Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang
menutupi otak dan medula spinalis). Encephalitis adalah infeksi virus pada
otak, Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan
jaringan otak (Elizabeth, 2009).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat. Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan
oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies
(disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit
dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic
meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang
sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak
terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian (Suriadi & Rita,
2010).
Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter yang
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat terjadi
secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak
yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau
virus. Meningitis dan ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas
dasar klinik namun keduanya sering bersamaan sehingga disebut
meningoensefalitis (Nelson, 2010).

2. Etiologi
a. Ensefalitis Supurativa
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus,
streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.
Patogenesis:
Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis,
sinusitis, atau dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru,
bronchiektasi, empiema, osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma
yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini jaringan
otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul
dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang
meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk
kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel. Bila
berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala
yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.
b. Ensefalitis Siphylis
Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan
tubuh umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui
epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar
limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini
berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf pusat
Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan
bagianbagian lain susunan saraf pusat.
c. Ensefalitis Virus
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
1) Virus RNA
Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili
Rabdovirus : virus rabies
Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus
dengue)
Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
2) Virus DNA
Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks,
sitomegalivirus,
virus Epstein-barr
Poxvirus : variola, vaksinia
Retrovirus : AIDS
d. Ensefalitis Karena Parasit
1) Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria
serebral.
Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit.
Sel darah merah yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat
satu sama lainnya sehingga menimbulkan penyumbatan-penyumbatan.
Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus
ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Kelainan neurologik
tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.
2) Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan
gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun.
Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista
terutama di otot dan jaringan otak.
3) Amebiasis
Amoeba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika
berenang di air yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan
meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam akut, nausea,
muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
4) Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus
mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh
badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di
dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh
didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan
bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya.
Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi
kerusakan.
e. Ensefalitis Karena Fungus
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans,
Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan
Mucor mycosis. Gambaran yang ditimbulkan infeksi fungus pada sistim
saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan
timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.
f. Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat
menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli
yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang terdapat pula disekitar
pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang
terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala,
demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat
menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
g. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan.
Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah
streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis.
Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering
terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang
mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle
sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis.
Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga
menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan
gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang
congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon
dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit
terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan
otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi
tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan
intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami
infark.
a. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa
sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya
infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian
menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps,
herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu
metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya
juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat
menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
b. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem
saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi
tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon
inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan
menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala,
mual, muntah dan menurunnya status mental.
Faktor resiko terjadinya meningitis :
1) Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar
secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media
kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri
atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
Otitis media
Pneumonia
Sinusitis
Sickle cell anemia
Fraktur cranial, trauma otak
Operasi spinal
Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan
system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2) Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar
melalui othorrhea dan rhinorhea
3) Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran
telinga tengah, operasi cranium
Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah
sebagai berikut :
Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi meninges
→ pe ↑ permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari intravaskuler ke
interstisial → pe ↑ volume cairan interstisial → edema → Postulat
Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat → pe ↑ TIK
Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah
menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada
kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.
Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai
berikut :Inflamasi local → scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) →
gangguan absorbsi CSF → akumulasi CSF di dalam otak →
hodrosefalus
Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami
Meningo-ensefalitis.

3. Anatomi dan Fisiologi


Otak bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan yang
terdapat di kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum),
otak kecil atau cerebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri).
Jaringan otak dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi
oleh tulang tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi
menunjang otak yang lembek dan halus sebagai penyerap goncangan akibat
pukulan dari luar terhadap Kepala.
a. Histologi Susunan Saraf Pusat
Bila dibuat penampang melintang bagian-bagian dari susunan
saraf pusat, akan terlihat adanya jaringan dengan warna berbeda.
Sebagian tampak berwarna putih dan sebagian lagi berwarna agak gelap
(kelabu). Atas dasar itu, susunan saraf pusat dibagi menjadi substansia
grisea yang berwarna kelabu dan substansia alba yang berwarna putih.
Warna kelabu ini disebabkan oleh banyaknya badan sel saraf di bagian
tersebut, sedangkan warna putih ditimbulkan oleh banyaknya serabut
saraf yang bermielin, sel saraf yang terdapat dalam susunan saraf pusat
juga dapat dibagi menjadi sel saraf dan sel penunjang. Sel penunjang
merupakan sel jaringan ikat yang tidak berfungsi untuk menyalurkan
impuls. Pada sel saraf serabut dengan diameter besar ditandai dengan
nama serabut alpha atau A, beta atau B untuk yang lebih kecil dan
gamma untuk yang lebih kecil lagi pada ujung-ujung saraf yang
membentuk sinaps, ternyata terdapat gelembung yang menghasilkan
macam- macam zat kimia. Karena demikian banyaknya sinaps yang
terdapat di otak, secara keseluruhan otak dapat dianggap sebagai sebuah
kelenjar yang sangat besar.
b. Anatomi Selaput Otak
Otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningea yang
melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan
sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
i. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter disebut juga selaput otak keras atau pachymeninx.
Durameter dapat dibagi menjadi durameter cranialis yang
membungkus otak dan durameter spinalis yang membungkus
medula spinalis. Di samping itu, durameter masih dapat dibagi
lagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan meningeal yang lebih dekat
ke otak (lapisan dalam) dan lapisan endostium yang melekat erat
pada tulang tengkorak.
ii. Lapisan Tengah (Araknoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang
memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah
kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan saraf pusat. Ruangan di antara durameter dan araknoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih
menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh
darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan
meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal, bagian ini
dapat dimanfaatkan untuk pengambilan cairan otak yang disebut
lumbal fungsi.
iii. Lapisan dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput tipis yang kaya akan
pembuluh darah kecil yang menyuplai darah ke otak dalam
jumlah yang banyak dan lapisan ini melekat erat pada
permukaan luar otak atau medula spinalis. Ruangan di antara
araknoid dan piameter disebut subaraknoid. Pada reaksi radang
ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan
serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

Sumber: http://brainconnection.positscience.com/topics/?main=gal/home

Sumber: http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/meninges
4. Patofisiologi dan Pathway
a. Patofisiologi
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh bakteri masuk melalui
peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus, dan
kelainan kardiopulmonal. Penyebaran melalui peredaran darah dalam
bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak.
Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebilitis, osteomielitis, infeksi
telinga bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan
supuratif pada selaput/jaringan otak. Proses peradangan ini membentuk
eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah, dan agregasi
leukosit yang sudah mati. Di daerah yang mengalami peradangan timbul
edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan kecil.
Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk dinding yang kuat
membentuk kapsul yang kosentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi
leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit. Seluruh proses ini
memakan waktu kurang dari 2 minggu. Abses dapat membesar, kemudian
pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan meningitis.
Meningoensefalitis yang disebabkan oleh virus terjadi melalui virus-
virus yang melalui parotitis, morbili, varisela, dll. masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernapasan. Virus polio dan enterovirus melalui
mulut, virus herpes simpleks melalui mulut atau mukosa kelamin. Virus-
virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang
(rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui
plasenta oleh virus rubela atau cytomegalovirus. Di dalam tubuh manusia
virus memperbanyak diri secara lokal, kemudian terjadi viremia yang
menyerang susunan saraf pusat melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara
lain ialah melalui saraf perifer atau secara retrograde axoplasmic spread
misalnya oleh virus-virus herpes simpleks, rabies dan herpes zoster. Di
dalam susunan saraf pusat virus menyebar secara langsung atau melalui
ruang ekstraseluler. Infeksi virus dalam otak dapat menyebabkan
meningitis aseptik dan ensefalitis (kecuali rabies). Pada ensefalitis terdapat
kerusakan neuron dan glia dimana terjadi peradangan otak, edema otak,
peradangan pada pembuluh darah kecil, trombosis, dan mikroglia.
Amuba meningoensefalitis diduga melalui berbagai jalan masuk, oleh
karena parasit penyebabnya adalah parasit yang dapat hidup bebas di alam.
Kemungkinan besar infeksi terjadi melalui saluran pernapasan pada waktu
penderita berenang di air yang bertemperatur hangat. Infeksi yang
disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul dari penularan
ibu-fetus. Mungkin juga manusia mendapat toksoplasma karena makan
daging yang tidak matang. Dalam tubuh manusia, parasit ini dapat bertahan
dalam bentuk kista, terutama otot dan jaringan susunan saraf pusat. Pada
fetus yang mendapat toksoplasma melalui penularan ibu-fetus dapat timbul
berbagai manifestasi serebral akibat gangguan pertumbuhan otak, ginjal
dan bagian tubuh lainnya. Maka manifestasi dari toksoplasma kongenital
dapat berupa: fetus meninggal dalam kandungan, neonatus menunjukkan
kelainan kongenital yang nyata misalnya mikrosefalus, dll.
b. Pathway
5. Menifestasi Klinis
Tanda dan gejala meningitis secara umum:
a. Aktivitas / istirahat; Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan,
gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
b. Sirkulasi; Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi
berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
c. Eliminasi; Adanya inkontinensia atau retensi urin
d. Makanan / cairan; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek,
mukosa kering
e. Higiene; Tidak mampu merawat diri
f. Neurosensori; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”
meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia,
fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit
mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, hemiparese, hemiplegia,
tanda ”Brudzinski” positif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif,
refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
g. Nyeri / kenyamanan; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan
okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
h. Pernafasan; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
i. Keamanan; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis,
abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia
sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes
simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
j. Penyuluhan / pembelajaran; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit
kronis, diabetes mellitus
Tanda dan gejala meningitis secara khusus:
 Anak dan Remaja
a) Demam
b) Mengigil
c) Sakit kepala
d) Muntah
e) Perubahan pada sensorium
f) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)
g) Peka rangsang
h) Agitasi
i) Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
(adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI)), Delirium, Halusinasi,
perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma.
 Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.
a) Demam
b) Muntah
c) Peka rangsang yang nyata
d) Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)
e) Fontanel menonjol.
 Neonatus:
a) Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta
manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan
dan berperilaku buruk dalam beberapa hari, seperti
b) Menolak untuk makan.
c) Kemampuan menghisap menurun.
d) Muntah atau diare.
e) Tonus buruk.
f) Kurang gerakan.
g) Menangis buruk.
h) Leher biasanya lemas.
i) Tanda-tanda non-spesifik:
j) Hipothermia atau demam.
k) Peka rangsang.
l) Mengantuk.
m) Kejang.
n) Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.
o) Sianosis.
p) Penurunan berat badan.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa
cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan
konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi biasanya dilakukan
untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal,
dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi
tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra
kranial..
b. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit
dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap
beberapa jenis bakteri.
c. Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa
dan protein normal, kultur biasanya negative.
d. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan
pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri,
disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial
ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher,
sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
e. Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+)
menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla
spinalis bagian bawah.
f. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya
meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa
dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit
terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar
glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3
dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa
cairan otaknya menurun dari nilai normal.
g. Glukosa serum: meningkat (meningitis)
h. LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
i. Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
j. Elektrolit darah: Abnormal
k. ESR/LED: meningkat pada meningitis
l. MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
m. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan
daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
n. Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial
o. Arteriografi karotis : Letak abses

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan meningoensefalitis yaitu :
a. Antibiotik
b. Pengurangan cahaya ruangan, kebisingan dan tamu.
c. Nyeri kepala diatasi dengan istirahat dan analgesik
d. Asetamenofen dianjurkan untuk demam
e. Kodein, morfin dan derivat fenotiazin untuk nyeri dan muntah
f. Perawatan yang baik dan pantau dengan teliti (Nelson, 2010).
Sedangkan menurut Linda (2009), penatalaksanaan pada kasus

meningoensefalitis yaitu anak ditempatkan dalam ruang isolasi pernapasan

sedikitnya selama 24 jam setelah mendapatkan terapi antibiotic IV yang

sensitif terhadap organisme penyebab, steroid dapat diberikan sebagai

tambahan untuk mengurangi proses inflamasi, terapi hidrasi intravena

diberikan untuk mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit dan memberikan

hidrasi. Dalam pemberian cairan ini perlu dilakukan pengkajian yang

sering utuk memantau volume cairan yang diinfuskan untuk mencegah

komplikasi kelebihan cairan, seperti edema serebri. Pengobatan kemudian

ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi komplikasi dari proses

penyakit.
8. Komplikasi
a. Akut :
 edema otak
 hipertensi intracranial
 SIAD
 ventrikulitis
b. Intermediate :
 efusi subdural
 abses otak
 hidrosefalus
c. Kronis :
 memburuknya fungsi kognitif
 ketulian
 kecacatan motorik

B. Konsep Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas:
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk
rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas
ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin,
umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan
penyakit infeksi. ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
2. Keluhan utama:
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Mula-mula, gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4
hari , sakit kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan
tenggorokan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh:
Herpes dan lain-lain. Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus ,
E. Coli , dan lain-lain.
6. Imunisasi:
kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi post
imunisasi pertusis.
7. Pemeriksaan fisik (ROS)
 B1 (Breathing)
Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan
tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan
terjadi paralisa otot pernafasan.
 B2 (Blood)
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik
pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor
menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
 B3 (Brain)
Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan
kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
 B4 (Bladder)
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi
normal.
 B5 (Bowel)
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan
intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus
sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare
akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme.
 B6 (Bone)
Kelemahan

2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral/ penyumbatan
aliran darah.
2. Nyeri akut b.d proses infeksi.
3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular.
4. Risiko tinggi terhadap trauma/injuri b.d aktifitas kejang umum.
5. Risiko infeksi b.d paningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah.
6. Hipertermi b/d proses infeksi
3. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi (NIC)


o Hasil (NOC)
1 Perfusi jaringan serebral NOC : NIC :
tidak efektif b/d edema Circulation status Intrakranial Pressure
serebral/penyumbatan Tissue Prefusion : (ICP) Monitoring
aliran darah cerebral (Monitor tekanan
intrakranial)
Kriteria Hasil :  Berikan informasi
1. Mendemonstrasikan kepada keluarga
status sirkulasi yang  Set alarm
ditandai dengan :  Monitor tekanan
 Tekanan systole perfusi serebral
dandiastole dalam  Catat respon pasien
rentang yang terhadap stimuli
diharapkan  Monitor tekanan
 Tidak ada intrakranial pasien dan
ortostatikhipertens respon neurology
i terhadap aktivitas
 Tidak ada tanda  Monitor jumlah
tanda peningkatan drainage cairan
tekanan serebrospinal
intrakranial (tidak  Monitor intake dan
lebih dari 15 output cairan
mmHg)  Restrain pasien jika
2. Mendemonstrasikan perlu
kemampuan kognitif  Monitor suhu dan
yang ditandai dengan: angka WBC
 berkomunikasi  Kolaborasi pemberian
dengan jelas dan antibiotik
sesuai dengan  Posisikan pasien pada
kemampuan posisi semifowler
 menunjukkan  Minimalkan stimuli
perhatian, dari lingkungan
konsentrasi dan
orientasi Peripheral Sensation
 memproses Management
informasi (Manajemen sensasi
 membuat perifer)
keputusan dengan  Monitor adanya daerah
benar tertentu yang hanya
3. Menunjukkan fungsi peka terhadap
sensori motori cranial panas/dingin/tajam/tu
yang utuh : tingkat mpul
kesadaran mambaik,  Monitor adanya
tidak ada gerakan paretese
gerakan involunter  Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi
kulit jika ada lsi atau
laserasi
 Gunakan sarun tangan
untuk proteksi
 Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
 Monitor kemampuan
BAB
 Kolaborasi pemberian
analgetik
 Monitor adanya
tromboplebitis
 Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi

2 Nyeri akut b/d proses NOC : NIC :


infeksi v Pain Level, Pain Management
v pain control,  Lakukan pengkajian
Batasan karakteristik : v comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil : komprehensif
- Laporan secara  Mampu mengontrol termasuk lokasi,
verbal atau non nyeri (tahu penyebab karakteristik, durasi,
verbal nyeri, mampu frekuensi, kualitas dan
- Fakta dari observasi menggunakan tehnik faktor presipitasi
- Posisi antalgic nonfarmakologi untuk  Observasi reaksi
untuk menghindari mengurangi nyeri, nonverbal dari
nyeri mencari bantuan) ketidaknyamanan
- Gerakan melindungi  Melaporkan bahwa  Gunakan teknik
- Tingkah laku nyeri berkurang komunikasi terapeutik
berhati-hati dengan menggunakan untuk mengetahui
- Muka topeng manajemen nyeri pengalaman nyeri
- Gangguan tidur  Mampu mengenali pasien
(mata sayu, tampak nyeri (skala,  Kaji kultur yang
capek, sulit atau intensitas, frekuensi mempengaruhi respon
gerakan kacau, dan tanda nyeri) nyeri
menyeringai)  Menyatakan rasa  Evaluasi pengalaman
- Terfokus pada diri nyaman setelah nyeri nyeri masa lampau
sendiri berkurang  Evaluasi bersama
- Fokus menyempit  Tanda vital dalam pasien dan tim
(penurunan persepsi rentang normal kesehatan lain tentang
waktu, kerusakan ketidakefektifan
proses berpikir, kontrol nyeri masa
penurunan interaksi lampau
dengan orang dan  Bantu pasien dan
lingkungan) keluarga untuk
- Tingkah laku mencari dan
distraksi, contoh : menemukan dukungan
jalan-jalan,  Kontrol lingkungan
menemui orang lain yang dapat
dan/atau aktivitas, mempengaruhi nyeri
aktivitas berulang- seperti suhu ruangan,
ulang) pencahayaan dan
- Respon autonom kebisingan
(seperti diaphoresis,  Kurangi faktor
perubahan tekanan presipitasi nyeri
darah, perubahan  Pilih dan lakukan
nafas, nadi dan penanganan nyeri
dilatasi pupil) (farmakologi, non
- Perubahan farmakologi dan inter
autonomic dalam personal)
tonus otot (mungkin  Kaji tipe dan sumber
dalam rentang dari nyeri untuk
lemah ke kaku) menentukan intervensi
- Tingkah laku  Ajarkan tentang teknik
ekspresif (contoh : non farmakologi
gelisah, merintih,  erikan analgetik untuk
menangis, waspada, mengurangi nyeri
iritabel, nafas  Evaluasi keefektifan
panjang/berkeluh kontrol nyeri
kesah)  Tingkatkan istirahat
- Perubahan dalam  Kolaborasikan dengan
nafsu makan dan dokter jika ada keluhan
minum dan tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic
Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

8 Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :


Kriteria Hasil : Fever treatment
 Suhu tubuh dalam  Monitor suhu
Definisi : suhu tubuh rentang normal sesering mungkin
naik diatas rentang  Nadi dan RR dalam  Monitor IWL
normal rentang normal  Monitor warna dan
 Tidak ada perubahan suhu kulit
warna kulit dan tidak  Monitor tekanan
ada pusing, merasa darah, nadi dan RR
Batasan Karakteristik: nyaman  Monitor penurunan
tingkat kesadaran
 kenaikan suhu  Monitor WBC, Hb,
tubuh diatas rentang dan Hct
normal  Monitor intake dan
 serangan atau output
konvulsi (kejang)  Berikan anti piretik
 kulit kemerahan  Berikan pengobatan
 pertambahan RR untuk mengatasi
 takikardi penyebab demam
 saat disentuh tangan  Selimuti pasien
terasa hangat  Lakukan tapid
sponge
 Berikan cairan
Faktor faktor yang intravena
berhubungan :  Kompres pasien
pada lipat paha dan
- penyakit/ trauma aksila
- peningkatan  Tingkatkan sirkulasi
metabolisme udara
- aktivitas yang  Berikan pengobatan
berlebih untuk mencegah
- pengaruh terjadinya menggigil
medikasi/anastes
i
- ketidakmampua
n/penurunan
kemampuan Temperature regulation
untuk  Monitor suhu
berkeringat minimal tiap 2 jam
- terpapar  Rencanakan
dilingkungan monitoring suhu
panas secara kontinyu
- dehidrasi  Monitor TD, nadi,
- pakaian yang dan RR
tidak tepat  Monitor warna dan
suhu kulit
 Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat
panas
 Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi
dari hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD
pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas
dari nadi
 Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik)
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
3 Gangguan mobilitas NOC : NIC :
fisik b/d kerusakan vJoint Movement : Active Exercise therapy :
neuromuskuler vMobility Level ambulation
vSelf care : ADLs  Monitoring vital sign
Batasan karakteristik : vTransfer performance sebelm/sesudah latihan
Kriteria Hasil : dan lihat respon pasien
- Postur tubuh  Klien meningkat saat latihan
yang tidak stabil dalam aktivitas fisik  Konsultasikan dengan
selama  Mengerti tujuan dari terapi fisik tentang
melakukan peningkatan mobilitas rencana ambulasi
kegiatan rutin  Memverbalisasikan sesuai dengan
harian perasaan dalam kebutuhan
- Keterbatasan meningkatkan  Bantu klien untuk
kemampuan kekuatan dan menggunakan tongkat
untuk melakukan kemampuan saat berjalan dan cegah
keterampilan berpindah terhadap cedera
motorik kasar  Memperagakan  Ajarkan pasien atau
- Keterbatasan penggunaan alat tenaga kesehatan lain
kemampuan Bantu untuk tentang teknik
untuk melakukan mobilisasi (walker) ambulasi
keterampilan  Kaji kemampuan
motorik halus pasien dalam
- Tidak ada mobilisasi
koordinasi atau  Latih pasien dalam
pergerakan yang pemenuhan kebutuhan
tersentak-sentak ADLs secara mandiri
- Keterbatasan sesuai kemampuan
ROM  Dampingi dan Bantu
- Kesulitan pasien saat mobilisasi
berbalik (belok) dan bantu penuhi
- Perubahan gaya kebutuhan ADLs ps.
berjalan (Misal :  Berikan alat Bantu jika
penurunan klien memerlukan.
kecepatan  Ajarkan pasien
berjalan, bagaimana merubah
kesulitan posisi dan berikan
memulai jalan, bantuan jika
langkah sempit, diperlukan
kaki diseret,
goyangan yang
berlebihan pada
posisi lateral)
- Penurunan
waktu reaksi
- Bergerak
menyebabkan
nafas menjadi
pendek
- Usaha yang kuat
untuk perubahan
gerak
(peningkatan
perhatian untuk
aktivitas lain,
mengontrol
perilaku, fokus
dalam anggapan
ketidakmampuan
aktivitas)
- Pergerakan yang
lambat
- Bergerak
menyebabkan
tremor

4 Resiko trauma b/d NOC : NIC :


kejang  Knowledge : Personal  Environmental
Safety Management safety
 Safety Behavior :  Sediakan lingkungan
Faal Prevention yang aman untuk
 Safety Behavior : pasien
Falls occurance  Identifikasi kebutuhan
 Safety Behavior : keamanan pasien,
Physical Injury sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi
kognitif pasien dan
riwayat penyakit
terdahulu pasien
 Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya (misalnya
memindahkan
perabotan)
 Memasang side rail
tempat tidur
 Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
 Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien.
 Membatasi
pengunjung
 Memberikan
penerangan yang
cukup
 Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien.
 Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

5 Resiko infeksi b/d daya NOC : NIC :


tahan tubuh bekurang.  Immune Status Infection Control
 Risk control (Kontrol infeksi)
Faktor-faktor resiko :  Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien
- Prosedur Infasif lain
- Ketidakcukupan Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik
pengetahuan untuk  Klien bebas dari isolasi
menghindari tanda dan gejala  Batasi pengunjung bila
paparan patogen infeksi perlu
- Trauma  Menunjukkan  Instruksikan pada
- Kerusakan jaringan kemampuan untuk pengunjung untuk
dan peningkatan mencegah timbulnya mencuci tangan saat
paparan lingkungan infeksi berkunjung dan setelah
- Ruptur membran  Jumlah leukosit berkunjung
amnion dalam batas normal meninggalkan pasien
- Agen farmasi  Menunjukkan  Gunakan sabun
(imunosupresan) perilaku hidup sehat antimikrobia untuk
- Malnutrisi cuci tangan
- Peningkatan  Cuci tangan setiap
paparan lingkungan sebelum dan sesudah
patogen tindakan kperawtan
- Imonusupresi  Gunakan baju, sarung
- Ketidakadekuatan tangan sebagai alat
imum buatan pelindung
- Tidak adekuat  Pertahankan
pertahanan sekunder lingkungan aseptik
(penurunan Hb, selama pemasangan
Leukopenia, alat
penekanan respon  Ganti letak IV perifer
inflamasi) dan line central dan
- Tidak adekuat dressing sesuai dengan
pertahanan tubuh petunjuk umum
primer (kulit tidak  Gunakan kateter
utuh, trauma intermiten untuk
jaringan, penurunan menurunkan infeksi
kerja silia, cairan kandung kencing
tubuh statis,  Tingktkan intake
perubahan sekresi nutrisi
pH, perubahan  Berikan terapi
peristaltik) antibiotik bila perlu
- Penyakit kronik
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

Anda mungkin juga menyukai