Anda di halaman 1dari 8

pesantren dan politik

PESANTREN DAN POLITIK


(Pengaruh Pesantren Terhadap Perilaku Politik Santri Dan Konstelasi Politik Local )
MAKALAH Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Pilkada Dan Konstelasi Politik Local
Oleh Yosef Nursymsi 123507022
FAKULTAS ILMU POLITIK DAN ILMU SOCIAL UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hinayahnya sehingga penulis bisa menyusun makalah ini sesuai dengan yang diharapkan dan tepat
pada waktunya. Penulis ucapkan terima kasih yang setulusnya kepada dosen pengampu mata
kuliah pilkada dan konstelasi politik local yang telah banyak memberikan sumbangsih refernsi dan
keilmuan di bidangnya. Adalah harapan penulis sekiranya penyusunan makalah ini bisa memiliki
manfaat yang sebaik baiknya bagi pembaca khususnya bagi penulis sendiri perihal khasanah
wawasan politik local yang baru. Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dari segi pemahaman akan teoritis maupun dari structural
penulisan ilmiah yang semestinya,dengan lapang dada dan kebesaran hati penulis mengharapkan
kritik dan saran guna perbaikan didalam penulisan makalah selanjutnya Akhir kata penulis
ucapkan selamat membaca semoga bermanfaat Tasikmalaya 30 juni 2015 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAPTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 3
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Makalah 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Peran Kiyai 5
B. Pandangan Islam Terhadap Politik 5
C. Bentuk Budaya Politik 5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengaruh pesantren”kiyai” terhadap perilaku politik santri dan masyarakat 7
B. Relasi pesantren dan konstelsi politik local 9
BAB IV A. KESIMPULAN 12
B. SARAN 13
DATAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang paling tua dalam
mengembangkan ajaran agama islam di nusantara dan memliki nilai historis terhadap gerakan
social keagamaan.pada awalnya pesantren lahir dan berkembang karena danya tuntutan dari
masyarakat muslim nusntara untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran,khususnya yang
bersifat religius,oleh karena itu keberadaan pesantren selalu diterima dan diakui keberadaan dn
eksistensinya oleh masyarakat sekitar dalam hubungan yang harmonis. Pesanren juga dipandang
sebagai medium budaya kehidupan masyarakat,artinya didalam aktivitas pesantren tidak hanya
sebatas mengajarkan tentang pendidikan agama akan tetapi lebih jauhnya pesantren juga memiliki
fungsi untuk menanamkan nilai nilai spiritual,moral dan social kemasyarakatan sebagai bekal paa
santri dalam menghadapi kehidupan bermasyarakt supaya dapat menjalankan peran sosialnya
sebagai insane yang berahlak. Peran pesantren mengalami beberapa fase sejalan dengan
perkembangan social culture Negara ini.pada fase pertama pra kolonialisme pesantren berperan
khusus dalam mengajarkan dan menyebarkan ajaran islam ke seluruh pelosok nusantara.fase kedua
masa kolonialisme,pada masa ini pesantren tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan
tetapi juga menjadi basis kekuatan dalam menggalang perlawanan(power resisten)terhadap segala
bentuk kolonialisme di berbagai daerah,terlebih adanya usaha misonaris yang menunggangi
kolonialisme untuk menyebarkan agama Kristen(gosfel) khususnya di wilayah Indonesia timur.
Fase ketiga yaitu pasca kemerdekaan NKRI,pergeseran peran pesantren pada masa ini terjadi
akibat adanya dukungan dan keperayaan masyarakat terhadap eksistensi kiyai dan pesantren
terutama masyarakat yang melihat sumber kekuatan dan otoritas dari pandangan
kharismatik.sehingga pesantren dan kiyai di dipandang sebagai basis kekuatan politik yang mampu
mengarahkan perilaku politik para santri dan masyarakat sekitarnya. Pergeseran pesantren dan
kiyai sebagai basis kekuatan politik kerap kali dijadikan ajang perebutan simpati dan restu bagi
para kontestan perhelatan politik,baik pada saat PILEG PILKADA maupun PILPRES.melihat
dinamika peran dan fungsi pesantren yang terus berkembang terutama sebagai basis kekuatan
politik local yang mampu mengarahkan prilaku politik santri dan masyarakat ini sangat menarik
untuk di kaji dalam makalah yang berjudul”pesantren dan politik(peran pesantren terhadap prilaku
politik santri dan konstelasi politik local).
B. Rumusan masalah Mengingat begitu kompleknya peran pesantren dalam mentranspormasi nilai
nilai kehidupan dan beragama,maka penulis membatasi permasalahan pesantren ini dalam
spectrum politik yang dirumuskan sebagai berikut:
a) Bagaimana peran pesantren “kiyai”terhadap perilaku politik santri
b) Bagaimana relasi pesantren dan politik locall
C. Tujuan makalah Selaras dengan rumusan masalah diatas,maka penyusunan makalah ini
memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah pilkada dan konstelasi politik lokal
b) Untuk mengetahui tentang peran pesantren”kiyai:terhadap perilaku politik santri.
c) Untuk mengetahui tentang relasi pesantren dan politik local.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. peran kiyai hiroko korikosi(1987)bahwa”kiyai adalah perantara (intermetary force) sebagai
agen yang mampu menyeleksi dan mengarahkan nilai nilai budaya yang akan memberdayakan
masyarakat
B. Pandangan islam terhadap politik Menurut Bj.bollen (1982)”ketertarikan umat islam terhadap
politik bukan saja karena kemampuan partai politik dalam memperjuangkan dan membela
kepentingan islam,tetapi karena adanya tipologi islam dalam memandang hubungan politik dengan
islam”
C. Bentuk budaya politik
a) budaya politik parokial ( parochial political culture )tipe budaya politik yang orientasi politik
individu dan masyarakatnya masih sangat rendah. hanya terbatas pada satu wilayah atau lingkup
yang kecil atau sempit. individu tidak mengharapkan apapun dari sistem politik. tidak ada peranan
politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri. biasanya terdapat pada masyarakat tradisional
b) budaya politik subjek ( subject political culture ) masyarakat dan individunya telah mempunyai
perhatian dan minat terhadap sistem politik. meski peran politik yang dilakukannya masih terbatas
pada pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah dan menerima kebijakan tersebut dengan
pasrah. tidak ada keinginan untuk menilai , menelaah atau bahkan mengkritisi
c) budaya politik partisipan ( participant political culture merupakan tipe budaya yang ideal.
individu dan masyarakatnya telah mempunyai perhatian, kesadaran dan minat yang tinggi terhadap
politik pemerintah. individu dan masyarakatnya mampu memainkan peran politik baik dalam
proses input (berupa pemberian dukungan atau tuntutan terhadap sistem politik) maupun dalam
proses output (melaksanakan, menilai dan mengkritik terhadap kebijakan dan keputusan politik
pemerintah).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengaruh pesantren”kiyai” terhadap perilaku politik santri dan masyarakat Pesantren sebagai
lembaga pendidikan agama informal temtunya memiliki karakteristik tersendiri yang unik satu
sama lainya,setidaknya kondisi sosio culture masyarakat sekitar bias saja mempengaruhi cara
pengajaran dan program-program pengajaran di civitas pesantren,atau bahkan sebaliknya peran
dan figure pesantre”kiyai”dapan merekonstruksi tata nilai social culture santri dan masyarakat
sekitar,terlebih di wilayah yang masih kental unsure unsure kebudayaan dan metafisika,sosok kiyai
dipandang sebagai figure ideal yang layak dijadikan panutan dan di minta petuahnya. Sikap dan
perilaku santri maupun masyarakat terhadap kiyai ini seakan tidak bisa dilepaskan satu sama
lainya,keduanya memiliki hubungan simbiosis mutualisme layanya dua sisi mata uang.di satu sisi
kiyai membutuhkan seorang santri dan masyarakat sebagai objek pengajaran dan pengamalan
ilmunya sebagai penrus perjuangan syiar agama,disisi lain santri dan masyarakat juga
membutuhkan kiyai sebagai pembingbing dan pengampu berbagai ilmu keagamaam dan social
culture masyarakat yang keberadaanya harus dijunjung tinggi. Kehadiran sosok kiyai yang
menguasai berbagai bidang ilmu keagamaan,dengan sendirinya menimbulkan kewibawaan
kharismatik bagi para santri dan masyarakat sekitar.Dengan adanya otoritas kharismatik
memudahkan bagi kiyai untuk mengontrol dan mengukuhkan pengaruhnya terhadap santri dan
masyarakat sekitar sebagaimana yang dijelaskan oleh max weber( ) bahwa”charisma memainkan
peran penting dalam kehidupan social masyarakat,juga menjadi penentu dalam orientasi politik”
Otoritas kiyai dari segi power of kharismatic kerap kali menimbulkan sikap ta’jim (patuh
turut)santri terhadap titah yang diucapkan oleh kiyai,bahkan disatu sisi otoritas kharismatik sering
bergeser mendekati otoritas tradisionaldimana sosok kiyai siyakini sebagai sosok yang
bersih,mulya dan luput dari kekeliruaan(trustee),hal ini dipertegas dengan berbagai kajian lliteratur
para santri dalam menuntut ilmu yang memungkinkan terjaganya kewibawaan kiyai seperti kitab
kuning. Menurut masthur(1994)”ta’lim mutualim karangan syekh zanuazi yang menjadi pedoman
para santri dalam menuntut ilm,diantara isinya adalah bahwa kunci sukses menuntut ilmu adalah
murid wajib menghormati guru dan kitab yang di ajarkanya” Sikap hormat santri dan masyarakat
terhadap kiyai ini diartukulasikan dan di internalisasi sebagai penerimaan setiap sikap dan
keputusan yang di ambil oleh kiyai.sehingga sikap dan pilihan santri akan terus berafiliasi terhadap
kiyai,oleh karena itu lambat laun akan melahirkan budaya aatau perlakuan politik yang bersifat
parochial yaitu “sikap dan perilaku poltitk masyarakat yamg memiliki orientasi masih lemah
terhadap empat tingkatan bentuk berikut:
a) Tingkat pengetahuan umum yang dimiliki masyarakat mengenai system politik Negara
b) Pemahaman masyarakat mengenai struktur dan peran pemerintah dalam membuat kebijakan
c) Pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang meliputi input dari masyarakat
d) Partisipasi dalam kegiatan politik dan bernegara,hakdan kewajiban sebagai warga negara. Maka
setiap keputusan yang bersangkutan dengan adpek politik baik yang bersifat ekonomi social dak
keagamaan sepenuhnya diserahkan langsung kepada ketua adat,tokoh masyarakat”oleh karena itu
kiyai dipandang bukan hanya memiliki pengaruh dan peran dalam tatanan keagamaan lebih
jauhnya kiyai juga dipandang sebagai figure penentu dalam peranata kehidupan bermsayarakat.

B. Relasi pesantren dan konstelsi politik local Pesantren secara khitah merupakan lembaga dakwah
seakligus pendidikan bagi santri dan masyarakat yang menitik beratkan pada dimensi teologi
dans,fatalistic,dan keihlasan terkait dengan dimensi osolerik yang bersifat metafisika.Sedangkan
politik merupakan dimensi profane yang bersifat sekuler dan selalu bebrbicara perihal kekuasaan.
Kedua spectrum tersebut pada dasarnya sangat bertolak belakang namun pada kenyataanya sulit
sekali untuk dipisahkan.hal ini bias dilihat dari peran pesantren dalam dekada terakhir. Dimana
pada masa orde baru pesantren lebih memegang peranan hanya sebatas budaya atau yang lebih
dikenal sebagai culture broker,mengingat pada masa orde baru polititk di kalangan pesantren sulit
sekali di terima oleh masyarakat,bahkan bantuan dari pemerintah maupun parati politik kepada
pesantren dianggap sebagaipencedraan terhadap citra kiyai.implikasinya pesantren jadi sepi dari
para santri yang akan menuntut ilmu keagamaan pada kondisi terburuknya,kiyai akan kehilangan
legitimasi dan charisma atas santri dan masyarakat. Pasca reformasi pesantren mulai memasuki
ranah structural(politik praktis) dengan beberapa kiyai yang masuk kedalam struktur kepengurusan
parati politik,menjadi anggota legislative,kepala daerah bahkan pesantren jawa berdomisili di jawa
yang berafiliasi terhadap NU menginternalisasikan dirinya pada generalisasi idiologi dan partai
politik PKB untuk mensukseskan KH.Abdurahman wahid sebagai presiden. Menurut Bj.bollen
(1982)”ketertarikan umat islam terhadap politik bukan saja karena kemampuan partai politik
dalam memperjuangkan dan membela kepentingan islam,tetapi karena adanya tipologi islam
dalam memandang hubungan politik dengan islam” Tipologi islam dalam memandang hubungan
politik dengan islam bsa di kategorikan sebagai berikut:
a) Idiologi dimana politik dipandang sebagai hal yang penting dan sikap politik seseorang sama
halnya dengan seperti memeluk islam sebagai keharusan
b) Kharismatik yaitu cara pandang seseorang dalam sikap politiknya didasari terhadap kefiguran
,artinya sikap politik sesorang sangat dipengaruhi oleh tokoh atau pemuka agama yang memiliki
pengaruh dan charisma dan seseorang hanya mengikuti apa yang di putuskan tokoh kharismatik
tersebut.
c) Rasional yaitu cara pandang seseorang terhadap politik dengan jalan mempertimbangkan dari
aspek kapabelitas dan kapasitas politisi tersebut. Peran pesantren dalam konstelasi politik local
khususnya di tasikmalaya secara tidak langsung memiliki andil yang besar terhadap prilaku politik
santri dan masyarakat khususnya pada perhelatan pemilu,bahkan banyak diantara elit pesantrenn
yang ikut serta dalam politik praktis ini,seperti KH Asep Maosul affandi yang merupakan
keturunan dari pendiri pondok pesantren Miftahul Huda,maupun kemenangan UU rhuzanul ulum
yang mendapat dukungan dari pesantren mifatahul huda dan HAMIDA(himpunan alumni miftahul
huda) yang terdapat di berbagai pelosok nusantara terutama di tasikmalaya. Masyarakat
tasikmalaya khususnya masyarakat yang berada di pedesaan yang berlatar belakan ekonomi dan
pendidikan menengah ke bawah masih cenderung berprilaku politik tradisional dengan lebih
mempertimbangkan aspek kharismatik dari yang mengarahkan maupun dari sosok pemimpin yang
akan di pilih ketimbang melihat aspek pengetahuan visi misi dan kapabelitas.disinilah peran kiyai
sebagai tokoh yang kharismatik berpengaruh penting terhadap perilaku politik masyarakat.
Pengaruh kiyai seolah olah telah bertransformasi menjadi barganning power dan position bagi elit
politik local maupun nasional dalam vote gatter.para elit politik local maupun nasional kerap kali
bersilaturrahmi ke pesantren dan kiyai dengan tujuan untuk mendapatkan restu sebagai symbol
dukungan kiyai terhadap elit politik tersebut. Dalam posisi ini kiyai dapat melakukan lobi politik
dan deal deal politik sebagai timbal balik dari dukunganya untuk kepentingan umat seperti yang
diungkapkan hiroko korikosi(1987)bahwa”kiyai adalah perantara (intermetary force) sebagai agen
yang mampu menyeleksi dan mengarahkan nilai nilai budaya yang akan memberdayakan
masyarakat” Deal deal politik kiyai terhadap elit politik local bias dilihat dari di terbitkanya perda
sayariah di kota tasikmalaya pada masa syarief hidayat dimana perda tersebut diyakini sebagai
umpan balik dari proses system politik yang di prakarsai atas kepentingan golongan kiyai yang
ingin membumikan perda syariah di kota tasikmalaya.walaupun pada kenyataanya perda ini hanya
bersifat semantic karena pada implementasinya dirasakan sangat nihil.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama islam memiliki peranan yang terus
berkembang siring perjalanan social culture negeri ini,pesantren tidak lagi bercokol pada satu
tatanan religiusitas yang bersipat metafisika tetapi juga berperan penting dalam merekonstruksi
nilai nilai kehidupan bemasyarakat dan bernegara. Sebagai basis kekuatan yang memiliki
kharismatik dikalangan santri dan masyarakat local keberadaan pesantren tidak lagi parsial
terutama menjelang perhelatan pemilihan umum banyak elit politik local yang memanfaatkan
dukungan politik berupa restu dari pesantren untuk meraih simpati masyarakat. Ditataran politik
local pesntren bahkan memiliki barganning power dan position yang sangat menarik sehingga
memungkinkan trjadinya kontrak politik diantara elit pesantren dan elit partai politik local.
Pesantren bisa ditempatkan sebagai pembisik kebijakan pemerintahan local sekaligus sebagai”
local strongman” yang berjalan demi kepentingan umat.
B. Saran Dari kompleksitasnya permasalahan pesantren terhadap konstelasi politik local
diharapkan dengan adanya penyusunan makalah ini bisa dijadikan sebuah rujukan untuk diskusi
terbuka demi terciptanya peran pesantren dan kiyai yang seharusnya dalam menempatkan dirinya
dalam pusaran politik yang selalu bersinggungan dengan kursi kekuasaan
Daftar pusataka

Anda mungkin juga menyukai