Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari tanpa disadari manusia selalu
berhubungan dengan jasad renik dari alam dunia yang tidak tampak dengan
mata biasa. Itu disebabkan karena bekteri merupakan organisme yang sangat
kecil (berukuran mikroskopis). Selain itu, bakteri tidak berwarna, juga
transparan dan sangat kecil. Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas
dan sukar untuk melihat bagian-bagiannya. Sehingga untuk mengatasi hal
tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri, sehingga sel
dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Teknik pewarnaan sel bakteri ini
merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian
mikrobiologi. Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion
antara komponen seluler dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang
disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada
komponen seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini
maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa (Hadiotomo, 1990).
Pengecatan bakteri sudah dilakukan sejak awal berkembangnya
mikrobiologi dipertengahan abad ke-19 oleh Louis Pasteur dan Robert
Koch.Cara-cara pengecatannya yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan gram,
pewarnaan negatif, pewarnaan BTA, pewarnaan negatif, pewarnaan neisser
(granula) dan pewarnaan spora (Palezar, 2008).
Beberapa mikroba tertentu tidak dapat diwarnai dengan pewarnaan
sederhana ataupun gram, misalnya golongan Mycobacterium, Retinomycites,
dll.Hal ini disebabkan sel-sel mikroba diliputi oleh semacam lilin (lipid) dan
asam mycolat, sehingga tubuhnya sukar ditembus oleh zat-zat warna. Tetapi
dia dapat diwarnai dengan carbolfuchsin panas (sambil dipanasi), ternyata zat
warna ini dapat meresap dan diikat oleh tubuh bakteri tersebut. Keistimewaan
dari kuman tahan asam ini, zat warna yang telah diikat itu sukar dilepaskan
walaupun dilakukan dengan pencucian dengan alkohol-asam, misalnya asam
sulfat dan asam chlorida. Oleh karena kuman-kuman seperti itu tahan
terhadap pencucian asam-asam mineral, maka disebut kuman tahan asam.
Pewarnaan ini ditujukan terhadap bakteri yang mengandung lemak dalam
konsentrasi tinggi sehingga sukar menyerap zat warna, namun jika bakteri
diberi zat warna khusus misalnya carbol fuchsin melalui proses pemanasan,
maka akan menyerap zat warna dan akan tahan diikat tanpa mampu
dilunturkan oleh peluntur yang kuat sekalipun seperti asam-alkohol. Karena
itu bakteri ini disebut bakteri tahan asam (BTA) (Lud, 2008).
Oleh karena itu dalam praktikum ini dilakukan pewarnaan BTA agar
kita dapat mengetahui struktur dan sifat dari bakteri bakteri penyebab
tuberculosis yaitu Mycobacterium tuberculosis.
B. Tujuan
Tujuan dari pewarnaan BTA yaitu Untuk mempelajari cara melakukan
prosedur pewarnaan tahan asam dengan cara Ziehl Neelsen dan memahami
dasar-dasar kimiawi reaksi tahan asam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri merupakan organisme prokariotik. Umumnya ukuran bakteri sangat
kecil, bentuk tubuh bakteri baru dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
dengan pembesaran 1.000 x atau lebih (Jawetz, 2008).
Sel bakteri memiliki panjang yang beragam, sel beberapa spesies dapat
berukuran 100 kali lebih panjang daripada sel spesies yang lain. Bakteri
merupakan makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1 sampai 0,3 µm. Bentuk
bakteri bermacam – macam yaitu elips, bulat, batang dan spiral. Bakteri lebih
sering diamati dalam olesan terwarnai dengan suatu zat pewarna kimia agar
mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk, susunan dan
keadaan struktur internal dan butiran. Sel sel individu bakteri dapat berbentuk
seperti bola/elips, batang (silindris), atau spiral (heliks) (Pelezar, 2008).
Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan sebagai
berikut: pewarnaan sederhana, pewarnaan differensial (pewarnaan gram dan
pewarnaan tahan asam), pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu:
pewarnaan flagel, pewarnaan spora, pewarnaan kapsul, pewarnaan khusus untuk
melihat komponen lain dan bakteri (pewarnaan Neisser (granula volutin),
pewarnaan iodium (granula glikogen) dan pewarnaan negatif (Lud, 2008).
Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan
mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar
dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-
sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta
meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya. Teknik pewarnaan
warna pada bakteri dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengecatan
sederhana, pengecatan diferensial dan pengecatan struktural. Pemberian warna
pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal
suatu pewarna pada lapisan tipis atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan
pewarnaan sederhana. Prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di
antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba disebut teknik pewarnaan
diferensial (Pelezar, 2008).
Prinsip dasar dari pewarnaan adalah adanya ikatan ion antara komponen
seluler dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen.
Ikatan ion dapat terjadi karena adanya muatan listrik baik pada komponen seluler
maupun pada pewarna. Terdapat tiga macam metode pewarnaan yaitu pewarnaan
sederhana, pewarnaan diferensial dan pewarnaan gram. Pewarnaan sederhana
menggunakan pewarna tunggal, pewarnaan diferensial memakai serangkaian
larutan pewarna atau reagen. Pewarnaan gram merupakan metode pewarnaan
yang paling umum digunakan untuk mewarnai sel bakteri (Krisno, 2011).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan ion negatif, salah
satu di antaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna terdapat
pada ion positif (zat pewarna+ Cl-) dan pada pewarna asam, warna akan terdapat
pada ion negatif (zat pewarna- Na+). Hubungan antara bakteri dengan zat pewarna
basa yang menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam nukleat dalam jumlah
besar dalam protoplasma sel. Jadi, jika bakteri itu diwarnai, muatan negatif dalam
asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa, Kristal
violet, safranin dan methylene blue adalah beberapa zat pewarna basa yang biasa
digunakan. Sebaliknya zat pewarna asam ditolak oleh muatan negatif bakteri
menyeluruh. Jadi, mewarnai bakteri dengan zat pewarna asam akan menghasilkan
hanya pewarnaan pada daerah latar belakang saja. Karena sel bakteri tak berwarna
di atas latar belakang yang berwarna (Lud,2008).
Pewarnaan BTA adalah suatu teknik pewarnaan diferensial yang
membedakan kelompok mycobacterium dan bakteri lainnya. Pewarnaan ini
disebut tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna pertama sewaktu
dicuci dengan asam alkohol. Teknik pewarnaan ini dapat digunakan untuk
mendiagnosa keberadaan bakteri penyebab tuberkulosis yaitu Mycobacterium
tuberculosis. Ada beberapa cara pewarnaan tahan asam, namun yang paling
banyak adalah cara menurut Ziehl-Neelsen (Lud, 2008).
Prinsip dari pewarnaan BTA yaitu dinding bakteri yang tahan asam
mempunyai lapisan lemak yang sukar ditembus oleh zat warna sehingga dengan
pengaruh pemanasan maka lapisan lemak yang itu yang ditembus oleh zat warna
dan pada saat pencucian dengan asam alkohol zat warna fuchsin tidak luntur
sehingga tetap berwarna merah. Sedangkan pada bakteri yang tidak tahan asam
akan luntur zat warna fuchsin pada saat pencucian sehingga bakterinya akan
berwarna biru pengaruh zat warna kedua yaitu methylene blue.
Pewarnaan BTA dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu bakteri tahan
asam yang akan tetap mengikat zat pewarnaan primer (carbol fucsin) dan tidak
akan dilepas pada pencucian alkohol asam, serta tidak akan mengikat zat warna
sekunder (methylene blue), sedangkan bakteri tidak tahan asam akan melepaskan
zat warna primer pada pencucian alcohol asam dan akan mengikatzat warna
sekunder. Ada beberapa cara mewarnai bakteri tahan asam yaitu, menurut Ziehl-
Neelsen, menurut Tan Thiam Hok (1957) yang disebut juga pewarnaan Kinyoun-
Gabbet, serta pewarnaan dengan auramen-phenol fluorchrome (Lud, 2008).
BAB III
METODE KERJA
A. Waktu Dan Tempat
Hari / tanggal : Rabu, 26 April 2017
Waktu : 10.00 – selesai WITA
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi DIII Analis Kesehatan Stikes
Mega Rezky Makassar
B. Alat Dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan adalah mikroskop, ose, kaca preparat dan bak
pewarnaan.
2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquadest, biakan bakteri, alkohol,
larutan carbol fuchsin dan methylene blue.
C. Cara Kerja
1. Dibersihkan kaca preparat dengan tissue.
2. Dibuat preparat ulas dari biakan, kemudian fiksasi.
3. Digenangi sediaan dengan larutan fuchsin kemudian lewatkan nyala api
spiritus di bawah sediaan, sampai keluar uap tetapi jangan sampai
mendidih atau kering.
4. Dibuang sisa larutan fuchsin dan kaca preparat dicuci dengan air
mengalir.
5. Ditambahkan asam alkohol selama 20 detik dan cuci dengan air.
6. Diwarnai dengan methylene blue selama 1 menit dan cuci dengan air
mengalir.
7. Dikeringkan dan diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x
menggunakan minyak imersi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Gambar Keterangan

Sampel : Sputum dari pendererita


TB
Bakteri : Mycobacterium
tuberculosis
Bentuk: Batang (basil)
Sifat bakteri : BTA
Warna BTA : merah
Jumlah BTA : 3
Larutan yang dipakai:
- karbol fuchsin
- larutan pemucat (asam alcohol)
- metylen blue
Pemeriksaan mikroskop dengan
pembesaran 100 x menggunakan
minyak imersi

B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan pewarnaan BTA dimana
pewarnaan BTA adalah pewarnaan diferensial yang membedakan kelompok
Mycobacterium dan bakteri lainnya. Pewarnaan ini disebut tahan asam karena
dapat mempertahankan zat warna pertama sewaktu dicuci dengan asam
alkohol.
Prinsip dari pewarnaan BTA yaitu dinding bakteri yang tahan asam
mempunyai lapisan lemak yang sukar ditembus oleh zat warna sehingga
dengan pengaruh pemanasan maka lapisan lemak yang itu yang ditembus
oleh zat warna dan pada saat pencucian dengan asam alkohol zat warna
fuchsin tidak luntur sehingga tetap berwarna merah. Sedangkan pada bakteri
yang tidak tahan asam akan luntur zat warna fuchsin pada saat pencucian
sehingga bakterinya akan berwarna biru pengaruh zat warna kedua yaitu
methylene blue.
Tujuan dari pewarnaan BTA yaitu untuk mengetahui dan membedakan
mana bakteri yang tahan asam dan yang bukan tahan asam dan untuk
identifikasi struktur jenis dan sifat dari bakteri tahan asam serta untuk
mendiagnosakeberadaan bakteri penyebab tuberkulosis yaitu Mycobacterium
tuberculosis.
Pada praktikum ini yang pertama tama dilakukan yaitu membuat sediaan
dengan sampel sputum kemudian diberi zat warna carbol fuchsin setelah itu
dipanaskan hingga menguap yang berfungsi agar zat warna dapat merusak
kedalam sel bakteri yang diliputi oleh lipid yang menyebabkan bakteri sulit
diwarnai karena zat warna yang tidak dapat menembus lapisan lipid sehingga
harus dipanaskan,kemudian dibilas menggunakan aquadest yang bertujuan
untuk membersihkan zat warna karbol fuchsinlalu diberi larutan pemucat
(alkohol) yang berfungsi untuk melunturkan zat warna pertama,sehingga pada
BTA tidak dapat dilunturkan dan tetap berwarna merah,sedangkan pada
BTTA akan dapat melarutkan carbol fuchsin sehingga bakteri tidak berwarna
kemudian diberi zat warna kedua methylene blue yang berfungsi pada BTA
akan tetap berwarna merah dan pada BTTA akan berwarna biru. Kemudian
dikeringkan lalu diberi minyak imersi yang berfungsi untuk memperjelas
bentuk/morfologi bakteri pada saat diamati setelah itu diamati dibawah
mikroskop pembesaran 100x secara zigzag.
Pada pewarnaan BTA cara perhitungan yaitu apabila ditemukan 1-9/100
Lp berarti ditulis jumlahnya saja,apabila ditemukan 9-99/100 Lp sama dengan
+ 1, apabila ditemukan 9-10/100 Lp berarti + 2 dan apabila ditemukan lebih
dari 10 berarti +3.
Pada praktikum ini sampel yang digunakan yaitu spatum/dahak dari
pasien yang menderita penyakit TB dahak yang diambil yaitu dahak yang
kental kuning kehijauan dengan waktu pengambilan yaitu menggunakan
system SPS (sewaktu pagi sewaktu). Dimana bentuk basil tidak berspora
tidak berkapsul dan tumbuh sangat lambat dan suhu optimal pertumbuhannya
yaitu 37𝑜 C - 38𝑜 C, Mycobacterium merupakan bakteri tahan asam yang akan
berwarna merah ketika diamati dengan mikroskop.
Pada pewarnaan ini zat warna yang digunakan yaitu carbol fuchsin yang
berfungsi untuk memberi warna merah pada BTA, larutan pemucat yang
mengandung asam dan alkohol berfungsi untuk memucatkan zat warna
pertama pada BTA zat warnanya tidak akan luntur sehingga bakteri tahan
asam tetap berwarna merah, sedangkan pada BTTA akan luntur dan menjadi
tak berwarna sehingga dapat menyerap zat warna kedua yaitu methylene blue
yang berfungsi untuk memberi warna biru dan sebagai zat warna kedua pada
BTA bakterinya tetap berwana merah sedangakan pada BTTA akan
berwarna biru.
Pada pewarnaan BTA, setelah penambahan zat warna carbol fuchsin
harus dipanaskan agar zat warna dapat merusak kedalam sel bakteri yang
diliputi oleh lipid yang menyebabkan bakteri sulit diwarnai, karena zat warna
yang tidak dapat menembus lapisan sehingga harus dipanaskan.
Pada pewarnaan BTA, pada saat akan mengamati preparat harus diberi
minyak imersi yang berfungsi untuk memperjelas struktur/morfologi dari
bakteri pada saat diamati dan berfungsi untuk menghindari kerusakan lensa
pada mikroskop. Hasil yang didapat yaitu ditemukan jumlah BTA = 3 BTA.
Hal-halyang perlu diperhatikan pada pewarnaan BTA yaitu pada saat
pemanasan dengan api spirtus saat pewarnaan dengan fuchsin jangan sampai
terlalu lama atau jangan sampai mendidih, karena dapat meninggalkan sisa
zat warna pada sediaan yang dapat mengganggu hasil pengamatan dan pada
saat pemberian larutan pemucat (asam alkohol) jangan sampai berlebih
karena dapat menyebabkan sulit untuk membedakanwarna BTA dan BTTA
dan jangan sampai terlalu sedikit.
Kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi pada praktikum ini yaitu
penggunaan kaca preparat yang kurang bersih, proses pemanasan saat
pewarnaan yang terlalu lama dan pembilasan yang kurang maksimal.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum maka dapat disimpulkan jumlah Bakteri
Tahan Asam (BTA) ditemukan 3 BTA.

B. Saran
Sebaiknya pada saat melakukan praktikum diharapkan kepada praktikan
agar selalu teliti dalam bekerja dan tetap menggunakan APD untuk mencegah
kontaminasi langsung dengan bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

Hadiotomo, Ratna. 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : PT.


Gramedia
Lud W. 2008. Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang : UMM
Pres.
Jawetz, dkk. 2008. Mikrobiologi Kedokteran edisi 23. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Krisno, Agus. 2011. Mikrobiologi Dasar. Jakarta : EGC.
Pelezar, Chan. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.

Anda mungkin juga menyukai