B. Relasi pesantren dan konstelsi politik local Pesantren secara khitah merupakan lembaga dakwah
seakligus pendidikan bagi santri dan masyarakat yang menitik beratkan pada dimensi teologi
dans,fatalistic,dan keihlasan terkait dengan dimensi osolerik yang bersifat metafisika.Sedangkan
politik merupakan dimensi profane yang bersifat sekuler dan selalu bebrbicara perihal kekuasaan.
Kedua spectrum tersebut pada dasarnya sangat bertolak belakang namun pada kenyataanya sulit
sekali untuk dipisahkan.hal ini bias dilihat dari peran pesantren dalam dekada terakhir. Dimana
pada masa orde baru pesantren lebih memegang peranan hanya sebatas budaya atau yang lebih
dikenal sebagai culture broker,mengingat pada masa orde baru polititk di kalangan pesantren sulit
sekali di terima oleh masyarakat,bahkan bantuan dari pemerintah maupun parati politik kepada
pesantren dianggap sebagaipencedraan terhadap citra kiyai.implikasinya pesantren jadi sepi dari
para santri yang akan menuntut ilmu keagamaan pada kondisi terburuknya,kiyai akan kehilangan
legitimasi dan charisma atas santri dan masyarakat. Pasca reformasi pesantren mulai memasuki
ranah structural(politik praktis) dengan beberapa kiyai yang masuk kedalam struktur kepengurusan
parati politik,menjadi anggota legislative,kepala daerah bahkan pesantren jawa berdomisili di jawa
yang berafiliasi terhadap NU menginternalisasikan dirinya pada generalisasi idiologi dan partai
politik PKB untuk mensukseskan KH.Abdurahman wahid sebagai presiden. Menurut Bj.bollen
(1982)”ketertarikan umat islam terhadap politik bukan saja karena kemampuan partai politik
dalam memperjuangkan dan membela kepentingan islam,tetapi karena adanya tipologi islam
dalam memandang hubungan politik dengan islam” Tipologi islam dalam memandang hubungan
politik dengan islam bsa di kategorikan sebagai berikut:
a) Idiologi dimana politik dipandang sebagai hal yang penting dan sikap politik seseorang sama
halnya dengan seperti memeluk islam sebagai keharusan
b) Kharismatik yaitu cara pandang seseorang dalam sikap politiknya didasari terhadap kefiguran
,artinya sikap politik sesorang sangat dipengaruhi oleh tokoh atau pemuka agama yang memiliki
pengaruh dan charisma dan seseorang hanya mengikuti apa yang di putuskan tokoh kharismatik
tersebut.
c) Rasional yaitu cara pandang seseorang terhadap politik dengan jalan mempertimbangkan dari
aspek kapabelitas dan kapasitas politisi tersebut. Peran pesantren dalam konstelasi politik local
khususnya di tasikmalaya secara tidak langsung memiliki andil yang besar terhadap prilaku politik
santri dan masyarakat khususnya pada perhelatan pemilu,bahkan banyak diantara elit pesantrenn
yang ikut serta dalam politik praktis ini,seperti KH Asep Maosul affandi yang merupakan
keturunan dari pendiri pondok pesantren Miftahul Huda,maupun kemenangan UU rhuzanul ulum
yang mendapat dukungan dari pesantren mifatahul huda dan HAMIDA(himpunan alumni miftahul
huda) yang terdapat di berbagai pelosok nusantara terutama di tasikmalaya. Masyarakat
tasikmalaya khususnya masyarakat yang berada di pedesaan yang berlatar belakan ekonomi dan
pendidikan menengah ke bawah masih cenderung berprilaku politik tradisional dengan lebih
mempertimbangkan aspek kharismatik dari yang mengarahkan maupun dari sosok pemimpin yang
akan di pilih ketimbang melihat aspek pengetahuan visi misi dan kapabelitas.disinilah peran kiyai
sebagai tokoh yang kharismatik berpengaruh penting terhadap perilaku politik masyarakat.
Pengaruh kiyai seolah olah telah bertransformasi menjadi barganning power dan position bagi elit
politik local maupun nasional dalam vote gatter.para elit politik local maupun nasional kerap kali
bersilaturrahmi ke pesantren dan kiyai dengan tujuan untuk mendapatkan restu sebagai symbol
dukungan kiyai terhadap elit politik tersebut. Dalam posisi ini kiyai dapat melakukan lobi politik
dan deal deal politik sebagai timbal balik dari dukunganya untuk kepentingan umat seperti yang
diungkapkan hiroko korikosi(1987)bahwa”kiyai adalah perantara (intermetary force) sebagai agen
yang mampu menyeleksi dan mengarahkan nilai nilai budaya yang akan memberdayakan
masyarakat” Deal deal politik kiyai terhadap elit politik local bias dilihat dari di terbitkanya perda
sayariah di kota tasikmalaya pada masa syarief hidayat dimana perda tersebut diyakini sebagai
umpan balik dari proses system politik yang di prakarsai atas kepentingan golongan kiyai yang
ingin membumikan perda syariah di kota tasikmalaya.walaupun pada kenyataanya perda ini hanya
bersifat semantic karena pada implementasinya dirasakan sangat nihil.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama islam memiliki peranan yang terus
berkembang siring perjalanan social culture negeri ini,pesantren tidak lagi bercokol pada satu
tatanan religiusitas yang bersipat metafisika tetapi juga berperan penting dalam merekonstruksi
nilai nilai kehidupan bemasyarakat dan bernegara. Sebagai basis kekuatan yang memiliki
kharismatik dikalangan santri dan masyarakat local keberadaan pesantren tidak lagi parsial
terutama menjelang perhelatan pemilihan umum banyak elit politik local yang memanfaatkan
dukungan politik berupa restu dari pesantren untuk meraih simpati masyarakat. Ditataran politik
local pesntren bahkan memiliki barganning power dan position yang sangat menarik sehingga
memungkinkan trjadinya kontrak politik diantara elit pesantren dan elit partai politik local.
Pesantren bisa ditempatkan sebagai pembisik kebijakan pemerintahan local sekaligus sebagai”
local strongman” yang berjalan demi kepentingan umat.
B. Saran Dari kompleksitasnya permasalahan pesantren terhadap konstelasi politik local
diharapkan dengan adanya penyusunan makalah ini bisa dijadikan sebuah rujukan untuk diskusi
terbuka demi terciptanya peran pesantren dan kiyai yang seharusnya dalam menempatkan dirinya
dalam pusaran politik yang selalu bersinggungan dengan kursi kekuasaan
Daftar pusataka