Anda di halaman 1dari 31

i

PERBANDINGAN
EFEKTIFITAS
PENGGUNAAN MADU
DENGAN SARI KURMA
(PHEONIX DACTYLIFERA)
DALAM PENYEMBUHAN
LUKA BAKAR DERAJAT II
PADA TIKUS PUTIH
SEPTIA SITI HANDAYANI

SNR 172120021
S1 PROGSUS SEMESTER 1
STIK MUHAMMADIYAH PONTIANAK
PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui isi serta susunannya,
sehingga dapat diajukan dalam ujian sidag Karya Tulis Ilmiah pada Program Studi S I
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak.

Pontianak, 18 Desember 2017

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Lidya Hastuti, M.Kes Rahmadaniyati, S.Kep, Ns.,M.Kep.,Sp.An

ii
KATA PENGANTAR
Dengan Rahmat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang

telah memberikan petunjuk, kekuatan dan bimbingan serta karunia-Nya kepada

penulis, sehingga Proposal Skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Tugas Karya Ilmiah ini berjudul “Perbanadingan Efektifitas Penggunaan Madu

Dengan Sari Kurma (Phoenix Dactylifera) Dalam Penyembuhan Luka Bakar Dejarat

II”. Tugas Karya Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh

ujian strata satu (SI) pada Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah

Pontianak.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghormatan dan

penghargaan, serta ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Orang tua tercinta yang selalu memberi dukungan moril dan materil serta do’a

sehingga Proposal Skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.

2. Keluargaku tersayang yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta

do’a nya.

3. Ibu Dr.Lidya Hastuti, M.Kes sebagai pembimbing I yang selalu memberikan

bimbingannya dengan sabar.

4. Ibu Rahmadaniyati, S.Kep,Ns.,M.Kep.,Sp.An sebagai sebagai pembimbing II yang

selalu memberikan bimbingannya dengan sabar.

iii
5. Kepada sahabatku Darul Muttaqin, Abi Farianda dan teman-teman seperjuangan

S1 Progsus yang tidak bisa disebutkan satu-persatu atas bantuan dan motivasinya

dan yang turut membantu penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari dalam penulisan Proposal Skripsi ini masih banyak

kekurangan, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar

Proposal Skripsi ini menjadi lebih sempurna.

Demikianlah Proposal Skripsi ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi penulis

dan banyak pihak, Amin.

Pontianak, 18 Desember 20017

Penulis

iv
DAFTAR ISI
PENGESAHAN ............................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB I ............................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG ....................................................................................... 1

B. TUJUAN ............................................................................................................ 3

1. TUJUAN UMUM........................................................................................... 3

2. TUJUAN KHUSUS ....................................................................................... 3

C. MANFAAT PENELITIAN ................................................................................ 4

1. Pelayanan Keperawatan.................................................................................. 4

2. Keilmuan ........................................................................................................ 4

3. Masyarakat ..................................................................................................... 4

4. Peneliti ............................................................................................................ 4

D. METODE PENELITIAN ................................................................................... 4

BAB II ........................................................................................................................... 7

TINJAUAN TEORITIS ................................................................................................ 7

A. PENGERTIAN ................................................................................................... 7

B. PENYEMBUHAN LUKA ............................................................................... 10

1. Fase Akut ...................................................................................................... 10

2. Fase Sub Akut .............................................................................................. 10

3. Fase Lanjut ................................................................................................... 11

v
C. KARAKTERISTIK LUKA .............................................................................. 11

D. LUAS LUKA ................................................................................................... 14

E. KEASLIAN PENELITIAN ............................................................................. 17

F. HIPOTESIS ...................................................................................................... 18

G. ETIKA PENELITIAN ..................................................................................... 19

BAB III ....................................................................................................................... 22

PENUTUP ................................................................................................................... 22

A. KESIMPULAN ................................................................................................ 22

B. SARAN ............................................................................................................ 23

1. Bagi Institusi ................................................................................................. 23

2. Bagi Tenaga Kesehatan ................................................................................ 23

3. Bagi Mahasiswa ........................................................................................... 23

4. Bagi Masyarakat ........................................................................................... 23

vi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun
tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya
tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga ( Wim de jong,
2004 : 73).

Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat di pindahkan lewat hantaran atau
radiasi elektromagnetik. Luka bakar dapat di kelompokan menjadi luka bakar
termal, radiasi atau kimia (Suzzanne, 2001 : 1912).

Luka bakar yang terjadi bukan hanya di akibatkan oleh kontak


langsung anggota tubuh dengan api, melainakn dapat juga terjadi secara tidak
langsung seperti, terbakar sinar matahari ( sinar UV ), tersiram air panas,
terkena knalpot, dan lain-lain.

Tindakan perawatan luka merupakan salah satu tindakan yang harus


dilakukan pada klain dengan luka bakar karena klien mengalami gangguan
integritas kulit yang mungkin terjadi masalah kesehatan yang lebih serius. Tujuan
utama dari perawatan luka tersebut adalah mengambil integritas kulit dan
mencegah terjadinya komplikasi infeksi.
Perawatan luka bakar dapat dilakukan dengan menggunakan madu.pada
saat ini salah satu madu yang cukup di kenal luas dalam penyembuhan luka
adalah manuka honey. Madu lebih efektif digunakan sebagai terapi topical karena
kandungan nutrisi dan sifat madu (Gheldof and Engeseth, 2002 dalam Dewi.
Dkk, 2012 : 3). Hal ini terutama karena madu memiliki osmolaritas yang tinggi,
mengandung hydrogen peroksida, kadar glukosa yang tinggi dan beberapa
komponen organic lain. Dengan kandungan tersebut madu memiliki kemampuan
membersihkan luka, menyerap cairan edema, memicu granulasi jaringan, dan
peningkatan nutrisi (Subrahmanyam, 2001 dalam Dewi, dkk 2012 : 3).

Selain madu, ada juga buah yang di manfaatkan untuk penyembuhan


luka, yaitu Buah kurma (phoenix dactylifera) mengandung berbagai vitamin yang
diperlukan oleh tubuh. Vitamin A, riboflavin, zat besi, vitamin Berada dalam
buah kurma. Riboflavin dan niasin misalnya, akan membantu melepaskan energi
dari makanan, sementara thiamin membantu melepaskan energi dari karbohidrat.
Vitamin A dan niasin memainkan peranan dalam membentuk dan memelihara
kulit yang sehat. Thiamin penting bagi kesehatan sel-sel saraf, sementara niasin
menjaga fungsi normal saraf.(Sari, 2010 : 1-2 ).

Menurut (Abdurrazzaq, 2012 dalam Hammad, 2011 : 108)


menjelaskan, kurma mengandung unsur-unsur karbohidrat dan gula dengan kadar
tinggi, khususnya fruktosa dan glukosa yang mudah di bakar untuk membangun
sel dan Anti bodi.

Di Indonesia banyak pasien DBD yang memanfaatkan kurma sebagai


obat yang dapat meningkatkan trombosit (Rahman, 2010 : 14).

2
Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya madu telah terbukti dapat
menyembuhkan luka bakar, ini dapat kita buktikan berdasarkan penelitian oleh
(dewi, dkk, 2012 : 11). Luka bakar derajat II yang di berikan madu dapat sembuh
dalam waktu 10 hari. Berbeda dengan kurma, hasil penelitian sebelumnya masih
belum ada yang menyatakan bahwa kurma dapat di gunakan dapat
menyembuhkan luka bakar.

Masih sedikitnya riset yang meneliti manfaat madu dan sari kurma
salah satu alternatif dalam perawatan luka bakar dan belum pernah dilakukanya
penelitian di kota Pontianak yang membandingkan efektifitas antara madu dan
sari kurma membuat peneliti merasa perlu untuk meneliti lebih lanjut dengan
menguji efektifitas pemberian madu dan sari kurma dalam penyembuhan luka
bakar derajat II pada tikus putih.

B. TUJUAN

1. TUJUAN UMUM
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingkan
efektifitas antara madu dan sari kurma (phoenix dactylifera) terhadap
proses penyembuhan luka bakar pada tikus putih.

2. TUJUAN KHUSUS
mengidentifikasi waktu yang diperlukan dalam penyembuhan luka
bakar derajat II dengan menggunakan madu. mengidentifikasi waktu yang
diperlukan dalam penyembuhan luka bakar derajat II dengan
menggunakan sari kurma. mengidentifikasi pengecilan luka selama
proses penyembuhan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu.
mengidentifikasi pengecilan luka selama proses penyembuhan luka bakar

3
derajat II dengan menggunakan sari kurma. mengidentifikasi
perbandingan penyembuhan luka bakar derajat II antara madu dan sari
kurma.

C. MANFAAT PENELITIAN

1. Pelayanan Keperawatan
Memberikan masukan pada institusi kesehatan tentang toleransi
yang berhubungan dengan penyembuhan luka bakar sehingga dapat di
gunakan selama masa perawatan luka.

2. Keilmuan
Untuk di kembangkan lebih lanjut dalam pengobatan luka bakar
serta dapat di gunakan sebagai acuan pengobatan serta dapat di gunakan
sebagai sumber informasi dan referensi dalam meningkatakan kualitas
perawatan luka sesuai dengan teknik yang tepat agar dapat mencegah
terjadinya infeksi luka bakar dan mempercepat penyembuhan luka.

3. Masyarakat
Menambah pengetahuan tentang obat-obatan alternatif pengganti
obat yang berasal dari sumber bahan kimia.

4. Peneliti
Di harapkan dapat menemukan hal yang baru dalam hal ini upaya
percepatan penyembuahan luka bakar.

D. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental, penelitian
ini dilakukan dengan uji klinis. Penelitian ini juga digunakan untuk mencari
hubungan sebab-akibat karena adanya keterlibatan penelitian dalam
memanipulasi variabel bebas. Eksperimen merupakan rancangan penelitian yang

4
memberikan pengujian hipotesis yang paling tertata dan cermat (Nursalam, 2009
: 85).

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas pemberian Madu dan Sari
Kurma dalam proses penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih yang
dilakukan di laboratorium STIK Muhammadiyah Pontianak. Alasan peneliti
memeilih karena fasilitas keperawatan yang memadai, mudah di jangkau dan
suhu ruangan yang mendukung untuk mempercepat proses penyembuhan luka
bakar pada tikus sehingga hasil penelitian akan lebih akurat.

Populasi target adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan diterapkan
(digeneralisir) idealnya penelitian dilakukan pada populasi, karena dapat melihat
gambaran seluruh populasi sebagai unit dimana hasil penelitian akan diterapkan
(Dharma, 2011 : 104).

Populasi digunakan untuk melihat gambaran yang diteliti. Populasi (hewan


percobaan) adalah tikus jantan (Rattus Norvegicus Strin Wistar) dengan berat
badan 150-200 gram, usia 2 bulan dan suhu 37,5 celcius berasal dari
Laboratoriuum Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Keperawtan (STIK)
Muhammadiyah Pontianak.

Sampel merupakan sekelompok individu yang merupakan bagian dari


populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau
melakukan pengamatan/pengukuran (Dharma, 2011 : 104).

Pengambilan sampel penelitian di lakukan dengan tehnik random


sampling, pengambilan sampel secara random sampling adalah pengambilan
sampel yang memberikan kesempatan/peluang yang sama kepada setiap individu
dalam populasi tersebut untuk menjadi sampel penelitian (Dharma, 2011 : 110).

Berdasarkan metode random sampling maka yang akan dijadikan sampel


penelitian adalah tikus putih jantan dengan jumlah 9 ekor dengan berat badan

5
200-300 gram, usia 2 bulan dengan masing-masing tikus dibuat perlukaan pada
kelompok perlakuan dengan Madu sebanyak 3 ekor tikus, kelompok perlakuan
dengan Sari Kurma sebanyak 3 ekor tikus dan kelompok kontrol sebanyak 3 ekor
tikus.

1. Instumen Penelitian

a. Peneliti Sebagai Instrumen


Peneliti merupakan peneliti utama dalam penelitian ini, sehingga

kemampuan peneliti dalam menggali pengalaman individu menjadi

kompetensi yang harus dimiliki. Menurut Maleong (2007) dalam

penelitian kualitatif, instrumen terdiri dari peneliti sebagai instumen

utama. Kelemahan yang bisa ditemukan adalah peneliti bisa menilai

berdasarkan subjektifitas terhadap keterangan maupun respon dari sampel

sumber data penelitian. Namun diharapkan dengan bahasa yang sama

dengan sampel sumber data penelitian serta dengan budaya yang difahami

oleh peneliti maka persepsi dan pemahaman baik oleh peneliti maupun

sampel sumber data penelitian diharapkan bisa maksimal sesuai dengan

yang diharapkan sehingga adanya bias juga bisa diperkecil atau dihindari.

Peneliti melakukan bracketing dengan cara menghindari sikap kritis dan

evaluatif terhadap semua informasi yang diberikan oleh sampel sumber

data penelitian serta menghindari asumsi-asumsi pribadi terhadap

fenomena yang diteliti.

Kemampuan peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian


ini guna menggali pengalaman individu dengan tehnik wawancara

6
mendalam dipersiapkan peneliti dengan mempelajari konsep-konsep
tentang bagaimana melakukan pertanyaan agar terjadi pengembangan
pertanyaan sehingga mampu menggali data secara mendalam sampai
terjadi saturasi. Kemampuan keterampilan melakukan wawancara ini
peneliti lakukan dengan melatih tehnik wawancara dan pengembangan
pertanyaan di depan pembimbing sehingga peneliti mendapat arahan dan
bimbingan secara tepat.

7
7

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN
Madu adalah cairan kental alami yang secara umum berasa manis. Madu
dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman atas bagian lain dari
tanaman. Dalam koloni lebah madu, pada dasarnya adalah makanan utama
bagi masyarakat lebah yang hidup dalam koloni tersebut untuk beragam
keperluan dan kebutuhan. Secara keseluruhan madu tidak mengandung unsur
yang berbahaya. Hampir seluruh zat yang terkandung di dalam madu dapat
terserap oleh tubuh dan hanya kurang dari 1/200 bagian dalam madu yang
akan dibuang oleh tubuh (Ihsan, 2011: 85).

Madu yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis madu bunga
bakau (mangrove). Madu ini tergolong madu hutan, yang banyak terdapat di
Indonesia. Banyak kandungan yang terdapat dalam madu seperti: Asam
amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin A, B, C, dan E. Selain itu
madu juga mengandung zat antibiotik yang berguna untuk penyembuhan luka
bakar (Ihsan, 2011: 87).

Asam amino bebas dalam madu mampu membantu penyembuhan


penyakit, juga sebagai bahan pembentukan neurotransmitter atau senyawa
yang berperan dalam mengoptimalkan fungsi otak. Madu juga mengandung
zat antibiotik yang berguna untuk mengalahkan kuman patogen penyebab
penyakit infeksi (Dixon, 2003 dalam Siregar, 2012 : 82 ).
Kandungan Karbohidrat memberikan pemasukan yang kuat akan
karbohidrat akan memberikan aktifitas normal seluler seperti produksi
fibriflastik dan pergerakan, aktifitas leokosit, mitosis, sintesis protein dan
sekresi hormon dan faktor prtumbuhan. Bila luka sedang mengalami proses
untuk dalam penyembuhan memerlukan peningkatan dukungan dalam proses
radang, aktifitas seluler, angiogenis pembentukan pembuluh darah baru,
defosit kolagen dalam fase proliferasi dan pencegahan dektruksipada protein
(Harris dan Fraser, 2004 dalam Saputra, 2011 : 8).

Protein banyak memberikan manfaat dalam proses penyembuhan luka.


Hasil penelitian menyebutkan bahwa gangguan proliferasi fibroblast,
neoangiogenesis, sentesis kolagen dan remodeling pada luka karena adanya
kekurangan protein. Selain itu juga mempengaruhi mekanisme kekebalan.
Fungsi leokosit seperti pagositosis. Protein di perlukan untuk meningkatkan
kebutuhan energi, protein yang hilang dalam eksudat luka, kekurangan serum
albumen lebih dari 50% totoal protein serum menyebabkan kerusakan perfusi
pada luka (Russel, 2001 dalam Saputra, 2011 : 12).

Aktifitas makropag diperlukan untuk pagositosis pada kematian sel


dan kemampuan antimikroba, dan produksi sitotoksis antigen spesifik.
Lymphocytes, leukocytes, phagocytes, monocytes dan makrofag adalah
system sel imun yang pada umumnya terdiri dari protein dan dibutuhkan
untuk respon inflamasi pada awal proses penyembuhan. Protein energy
malnutrisi untuk infeksi, juga menyembuhkan atrofi pada kelenjar thymus,
dan jaringan limpoid perifer buangan, dengan kerusakan pada respon mediator
(Sussman, 2001 dalam Saputra, 2011 : 12).

Kurma merupakan buah asli dari Semenanjung Arab, Timur Tengah,


dan Afrika Utara. Warna kurma beragam, dari coklat terang hingga mendekati
warna hitam bentuknya pun berbeda-beda, mulai dari persegi panjang, bulat

8
kecil, hingga buah yang berukuran besar dan panjang. Kebanyakan kurma
yang diekspor berupa kurma kering. Kurma kaya akan gizi, fitokimia, air, dan
gula alamiah yang dapat digunakan untuk mempertahankan kesehatan
(Siregar, 2012 : 117).

Sari kurma yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis sari
kurma Syaqra, jenis kurma bewarna merah kekuning-kuningan, dan buahnya.
Merupakan produk kurma paling penting dan banyak hasilnya dan dapat di
simpan dalam waktu lama.(Hammad, 2011 : 49).

Belum ada penelitian sebelumnya mengatakan sari kurma dapat


menyembuhkan luka bakar namun, kandungan dalam kurma vitamin B1 dan
B2 ini dapat menguatkan saraf, melembutkan pembeluh darah, melembabkan
usus, dan menghindarkannya dari peradangan dan kelemahan. Adapun
vitamin B2 direkomendasikan untuk mengobati lever, bibir pecah-pecah, kuku
pecah-pecah dan kulit pecah-pecah (Sari, 2010 : 6).

Kurma juga mengandung magnesium, telah di teliti bahwa pada


umunya, orang-orang yang banyak mengkomsumsi kurma tidak terserang
penyakit kanker. Di antara unsur istimewa dan penting yang terdapat dalam
kurma adalah boron, yang di anggap penting bagi pertumbuhan sebagian
mikro-organisme (bakteri) (Hammad, 2011: 95).

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan


yang di sebakan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi (Moenadjat, 2003 dalam Saepudin, 2009 : 1).

9
Luka bakar adalah yang timbul akibat kulit terpajan ke suhu
tinggi,syok listrik, atau bahan kimia . Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan
kedalaman dan luas daerah yang terbakar (Corwin, 2000 : 611).

Dari definisi diatas dapat di simpulkan bahwa luka bakar adalah


rusaknya atau kehilangan jaringan akibat kontak terhadap sumber panas.

B. PENYEMBUHAN LUKA

1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),
brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat
cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah
penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.

2. Fase Sub Akut


Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:

10
b. Proses Inflamasi dan Infeksi

c. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang


atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ –
organ fungsional.

d. Keadaan Hipermetabolisme.

3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

C. KARAKTERISTIK LUKA
Hasil observasi luka yang dilakukan satu hari sekali di dapatkan bahwa
pada hari ke-1 tidak terdapat perbedaan yang nyata karena pada hari ke-1 luas
luka masih terlihat lebar dan lembab. Pada hari ke-1 ini masih terjadi proses
inflamasi. Pada hari ke-2 luas luka pada kelompok madu, kelompok sari
kurma dan kelompok kontrol belum memperlihatkan perbedaan yang nyata
karena luas luka masih terlihat lebar dan luka lembab serta luka masih
menunjukan proses inflamasi. Pada hari ke-3 pada kelompok madu, kelompok
sari kurma dan kelompok kontrol masih belum memperlihatkan perbedaan
yang nyata dan masih memperlihatkan adanya proses inflamasi. Pada hari ke-
4 kelompok madu, kelompok sari kurma dan kelompok kontrol sudah
memperlihatkan perbedaan yang nyata, pada kelompok madu sudah terjadi
pengecilan luka fase inflamasi sudah berakhir dan jaringan granulasi sudah
terlihat mulai terbentuk, dibanding kelompok kontrol yang masih terjadi
proses inflamasi serta belum terbentuknya jaringan granulasi. Pada hari ke-5
luka pada kelompok madu, kelompok sari kurma dan kelompok kontrol

11
memperlihatkan perubahan yang nyata, dimana kelompok sari kurma dan
kontrol proses inflamasi sudah tidak terjadi lagi, serta di hari ke-5 ini pada
kelompok madu, kelompok sari kurma dan kelompok kontrol sudah
memperlihatkan adanya pembentukan jaringan granulasi. Pada hari ke-6 luka
pada kelompok madu, kelompok sari kurma dan kelompok kontrol tidak
meperlihatkan perbedaan yang nyata, karena pada hari ke-6 ini kelompok
madu dan kelompok sari kurma dan kelompok kontrol tampak keropeng luka
masih terlihat, hanya terjadi pengecilan luka. Pada hari ke-7 tidak tampak
perbedaan yang nyata, sama pada hari ke-6 hanya terjadi pengecilan luka pada
kelompok madu, kelompok sari kurma dan kelompok control. Pada hari ke-8
kelompok madu, kelompok sari kurma dan kelompok kontrol terlihat
perbedaan yang nyata, pada kelompok kontrol sudah mulai terlepasnya
keropeng. Pada hari ke-9 tidak terlihat perbedaan yang nyata, kelompok
madu, kelimpok dan sari kurma sudah mulai terlepas keropeng dan luas luka
sudah mulai mengecil. dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ini
membuktikan kandungan madu yang kaya akan nutrisi dan sari kurma kaya
akan vitamin dan mineral bepengaruh pada tingkat kesembuhan luka. Pada
hari ke-10 tidak ada perbedaan yang nyata diperlihatkan sama dengan hari
sebelumnya, luas luka pada kelompok madu lebih kecil dibanding kelompok
sari kurma dan kelompok kontrol. Pada hari ke-11 luas luka pada kelompok
madu terlihat lebih kecil dari kelompok sari kurma dan kelompok
kontrol.pada hari ke-12 terlihat perbedaan yang nyata, dimana kelompok
madu hampir tampak sembuh dan luas luka tampak mengecil. Kandungan
protein dan karbohidrat yang terdapat pada madu memainkan peranan dalam
membantu pembentukan jaringan granulasi. Pada hari ke-13 perbedaan yang
nyata masih terlihat dimana kelompok madu sudah sembuh, dibandingkan
dengan kelompok sari kurma dan kelompok kontrol. Pada hari ke-14 terlihat
perbedaan yang nyata, terlihat luka pada kelompok madu sudah sembuh,
kelompok sari kurma hamper sembuhdan kelompok control belum tampak

12
sembuh. Ini menunjukan bahwa kandungan nutrisi pada madu yakni protein,
karbohidrat, dan lemak sangat di butuhkan dalam proses epitelisasi ini
membutikan bahwa nutrisi penting yang diperlukan untuk penyembuhan luka
adalah protein, karbohidrat dan lemak. Banyaknya kandungan vitamin dan
mineral pada sari kurma tidak banyak membantu dalam proses penyembuhan
luka karena pada sari kurma memiliki kandungan protein, karbohidrat dan
lemak yang sedikit yang dibandingkan dengan kandungan dalam madu,
karena di pengaruhi oleh kadar nutrisi yang dimiliki oleh aloe vera. Kadar
nutrisi yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral (adipedia.com, 2011). Sehingga madu yang mengandung
kadar nutrisi seperti karbohidrat, kalori, lemak, protein, vitamin A, vitamin C,
lebih baik pengaruhnya pada proses sembuhnya luka terutama untuk
terbentuknya jaringan granulasi dibanding dengan kelompok yang diberi sari
kurma. Kandungan yang terdapat dalam sari kurma meliputi kalsium, mineral,
zat besi, niacin, vitamin A, vitamin B1dan vitamin B2. Ini membuktikan
bahwa kandungan yang terdapat pada sari kurma kaya akan vitamin dan
mineral. Dari hasil observasi luka pada hari ke-4 sudah memperlihatkan
perbedaan yang nyata baik itu pada kelompok yang diberi madu, kelompok
sari kurma dan kelompok kontrol

Pada kelompok yang diberi madu tidak terlihat adanya infeksi, begitu
juga pada kelompok sari kurma. Menurut Ratnayani 2008. Madu juga
mengandung zat antibiotik yang berguna untuk melawan bakteri pathogen
penyebab penyakit infeksi. Hal ini di sebabkan karena pertumbuhan beberapa
mikroorganisme yang berhubungan dengan penyakit atau infeksi dapat di
hambat oleh madu. Perbedaan lainnya tidak ada yang mencolok baik itu di
amati dari segi jenis eksudat, banyak eksudat, warna kulit di sekitar luka,
maupun pembentukan jaringan granulasi.

13
Dari hasil uji intervensi klinis yang dilakukan selama 14 hari dapat
disimpulkan bahwa madu dan sari kurma efektif digunakan sebagai obat untuk
membantu proses penyembuhan luka. Ini di buktikan dengan tidak adanya
tanda-tanda infeksi dan terjadi proses pengecilan luas luka yang dipengaruhi
oleh kandungan dari anti-inflamasi. Terutama penggunaan madu dalam proses
penyembuhan luka bakar derajat II.

D. LUAS LUKA
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari uji statistik one way
annova, yang dianalisis perhari didapatkan bahwa, pada hari ke-1 tidak
memperlihatkan pebedaan yang signifikan, luas luka pada kelompok madu
dan kelompok sari kurma sama. Pada hari ke-2 luka pada kelompok madu dan
kelompok sari kurma sama luas luka membesar. Pada hari ke-3 luas luka
kelompok madu lebih besar dari pada kelompok sari kurma. Pada hari ke-4
kelompok madu sudah mengalami pengecilan luka dibandingkan kelompok
sari kurma, hal ini membuktikan kandungan anti-inflamasi dari kelompok
madu lebih baik dari kandungan anti inflamasi pada kelompok sari kurma.
Pada hari ke-5 luas luka pada kelompok sari kurma mengalami pengecilan
luka, namun lebih kecil dibanding kelompok madu. Pada hari ke-6 dan hari
ke-7 tidak terlihat perbedaan yang nyata hanya saja keduanya luas luka terus
mengecil. Pada hari ke-8 kelompok madu keropeng pada luka tampak hampir
terlepas dan control sudah terlepas sepenuhnya, ini adalah hari terakhir
dimana sesuai teori proses inflamasi terakhir terjadi. Berarti kandungan di
dalam madu yang berperan dalam proses penyembuhan pada hari ke-8 ini
adalah kalsium, vitamin B, Vitamin C. Fungsi kalsium yang berperan penting
dalam proses pembekuan darah sehingga luka lebih cepat menutup
(adipedia.com, 2011). Kadar kalsium yang terdapat di dalam madu sebesar 6
mg jelas sekali sangat mempengaruhi proses penutupan luka pada hari ke-8.

14
Fungsi vitamin B yakni berperan dalam metabolisme tubuh, sehingga
metabolisme dalam tubuh akan cepat apabila kebutuhan vitamin B dapat
terpenuhi. Jumlah vitamin B yang terkandung dalam sansevieria meliputi,
Vitamin B6: 0.024 mg, vitamin B2: 0.038 mg, vitamin B3: 0.121 mg. Jumlah
kalsium adalah kandungan terbanyak yang ada di dalam madu yakni sebesar 6
mg.

Fungsi vitamin C sebagai zat penagkap radikal bebas yang berbahaya


buat kulit atau dikenal sebagai zat antioksidan dan melindungi sel-sel kulit,
mempercepat penyembuhan. Pada hari ke-9 luas luka pada kelompok madu,
dan kelompok sari kurma tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Luas
luka pada kelompok madu masih lebih kecil dibanding dengan kelompok sari
kurma dan keropeng sudah terlepas. Pada hari ke-10 luas luka antara ketiga
kelompok tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Ukuran luka pada
kelompok sari kurma masih lebih kecil dibanding kelompok sari kurma. Pada
hari ke-11 perbandingan luas luka pada kelompok madu kelompok sari kurma
dan kelompok kontrol tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Luas
luka pada hari ke-11 kelompok madu masih lebih kecil dibanding kelompok
sari kurma. Pada hari ke-12 perbandingan luas luka antara kelompok madu,
dan kelompok sari kurma memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Luas
luka pada kelompok mapir sembuh dan luas luka lebih kecil dibanding
kelompok sari kurma. Pada hari ke-13 pebandingan luka pada kelompok
madu, kelompok sari kurma dan kelompok kontrol tidak memperlihatkan
perbedaan yang signifikan. Pada hari ke-13 ini luka pada kelompok yang
diberi madu sudah sembuh sepenuhnya. Kandungan di dalam madu yang
berperan dalam proses penyembuhan luka adalah karbohidarat, protein,
lemak, kalsium, vitamin C. Fungsi dari karbohidrat adalah untuk menyediakan
energi, karena kebutuhan proses seluler dipengaruhi oleh ketersediaan energi.
Selama proses inflamasi kebutuhan akan karbohidrat yang diperlukan karena

15
pada proses inflamasi seluruh aktifitas seluler berjalan. Jumlah karbohidrat
yang terkandung dalam madu ini sebesar 82.4 gram. Deplesi protein dapat
mempengaruhi penyembuhan luka. Terjadi peningkatan kebutuhan akan
protein saat terjadinya luka. Peningkatan kebutuhan tersebut diperlukan untuk
proses inflamasi, imun, dan perkembangan jaringan granulasi. Protein utama
yang disintesis selama fase penyembuhan luka adalah kolagen. Kekuatan
kolagen menentukan kekuatan kulit luka seusai sembuh. Kekurangan intake
protein prabedah, secara signifikan menunda penyembuhan luka pascabedah.
Jumlah protein yang terdapat di dalam madu adalah sebesar 0.3 gram,
sehingga kadar protein yang terkandung di dalam madu ini sangat membantu
di dalam proses inflamasi dan dan pembentukan jaringan granulasi.
Kandungan lemak dalam madu 0 gram, Lemak memiliki peran penting dalam
struktur dan fungsi membran sel. Kekurangan lemak tubuh dapat menunda
penyembuhan luka. Salah satu kandungan lemak adalah Omega-3s merupakan
anti-inflamasi yang berguna untuk penyembuhan luka, tetapi pemakaiannya
dapat menghambat pembekuan darah, sehingga dinilai merugikan. Pada hari
ke-14 kelompok madu sudah sembuh, tetapi pada kelompok sari kurma dan
kontrol masih belum sembuh. Luka pada kelompok sari kurma dan kelompok
kontrol memerlukan waktu lebih dari 14 hari untuk sembuh. kandungan
nutrisi yang sedikit pada sari kurma menjadi faktor hambatan dalam proses
sembuhnya luka, dibandingkan pada madu yang memiliki nutrisi seperti
protein yang membantu dalam pembentukan jaringan granulasi, karbohidrat
yang membantu proses aktivitas seluler, lemak yang berperan penting
terhadap struktur dan fungsi membran sel.

Hasil uji statistik menunjukan bahwa untuk perbandingan antara


kelompok madu dengan kelompok kontrol menunjukan hasil p value sebesar
0.004 Perbandingan antara kelompok sari kurma dengan kelompok kontrol p
value sebesar 0.154. Perbandingan kelompok madu dengan kelompok sari

16
kurma p value sebesar 0.167. Ini menunjukan bahwa ada perbedaan yang
signifikan proses pengecilan luas luka antara kelompok madu, sari kurma dan
kontrol karena p value antara ketiga kelompok sebesar 0.005 (p<0.05).
Dengan ini hipotesa Ha 2 diterima dan H0 2 ditolak, ada perbedaan kecepatan
proses penyembuhan luka dengan menggunakan madu dan sari kurma

E. KEASLIAN PENELITIAN
Sejauh ini peneliti baru menemukan hasil penelitian dengan menggunakan
madu terhadap penyembuhan luka bakar namun peneliti belum menemukan
peneymbuhan luka bakar menggunakan sari kurma, berikut adalah hasil
penelitian terhadap penyembuhan luka bakar :

a. Madu telah terbukti merupakan agen perawatan luka yang efektif,


penggunaan madu pada luka terbukti meningkatkan waktu penyembuhan
luka empat kali lebih cepat di banding dengan agen perawatan luka yang
lain (Katini, 2009 : 19).\

17
b. Perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan nectar flora yang si
lakukan 2-3 per hari terbukti paling efektif (secara klinis) di bandingkan
dengan perawatan luka yang dilakukan 1kali per harridan 2 hari sekali,
serta perawatan luka tidak menggunakan bahan apapun (Dewi dkk, 2012 :
12).

c. Memakan 3 butir kurma pada diabetisi tidak menaikan kadar glukosa


darah, dan tidak berbeda dengan bila dibandingkan dengan mengkonsumsi
pisang. Mengkomsumsi satu satuan ukur rumah tangga kurma (tiga biji/15
gram) seperti halnya juga pisang (satu buah/50 gram) dengan demikian
mengkomsumsi buah kurma tidak menaikkan kadar glukosa darah pada
diabetisi, baik bagi diabetisi yang mendapat terapi OHO maupun yang
mendapat insulin (Munadi dan Ardinata, 2008 : 6).

d. Rebusan kurma dengan kosentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50% b/v
memberikan perbedaan yang bermakna, dan meningkatkan jumlah
trombosit pada darah kelinci dibandingkan dengan kelompok kontrol dan
mencapai efek yang optimum pada kosentrasi 40% b/v (Rahman, 2010 :
18).

F. HIPOTESIS
Dari teori yang telah di paparkan, dapat disimpulkan sementara bahwa:

Ha :

1. Ada perbedaan lama waktu yang diperlukan dalam proses penyembuhan

luka bakar derajat II pada tikus putih yang diberi madu dan sari kurma.

18
2. Ada perbedan pengecilan luas luka bakar derajat II pada tikus putih yang

diberi madu dan sari kurma.

Ho :

1. Tidak adanya perbedaan lama waktu yang diperlukan dalam proses

penyembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih yang diberi madu dan

sari kurma.

Tidak adanya perbedaan pengecilan luas luka bakar derajat II pada tikus putih
yang diberi madu dan sari kurma

G. ETIKA PENELITIAN
Cara perlakuan terhadap hewan laboratorium yang sesuai dengan ketetapan
standar etika penelitian keperawatan STIK Muhammadiyah Pontianak yang
cukup untuk menjamin mutu dan intensitas data analitik yang dikeluarkan
oleh laboratorium tersebut.

Sebagian penelitian biomedik dapat diselesaikan di laboratorium dengan


cara kerja in vitro atau dengan menggunakan bahan hidup, seperti galur sel
dan biakan jaringan. Pada tahap berikutnya sering kali diperlukan penelitian
dengan menggunakan makhluk hidup utuh agar keseluruhan interaksi yang
terjadi dalam tubuhnya dapat diamati dan dikaji. Keamanan dan khasiat obat
misalnya, perlu diteliti dengan menggunakan hewan percobaan sebelum
pnelitian layak dilanjutkan dengan mengikutsertakan relawan manusia. Obat
baru tidak boleh digunakan untuk pertama kali langsung pada manusia,
sekalipun tanpa uji coba pada hewan percobaan telah dapat diduga dengan
wajar keamanannya. Hewan percobaan akan mengalami berbagai keadaan
luar biasa yang menyebabkan penderitaan, seperti rasa nyeri,

19
ketidaknyamanan, ketidaksenangan, dan pada akhirnya kematian (Hanafiah,
2008 : 191).

Menurut (Hanafiah, 2008 : 192-193) syarat penelitian dengan


hewan percobaan haruslah :

 Untuk kemajuan pengetahuan biologi dan pengembangan cara-


cara lebih baik dalam melindungi kesehatan dan kesejahteraan mausia,
diperlukan percobaan pada berbagai spesies hewan yang utuh. Ini
dilakukan setelah pertimbangan yang seksama karena jika layak, harus
digunakan metode seperti model matematika, simulasi komputer, dan
sistem in vitro.

 Hewan yang dipilih untuk penelitian harus sesuai spesies dan


mutunya, serta jumlahnya hendaknya sekecil mungkin, namun hasil
penelitiannya absah secara ilmiah.

 Peneliti dan tenaga kerja lainnya harus memperlakukan hewan


percobaan sebagai makhluk perasa, memperhatikan pemeliharaan dan
pemanfaatannya, serta memahami cara mengurangi penderitaannya.

 Peneliti harus menganggap bahwa prosedur yang menimbulkan


rasa nyeri pada spesies bertulang belakang termasuk primata.

 Pada akhir penelitian bahkan pada waktu dilakukan percobaan,


hewan yang menderita nyeri hebat atau terus menerus atau menjadi
cacat yag tidak dapat dihilangkan harus dimatikan tanpa rasa nyeri.

Hewan yang akan dimanfaatkan untuk penelitian hendaknya dipelihara


dengan baik, termasuk kandang, makanan, air minum, transportasi, dan cara
menanganinya sesuai tingkah laku dan kebutuhan tiap spesies.

Dalam memanfaatkan hewan percobaan untuk penelitian kesehatan

digunakan prinsip 3R, yaitu: Replacement, Reduction, dan Refinement (Hume

and Russel, 1957 dalam Hanafiah, 2008 : 193)

 Replacement

20
Ada dua alternatif untuk replacement, yaitu:

a. Repalcement relatif, yaitu tetap melaksanakan hewan percobaan sebagai

donor organ, jaringan, atau sel.

b. Replacement absolut, yaitu tidak memerlukan bahan dari hewan, melainkan

memanfaatkan galur sel (cell lines) atau program komputer.

 Reduction

Mengurangi pemanfaatan jumlah hewan percobaan sehingga sesedikit

mungkin dengan bantuan ilmu statistik, program komputer, dan teknik-

teknik biokimia serta tidak mengurangi penelitian dengan hewan percobaan

apabila tidak perlu.

 Refinement

Mengurangi ke tidaknyamanan yang diderita oleh hewan percobaan


sebelum, selama, dn setelah penelitian, misalnya dengan pemberian
analgetik.

21
22

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pengolahan data pada penelitian ini maka dapat di ambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa madu dan sari kurma efektif

digunakan sebagai obat untuk membantu proses penyembuhan luka bakar

derajat II.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan waktu yang

diperlukan untuk kesembuhan luka antara kelompok yang diberi madu,

kelompok sari kurma dan kelompok kontrol. Yang ditandai dengan

sembuhnya luka pada kelompok madu di hari ke-14 sedangkan kelompok

sari kurma dan kelompok kontrol belum sembuh dihari ke-14. Yang

diamati dari foto kondisi makroskopik luka, maka Ha 1 diterima dan Ho 1

ditolak.

3. Terdapat perbedaan yang signifikan proses pengecilan luas luka antara

kelompok yang diberi madu, kelompok sari kurma, dan kelompok kontrol
dimana hasil uji statistik oneway annova menunjukan nilai p=0.005

(p<0.05), maka Ha 2 diterima dan Ho 2 ditolak.

4. Dari hasil observasi makroskopik luka tidak terdapat perbedaan yang


signifikan antara kelompok yang diberi madu dan kelompok yang diberi
sari kurma tidak ditemukan adanya eksudat, dan terbukti bahwa pada
madu memiliki anti inflamasi karena proses inflamasi terjadi selama 4 hari
dari hari ke-1 sampai hari ke-4 sedangkan kelompok sari kurma dan
kelompok kontrol proses inflamasi terjadi selama 5 hari dari hari ke-1
sampai hari ke-5.

B. SARAN

1. Bagi Institusi
Institusi diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang serupa untuk
perkembangan ilmu keperawatan.

2. Bagi Tenaga Kesehatan


Penelitian ini sebagai panduan dalam memberikan perawatan dalam
penyembuhan luka bakar.

3. Bagi Mahasiswa
Untuk menjadikan penelitian ini sebagai panduan belajar dan praktisi
untuk menambah ilmu dalam penanganan luka bakar.

4. Bagi Masyarakat
Untuk dianjurkan menggunakan madu dalam proses penyembuhan luka
bakar. Selain cepat sembuh, madu juga tidak memberikan rasa nyeri.

23
Bibliography
A, H. M. (2008). Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. jakarta: edisi 4 EGC.

Baroroh, D. B. (2011). Konsep Luka . PSIK Fikes UMM.

Dharma, K. (2011). Metodelogi Penelitian Keperawatan. jakarta: Trans Info Media.

hammad, S. (2011). Khasiat Kurma. solo: Aqua medikal.

Ihsan, A. A. (2011). Terapi Madu Hidup Sehat ala Rasul. jogjakarta: javalitera.

24

Anda mungkin juga menyukai