kebutuhan untuk mengekspresi keyakinan pribadi
7. Kebutuhan untuk mempertahankan praktek spiritual
8. Keyakinan pada Tuhan atau dewa
DISTRES SPIRITUAL

Menurut Bergren-Thomas dan Griggs (1995) menjelaskan bahwa


distress spiritual adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
gangguan atau kekacauan nilai dan keyakinan yang biasanya
memberikan kekuatan, harapan dan makna hidup.

Menurut Herdman & Kamitsuru (2014) dijelaskan bahwa distress


spiritual merupakan suatu keadaan penderitaan yang terkait dengan
gangguan kemampuan untuk mencari makna dalam hidup melalui
hubungan dengan diri sendiri, orang lain, dunia atau alam dan
kekuatan yang lebih besar dari diri sendiri (Tuhan).

NANDA (2018-2019) Suatu keadaan menderita yang berhubungan


dengan hambatan kemampuan untuk mengalami makna hidup
melalui hubungan dengan diri sendiri, dulia/alam dan kekuatan yang
Maha-Tinggi.
Faktor yang berhubungan dengan distres spiritual

Carpenitto (2002)

Masalah fisiologis antara lain diagnosis penyakit terminal, penyakit


yang menimbulkan kecacatan atau kelemahan, nyeri, kehilangan
organ atau fungsi tubuh atau kematian bayi saat lahir.

Masalah terapi atau pengobatan antara lain anjuran untuk transfusi


darah, aborsi, tindakan pembedahan, amputasi bagian tubuh dan
isolasi.

Masalah situasional antara lain kematian atau penyakit pada orang-


orang yang dicintai, ketidakmampuan untuk melakukan praktek
spiritual.
Lanjutan….

NANDA (2018-2020)

Ansietas, depresi, hambatan mengalami kasih sayang, perubaha ritual


religius, perubahan praktik spiritual, konflik budaya, ketidakmampuan
memaafkan, peningkatan ketergantungan pada orang lain, hubungan
yang tidak efektif, kesepian, hargadiri rendah, nyeri, persepsi tentang
tugas yang tidak selesai, asing tentang diri sendiri, perpisahan dari
simtem pendukung, asing tentang sosial, gangguan sosiokultural,
stresor dan penyalagunaan zat.
Populasi beresiko Kondisin terkait
1. Penuaan 1. Menjelang ajal
2. Kelahiran bayi 2. Penyakit kronis
3. Kematian orang terdekat 3. Sakit
4. Mengalami kejadian kematian 4. Ancaman kematian
5. Transisi kehidupan 5. Kehilangan bagian tubuh
6. Kehilangan 6. Kehilangan fungsi bagian tubuh
7. Mengalami bencana alam 7. Penyakit fisisk (kronis)
8. Konflik rasial 8. Program pengobatan
9. Menerima berita buruk
10.Kejadian hidup tidak terduga
Ciri-ciri Khusus Distress Spiritual
1. pertanyaan tentang implikasi moral/etis dari aturan terapeutik
2. perasaan tidak bernilai
3. kepahitan, penolakan, rasa salah dan rasa takut
4. mimpi buruk, gangguan tidur, anorexia dan keluhan somatis
5. pengungkapan konflik dalam batin atas kepercayaan yang
dihayati
6. ketidakmampuan dalam berpartisipasi dalam praktik
keagamaan yang biasa diikuti
7. mencari bantuan spiritual
8. mempertanyakan makna penderitaan
9. mempertanyakan makna keberadaan/eksistensi manusia
10. amarah pada Tuhan, kekacauan dalam perasaan atau perilaku
(marah, menangis, menarik diri, cemas, apatis dan sebagainya),
Batasan Karakteristik Distress Spiritual
(Herdman & Kamitsuru 2014; NANDA 2018-2020)

Secara Umum
Ansietas, insomnia, ketakutan tidak jelas, mudah menangis dan baper,
mudah letih, mempertanyakan identitas, mempertanyakan makna
hidup, mempertanyakan makna penderitaan
Hubungan dengan Diri Sendiri
Marah, kurangnya ketenangan atau kedamaian, perasaan tidak dicintai,
rasa bersalah, kurang dapat menerima atau kurang pasrah, strategi
koping tidak efektif, tidak cukup tabah/sabar, merasa hidup kurangnya
bermakna.

Hubungan dengan Orang Lain


mengungkapkan rasa terasing, menolak berinteraksi dengan pemimpin
spiritual, menolak berinteraksi dengan orang terdekat atau yang
dianggap penting, pemisahan dari sistem pendukung.
Lanjutan …

Hubungan dengan Seni, Literatur dan Alam


Ketidakmampuan mengungkapkan kondisi kreativitas sebelumnya
(misalnya menyanyi, mendengarkan musik ataupun menulis), dan tidak
berminat atau tertarik pada alam maupun membaca literatur spiritual.

Hubungan dengan Kekuatan yang Lebih Besar (Tuhan)


mengungkapkan kemarahan terhadap kekuatan yang lebih besar dari
dirinya, merasa ditinggalkan, putus asa, ketidakmampuan untuk
introspeksi diri, ketidakmampuan untuk mengalami pengalaman
religiositas, ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan,
ketidakmampuan untuk berdoa, merasakan penderitaan, meminta
menemui pemimpin keagamaan, dan mengalami perubahan yang tiba-
tiba dalam praktik spiritual.
Menurut Carpenito (2013) batasan karakteristik distress
spiritual dibagi berdasarkan mayor dan minor.

Mayor : karakteristik yang harus ada pada distress spiritual yaitu klien
mengalami suatu gangguan dalam sistem keyakinan

Minor : karakteristik yang mungkin ada pada klien dengan distress


Spiritual yaitu:
1. Mempertanyakan makna kehidupan, kematian, dan penderitaan
2. Mempertanyakan kredibilitas terhadap sistem keyakinan
3. Mendemonstrasikan keputusan atau kekecewaan
4. Memilih untuk tidak melakukan ritual keagamaan yang biasa
dilakukan
5. Mempunyai perasaan ambivalen (ragu) mengenai keyakinan
6. Mengungkapkan bahwa ia tidak mempunyai alasan untuk hidup
7. Merasakan perasaan kekosongan spiritual
8. Menunjukkan keterpisahan emosional dari diri sendiri dan orang lain
9. Menunjukkan kekhawatiran, marah, dendam, ketakutanmengenai arti
kehidupan, penderitaan, kematian
10. Meminta bantuan spiritual terhadap suatu gangguan dalam sistem
keyakinan.
SPIRITUAL CARE

Dahulu spiritual care belum dianggap sebagai suatu dimensi Nursing


Therapeutic, tetapi dengan munculnya Holistic Nursing maka Spiritual
care menjadi aspek yang harus diperhatikan dan pengkajian kebutuhan
spiritual pasien berkembang dan dikenal sebagai aktivitas-aktivitas
legitimasi dalam domain keperawatan (O′Brien, 1999). Perawat
merupakan orang yang selalu hadir ketika seseorang sakit, kelahiran,
dan kematian. Pada peristiwa kehidupan tersebut kebutuhan spiritual
sering menonjol, dalam hal ini perawat berperan untuk memberikan
spiritual care (Cavendish, 2003).
Spiritual Care adalah praktek dan prosedur yang dilakukan oleh perawat
terhadap pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien (Cavendish et al,
2003).

Meehan (2012) spiritual care adalah kegiatan dalam keperawatan untuk


membantu pasien yang dilakukan melalui sikap dan tindakan praktek
keperawatan berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yaitu mengakui
martabat manusia, kebaikan, belas kasih, ketenangan dan kelemahlembutan.

Chan (2008) dan Mc Sherry & Jamieson (2010) mengatakan bahwa spiritual
care merupakan aspek perawatan yang integral dan fundamental dimana
perawat menunjukkan kepedulian kepada pasien.

Spiritual care berfokus pada menghormati pasien, interaksi yang ramah dan
simpatik, mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberikan kekuatan
pada pasien dalam menghadapi penyakitnya (Mahmoodishan, 2010).

Spiritual care tidak mempromosikan agama atau praktek untuk meyakinkan


pasien tentang agamannya melainkan memberi kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan nilai-nilai dan kebutuhan mereka, dan memberdayakan
mereka terkait dengan penyakitnya ( Souza et al, 2007 dalam Sartori, 2010).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa spiritual care adalah
praktek dan prosedur keperawatan yang dilakukan perawat untuk
memenuhi kebutuhan spiritual pasien berdasarkan nilai-nilai
keperawatan spiritual yang berfokus pada menghormati pasien,
interaksi yang ramah dan simpatik, mendengarkan dengan penuh
perhatian, memberi kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan
kebutuhan pasien, memberikan kekuatan pada pasien dan
memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya, dan tidak
mempromosikan agama atau praktek untuk meyakinkan pasien tentang
agamannya.
Proses Keperawatan Distress Spiritual
Proses keperawatan distress spiritual terdiri dari 5 tahap yaitu

1. Pengkajian.
2. Diagnosa
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
1. Pengkajian

Pengkajian spiritual menurut Kozier et al (2004) terdiri dari


pengkajian riwayat keperawatan dan pengkajian klinik.
pengkajian riwayat keperawatan semua pasien diberikan satu atau dua
pertanyaan misalnya.

1. apakah keyakinan dan praktek spiritual penting untuk anda sekarang?


2. Bagaimana perawat dapat memberikan dukungan spiritual pada anda?

Catatan :
-Pasien yang memperlihatkan beberapa kebutuhan spiritual yang
tidak sehat yang beresiko mengalami distres spiritual harus
dilakukan pengkajian spiritual lebih lanjut.
-Kozier menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya dilakukan pada
akhir proses pengkajian dengan alasan pada saat tersebut sudah
terbangun hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Lanjutan …

Pertanyaan yang diajukan pada pasien saat wawancara untuk mengkaji


spiritual pasien antara lain :
1. adakah praktik keagamaan yang penting bagi anda?,
2. dapatkah anda menceritakannya pada saya, bagaimana situasi yang
dapat mengganggu praktik keagamaan anda?,
3. bagaimana keyakinan anda bermanfaat bagi anda?,
4. apakah cara-cara itu penting untuk kebaikan anda sekarang?,
5. dengan cara bagaimana saya dapat memberi dukungan pada spiritual
anda?,
6. apakah anda menginginkan dikunjungi oleh pemuka agama di rumah
sakit?,
7. apa harapanharapan anda dan sumber-sumber kekuatan anda
sekarang?,
8. apa yang membuat anda merasa nyaman selama masa-masa sulit ini?.
Pada pengkajian klinik menurut Kozier et al (2004) meliputi :

1. Lingkungan yaitu
2. Perilaku yaitu
3. Verbalisasi yaitu
4. Afek dan sikap yaitu apakah pasien menunjukkan tanda-tanda kesepian, depresi,
marah, cemas, apatis atau tampak tekun berdoa?
5. Hubungan interpersonal yaitu siapa yang berkunjung? Apakah pasien berespon
terhadap pengunjung? Apakah ada pemuka agama yang datang? Apakah pasien
bersosialisasi dengan pasien lainnya atau staf perawat?
2. Diagnosa

Merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan spiritual


pasien mengacu pada distresspiritual :

1. Spiritual pain (ketitaknyamanan)


2. Spiritual alienation (Pengasingan diri)
3. Spiritual anxiety (Kecemasan)
4. Spiritual guilt (merasa bersalah)
5. Spiritual anger (marah)
6. Spiritual loss (kehilangan)
7. Spiritual despair (putus asa)
3. Perencanaan

Rencana keperawatan membantu untuk mencapai tujuan yang


ditetapkan dalam diagnosa keperawatan.

Rencana keperawatan, perawat membantu pasien untuk mencapai


tujuan yaitu memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual
sehingga kepuasan spiritual dapat terwujud.

Rencana keperawatan merupakan kunci untuk memberikan


kebutuhan spiritual pasien dengan menekankan pentingnya
komunikasi yang efektif antara pasien dengan anggota tim
kesehatan lainnya, dengan keluarga pasien, atau orang-orang
terdekat pasien.
Lanjutan…..
NANDA (2012)
1.Mengkaji adanya indikasi ketaatan pasien dalam beragama, mengkaji
sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien, mendengarkan pendapat
pasien tentang hubungan spiritual dan kesehatan, memberikan privasi,
waktu dan tempat bagi pasien untuk melakukan praktek spiritual,
menjelaskan pentingnya hubungan dengan Tuhan, empati terhadap
perasaan pasien, kolaborasi dengan pemuka agama, meyakinkan pasien
bahwa perawat selalu mendukung pasien.
2.Melakukan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan semua
prosedur dan apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur,
mendampingi pasien untuk mengurangi rasa takut, memberikan
informasi tentang penyakit pasien, melibatkan keluarga untuk
mendampingi pasien, mengajarkan dan menganjurkan pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi, mendengarkan pasien dengan aktif,
mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan
persepsi.
3.Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau ancaman
dalam kehidupan yang dapat menimbulkan kecemasan, meningkatkan
hubungan interpersonal pasien, memberikan rasa aman.
4. Implementasi

Perawat perlu menyadari bahwa memberikan spiritual care bukan


hanya tugas dari pemuka agama, oleh karena itu perawat juga harus
mengenali keterbatasan pada diri sendiri dan harus bekerjasama
dengan disiplin ilmu lain seperti pembimbing rohani yang ada di
rumah sakit, sehingga dapat berperan penting dalam memberikan
dukungan terhadap kebutuhan spiritual pasien (Govier, 2000).

kegiatan perawat dalam implementasi spiritual pasien adalah antara


lain : mendukung spiritual pasien, pendampingan/kehadiran,
mendengarkan dengan aktif, terapi sentuhan, meningkatkan
kesadaran diri, menghormati privasi, menghibur pasien, Membantu
berdoa atau mendoakan pasien, dan merujuk pasien kepada pemuka
agama

Logo terapi
Mindfulness terapi
Asertif terapi
5. Evaluasi

Perawat menentukan apakah tujuan telah tercapai dengan


cara menilai bagaimana efek pada pasien dan keluarga
pasien dimana diharapkan ada efek yang positif terhadap
pasien dan keluarganya, misalnya pasien dan keluarganya
mengungkapkan bahwa kebutuhan spiritual mereka
terpenuhi, mengucapkan terimakasih karena sudah
menyediakan pemuka agama.
Standar Operasional Prosedur Spiritual Care berdasarkan
Nursing Interventions Classification (NIC) Labels
No NIC Label Perencanaan NIC Pelaksanaan NIC
1 Fasilitasi a. Mendorong pasien untuk a. Menanyakan pasien tentang
pertumbuhan mengungkapkan perasaannya
spiritual perasaannya b. Mendorong pasien berdoa,
b. Mendorong pasien shalat, meditasi dll
melakukan praktek spiritual c. mendoakan pasien dan
c. Mendukung pasien aktif mendorong keluarga, kerabat
dalam kegiatan keagamaan berdoa bersama pasien
d. Mendorong pasien d. Meminta keluarga, kerabat
meningkatkan hubungan agar membantu memenuhi
dengan keluarga, orang kebutuhan spiritual pasien
lain dan pemuka agama dan peduli dengan spiritual
e. Mempromosikan hubungan pasien
dengan orang lain untuk e. Memberikan kartu ucapan
kegiatan keagamaan pada pasien
f. Menciptakan lingkungan f. Menyediakan lingkungan
yang Nyaman yang nyaman, Merujuk
kepemuka agama,
Menyediakan tempat berdoa
pasien dengan pemuka Agama
2 Dukungan a. Mendorong pasien a. Mengingatkan pasien
spiritual melakukan kegiatan untuk ibadah, mengantar
keagamaan , jika pasien ibadah
diinginkan b. Menawarkan spiritual
b. Mendorong pasien care dan Menanyakan
menggunakan sumber apakah pasien dan
daya spiritual jika keluarga butuh pemuka
diinginkan agama
c. Menyediakan artikel c. Menyediakan artikel
keagamaan keagamaan,
d. Menfasilitasi pasien d. Mengijinkan pasien untuk
menggunakan shalat, shalat, meditasi, berdoa,
meditasi, doa, ritual dan dan ritual lainnya
tradisi agama lainnya e. Mendengarkan dengan
e. Mendengarkan dengan aktif ungkapan pasien
aktif tentang perasaannya
f. Meyakinkan pasien f. Menghibur pasien,
bahwa perawat Mendiskusikan tentang
mendukung pasien penyakit dan kematian
3 Kehadiran a. Menunjukkan sikap menerima a. Mengakui pasien sebagai
b. Mengungkapkan secara individu yang unik
verbal bahwa perawat empati b. Berbicara dengan keluarga
terhadap pengalaman Pasien pasien
c. Membangun kepercayaan dan c. Menawarkan dukungan
hal positif emosional kepada pasien dan
d. Mendengarkan keprihatinan keluarga
pasien d. Penguatan melalui Sentuhan:
e. Menyentuh pasien untuk memeluk, membelai,
mengungkapkan keprihatinan berpegangan tangan
e. Bertindak sebagai advokat:
Perawat hadir secara fisik
untuk membantu keluarga dan
pasien
4 Mendengarkan a. Menetapkan tujuan a. Membiarkan pasien
dengan aktif untuk berinteraksi bercerita tentang pasien
b. Menunjukkan sendiri
kesadaran dan b. Mendorong pasien untuk
kepekaan terhadap selalu semangat
emosi pasien c. Melakukan diskusi
c. Mendorong pasien tentang hal-hal yang tidak
untuk merefleksikan pasti
sikap, pengalaman
masa lalu dengan
situasi saat ini
5 Humor a. Membuat cerita lucu a. Membuat humor dengan
sehingga pasien cerita lucu
gembira
6 Sentuhan a. Memegang tangan a. Memegang tangan pasien
pasien untuk
memberikan dukungan
emosional
7 Terapi a. Memegang tangan a. Menyampaikan energy
sentuhan pasien dengan lembut positif melalui sentuhan
8 Peningkatan a. Membantu pasien a. Menyampaikan pada
Kesadaran diri untuk pasien tentang keyakinan
mengidentifikasi yang positif
sumber motivasi
9 Rujukan a. Mengidentifikasi a. Mengidentifikasi kebutuhan
asuhan spiritual pasien
keperawatan/kesehatan
yang dibutuhkan pasien
10 Terapi musik a. Memfasilitasi partisipasi a. Menyanyikan lagu-lagu
aktif pasien, misalnya rohani bersama pasien
memainkan alat musik untuk menenangkan pasien
atau bernyanyi jika hal
ini diinginkan dan layak

Anda mungkin juga menyukai