Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumothoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga
pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat
mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga
pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm
H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan / atau pleura viseral dapat menyebabkan
udara luar masuk ke dalam rongga pleura. Sehingga paru akan kolaps. Paling sering
terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks
dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu Pneumothoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru
sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal
sebagai Pneumothoraks artifisial. Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran
ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus
Pneumothoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB;
dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi
mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya Pneumothoraks
(Pneumothoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga
pleura, yaitu :
a) Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
b) Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau
abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam
rongga pleura.
c) Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas
misalnya pada empiema.
Kejadian Pneumothoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak
kasus-kasus yang tidak di diagnosis sebagai Pneumothoraks karena berbagai
sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian Pneumothoraks berkisar

1
antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada Pneumothoraks
antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20-
30tahun.
Pneumothoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering
disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada
orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada
mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering
terjadi dan pada kiri.

B. Tujuan
1. Mahasiswi mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien
2. Mahasiswi dapat melakukan pengkajian pada klien yang menderita
pneumohtoraks
3. Mahasiswi dapat melakukan diagnosa Keperawatan pada klien yang menderita
Pneumothoraks
4. Mahasiswi dapat melakukan rencana tindakan pada klien yang menderita
Pneumothoraks
5. Mahasiswi dapat melakukan pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien yang
menderita Pneumothoraks
6. Mahasiswi dapat melakukan evaluasi keperawatan pada klien Tn. K yang
menderita Pneumothoraks
7. Mahasiswi dapat melakukan mengidentifikasikan faktor pendukung dan
penghambat dalam melakukan asuhan keperawatan padaklien Tn. K yang
menderita Pneumothoraks
8. Mahasiswi dapat melakukan pemecahan masalah dalam asuhan keperawatan
yang ditemukan adanya hambatan pada klien Tn. K yang menderita
Pneumothoraks

2
C. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui konsep dasar Pneumothoraks
2. Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada Pneumothoraks

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara
pleural visceral dan parietal. ( Arief Mansjoer, 2008 :295 ). Pneumothoraks terjadi
bila udara masuk kedalam rongga pleura, akibatnya jaringan paru terdesak
seperti halnya rongga pleura kemasukan cairan. Lebih tepat kalau dikatakan paru
kolaps ( jaringan paru elastis ). ( Tambayong, 2000:108 ).
Pneumothoraks adalah udara atau gas dalam kavum pleura yang
memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan paru tertekan.
Pneumothoraks dapat terjadi sekunder akibat asma, bronchitis kronis, emfisema.
Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi
sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru
(Corwin, 2009 : 550 ).
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura, dapat terjadi
spontan atau karena trauma ( British Thoracic Society : 2003 ).
Kolaps paru-paru / pneumothoraks adalah penimbunan udara atau gas
didalam rongga pleura yang dapat mengakibatkan tekanan udara meningkat dan
menu kapasitas vital paru-paru sehingga akan menyebabkan kegagalan
pernapasan (http://whedacaine.wordpress.com/2009/11/06/pneumothorax : 2010).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumothoraks adalah
pengumpulan udara didalam rongga pleura yang mengakibatkan gagal napas yang
dapat terjadi secara spontan atau karena traumanya.

2. Tanda dan Gejala


 Tanda
 Sesak napas berat

 Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan

4
 Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk

 Pengembangan dada tidak simetris

 Sianosis

 Penyebab

a) Trauma dada karena luka tusuk benda tajam (mis., pisau, peluru) yang
menyebabkan luka dada terbuka.

b) Trauma dada karena benturan benda tumpul yang menekan rongga dada

c) Komplikasi prosedur biopsi-aspirasi paru, fungsi pleura paru

d) Komplikasi pemasangan infus pada vena sentral

e) Penyebab spontan, penyakit asma, kondisi-kondisi yang menyebabkan


inflamasi pleura, peningkatan tekanan kapiler subpleura (mis., CHF) ,
penyakit pulmonar obstruktif kronik (PPOK), dan ARDS

3. Mekanisme
 Berdasarkan Penyebabnya.
1. Pneumothoraks Spontan
a) Pneumothoraks Spontan Primer.
Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya umumnya pada individu sehat dewasa muda, tidak
berhubungan. Dengan aktifitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada
saat istirahat da sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
b) Pneumothoraks Spontan Sekunder
Suatu Pneumothoraks yang terjadi karena penyebab paru yang
mendasarinya (tuberculosis paru, PPOK, asma bronchial, pneumonia,
tumor paru, dan sebagainya).

5
2. Pneumothoraks traumatic
Pneumothoraks yang terjadi akibat suatu penetral kedalam rongga
pleura karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum atau kanul.
a. Pneumotorak Traumatic Bukan Iatrogenic.
Terjadi karena jejas kecelakaan, jejas dada terbuka atau tertutub,
barotraumas.
b. Pneumothoraks traumatic bukan iatrogenic.
Terjadi Akibat Tindakan Oleh Tenaga Medis, Dibedakan Lagi:
c. Pneumothoraks traumatic iatrogenic aksidental
Akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi indakan
tersebut, missal: pada tindakan parasentetis dada, biopsy pleural dan lain-
lain.
d. neumotoraks traumatic iatrogenic artificial (deliberate)
Sengaja dikerjakan dengan cara mengisis udara ke dalam rongga pleura
melalui jarum dengan suatu alat Maxwell bo

4. Patofisiologi
Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah
robek, apabial alveoli tersebut melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat
maka udara masuk dengan mudah menuju kejaringan peribronkovaskuler gerakan
nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endrobronkial merupakan beberapa faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan selanjutnya udara yang terbebas
dari alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskuler robekan pleura
kearah yang berlawanan dengan tilus akan menimbulkan pneumothoraks,
sedangkan robekan yang mengarah ke tilus dapat menimbulkan
pneumomediastinum dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas, ke arah
leher. Diantara organ – organ medistinum terdapat jairngan ikat yang longgar
sehingga mudah ditembus oleh udara . Dari leher udar menyebar merata di bawah
kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema sub kutis yang dapat
meluas ke arah perut hingga mencapai skretum.

6
PATHWAY

Trauma dada

Robekan pleura

Terbukanya dinding dada

Aliran udara ke rongga pleura meningkat

Tekanan di rongga pleura lebih tinggi dari pada di atmosfer

Terjadi kollaps paru

Kompensasi untuk memenuhi oksigen ke seluruh tubuh berkurang

Jantung bekerja lebih cepat

Takikardi

Napas menjadi pendek dan cepat

5. Diagnosa
Sebuah Pneumothoraks umumnya didiagnosis dengan menggunakan sinar-
X dada. Tes lain kadang-kadang dilakukan, termasuk:
1. Computerized tomography (CT) scan. CT adalah teknik sinar-X yang
menghasilkan gambar lebih-rinci dari sinar-X konvensional lakukan. Hal ini
dapat dilakukan jika dokter Anda mencurigai Pneumothoraks setelah
pemeriksaan perut atau dada . CT scan dapat membantu menentukan apakah

7
penyakit yang mendasarinya mungkin telah menyebabkan paru-paru Anda
kolaps – sesuatu yang mungkin tidak muncul di X-ray biasa.
2. Tes darah. Ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat oksigen dalam darah
arteri.

6. Intervensi dan Implementasi


 Intervensi
a) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
(akumulasi cairan / udara), gangguan musculoskeletal, inflamasi nyeri.

Intervensi :Identifikasi etiologi / faktor penentu

Rasional :Pemahaman penyebab kolaps perlu untuk pemasangan


selang dada yang tepat.

Intervensi :Evaluasi fungsi pernapasan, observasi TTV

Rasional :Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat


terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri.

Rasional :Awasi kesesuian pola napas

Rasional :Kesulitan bernapas dengan ventilator dan/atau


peningkatan tekanan jalan napas diduga memburuknya
komplikasi.

Intervensi :Kaji premitus

Rasional :Suara ataau taktil premitus menurun pada jaringan yang


terisi cairan / konsolidasi.

Intervensi :Pertahankan posisi nyaman

Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal

8
b) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada
informasi, berulangnya masalah.

Intervensi :Kaji patologi masalah individu

Rasional :Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan

Intervensi :Kaji ulang tanda dan gejala

Rasional :Menurunkan / mencegah potensial komplikasi

Intervensi :Kaji ulang praktik kesehatan yang baik

Rasional :Mempertahankan kesehatan umum, meningkatkan

penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.

c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan


akan ketahanan nyeri.

Intervensi :Tingkatkan tirah baring atau duduk, jaga lingkungan


tenang

Rasional :meningkatkan istirahat dan ketenangan

Intervensi :Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi

Rasional :Tirah baring lama nenurunkan kemampuan

Intervensi :Bantu melakukan rentang gerak sendi pasif/aktif

Rasional :Membantu meregangkan persendian

Intervensi :Berikan obat sesuai indikasi, sedative, agen anti ansietaS

Rasional :Membantu dalam manajemen keterbukaan / kebutuhan


tidur.

9
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia

Intervensi :Awasi perawatan diet. Beri makan sedikit tapi sering

Rasional :Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anorexia

Intervensi :Berikan perawatan mulut sebelum makan

Rasional :Menghilangkan rasa tidak enak, meningkatkan nafsu


makan

Intervensi :anjurkan makan pada posisi tegak

Rasional :Menurunkan rasa penuh pada abdomen

Intervensi :Konsul dengan ahli diet, sesuai kebutuhan klien

Rasional :Berguna untuk membuat program diet klien

Intervensi :Berikan obat sesuai indikasi, antiemetik

Rasional :Dapat menurunkan dan meningkatkan toleransi makanan

 Implementasi
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks
antara lain dengan melakukan :
1. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura
menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama
ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk
pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi
tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat
hubungan udara ke luar.

10
2. Tindakan dekompresi
a) Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga
pleura dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura
akan berubah menjadi negatif kerena udara yang positif di rongga
pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar
melalui jarum tersebut.
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ven il.
 Dapat memakai infus set khususnya niddle
 Jarum abbocath
 Pipa WSD ( Water Sealed Drainage )

Pipa khusus ( thoraks kateter ) steril, dimasukan kerongga pleura dengan


perantara thoakar atau dengan bantuan klem penjepit ( pean ). Pemasukan pipa
plastik( thoraks kateter ) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis
aksila belakang. Swelain itu data pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula
tengah. Selanjutnya ujung sela plastik didada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastik lainya,posisi ujung pipa kaca yang berada dibotol sebaiknya
berada 2 cm dibawahpermukaan air supaya gelembung udara dapat dengan
mudah keluar melalui tekanan tersebut.

Penghisapan terus – menerus ( continous suction ). Penghisapan


dilakukan terus – menerus apabial tekanan intra pleura tetap positif, penghisapan
ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10 – 20 cm H2O dengan
tujuan agar paru cepat mengembang dan segera teryjadi perlekatan antara pleura
viseralis dan pleura parentalis. Apabila paru telah mengembang maksimal dan
tekanan intrapleura sudah negative lagi, drain drain dapat dicabut, sebelum
dicabut drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
paru tetap mengembang penuh, maka drain dicabut.

11
3. Tindakan bedah
a) Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari
lubang yang menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.
b) Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan
pengelupasan atau dekortisasi.
c) Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan
atau ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak
berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
d) Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua
pleura ditempat fistel.

 Pengobatan tambahan :
Apabila terdapat proses lai diparu, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya.
 Terhadap proses tuberkolosis paru, diberi obat anti tuberkolosis.
 Istirahat total
 Penderita dilarang melakukan kerja keras ( mengangkat barang berat
), batuk, bersin terlalu keras, mengejan.

12
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA SDR “I” USIA 20 TAHUN DENGAN PNEUMOTHORAKS
DI RUANG BOUGENVILLE
RSUD DR. ABDOER RAHEM SITUBONDO

No. RKM : 16240176


Tanggal MRS : 11 Agustus 2016 Jam : 08.30 WIB
Tanggal pengkajian : 15 Agustus 2016 Jam : 14.00 WIB
Oleh : Sarifah Hambami

A. Pengkajian
1. Biodata
 Biodata Pasien
Nama : Sdr “I”
Umur : 20 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Suku/bangsa : Madura/Indonesia
Pekerjaan : Koperasi
Alamat : Seletreng Selatan 02/01, Kalianget Banyugugur

 Biodata Penanggung Jawab


Nama suami : Tn “S”
Umur : 54 th
Agama : Islam
Pendidikan : SD

13
Suku/bangsa : Madura/Indonesia
Pekerjaan : Becak
Alamat : Seletreng Selatan 02/01, Kalianget Banyugugur

 Diagnosa Medis : Pneumothoraks

2. Keluhan Utama
1) Keluhan Saat MRS
Pasien mangatakan sesak nafas, nyeri dada dan perut.
2) Keluhan Saat Pengkajian
Pasien mengatakan batuk karena dipasangnya WSD.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan rujukan PKM dengan keluhan sesak dari
kemaren pagi tapi tidak disertai pusing.Pasien juga mengatakan batuk berdahak
keluar cairan putih tapi tidak sampai mual muntah .serta dada merasakan nyeri
tembus ke belakang dan nyeri perut bagian atas. BAK dan BAB normal seperti
biasa.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan sebelumnya, Ia tidak pernah mengalami penyakit
seperti sekarang ini. Ia baru pertama kali rawat inap di Rumah Sakit.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak pernah menderita
penyakit menurun seperti (Hipertensi, DM) dan penyakit manahun seperti (
Jantung, Asma) dan menular seperti (HIV.TBC, Hepatitis).

14
6. Riwayat Psikososial
1) Aspek Psikologis
Pasien mengatakan semenjak sakit , pasien merasa gelisah karena
nyeri pada dada di saat batuk.
2) Aspek Sosial
Pasien mengatakan hubungannya dengan keluarganya baik-baik saja
3) Aspek Spiritual
Pasien mengatakan bahwa dia beragama islam dan semenjak sakit
pasien masih bisa mengerjakan sholat dan hanya bias berdoa untuk
kesembuhannya.

7. Riwayat Pola Kehidupan Sehari-hari


1) Pola Nutrisi
 Sebelum sakit
Pasien mengatakan bahwa ia makan dirumahnya hanya 3x/hari.Dengan
menu nasi,lauk dan sayur. ±6 gelas sehari,terdiri dari kopi dan air putih
 Saat sakit
3x sehari, diit bubur kasar dari rumah sakit

2) Pola Eliminasi
 Sebelum Sakit
BAB 1x sehari, konsistensi lunak
BAK 5x sehari, warna kuning, jernih dan lancar
 Saat Sakit
BAB 1x 1-2 hari, konsistensi lunak
BAK terpasang kateter

3) Pola Kebersihan Diri


 Sebelum Sakit
Mandi 3x/hari, dosok gigi 2x/hari. Keramas 3x/minggu.

15
 Saat Sakit
Masdi satu hari sekali.setiap pagi diseka oleh keluarga.Tidak keramas
,tidak gosok gigi.

4) Pola Aktivitas
 Sebelum Sakit
Pasien mengatakan bahwa aktifitasnya sepulang kerja ialah tidur
 Saat Sakit
Pasien lebih sering tidur / berbaring selama di rumah sakit

5) Pola Istirahat Tidur


 Sebelum Sakit
Tidur Siang : 6 jam.Mulai pukul 08.30 WIB sampai pukul 13.30 WIB
Tidur Malam :Di tempat kerja lembur.
 Saat Sakit
Tidur siang Pasien tidak menentu karena anak sering batuk .

9. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : GCS 15
E:4
V:5
M:6
Keadaan Umum : Lemah
TTV : TD : 100 / 70 mmHg
S : 38 o
N : 120 kali/menit
RR : 40 kali/menit

16
b. Pemeriksaan Khusus
 Inspeksi
Kepala :Tidak ada benjolan pada kepala serta tidak ada lesi.Rambut
bersih ,tidak ada ketombe serta tidak rontok.
Mata :Konjungtiva tidak anemis , sklera putih , tidak iktirus ,
tidak strabismus , dan tidak ada infeksi pada mata .
Hidung :Lubang Hidung Simetris, tidak ada secret.
Telinga :Telinga simetris, bersih tanpa serumen ,tidak ada
pendarahan
Mulut :Mukosa bibir lembab , tidak ada stomatitis , lidah bersih,
tidak ada caries.
Leher :Tidak ada pembesaran kalenjar tyroid , tidak ada
pembesaranan kalenjar lymfe , tidak ada pembesaran vena
jugularis.
Dada :Bentuk dada normal Pergerakan simetris
Abdomen :bentuk normal, tidak ada ansietas maupun pembengkakan.

Integument : warna kulit sama dengan warna kulit


disekitarnya.

Ekstermitas atas dan bawah : Terpasang infuse pada ekstermitas atas


dextra.
Luka pemasangan WSD : luka bersih, tertutup dengan kasa, tidak
terdapat tanda tanda infeksi

17
b. Palpasi

Kepala :Tidak ada Nyeri tekan dan tidak ada benjolan.

Leher :Tidak teraba pembesaran pada kalenjer lymfe, kalenjer tyroid


dan vena jugularis.

Kulit : Tekstur kenyal

Dada : Tidak teraba benjolan abnormal , terdapat nyeri tekan karena


pemasanagan WSD.
a. Auskultasi
Dada :Tidak terdengar suara wheezing , tidak terdengar suara ronchi ,
dan tidak terdengar suara stridor.
Abdomen : terdengar suara bising usus.

 Kekuatan Otot
4 4
4 4

18
10. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 11 Agustus 2016 Jam : 16.25 WIB
Parameter Result Nilai Normal
Kolestrol Total 110 <200
Trigliserid 14,8 × 10,9 /µl 4,3 – 11,3
HDL cholestrol 2,58 × 10,9 /µl l.14-18
LDL 0,33 0,38 – 0,42

A. TERAPI
a) Perawatan
Pasien dirawat inap di ruang penyakit dalam selama 8 hari dari tanggal 11 Juli
2016 hingga tanggal 18 Agustus 2016 untuk menjalani perawatan .
b) Diit
Pasien diberi menu diit BKTKTP ( Bubur Kasar Tinggi Kalori Tinggi Protein )
3 kali/hari.
c) Terapi Medis
Infus : RL : 10 tpm
Injeksi :capsinat :1 gr
Santagesik :1 amp
Ranitidin :1 amp

19
d) Analisa Data
Nama Pasien : Sdr.”I”
No. RKM : 16240176
No Data Masalah Penyebab
1. Ds : Pasien mengatakan masih Ketidakefektifan Trauma tajam dan
sesak pola napas tumpul
Do : TD : 110 / 80 mmHg berhubungan Torak
RR : 36 x / menit dengan ekspansi Pneumotorak
N : 98 x / menit paru yang tidak Akumulasi cairan
S : 37,2 0 maksimal karena dalam kavum pleura
akumulasi udara / Ekspansi paru
cairan Ketidakefektifan pola
napas

2. Ds :Pasien mengatakan nyeri Perubahan Trauma tajam dan


mengganggu dan batuk kenyamanan tumpul
karena di pasangnya (Nyeri) Torak
WSD berhubungan Pneumotorak
dengan trauma Akumulasi cairan
Do :TD : 110 / 80 mmHg insisi jaringan dan dalam kavum pleura
RR : 36 x / menit sekunder Pemasangan WSD
N : 98 x / menit pemasangan WSD Discontinuitas
S : 37,2 0 Jaringan
Nyeri
Post OP hari ke 1

20
e) Prasat yang dilakukan (Oksigenasi)
1. Definisi
Merupakan pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui
saluran pernapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen (O2).
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-
sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung Oksigen (O2) ke dalam tubuh serta
menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi.
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem
respirasi (pernafasan), kardiovaskuler dan hematologi.

2. Tujuan
 Memenuhi kebutuhan oksigen
 Mencegah terjadinya hipoksia

3. Indikasi dan Kontra Indikasi


 Indikasi
1. Gagal nafas
2. Gangguan Jantung (gagal jantung)
3. Kelumpuhan alat pernafasan
4. Perubahan pola nafas
5. Keadaan gawat (koma)
6. Trauma paru
7. Post Operasi
8. Keracunan karbonmonoksida
9. Metabolisme yang meningkat (luka bakar)

21
 Kontra Indikasi
Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif
Menahun) yang mulai bernafas spontan maka pemasangan
masker partial reabreathing dan nonreabreathing dapat
menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen.Hal ini
dikarenakan jenis masker reabreathing dan nonreabreathing dapat
mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar
90-95 %.
Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami
muntah-muntah.

4. Macam-macam terapi oksigen


1. Pemberian Oksigen Melalui Nasal Kanul
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen
secara kontinyu dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta
konsentrasi 20-40%, dengan cara memasukan selang yang terbuat
dari plastik ke dalam hidung dan mengaitkannya di belakang
telinga. Panjang selang yang dimasukan ke dalam lubang
dihidung hanya berkisar 0,6 – 1,3 cm. Pemasangan nasal kanula
merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif
nyaman, mudah digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk
pemasangan jangka pendek dan jangka panjang, dan efektif dalam
mengirimkan oksigen. Pemakaian nasal kanul juga tidak
mengganggu klien untuk melakukan aktivitas, seperti berbicara
atau makan. (Aryani, 2009:54)

Tujuan :
a) Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat
kebutuhan oksigen minimal.

22
b) Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan
atau minum.

Indikasi :
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat
bantu nasal kanula untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan
sesak atau tidak sesak). (Suparmi, 2008:67).

Prinsip:
a) Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan
atau rendah, biasanya hanya 2-3 L/menit.
b) Membutuhkan pernapasan hidung
c) Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40 %.

2. Pemberian Oksigen Melalui Masker Oksigen


Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan
masker yang dialiri oksigen dengan posisi menutupi hidung dan
mulut klien. Masker oksigen umumnya berwarna bening dan
mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah
klien. Bentuk dari face mask bermacam-macam. Perbedaan antara
rebreathing dan non-rebreathing mask terletak pada
adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi kembali.
(Aryani, 2009:54)
Macam Bentuk Masker :
a) Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen
40-60% dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit.
b) Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen
60-80% dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki
kantong yang terus mengembang baik, saat inspirasi maupun
ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup

23
melalui lubang antara sungkup dan kantung reservoir,
ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang
ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur
dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi
daripada simple face mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah.
(Asmadi, 2009:33).
c) Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi
oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12
liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup
terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat
ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar
masuk pada saat inspirasi dan akan membuka pada saat
ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37). Indikasi : klien
dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi. (Asmadi, 2009:34).

5. Tindakan Prasat
A. Persiapan Alat
1) Nasal kanul / masker sederhana / masker NRBM, sesuai
ukuran pasien
2) Selang oksigen
3) Tabung oksigen dengan manometernya
4) Humidifier
5) Water steril (aquadest) / air matang / air mineral
6) Flowmeter (pengukur aliran)
7) Plester
8) Gunting plester
9) Alat tulis

24
B. Persiapan pasien
1. Memberikan salam dan memperkenalkan diri
2. Menempatkan pasien / keluarga dalam kondisi nyaman dan
kondusif
3. Menjelaskan tujuan dan proses pemberian terapi oksigenasi
pada keluarga pasien
4. Petugas menyiapkan inform concent untuk ditandatangani

6. Prosedur Pelaksanaan
a) Alat-alat didekatkan pasien
b) Cuci tangan
c) Pasang manometer pada tabung oksigen
d) Pasang flowmeter dan pastikan alirannya mati terlebih dahulu
e) Pasang botol humidifier
f) Sambung selang oksigenasi dengan humidifier
g) Buka aliran flowmeter untuk mengecek aliran oksigen
h) Atur aliran oksigen sesuai indikasi
i) Pasang alat terapi oksigen pada pasien
j) Amati respon pasien
k) Pasang plester untuk fiksasi
l) Rapikan pasien dan alat-alat
m) Dokumentasikan prosedur dan respon pasien

7. Masalah Yang Perlu Diperhatikan


 Amati tanda-tanda vital sebelum selam dan sesudah pemberian
oksigen.
 Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan , misalnya : api, yang
dapat menimbulkan kebakaran.
 Air pelembab harus diganti setiap 24 jam dan isi sesuai batas
yang ada pada botol.

25
 Botol pelembab harus disimpan dalam keadaan bersih dan kering
bila tidak dipakai.
 Nasal prong dan masker harus dibersihkan, didesinfeksi dan
disimpan kering.
 Pemberian oksigen harus hati-hati terutam apada penderita
penyakit paru kronis karena pemberian oksigen yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan hipoventilasi,hypercarbia diikuti penurunan
kesadaran.
 Terapi oksigen sebaiknya di awali dengan aliran 1-2 L/mnt,
kemudian dinaikkan pelan-pelan sesuai kebutuhan.

26
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara
pleura visceral dan parietal (Arif Mansjoer dkk, 2000).
Pneumothoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam
ruang pleura sering diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer,
2001).
Kerusakan pada pleura parietal dan / atau pleura viseral dapat menyebabkan
udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering
terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks
dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu Pneumothoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru
sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal
sebagai pneumohtoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran
ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus
Pneumothoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB;
dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi
mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya Pneumothoraks
(pneumothoraks iatrogenik).

B. SARAN
Adapun saran bagi petugas, klien, dan bagi pendidik antara lain :
1. Bagi petugas
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dengan meningkatkan peran
bidan dalam fungsinya sebagai pelaksana pelayanan kebidanan.
2. Bagi klien
Untuk keberhasilan dalam asuhan kebidanan diperlukan kerja sama yang
baik dari klien dalam usaha memecahkan masalah klien.

27
DAFTAR PUSTAKA

 Mansjoer, Arif,dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aescutapius.


 Smeltzer, Suzanne c. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah Vol.1.Jakarta :
EGC
 Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
 Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

28

Anda mungkin juga menyukai