Anda di halaman 1dari 21

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Jalur Mineralisasi

Mineralisasi emas dipengaruhi oleh larutan hidrotermal yang mengalir


melewati permeabilitas (sekunder maupun primer) batuan, sehingga terjadi
proses alterasi yang merubah komposisi kimiawi, mineralogi dan tekstur
batuan asal yang dilaluinya. Tipe alterasi dan mineralisasi pada suatu
daerah mempunyai sifat dan karakteristik tersendiri yang sering
dicirikan dengan adanya himpunan mineral tertentu. Keberadaan zona
alterasi dan mineralisasi ini akan membantu dalam perencanaan
pengembangan eksplorasi mineral bijih yang mengandung emas. Salah satu
indikator yang berpengaruh terhadap kehadiran urat -urat pembawa mineral
bijih berharga adalah struktur rekahan (kekar dan sesar). Jaringan kekar yang
berkembang merupakan jalan bagi larutan sisa magmatisme untuk mengisi
dan tempat terendapkannya mineral-mineral bijih.
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi
dengan alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-
fluida dengan pH mendekati netral (fluida-fluida khlorida netral). Dalam
alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein,
veinlet, breksi ekplosif atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau stringer
Pyrite + Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline).
Emas epitermal juga terdapat dalam alterasi Advanced-Argillic dan
alterasi-alterasi sehubungan yang terbentuk dari fluida-fluida asam sulfat.
Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai
dalam veinlet, batuan-batuan silika masif, atau dalam rekahan-rekahan atau
breksi-breksi dalam batuan yang tersilisifikasikan, serta dapat hadir bijih
tembaga seperti enargite, luzonite, dan covelite.
2.2. Endapan Hidrotermal (Epitermal)

Secara lebih detailnya endapan epitermal terbentuk pada kedalaman


dangkal hingga 1000 meter dibawah permukaan dengan temperatur relatif
rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak lebih dari 100 atm dari cairan
meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).
Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas
karena jarang terjadi. Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis
(banded) atau berupa fissure vein. Sedangkan struktur khasnya adalah
berupa struktur pembungkusan (cockade structure). Asosiasi pada endapan
ini berupa mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral penyertanya
berupa mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama
dari endapan ini adalah low sulphidation dan high sulphidation yang
dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan
pada alterasi dan mineraloginya.
Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe seperti
zona dimana batuan mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat
tinggi. Veins juga ditemukan, khususnya sepanjang zona patahan., namun
mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus (discontinuous).
Pada daerah volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan
seringkali mencapai permukaan, terutama ketika fluida hidrothermal muncul
(erupt) sebagai geyser dan fumaroles. Banyak endapan mineral epitermal tua
menampilkan fossil ‘roots’ dari sistem fumaroles kuno. Karena mineral -
mineral tersebut berada dekat permukaan, proses erosi sering mencabutnya
secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epitermal tua relatif tidak
umum secara global. Kebanyakan dari endapan mineral epithemal berumur
Mesozoic atau lebih muda.
Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya
kalsedonik quartz, kalsit, dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen
juga merupakan salah satu ciri dari endapan epitermal, yaitu dengan elemen
bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg, Tl, Te, Pb, Zn, dan Cu. Tekstur bijih yang
dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk tipe pengisian ruang terbuka
(karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah),
krustifikasi, colloform banding dan struktur sisir. Endapan yang terbentuk
dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah permukaan ini juga memiliki tipe
berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi. Dua tipe utama dari endapan ini
adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama
berdasarkan pada sifat kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan
mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000 dalam Chandra,2009).
Ransome (1907) (dalam Hedenquist et al, 2000) menemukan dari
pengamatan yang dijumpai pada endapan-endapan di sekitar kolam air panas
dan fumarol pada gunung api, dimana dia menyimpulkan bahwa endapan
yang terbentuk pada kondisi reduksi dengan pH air netral disebut sebagai
pembawa endapan-endapan sulfidasi rendah sedangkan kondisi asam dan
teroksidasi disebut sebagai pembawa endapan-endapan sulfidasi tinggi.
Terdapat asosiasi mineral-mineral tertentu yang dapat digunakan sebagai
penciri tipe-tipe endapan sulfidasinya. Endapan sulfidasi rendah dicirikan
oleh adanya asosiasi mineral-mineral sulfida seperti pirit-pirortit-
arsenopirit-sfalerit(kaya akan Fe) sedangkan sulfidasi tinggi dicirikan oleh
asosiasi mineral-mineral enargite-luzonit-kovelit-kelimpahan mineral pirit.
White dan Hedenquist (1995) di dalam White (2009), mengklasifikasikan
kedua jenis endapan tersebut sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Endapan Epitermal White dan Hedenquist (1995)
2.3. Tektonik dan struktur geologi NTT

Nusa tenggara berada diantara bagian timur pulau Jawa dan kepulauan
Banda tediri dari pulau-pulalu kecil dan lembah sungai. Secara fisik, dibagian
utara berbatasan dengan pulau Jawa, bagian timur dibatasi oleh kepulauan
Banda, bagian utara dibatasi oleh laut Flores dan bagian selatan dibatasi oleh
Samudra Hindia. Secara geologi nusa tenggara berada pada busur Banda.
Rangkaian pulau ini dibentuk oleh pegunungan vulkanik muda. Pada teori
lempeng tektonik, deretan pegunungan di nusa tenggara dibangun tepat di zona
subduksi indo-australia pada kerak samudra dan dapat di interpretasikan
kedalaman magmanya kira-kira mencapai 165-200 km sesuai dengan peta
tektonik Hamilton (1979).

Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di penggabungan tiga


lempeng utama diantaranya lempeng indo-australia, Eurasia dan pasifik.
Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut menimbulkan kompleks tektonik
khususnya di perbatasan lempeng yang terletak di timur Indonesia.

Sebagian besar busur dari kepulauan Nusa Tenggara dibentuk oleh zona
subduksi dari lempeng Indo-australia yang berada tepat dibawah busur Sunda-
Banda selama diatas kurun waktu tertier yang mana subduksi ini dibentuk
didalam busur volcanik kepulauan Nusa Tenggara. Bagaimanapun juga ada
perbedaan-perbedaan hubungan dari análisis kimia diantara batuan volkanik
pada kepulauan Nusa Tenggara. Busur volkanik pada bagian timur wilayah
sunda secara langsung dibatasi oleh kerak samudra yang keduanya memiliki
karakteristik kimia yang membedakanya dari lava pada bagian barat busur Nusa
Tenggara. Menurut Hamilton dibagian barat barisan pegunungan Nusa Tenggara
dibentuk pada massa Senozoic.

Batuaan Volkanik didalam busur Banda dari kepulauan Nusa Tenggara


yang diketahui lebih tua dari batuan pada awal miocene, ditemukan pada
kedalaman 150 km dibawah zona gempa. Wilayah seismic di Jawa terbentang
pada kedalaman maksimal 600 km ini merupakan indikasi dari subduksi dari
sub-ocean lithosfer milik lempeng Australia yang terletak dibawah busur Banda.
Pada awal pleistosen di seberang Timor menunjukkan adanya tabrakan dari
Timor dengan Alor dan Wetar, setelah semua lautan dimusnahkan oleh zona
subduksi.

Ukuran dari deretan kepulauan volkanik perlahan-lahan akan semakin


kecil dari timur pulau Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa , Flores, Wetar sampai ke
Banda. Penurunan ini sangat terlihat nyata pada bagian timur Wetar,
kemungkinan ini karena pantulan jumlah subduksi dari kerak samudra, Yang
secara tidak langsung gerakannya berupa dip-slip di bagian barat Wetar dan
gerakan strike-slip dibagian timurnya. Kemungkinan busur vulkanik dibagian
timur wetar lebih muda dan kemungkinan busur volkanik yang asli di bagian
timur Wetar telah disingkirkan oleh pinggiran batas benua Australia.

Sesuai dengan teori tektonik lempeng, Nusa Tenggara dapat dibagi


menjadi menjadi 4 struktur tektonik yaitu busur belakang yang terletak di laut
Flores, busur dalam yang dibentuk oleh kepulauan vulkanik diantaranya Bali,
Lombok, Sumbawa, Komodo, Rinca, Flores, Andora, Solor, Lomblen, Pantar,
Alor, Kambing dan Wetar. Busur volkanik luar yang dibentuk oleh kepulauan
non-volkanik diantaranya Dana, Raijua, Sawu, Roti, Semau dan Timor, dan
dibagian depan busur dibagi kedalam dua bagian yaitu inner arc (busur dalam)
dan outer arc (busur luar) dan bagian dalam ialah lembah yang dalam
diantaranya lembah (basin) Lombok dan Sawu.
2.4. SESAR

2.4.1. Definisi Sesar


Sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami perkembangan
pergeseran maupun pergerakan blok batuan yang tersesarkan. Sederhananya,
sesar merupakan patahan pada blok batuan yang memiliki sifat pergeseran blok
batuan yang terpatahkan, sifat pergeserannya dapat bermacam-macam,
mendatar, miring (oblique), naik dan turun. Di dalam mempelajari struktur
sesar, disamping geometrinya yaitu, bentuk, ukuran, arah dan polanya, yang
penting juga untuk diketahui adalah mekanisme pergerakannya.

2.4.2. Anatomi Sesar


Ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam pengamatan sesar di
lapangan. Data yang baik akan diperoleh dengan memahami betul bagaimana
data ini akan diolah. Beberapa anatomi atau unsur-unsur yang dapat diamati pada
sesar adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2 Anatomi Sesar


1. Bidang sesar (fault plane) adalah suatu bidang sepanjang rekahan dalam batuan
yang tergeserkan.
2. Jurus sesar (strike) adalah arah dari suatu garis horizontal yang merupakan
perpotongan antara bidang sesar dengan bidang horizontal.
3. Kemiringan sesar (dip) adalah sudut antara bidang sesar dengan bidang horizontal
dan diukur tegak lurus jurus sesar.
4. Atap sesar (hanging wall) adalah blok yang terletak diatas bidang sesar apabila
bidang sesamya tidak vertikal.
5. Foot wall adalah blok yang terletak dibawah bidang sesar.
6. Hade adalah sudut antara garis vertikal dengan bidang sesar dan merupakan
penyiku dari dip sesar.
7. Heave adalah komponen horizontal dari slip / separation, diukur pada bidang
vertikal yang tegak lurus jurus sesar.
8. Throw adalah komponen vertikal dari slip/separation,diukur pada bidang vertikal
yang tegak turus jurus sesar.
9. Slickensides yaitu kenampakan pada permukaan sesar yang memperlihatkan
pertumbuhan mineral-mineral fibrous yang sejajar terhadap arah pergerakan.

2.4.3. Klasifikasi Sesar Dinamis Anderson (1991)

Anderson mengklasifikasikan sesar berdasarkan fakta bahwa tidak


ada tegasan shear (Shearing Stress) yang dapat terbentuk pada permukaan
bumi, salah satu dari tegasan utama ( 1, 2, atau 3) harus tegak lurus
dengan permukaan bumi, sementara dua yang lain tegak lurus.
Gambar 2.3.1 Klasifikasi sesar menurut Anderson (1951)
Secara sederhana Anderson menjelaskan pembagian klasifikasinya
sebagai berikut: (i) Sesar normal, 1 berarah vertikal, sementara 2 dan
3 berarah horisontal, dengan arah jurus kemiringan bidang sesar (dip)
mendekati 60o. (ii) Sesar geser, memiliki 2 sangat vertikal, sementara
1 dan 2 horisontal, dalam hal ini Anderson menggambarkan bidang
sesar vertikal dengan arah pergerakan sesar horisontal.(iii) Sesar
Berbalik/Naik, memiliki 3 vertikal sementara 1 dan 2 horisontal,
bidang sesar diperkirakan memiliki arah jurus kemiringan sebesar 30o
mendekati horisontal.

2.5. KEKAR DAN URAT (VEIN)


2.5.1. Kekar

Kekar adalah suatu fracture (retakan pada batuan) yang relatif tidak mengalami
pergeseran pada bidang rekahnya, yang disebabkan oleh gejala tektonik maupun non
tektonik (Ragan, 1973).
Kekar Secara umum dicirikan oleh:
a). Pemotongan bidang perlapisan batuan;
b). Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb;
c). Kenampakan breksiasi. Struktur kekar dapat dikelompokkan berdasarkan sifat
dan karakter retakan/rekahan serta arah gaya yang bekerja pada batuan tersebut.
A. Kekar Tarik (Esktension Joint dan Release Joint)
- Kekar Tarikan (Tensional Joint), yaitu
kekar yang terbentuk dengan arah tegak lurus
dari gaya yang cenderung untuk
memindahkan batuan (gaya tension). Hal ini
terjadi akibat dari stress yang cenderung
untuk membelah dengan cara menekannya
pada arah yang berlawanan, dan akhirnya
kedua dindingnya akan saling menjauhi.
- Ciri-ciri dilapangan :
1) Bidang kekar tidak rata.
2) Selalu terbuka.
3) Polanya sering tidak teratur, kalaupun
teratur biasanya akan berpola kotak-kotak.
4) Karena terbuka, maka dapat terisi mineral
yangkemudian disebut vein.

- Kekar tarikan dapat dibedakan atas:


1). Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahannya searah dengan
tegasan.
2). Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau
pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya utama. Struktur ini
biasanya disebut STYLOLITE.

B. Berdasarkan Genesa & Keaktifan Gaya yang membentuknya


- Kekar Orde Pertama
Kekar orde pertama adalah kekar yang dihasilkan langsung dari gaya
pembentuk kekar .Umumnya mempunyai bentuk dan pola yang teratur dan ukurannya
relative besar .
- Kekar Orde Kedua
Kekar orde kedua adalah kekar sebagai hasil pengaturan kembali atau pengaruh
gaya balik atau lanjutan untuk mencapai kesetimbangan massa batuan .

2.5.2. Sistem Bukaan Urat (Vein)

Di daerah mineralisasi akan ada hubungan spasial antara struktur

mayor dengan proses mineralisasi yang terjadi. Secara regional suatu sistem struktur

didaerah magmatic arcs akan terbentuk adanya intrusi-intrusi baik yang mengisi

daerah bukaan-bukaan yang ada maupun membentuk bukaan yang baru.

Sehingga pada daerah struktur mayor akan terjadi beberapa aktivitas

yang berhubungan dengan cebakan mineral meliputi (Corbett dan Leach, 1997) :

(1) Pre-mineralization yang mengontrol pada daerah cekungan sedimentasi di batuan

induknya.

(2) Pre-mineralization intrusi atau breksi.

(3) Syn-mineralization pada lokasi sistem cebakan.

(4) Post-mineralization yang merupakan deformasi dari cebakan mineral.

Menurut Corbett dan Leach (1997), didasarkan pada tatanan tektonik dan level erosi

pada sistem hidrotermal, maka sistem bukaan cebakan dapat dibedakan menjadi

beberapa yaitu : (Gambar 2.4)


a. Splays atau horsetail yang berkembang di sepanjang struktur sesar relatif. Pada

daerah ini merupakan agent utama terjadinya intrusi porpiri.

b. Tension Fracture, terbentuk sebagai bukaan di batuan induk yang terletak diantara

sesar strike-slip dan umumnya mempunyai orientasi yang tergantung dengan gaya

(stress) utama. Tension fracture ini merupakan faktor dominan terjadinya sistem urat

emas-perak. Karakteristiknya tercermin bahwa panjang dari kekar tarik akan berakhir

sepanjang arah sesar.

c. Jogs, terbentuk sebagai bends yang melintasi sepanjang struktur dan dipisahkan

dengan kekar tarik, beberapa cebakan terjadi pada daerah jog ini.

d. Hanging wall splits, terbentuk pada kemiringan zona sesar terutama pada sesar

turun atau kemiringan perlapisan batuan yang terpotong oleh kemiringan bidang

sesar.

e. Pull-apart basin, yang terbentuk sebagai parallelogram yang terletak di antara 2

jalur sesar.

f. Domes, terbentuk pada batuan dasar yang terisi oleh larutan hidrotermal pada suatu

sistem urat mineralisasi.

g. Ore shoots, umumnya merupakan perkembangan dari penambahan lebar suatu urat

maupun bertambahnya kadar emas yang terbentuk oleh bertambahnya bukaan pada

suatu sistem urat.

h. Sheeted fracture, terbentuk pada lingkungan porpiri atau porpiri yang berhubungan

dengan lingkungan breksi.


Gambar 2.4.

Sistem bukaan urat Corbett dan Leach, 1997

2.5.3. Analisa Arah Urat (Vein)

Urat kuarsa pada prinsipnya terbentuk oleh larutan yang bersifat

mengisi rekahan, oleh sebab itu pola urat yang terbentuk akan mengikuti pola

rekahan. Pada cebakan yang mengisi rongga terjadi 2 proses yaitu : pembentukan

rongga dan pengisian larutan (Bateman,1981). Sesar geser yang bersifat ekstensif

akan terbentuk rekahan terbuka yang memungkinkan masuknya larutan

hidrotermal pembentuk urat, sehingga urat akan terbentuk relatif sejajar dengan arah

sesar.
Gambar 2.5.

Beda urat hasil tegasan dan urat hasil tarikan menurut

Heru Sigit, 2002.

Beberapa lingkungan struktur bukaan cebakan batuan samping

mengalami proses aktivitas selama terbentuknya, mulai dari pre-sampai-syn

mineralisasi dan umumnya mengalami deformasi pada post- mineralisasi pada suatu

system cebakan. Model dari sistem struktur tersebut disebut sebagai Riedel Shear

Model (Riedel, dalam Corbett and Leach, 1997). Pada suatu zona sesar kemungkinan

akan terbentuk adanya kekar tarik yang mempunyai pola searah dengan gaya utama.

Pola sesar terbentuk dengan arah yang berlawanan merupakan sesar geser (slip) dan

sesar normal mempunyai arah sejajar dengan arah gaya utama. Lowell dan Harris,

(dalam Corbett and Leach, 1997) mengemukakan suatu hasil percobaan yang

dilakukan pada lempung yang diberi tekanan dari arah lateral dan vertikal, hasil

tersebut akan membentuk pola struktur menyudut lancip dengan arah gayanya dan

mempunyai pola penyebaran melingkar mengikuti bentuk kubah (Gambar 2.6). Di


bagian tepi dari arah gaya utama akan terbentuk adanya rekahan yang kemudian

mengalami depresi dengan bentuk lingkaran.

Gambar 2.6.

Riedel Shear Model (a dan c) serta (b) model bentuk sesar pada Lempung

(Corbettand Leach, 1997).

2.5.4. Analisis Kekar dan Urat (vein)

daerah penelitian lebih dititik beratkan pada pembahasan kekar yang

terbentuk akibat aktivitas tektonik dimana hasil analisanya akan digunakan

dalam analisa struktur geologi daerah penelitian.

Secara skematis prosedur yang dilakukan pada pengambilan data

lapangan sampai interpretasi terbentuknya kekar adalah sebagai berikut :


Pengumpulan / Pencatatan data → Pengelompokan data → Penyajian data

→ Analisa data → Interpretasi

2.5.4.1. Analisis Kekar dengan Diagram Kipas

Analisis dengan Diagram Kipas, digunakan untuk kekar-kekar vertikal

(kemiringan/dip 80°-90°), jadi data kekar yang dianalisa adalah jurus kekar saja.

Langkah yang dilakukan adalah sbb:

1. Memasukkan data ke dalam tabel dengan pembagian skala 5° (Gambar 6.3)

2. Membuat diagram kipas, yaitu berupa setengah lingkaran dengan pembagian

jari-jarinya, sesuai dengan jumlah data terbanyak. (Misalnya, data terbanyak

yakni 4 data pengukuran, seperti digambarkan pada Gambar 6.4 dan

Gambar 6.5).

3. Memasukkan data dalam tabel ke dalam diagram kipas yang telah dilakukan

pembagian skala sebesar 5°, selanjutnya menentukan kedudukan umum

shear joint dan kedudukan tegasan-tegasan pembentuknya (1,2, dan 3).

A. Analisis tegasan berdasarkan arah umum kekar pada diagram

kipas.

1. Bila sudut antara dua kedudukan umum merupakan sudut tumpul, maka

sudut baginya merupakan arah dari σ3. (Gambar 6.4 dan Gambar 6.5)

2. Bila sudut antara dua kedudukan umum merupakan sudut lancip maka

sudut baginya merupakan arah dari σ1.

B. Analisa Kekar dengan Diagram Stereografi (Wulf Net)


Digunakan untuk menganalisa kekar-kekar dengan kedudukan yang bervariasi

(bukan kekar vertikal, dengan dip < 80°). Langkah - langkah yang dilakukan

adalah : (Gambar 6.6)

1. Memasukan kedudukan umum kekar (shear joint).

2. Mengeplotkan kedudukan umum tersebut ke dalam Wulf Net.

3. Perpotongan kedua shear joint adalah σ2.

4. σ2 diletakkan pada garis East - West (garis EW), kemudian membuat

bidang bantu yaitu 90° dari σ2 melewati pusat dihitung pada pembagian

skala yang terdapat di garis EW (bidang bantu tetap pada posisi NS).

5. Perpotongan antara bidang bantu dengan kedua shear joint:

- Apabila membentuk sudut lancip, maka sudut baginya adalah σ1, dan

σ3 dibuat 90° dari σ1 pada bidang bantu (dimana bidang bantu tetap

pada kedudukan NS)

- Apabila membentuk sudut tumpul, maka sudut baginya adalah σ3 dan

σ1 dibuat 90° dari σ3 pada bidang bantu (dimana bidang bantu tetap

pada kedudukan NS).

6. Membuat kedudukan dari extension joint yaitu melalui σ1 dan σ2.

7. Membuat kedudukan dari release joint yaitu melalui σ3 dan σ2.

ARAH NOTASI JUMLAH PROSENTASE


N ........ °E N ......... °E
0–5 180 - 185 III 4 16%
5 - 10 185 - 190 IIIII I 6 24%
10 - 15 190 - 195 IIIII 5 20%
15 - 20 195 - 200 II 2 8%
20 - 25 200 - 205 III 3 12%
25 - 30 205 - 210
30 - 35 210 - 215
35 - 40 215 - 220
40 - 45 220 - 225
45 - 50 225 - 230
50 - 55 230 - 235
55 - 60 235 - 240
60 - 65 240 - 245
65 - 70 245 - 250
70 - 75 250 - 255
75 - 80 255 - 260
80 - 85 260 - 265
85 - 90 265 - 270
90 - 95 270 - 275
95 - 100 275 - 280
100 - 105 280 - 285
105 - 110 285 - 290
110 -115 290 - 295
115 - 120 295 - 300
120 - 125 300 - 305
125 - 130 305 - 310
130 -135 310 - 315
135 - 140 315 - 320
140 - 145 320 - 325
145 - 150 325 - 330
150 - 155 330 - 335
155 - 160 335 - 340
160 - 165 340 - 345
165 - 170 345 - 350 II 2 8%
170-175 350 - 355
175 - 180 355 - 360 III 3 12%
Gambar 6.3

Contoh Tabulasi data untuk pembuatan diagram kipas


Gambar 6.4
Diagram kipas dengan satu frekuensi maksimum Kekar gerus
(1 = N 348° E)
(2= vertikal pada sumbu diagram)
(3= N 078° E)

Gambar 6.5
Diagram kipas dengan dua frekuensi maksimum kekar gerus yang sama
(1 = N 342° E)
(2= vertikal pada sumbu diagram)
(3= N 072° E)
Gambar 6.6

Contoh analisa kekar pada Wulf Net, dengan kedudukan :

1= 20°, N 200° E

2= 16°, N 017° E

3= 8°, N 090° E


Gambar 6.6

Kenampakan kekar vertikal

Gambar 6.7

Kenampakan kekar yang terisi mineral sekunder (Misalnya, kalsit atau kuarsa). Kekar
semacam ini disebut Urat (Vein)

Anda mungkin juga menyukai