Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap

profesi yang kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan

dalam hal finansial. Oleh karena itu keperawatan harus berusaha keras untuk

menunjukkan pada dunia luar, di luar dunia keperawatan bahwa keperawatan

juga bisa sejajar dengan profesi – profesi lain. Tugas ini akan terasa berat bila

perawat-perawat Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi keperawatan

hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras perawat itu sendiri untuk

menunjukkan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan kesehatan

terutama pelayanan keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun

masyarakat.

Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah dengan

mengembangkan salah satu model pelayanan keperawatan yang sesuai dengan

kondisi masyarakat Indonesia. Model keperawatan Roy, dikenal dengan model

adaptasi dimana Roy memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi

untuk dapat beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun

eksternal dan kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan

usia.

Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit

telah banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan

memahami bahwa tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan


perawat melaksanakan asuhan keperawatan tanpa menyadari sebagian

tindakan yang telah dilakukan pada klien adalah penerapan konsep teori Roy.

Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan

mengkaji tentang penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori

Sister Callista Roy di lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui

apakah teori Roy dapat diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan

keperawatan atau asuhan keperawatan .

B. Tujuan

Tujuan dari makalah untuk memahami konsep model keperawatan

menurut Roy dalam manajemen asuhan keperawatan. Dan mampu

menghubungkan model konsep Roy dengan proses keperawatan, selain itu

juga kami berharap makalah ini bisa memenuhi tugas mata kuliah Konsep

Dasar Keperawatan ( KDK).


BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Pustaka

Sister Callista Roy adalah seorang suster dari saint joseph of carondelet.

roy dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy

menerima Bachelor o Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys

Colloge dan Magister Saint in Pediatric Nursing pada tahun 1966 di Uiversity

of California Los Angeles.

Roy memulai pekerjaan dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun

1964 ketika dia lulus dari University of California Los Angeles. Dalam sebuah

seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan

sebuah model konsep keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi roy dalam

kerangka konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan

pendekatan teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964)

seorang ahli fisiologis-psikologis, untuk memulai membangun pengertian

konsepnya, Helsen mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya

stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang dibutuhkan individu.

Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal

stimuli, konsektual stimuli, dan residual stimuli.


B. Teori Model Keperawatan Calissta Roy

Dimulai dengan pendekatan teori sistem Roy menambahkan kerja adaptasi

dari Harry Helson ( 1964 ) seorang ahli fisiologis-psikologis. Untuk memulai

membangun pengertian konsepnya Harry Helson mengartikan respon adaptif

sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi

yang dibutuhkan individu.

1. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu :

a) Focal stimuli : perubahan atau stimulus yang secara langsung

mengharuskan manusia berespon adaptif. Stimulus yang langsung

berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .

b) Kontekstual stimuli : semua stimulus lain yang dialami seseorang baik

internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat

diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini

muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif

pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial.

c) Residual stimuli : ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan

situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan,

sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini

memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri

pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.

2. Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : Manusia sebagai penerima

asuhan keperawatan, Konsep lingkungan, Konsep sehat dan Keperawatan.

Dimana antara keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama

lain karena merupakan suatu system.


a) Manusia

Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena

manusialah yang menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu

individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat, yang dipandang

sebagai “Holistic Adaptif System”. Dimana “Holistic Adaptif System “

ini merupakan perpaduan antara konsep sistem dan konsep adaptasi.

b). Lingkungan

Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan

elemen dari lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh

Roy adalah“Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh disekitar

individu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

individu dan kelompok”. Dalam hal ini Roy menekankan agar

lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi

individu atau meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu

terhadap adanya perubahan.

c). Sehat

Roy mendefinisikan sehat adalah “A State and a process of being and

becoming an integrated and whole person”. Integritas individu dapat

ditunjukkan dengan kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh,

reproduksi dan “mastery”. Asuhan keperawatan berdasarkan model

Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu dengan cara

meningkatkan respon adaptifnya.


d). Keperawatan

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan

menurut Roy adalah meningkatkan respon adaptif individu dan

menurunkan respon inefektif individu, dalam kondisi sakit maupun

sehat. Selain meningkatkan kesehatan di semua proses kehidupan,

keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan individu meninggal

dengan damai. Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat

mengatur stimulus fokal, kontekstual dan residual yang ada pada

individu, dengan lebih menitik beratkan pada stimulus fokal, yang

merupakan stimulus tertinggi.

C. Aplikasi Teori Model Keperawatan Calissta Roy

Teori Model adaptasi Roy menuntun perawat mengaplikasikan Proses

keperawatan. Element Proses keperawatan menurut Roy meliputi: Pengkajian

Perilaku, Pengkajian stimulus, Diagnosa keperawatan, Intervensi dan

Evaluasi.

1. Pengkajian Perilaku

Pengkajian perilaku (Behavior Assessment) merupakan tuntunan bagi

perawat untuk mengatahui respon pada manusia sebagai sistim adaptive.

Data spesifik dikumpulkan oleh perawat melalui proses Observasi,

pemeriksaan dan keahlian wawancara. “Faktor yang yang mempengaruhi

respon adaptif meliputi: genetik, jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-

obatan, alkohol, merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola


interaksi sosial, mekanisme koping dan gaya hidup, stress fisik dan emosi,

budaya, lingkungan fisik”.

Sistem adaptasi memiliki 4 mode adaptasi :

a) Pengkajian Fisiologis

Pengkajian fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan

fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis

yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi

menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri

dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks

terdiri dari 4 bagian yaitu :

1). Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya,

yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas.

2). Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk

mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan

mengganti jaringan yang injuri.

3). Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal

dan ginjal.

4). Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik

dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi

fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-

komponen tubuh.
5). Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk

proses imunitas dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku)

dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma

dan perubahan suhu.

6). The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa

dan bau memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan.

Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.

7). Cairan dan elektroli : Keseimbangan cairan dan elektrolit di

dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler,

ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem

fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.

8). Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis

merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme

seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan

mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi

kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh.

9). Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai

dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi

fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan

dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping

mekanisme.
b) Pengkajian Konsep Diri

Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan

spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari

konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain

persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut

Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal

self.

1). The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya

berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya.

Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan,

seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan

seksualitas.

2). The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal

diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas,

hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam

area ini.

c) Pengkajian Fungsi peran

Mode fungsi peran mengenal pola – pola interaksi sosial seseorang

dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran

primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang

dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya.


d) Pengkajian Interdependent

Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan

oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan

menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai.

2. Pengkajian Stimulus

Setelah pengkajian perilaku, perawat menganalisis data-data yang muncul

ke dalam pola perilaku pasien (empat model respon perilaku) untuk

mengidentifikasi respon-respon inefektif atau respon-respon adaptif yang

perlu didukung oleh perawat untuk dipertahankan. Ketika perilaku

inefektif atau perilaku adaptif yang memerlukan dukungan perawat,

perawat membuat pengkajian tentang stimulus internal dan ekternal yang

mungkin mempengaruhi perilaku. Dalam fase pengkajian ini perawat

mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontektual dan residual yang

dimiliki pasien. Proses ini mengklarifikasi penyebab dari masalah dan

mengidentifikasi factor-faktor kontektual (faktor presipitasi) dan residual

(factor Predisposisi) yang berhubungan erat dengan penyebab.

a) Identifikasi stimulus fokal

Stimuli fokal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi.

Perawat dapat melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian

perilaku, yaitu: keterampilan melakukan observasi, pengukuran dan

wawancara.
b) Identifikasi stimulus kontekstual

Stimulus kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya

perilaku atau presipitasi oleh stimulus fokal. Stimulus kontekstual

dapat diidentifikasi oleh perawat melalui observasi, pengukuran,

wawancara dan validasi.

Faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif adalah genetik,

seks, tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran

fungsi, interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme,

stress emosi dan fisik religi dan lingkungan fisik.

c) Identifikasi stimulus residual

Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu.

Beberapa faktor dalam pengalaman masa lalu relevan dalam

menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter

adalah faktor residual yang sulit diukur dan memberikan efek pada

situasi sekarang.

3. Diagnosa Keperawatan

Rumusan Diagnosa Keperawatan adalah problem (P), Etiologi (E),

Sinthom/karakteristik data (S). Roy menjelaskan ada tiga metode

merumuskan diagnosa keperawatan.

a) Metode Pertama

Menggunakan satu tipologi diagnosa yang berhubungan dengan 4

(empat) cara penyesuaian diri (adaptasi). Penerapan metode ini ialah

dengan cara mengidentifikasi perilaku empat model adaptasi, perilaku

adaptasi yang ditemukan disimpulkan menjadi respon adaptasi. Respon


tersebut digunakan sebagai pernyataan Masalah keperawatan.

Misalnya: inadekuat pertukuran gas.(masalah fisiologis) datanya ialah;

sesak kalau beraktivitas, bingung/agitasi, bernafas dengan bibir

dimoncongkan, sianosis. Konstipasi (masalah fisiplogis eliminasi)

datanya: sakit perut, nyeri waktu defikasi, perubahan pola BAB,

Kehilangan (masalah konsep diri) datanya: diam, kadang-kadang

menangis, kegagalan peran (masalah fungsi peran).

b) Metode Kedua

Membuat diagnosa keperawatan berdasarkan hasil observasi respon

dalam satu cara penyesuaian diri dengan memperhatikan stimulus yang

sangat berpengaruh. Metode ini caranya ialah menilai perilaku respon

dari satu cara penyesuaian diri, respon perilaku tersebut dinyatakan

sebagai statemen masalah. Sedangkan penyebab adalah hasil

pengkajian tentang stimulus. Stimulus tersebut dinyakatan sebagai

penyebab masalah. Misalnya: Nyeri dada yang disebabkan oleh

kurangnya suplai oksigen ke otot jantung.

c) Metode Ketiga

Merupakan kumpulan respon-respon dari satu atau lebih cara (mode

Adaptive) berhubungan dengan beberapa stimulus yang sama.

Misalnya pasien mengeluh nyeri dada saat beraktivitas (olah raga)

sedangkan pasien adalah atlit senam. Sebagai pesenam pasien tidak

mampu melakukan senam. Keadaan ini disimpulkan diagnosa

keperawatan yang sesuai adalah Kegagalan peran berkaitan dengan


keterbatan fisik. Pasien tidak mampu untuk bekerja melaksanakan

perannya.

4. Rencana Tindakan

Rencana tindakan keperawatan ialah perencanaan yang bertujuan untuk

mengatasi/memanipulasi stimulus fokal kontektual dan residual,

Pelaksanaan juga difokus pada besarnya ketidakmampuan koping manusia

atau tingkat adaptasi, begitu juga hilangnya seluruh stimulus dan manusia

dalam kemampuan untuk beradaptasi. Perawat merencanakan tindakan

keperawatan spesifik terhadap gangguan atau stimulus yang dialami.

Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal,

dengan menggunakan koping yang konstruktif. Intervensi ditujukan pada

peningkatan kemampuan koping secara luas. Tindakan diarahkan pada

subsistim regulator (proses fisiologis/biologis) dan kognator (proses pikir.

Misalnya: persepesi, pengetahuan, pembelajaran).

5. Implementasi Keperawatan

Suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal,

kontekstual, residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan

klien dalam menggunakan koping secara luas, supaya stimulasi secara

keseluruhan dapat terjadi pada klien.

Tujuan adalah harapan perilaku akhir dari manusia yang dicapai.

Itu dicatat merupakan indikasi perilaku dari perkembangan adaptasi

masalah pasien. Pernyataan masalah meliputi perilaku. Pernyataan tujuan

meliputi: perilaku, perubahan yang diharapkan dan waktu. Tujuan jangka

panjang menggambarkan perkembangan individu, dan proses adaptasi


terhadap masalah dan tersedianya energi untuk tujuan lain (kelangsungan

hidup, tumbuh, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi

hasil perilaku pasien setelah manajemen stimulus fokal dan kontektual.

Juga keadaan perilaku pasien itu indikasi koping dari sub sistim regulator

dan kognator.

6. Evaluasi

Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan

keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan

keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang

ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.


BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Pada BAB III ini di uraikan tentang pelaksanaa kegiatan Analisis Asuhan

Keperawatan pada kasus Hipertensi dengan menggunakan metode pendekatan

Teori Adaptasi Roy.

A. Gambaran Kasus

Pasien bernama Tn. F umur 54 tahun, status belum menikah, pendidikan tamat

SMP, pekerjaan petani. Pasien dating ke IGD pada tanggal 15 September 2017

dengan keluhan : nyeri pada kepala, nyeri tengkuk, jantung berdebar, dan badan

terasa lemah. Saat di lakukan pengkajian pada tanggal 17 September 2017

keluhan utama pasien adalah : nyeri tengkuk dan jantung berdebar, serta badan

masih terasa lemah.

Pasien mengaku sudah mempunyai riwayat Hipertensi sejak 10 tahun yang lalu,

namun pasien mengabaikan penyakit nya karena jarang mengalami sakit yang

begitu parah. Pasien juga mengaku tidak rutin mengkonsumsi obat-obatan yang di

berikan karena lupa dan sibuk pada pekerjaan. Pada saat masuk IGD di RSUD

Sekadau di temukan hasil observasi TTV, TD : 170/100 mmHg, Nadi : 82x/menit,

Suhu : 36,5 o C, Respirasi : 22x/menit.

Berdasarkan riwayat penyakit, Tn. F mengatakan obat-obatan Hipertensi yang

biasa diminum adalah Amlodipin dan Captopril. Riwayat penyakit keluarga

adalah Hipertensi dan Diabetes Mellitus.

Anda mungkin juga menyukai