Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hasil pembelajaran mata pelajaran SEJARAH MI MIFTAHUL HUDA


KELAS V masih kurang memuaskan. Salah satu penyebab kurang menariknya
pelajaran tersebut, karena belum dikembangkan metode-metode pembelajaran yang
inovatif dan menyenangkan bagi siswa secara optimal.
Peranan guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa tidaklah
mudah. Guru harus memiliki berbagai kemampuan yang dapat menunjang tugasnya
agar tujuan pendidikan dapat dicapai. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki
oleh seorang guru dalam meningkatkan kompetensi profesinya ialah kemampuan
memilih metode mengajar.
Dalam memilih metode mengajar seorang guru harus dapat menyesuaikan
antara metode yang dipilihnya dengan kondisi siswa, materi pelajaran, dan sarana
yang ada. Oleh karena itu, guru harus menguasai beberapa jenis metode megajar
agar proses belajar mengajar berjalan lancar dan tujuan yang ingin dicapai dapat
terwujud.
Untuk meningkatkan kemampuan siswa dan meningkatan motivasi dan
hasil belajar siswa dalam megikuti pelajaran, ada beberapa metode mengajar yang
tepat digunakan. Surakhmad (1984:15) mengatakan, “Ada beberapa jenis metode
mengajar yang tepat digunakan oleh guru dalam menyapaikan materi. Metode ini
adalah metode ceramah, metode latihan, Metode kerja kelompok, metode diskusi,
metode demontrasi, metode pembagian tugas, metode karya wisata”. Tiap-tiap
metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Jadi, guru harus pandai
memilih metode mengajar yang sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
Metode kerja kelompok adalah format pembelajaran yang menitikberatkan
kepada interaksi antara anggota yang satu dengan anggota yang lain dalam suatu

1
kelompok guna menyelesaikan tugas-tugas belajar secara bersama-sama. Metode
ini dapat digunakan jika guru mempunyai keyakinan bahwa untuk memahami topik
yang dibicarakan perlu dilakukan pembelajaran dengan metode kerja kelompok.
Dalam pembelajaran SEJARAH menjadi metode yang diharapkan banyak
dilakukan siswa. Oleh karena itu, Departemen Pendidikan Nasional melalui telah
mencoba mengembangkan metode tersebut dalam strategi pembelajaran PAKEM
(Pembelajaran Aktif, Efektif dan Menyenangkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik mengadakan Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) mengenai PERANAN METODE KERJA KELOMPOK
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH TERHADAP PENINGKATAN
KEMAMPUAN SISWA DALAM PELAJARAN SEJARAH MI MIFTAHUL
HUDA KELAS V.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan judul penelitian: “KONTRIBUSI PENERAPAN METODE


KERJA KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN SISWA
DALAM PENGUASAAN MATERI PELAJARAN SEJARAH (Penelitian
Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas V MI MIFTAHUL HUDA)” dan latar belakang
masalah yang telah dikemukakan di atas, perumusan masalah penelitian ini adalah
sebagai berikut:

C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan yang diteliti lebih tidak terlalu luas, maka perlu
ditetapkan adanya pembatasan masalah. Dasar adanya pembatasan masalah ini
disesuaikan dengan kemampuan penulis, baik dari segi waktu, tenaga, bahkan
biaya.
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya meneliti kontribusi penggunaan kerja kelompok dalam
pembelajaran SEJARAH terhadap peningkatan penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran SEJARAH.

2
2. Penelitian ini hanya dilakukan di Siswa Kelas V MI MIFTAHUL HUDA

D. Tujuan Penelitian
Supaya penelitian terarah dan sesuai dengan harapan perlu ditetapkan tujuan
penelitian. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kontribusi penggunaan kerja kelompok
dalam pelajaran SEJARAH MI MIFTAHUL HUDA KELAS V terhadap
peningkatan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.
2. Untuk menambah wawasan dan pengalaman penulis yang berkaitan dengan
pengembangan model-model pembelajaran SEJARAH

E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan sebagai
berikut:
1. Penelitian diharapkan dapat meningkatkan kualitas peneliti sebagai tenaga
pendidik.
2. Penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan bagi instansi pemerintah, cq
Dinas Pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
3. Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbang saran yang positif bagi rekan
guru di lapangan.

F. Metodelogi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskrBahasa Indoneisai analisis.
Hal ini disebabkan penelitian ini mencoba memberikan gambaran keadaan yang
sesungguhnya dan memberikan analisis didasarkan data yang diperoleh melalui
obeservasi, catatan data lapangan, hasil tes dan catatan hasil refleksi/diskusi yang
dilakukan oleh peneliti dan mitra peneliti.
Adapun langkah-langkah dalam kegiatan penelitian ini mengemkan model yang
dikembangakan oleh Lewis (Wiriaatmajda, 2005:100) meliputi:
1. mengidentifikasi gagasan/permasalahan umum
2. melalukan pengecekan dilapangan

3
3. membuat perencanaan umum
4. mengembangkan langkah tindakan
5. mengevaluasi, dan
6. merevisi perencanaan

G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan hasil penelitian, sistematika penulisan digunakan adalah
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan
masalah, tujuan penelitian, dan kegunaaan penelitian.
Bab II Landasan Teoritis, berisi teori-teori yang diambil dari beberapa ahli yang
ada kaitannya dengan permasalahan penelitian.
Bab III Laporan Hasil Penelitian dan Pemahasan, berisi laporan hasil penelitian
tindakan kelas yang dilakukan penulis (siklus per siklus), serta pembahasan atas
hasil penelitian yang dilakukan.
Bab IV Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil
penelitian dan saran-saran yang ada kaitannya dengan hasil penelitian.

4
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Hakikat Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Pembicaraan tentang pembelajaran tidak bisa dilepaskan dari istilah
kurikulum dan pengertiannya. Secara singkat hubungan keduanya dapat dipahami
sebagai berikut: pembelajaran merupakan wujud pelaksanaan (implementasi)
kurikulum., atau pembelajaran ialah kurikulum dalam kenyataan implementasinya.
Munandir (2000:255) memberikan batasan mengenai pembelajaran sebagai
berikut: “Pembelajaran ialah hal membelajarkan, yang artinya mengacu ke segala
daya upaya bagaimana membuat seseorang belajar, bagaimana menghasilkan
peristiwa belajar di dalam diri orang tersebut.
Selanjuntnya Gagne dalam Munandir (2000:256) menjelaskan bahwa:
“Pembelajaran tersusun atas seperangkat peristiwa (event) yang ada di luar diri si
belajar, diatur untuk maksud mendukung proses belajar yang terjadi dalam diri si
belajar tadi. Peristiwa-peristiwa pembelajaran itu adalah: (1) menarik
(membangkitkan) perhatian, (ii) memberitahukan tujuan belajar, (iii) mengingat
kembali hasil belajar prasyarat (apa yang dipelajari), (iv) menyajikan stimulus, (v)
memberikan bimbingan belajar, (vi) memunculkan perbuatan (kinerja) belajar, (vii)
memberikan balikan (feedback), (viii) menilai kinerja belajar, dan meningkatkan
retensi dan transfer.”

Berdasarkan hal tersebut, terkandung pengertian bahwa pembelajaran bisa


berlangsung tanpa kehadiran guru. Kalaupun guru hadir, ia bukan seorang
“penyampai bahan”, atau “penyaji materi”, melainkan sekedar media, guru adalah
media, dan ia salah satu saja dari media pembelajaran. Pembelajaran tanpa seorang
guru mengasumsikan kemandirian dan otoaktivitas siswa selaku pebelajar.
Selanjutnya Depdiknas (2002:9) memberikan definisi pembelajaran sebagai
berikut:

5
“Pembelajaran adalah suatu sistem atau proses membelajarkan subyek
didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi
secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian, jika pembelajaran
dipandang sebagai suatu sistem, maka berarti pembelajaran terdiri dari sejumlah
komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,
strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga,
pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran.
Sebaliknya jika pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran
merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangkaian upaya atau kegitan
guru dalam rangka membuat siswa belajar.

Berdasarkan analisis teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa


pembelajaran adalah suatu sistem atau proses yang dilakukan oleh seorang guru
dalam rangka menghasilkan terjadinya peristiwa belajar pada diri siswa untuk
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

2. Tujuan Pembelajaran/Pendidikan
Pendidikan adalah kegiatan yang selalu harus sadar tujuan. Oleh karena itu
perumusan tujuan pendidikan bukan saja penting, tetapi merupakan suatu
keharusan. Tujuan pendidikan ada beberapa tingkat, yaitu: (a) tujuan pendidikan
nasional, (b) tujuan institusional, (c) tujuan pendidikan kurikuler, dan (d) tujuan
instruksional. Tujuan pendidikan nasional merupakan rumusan umum tentang pola
perilaku dan pola kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu lembaga atau
institusi pendidikan. Tujuan institusional ditentukan oleh tugas dan tungsi yang
dipikul oleh lembaga tadi dalam rangka menghasilkan lulusan dengan kemampuan
dan ketrampilan tertentu yang dibutuhkan masyarakat.
Tujuan pendidikan kurikuler adalah rumusan umum tentang macam-macam
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang terdapat dalam masing masing
mata pelajaran sehingga dapat diberikan pengalaman yang sesuai kepada siswa
dalam rangka mencapai tujuan institusional lembaga pendidikan yang

6
bersangkutan. Tujuan ini didasarkan pada tingkah laku, yaitu tujuan pendidikan
yang berhubungan dengan terbentuknya tingkah laku. Ada tiga macam tingkah laku
yang dikenal dengan istilah taksonomi. Bloom membagi tujuan ini menjadi tiga
(taksonomi Bloom), yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif
(affective domain), dan ranah psikomotorik (psvchomoton domain). Selanjutnya
Bloom mengklasifikasikan ranah kognitif menjadi enam sebagai berikut:
a. Mengenal (recognition), yaitu merupakan tujuan ranah kognitif berupa
pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan fakta, istilah, dan
prinsip-prinsip. Untuk mencapai tujuan pengenalan siswa diminta untuk memilih
salah satu dari dua atau lebih jawaban yang disediakan dalam soal. Sedangkan
untuk tujuan pengingatan kembali siswa diminta untuk mengingat kembali dan
menyebutkan satu atau lebih fakta-fakta sederhana.
b. Pemahaman (comprehension), yaitu merupakan tujuan ranah kognitif berupa
kemampuan mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu
menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya. Untuk mencapai tujuan ini siswa
diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di
antara fakta-fakta atau konsep.
c. Penerapan (application), yaitu merupakan tujuan ranah kognitif berupa
kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam
situasi yang konkrit. Untuk mencapai tujuan ini siswa dituntut merniliki
kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstraksi tertentu (konsep,
hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu
situasi baru dan menerapkannya secara benar.
d. Analisa (analysis), yaitu merupakan tujuan ranah kognitif berupa kemampuan
menjabarkan isi pelajaran kebagian-bagian yang menjadi unsur pokok. Untuk
mencapai tujuan ini siswa diminta/ ditugasi untuk menganalisa suatuhubungan atau
situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar.
e. Sintesis (synthesis), yaitu merupakan tujuan ranah kognitif berupa kernampuan
menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru. Untuk mencapai
tujuan ini siswa diminta melakukan sintesa/ menggabungkan kembali atau

7
menyusun kembali hal-hal yang spesitik agar dapat mengembangkan suatu struktur
yang baru.
f. Evaluasi (evaluation), yaitu merupakan tujuan ranah kognitif berupa kemampuan
menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu. Misalnya untuk
mengetahui sejauhmana siswa mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan
yang telah dimiliki, maka siswa diminta memecahkan soal dari suatu kasus tertentu.
Komptensi Dasar adalah rumusan umum tentang tujuan yang diharapkan dapat
dicapai oleh siswa sesudah mereka mengikuti kegiatan yang bersangkutan. Tujuan
harus disusul dengan sasaran belajar . Sasaran belajar merupakan serangkaian
rumusan terinci tentang perilaku siswa yang diharapkan dapat mereka capai setelah
mengikuti kegiatan .
Kompetensi Dasar mempunyai empat fungsi:
a. merupakan dasar penyusunan sasaran belajar
b. memberikan rumusan tujuan mata pelajaran secara ringkas
c. memberikan arah dalam menentukan kegiatan belajar
d. memberikan informasi tentang kedudukan suatu pelajaran dalam kurikulum.
Tujuan yang disusun dengan baik, secara umum menunjukkan batas ruang lingkup
bidang yang akan dipelajari dan tingkat penguasaan yang diinginkan. Setiap tujuan
harus dirinci menjadi beberapa sasaran belajar. Merumuskan sasaran belajar
merupakan bagian yang penting, karena dari sasaran belajar dapat diturunkan:
a. Pokok-pokok mana yang harus dipelajari
b. Bagaimana siswa harus mempelajari (sasaran belajar harus diberitahukan kepada
siswa)
c. Bagaimana proses pembelajaran diselenggarakan
d. Bagaimana evaluasi hasil belajar diselenggarakan.
Dalam kegiatan pembelajaran guru seringkali tidak sekedar berusaha mencapai
tujuan yang telah dirumuskan dalam persiapan mengajarnya. Guru seringkali
berusaha mencapai tujuan-tujuan yang tidak dirumuskan dalam persiapan
mengajarnya, tetapi tujuan tersebut telah dipikirkan oleh guru sebelum kegiatan
pembelajaran dilakukan.

8
Tujuan-tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya secara tertulis dan diharapkan
dicapai secara langsung dalam kegiatan-kegiatan pembelajaran disebut sebagai
tujuan instruksional, yang merupakan dampak instruksional (instrucsional effects).
Selain tujuan instruksional yang dirumuskan secara tertulis, seorang guru dapat
memikirkan tentang tujuan-tujuan lain yang dapat dicapai melalui kegiatan-
kegiatan pembelajaran secara tidak langsung. Tujuan yang harus dipikirkan guru
dan guru tidak perlu menuliskannya dalam persiapan mengajar disebut tujuan
pengiring, yaitu sebagai dampak pengiring dari kegiatan pembelajaran.
Tujuan pengiring memberikan manfaat dalam:
a. menghubungkan tujuan instruksional yang satu dengan yang lain
b. pembentukan pelajar seumur hidup
c. meningkatkan kebermaknaan kegiatan pembelajaran.

3. Strategi Pembelajaran
a. Pengertian Strategi Pembelajaran
Menurut Webster (Dadang Sulaiman: 1988, 134) istilah strategi mencakup:
(a) suatu perencanaan yang teliti atau metoda atau suatu muslihat yang cerdik,
(b) suatu seni menggunakan atau memikirkan rencana rencanauntuk mencapai
suatu tujuan.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Webster, Anthony S. Jones dkk. (1979, 1)
memberikan definisi strategi pembelajaran sebagai suatu metoda pendidikan untuk
mengubah pengetahuan menjadi belajar. yang belajar adalah perubahan perilaku
individu dalam ranah ,kognitif, afektif dan psikomotorik.
Gerlach & Ely (1981, 174) mempertajam pengertian strategi pembelajaran sebagai
cara pendididik menyajikan isi pelajaran dalam lingkungan pendidikan, yang
meliputi sifat, ruang lingkup dan urut-urutan peristiwa yang memberikan
pengalaman-pengalaman pendidikan.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi pembelajaran
mencakup:

9
a) Perencanaan pengajaran yang meliputi materi pelajaran, metode mengajar, media
pengajaran, lingkungan belajar, pengelolaan kelas, dan urut-urutan peristiwa dalam
proses pembelajaran.
b) Tujuan pengajaran diarahkan untuk mengubah pengetahuan menjadi belajar yang
meliputi perubahan perilaku individu dalam ranah kognitif, ranah afektit; dan ranah
psikomotorik.

b. Pendekatan dalam menentukan Strategi Pembelajaran (Ekspositori dan


Pendekatan Inkuiri)
Dalam menentukan strategi pembelajaran guru dapat menggunakan
pendekatan ekspositori dan atau pendekatan inkuiri. Pendekatan ekspositori
merupakan suatu pendekatan di mana guru menyajikan informasi kepada siswa.
Sumber-sumber informasi yang paling banyak digunakan adalah buku teks dan
bahan-bahan rujukan lain yang relevan seperti bahan-bahan audio¬visual dan
pengalaman pribadi guru. Biasanya guru berdiri di depan kelas menyajikan
informasi, sedangkan siswa diharapkan memproses informasi tersebut dengan cara
yang sama seperti yang disajikan oleh guru. Metode yang banyak digunakan dalam
pendekatan ini adalah ceramah. Mengadakan Kerja Kelompok, menyajikan gambar
hidup, dan pembuatan laporan juga dapat digunakan dalam pendekatan ini. Kerja
Kelompok dapat dikategorikan ke dalam pendekatan ekspositori apabila
dimaksudkan untuk mengarahkan mahasiswa terhadap tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya (directed discussion). Biasanya siswa diuji dan dinilai kecakapannya
dalam mengidentitikasi peristiwa, tanggal peristiwa, rumus-rumus, dan mengulangi
informasi yang telah disampaikan oleh guru sesuai dengan aslinya atau sekurang-
kurangnya mengenai substansinya.
Pendekatan inkuiri merupakan suatu pendekatan dalam strategi pembelajaran,
dalam pendekatan ini guru bertindak sebagai fasilitator pengalaman belajar serta
menciptakan dan mengatur kondisi-kondisi yang dapat memberikan rangsangan
kepada para siswa untuk mengajukan pertanyaan¬pertanyaan tentang topik yang
sedang dibahas. Misalnya guru menyajikan dokumen-dokumen transaksi keuangan
yang diperoleh dari suatu perusahaan jasa hipotetis dan kemudian mendorong para

10
siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang hanya dijawab oleh guru
dengan menyatakan "ya" atau "tidak". Dari pertanyaan siswa dan jawaban yang
diberikan oleh guru tersebut diharapkan tercipta suatu kondisi terjadinya inkuiri.
Pendekatan ekspositori dan pendekatan inkuiri bukanlah peristiwa dikotomi
melainkan merupakan dua kutub berlawanan yang mempunyai daerah kontimun
ekspositori dan inkuiri. Edwin Fenton (Gerlach & Ely 1981 , 174) menekankan
bahwa pemahaman terhadap daerall kontinum yang berbeda antara dua kutub
pendekatan ekspositori dan inkuiri adalah penting akan bermanfaat dalam
menentukan strategi pembelajaran yang tepat- yaitu kapan strategi pembelajaran
lebih didominasi ekspositori dan kapan didominLisi inkuiri. Bagi guru yang lebih
penting adalah menyadari bahva tujuan pembelajaran tidak akan dapat dicapai
hanya dengan menggunakan pendekatan ekspositori saja atau menggunakan
pendekatan inkuiri saja. Ada bagian-bagian dan isi pelajaran yang tepat jika
digunal:an pendekatan ekspositori dan ada bagian lain yang tepat jika digunal:an
pendekatan inkuiri. Akan tetapi pada umumnva sebagian besar dari isi pelajaran
hanya efektif jika digunakan pendekatan di antara kedua pendekatan tersebut.
Selain menggunakan kedua pendekatan tersebut, pengembangan strategi
pembelajaran juga menggunakan pendekatan ketrampilan proses (PKP), yaitu suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada "membelajarkan siswa
bagaimana belajar " (to learn how to lean). PKP dapat diartikan sebagai wawasan
atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelelaual, social, dan fisik
yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya
telah ada dalam diri siswa. PKP bukanlah tindakan instruksional yan, berada di luar
kemampuan siswa.
Funk mengungkapkan bahwa:
a. PKP memberikan kepada siswa pcngertian yang tepat tentang hakikat ilmu
pengetalhuan. Siswa dapat mengalami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat
lebih mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan.
b. Mengajar dengan pendekatan PKP berarti memberi kesempatan kepada siswa
bekerja dengan ilmu pengetahuan. Di sisi lain siswa merasa bahagia sebab mereka
aktif dan tidak menjadi si belajar yang pasif.

11
c. Menggunakan pendekatan PKP dalam mengajar berarti membuat siswa belajar
dua aspek sekaligus, yaitu aspek proses dan aspek produk ilmu pengetahuan. Aspek
proses belajar adalah sejumlah pengalaman intelektual, emosional, dan fisik pada
diri siswa, sedangkan aspek hasil belajar adalah perubahan perilaku pada diri siswa.
Adanya pandangan bahwa guru merupakan "motor penggerak" yang
membuat siswa terus-menerus belajar dan siswa seringkali dipandang sebagai
"gentong kosong" yang harus diisi air pengetahuan oleh guru, atau siswa dipandang
sebagai kertas yang masih putih bersih yang harus diisi dengan tulisan pengetahuan
oleh guru harus diubah. Adanya pandangan seperti ini akan mengakibatkan
kegiatan pembelajaran lebih cenderung menjadi kegiatan "penjajahan" atau
"penjinakan" daripada kegiatan "pemanusiaan".
Penerapan PKP dalam kegiatan pembelajaran didasarkan pada hal-hal sebagai
berikut:
1) Percepatan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) Percepatan
perubahan IPTEK tidak mungkin diwujutkan apabila guru bertindak sebagai satu-
satunya orang yang menyalurkan semua fakta. Oleh karena itu perlu adanya
pengembangan keterampilan memperoleh dan memproses fakta, konsep, dan
prinsip pada diri siswa.
2) Pengalaman intelektual, emosional, dan fisik diperlukan agar diperoleh hasil
belajaryang optimal. Ini berarti diperlukan kegiatan pembelajaran yang mampu
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan unjuk-kerja melalui
sejumlah keterampilan memproses semua fakta, konsep, dan prinsip.
3) Penanaman sikap dan nilai sebagai pengabdi pencarian kebenaran ilmu Hal ini
menuntut adanya pengenalan terhadap tatacara pemrosesan dan pemerolehan
kebenaran ilmu. Perlu disadari bahwa tidak ada kebenaran yang bersifat final.
Kebenaran sifatnya sementara. yaitu sampai ditemukannya kebenaran yang baru.
Kebenaran yang baru ini sifatnya juga sementara, yaitu sampai ditemukan
kebenaran baru berikutnya, dan demikian seterusnya
Ada beberapa keterampilan proses yang secara garis besar dapat dikategorikan
sebagai :
a) keterampilan dasar (basic skills) dan

12
b) keterampilan terintegrasi (integrate skills). Keterampilan dasar terdiri dari enam
macam keterampilan, yaitu mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi,
mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Sedangkan keterampilan
terintegrasi meliputi mengidentifikasi variable, membuat tabulasi data, menyaj ikan
data dalam bentuk gratik, menggambarkan hubungan antar variable,
mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis penelitian, menyusun hipotesis,
mendefinisikan variable secara operasional, merancang penelitian, dan
melaksanakan eksperimen.
Keterampilan mengobservasi, yaitu kemampuan/ keterampilan
mengobservasi objek-objek dan fenomena yang terdapat disekitar kita melalui
panca indera, yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan persaan/
pengecap. Informasi yang diperoleh dari keterampilan mengobservasi dapat
mendorong keinginan tahu. bertanya, memikirkan, melakukan interpretasi tentang
lingkungan kita.Kegiatan mengobservasi dapat dibedakan menjadi kegiatan
observasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Keterampilan mengobservasi
merupakan ketrampilan dasar (basic skills) Kegiatan observasi dikatakan bersifat
kualitatif jika dalam pelaksanaannya hanya menggunakan pancaindera untuk
memperoleh informasi. Misalnya: menentukan warna dengan penglihatan,
mendengarkan suara dengan pendengaran, membandingkan perbedaan rasa manis
dengan menggunakan pengecap, dan seterusnya.Kegiatan observasi dikatakan
bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaannya selain menggunakan pancaindera
juga menggunakan peralatan lain yang memberikan informasi khusus dan tepat.
Misalnya menghitung luas ruangan, mengukur suhu badan, membandingkan luas
daerah yang satu dengan yang lain.
Keterampilan mengklasitikasikan atau mengkategorikan sejumlah objek. peristiwa,
dan segala yang ada di dalam dan dilingkungan kchidupan kita adalah perlu.
Misalnya kebutuhan rnanusia dapat digolongkan menjadi kebutuhan primer.
kehutuhan sekunder. dan kebutuhan tersier. Kegiatan mengklasifikasi akan
mempermudah bagi kita untuk memahami berbagai objek. peristiwa, atau segala
hal yang ada di dalam dan di linokungan kehiidupan kita. Kegiatan menentukan
klasifikasi/penggolongan dapat dilakukan dengan cara mengamati persamaan.

13
perbedaan. hubungan dan mengelompokkan objek berdlasarkan kesesuaian dengan
berbagai tujuan. ketrampilan mengklasifikasi tersebut merupakan salah satu dari
berbagai keterampilan yang termasuk dalam keterampilan dasar (basic skilIs) yang
harus dilatih dan kembangkan pada diri siswa.
Keterampilan memprediksi adalah kemampuan memprediksi/ meramalkan
objek atau peristiwa di masa yang akan datang dengan mendasarkan pola-pola
keadaan yang ada di waktu-waktu sebelumnya atau kecenderungan tertentu, atau
sifat hubungan antara fakta, konsep. dlan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Contoh:
memprediksi volume penjualan tahun yang akan datang berdasarkan
pola/kecenderungan penjualan beberapa tahun sebelumnya, memprediksi tingkat
inflasi bulan Januari tahun yang akan datang berdasarkan pola/kecenderungan
inflasi pada tahun-tahun sebelumnya. Memprediksi permintaan tekstil pada awal
tahun ajaran yang akan datang berdasarkan polal kecenderungan permintaan tekstil
beberapa tahun sebelumnya.
Keterampilan mengukur dapat diartikan sebagai menyatakan suatu objek
tertentu ke dalam satuan ukuran tertentu. Misalnya: dalam satuan berat kilo gram,
dalam satuan suhu udara derajat celsius, dalam satuan jarak kilo meter, dalam
satuan pendapatan rupiah, dan lain-lainnya.Keterampilan mengukur merupakan
salah satu keterampilan dasar (basic skills) yang harus dilatih dan kembangkan pada
diri siswa.
Keterampilan menyimpulkan adalah keterampilan untuk merumuskan
keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang
diketahui. Misalnya: berdasarkan data atau informasi tentang pendapatan keluarga
yang diperoleh dari observasi, diukur dalam satuan rupiah, diklasitikasikan berapa
persen yang tergolong sangat tinggi, tinggi. sedang, rendah. dan sangat rendah.
Kemudian ditarik kesimpulan secara umum apakah penghasilan keluarga yang
metjadi objek penelitian tersebut tergolong sangat tinggi. tinggi, sedang. rendah.
atau sangat rendah.
Keterampilan berkomunikasi dengan tihak lain merupakan keterampilan dasar
untulc segala hal yang kita lakukan. Kemampuan atau keterampilan berkomunikasi
bagi siswa agar dalam penyampaian dan memperoleh fakta. konsep, dan prinsip

14
yang efektif, tepat dan jelas (tidak samar¬ samar) perlu dilatih dan kembangkan.
Contoh kegiatan dari keterampilan berkomunikasi adalah menKerja Kelompokkan,
membuat laporan, membaca peta. dan membaca gratik.
Keterampilan merancang penelitian adalah kegiatan untuk memecahkan
suatu masalah yang dihadapi yang secara garis besar menggunakan langkah-
langkah sebagai berikut: merumuskan masalah, melakukan kajian pustaka,
merumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara, mengumpulkan data, mengolah
data, menganalisis data (menguji hipotesis), dan menarik kesimpulan. Keterampilan
merancang penelitian meliputi keterampilan:
1) menentukan dan merumuskan masalah penelitian
2) merumuskan hipotesis
3) menentukan instrumen pengumpulan data
4) mengolah data (tabulasi data, penyajian data dalam diagram/ gratik)
5) menganalisis data (menentukan teknik analisis data untuk pengujian hipotesis)
6) menarik kesimpulan
Keterampilan merancang penelitian disebut keterampilan terintegrasi (integrate
skills) karena merupakan integrasi dari keseluruhan keterampilan dasar (basic
skills).

4. Perencanaan Pembelajaran
Salah satu model perencanaan pembelajaran yang harus dipersiapkan guru adalah
Rencana Pelaksnaan Pembelajaran. RPP pada hakikatnya adalah proyeksi tentang
apa yang harus dilakukan guru pada waktu melaksanakan kegiatan pembelajaran,
tidak lain adalah perbuatan atau tingkah laku mengajar. Perbuatan mengajar dalam
hal ini guru melaksanakan menentukan metode yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran, sehingga dapat mempengaruhi siswa secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Dengan demikian RPP
sesungguhnya merupakan dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Buku
Panduan Penyususanan RPP (BNSP,2006), sebagai berikut:
RPP merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di
kelas, laboratorium, dan/atau lapangan untuk setiap Kompetensi dasar. Oleh karena

15
itu, apa yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkait dengan
aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu Kompetensi
Dasar.

Menurut Buku Panduan Penyusunan RPP dari BNSP, Rencana Pelaksanaan


Pembelajaran disusun untuk satu Kompetensi Dasar. Artinya, satu kompetensi
dasar minimal memiliki satu RPP. Adapun langkah-langkah dalam Penyusunan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (BNSP, 2006) adalah sebagai berikut:
A. Mencantumkan identitas
Pada bagian ini harus mencantumkan nama sekolah, mata pelajaran, kelas/semester,
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan alokasi waktu

B. Mencantumkan Tujuan Pembelajaran


Tujuan Pembelajaran berisi penguasaan kompetensi yang operasional yang
ditargetkan/dicapai dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang operasional dari
kompetensi dasar. Apabila rumusan kompetensi dasar sudah operasional, rumusan
tersebutlah yang dijadikan dasar dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran dapat terdiri atas sebuah tujuan atau beberapa tujuan.

C. Mencantumkan Materi Pembelajaran


Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Materi pembelajaran dikembangkan dengan mengacu pada materi
pokok yang ada dalam silabus.

D. Mencantumkan Metode Pembelajaran


Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan
sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik
pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.
E. Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

16
Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah
kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur
kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Akan tetapi,
dimungkinkan dalam seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model
yang dipilih, menggunakan urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena
itu, kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus
ada dalam setiap pertemuan.
F. Mencantumkan Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang
dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan,
lingkungan, media, narasumber, alat, dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara
lebih operasional. Misalnya, sumber belajar dalam silabus dituliskan buku referens,
dalam RPP harus dicantumkan judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman
yang diacu.

G. Mencantumkan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang
dipakai untuk mengumpulkan data. Dalam sajiannya dapat ituangkan dalam bentuk
matrik horisontal atau vertikal. Apabila penilaian menggunakan teknik tes tertulis
uraian, tes unjuk kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik
penilaian.

5. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran pada umum terbagi atas tiga komponen, yakni kegiatan
awal atau pendahuluan, kegiatan inti atau pokok dan kegiatan akhir atau penutup.
Uraian selengkapnya langkah-langkah dari ketiga komponen tersebut adalah:
1) Kegiatan Awal
Kegiatan yang dilakukan pada awal kegiatan belajar mengajar adalah:
(a) mengondisikan belajar siswa; dan
(b) perkenalan dengan siswa dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada siswa
agar dalam pelaksanaan kegiatan berlangsung lebih akrab.

17
(c) Apersepsi yakni kegiatan penghubung antara pelajaran yang telah disampaikan
dengan pelajaran yang akan disampaikan
2) Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti guru akan menerapkan metode-metode pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sesuai dengan pendekatan
yang digunakan.
3) Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir merupakan tindak lanjut kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Oleh karena itu, sebagai akhir pelaksanaan kegiatan belajar
pembelajaran adalah memberikan tindak lanjut belajar siswa.
Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan pembelajaran adalah pelaksanaan kegiatan membelajarkan siswa agar
mereka mampu memahami materi pelajaran, baik yang disampaikan secara
langsung maupun tidak langsung sehingga tujuan pembelajaran atau kompetensi
dasar dapat dikuasai oleh siswa.

6. Penilaian Pembelajaran
Penilaian dalam pembelajaran merupakan umpan balik hasil kegiatan pembelajaran
dalam rangka perbaikan setiap komponen program pembelajaran. Melalui hasil
penilaian, guru dapat mengukur keberhasilan penyususnan perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran/program pembelajaran. Uraian ini diperkuat oleh
penjelasan berikut:
Penilaian dalam proses belajar mengajar berfungsi sebagai alat untuk mengukur
tercapai-tidaknya tujuan pengajaran. Melalui penilaian dapat ditetapkan apakah
proses tersebut berhasil atau tidak. Kalau berhasil, guru dapat melanjutkan bahan
pengajaran pada minggu atau pertemuan berikutnya, tetapi kalau belum berhasil
bahan yang telah diberikan perlu pengulangan atau pemahaman kembali sampai
siswa dapat menguasainya (Sudjana, 1996:65).

18
Selanjutnya, Hidayat (1995:13) menjelaskan, bahwa “siswa dikatakan telah
berhasil dalam penilaian jika mencapai taraf penguasaan minimal 75% dari tujuan
yang ingin dicapai”.
Dalam penilaian yang disajikan pada akhir kegiatan pembelajaran terdapat dua hal
yang perlu diperhatikan, yaitu prosedur penilaian dan alat penilaian. “Prosedur
penilaian artinya penetapan bagaimana cara penilaian akan dilakukan. Apakah
secara lisan, tertulis, atau tindakan. Sedangkan alat penilaian berkenaan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa” (Sudjana, 1996:65).
Selanjutnya, dalam penyusunan pertanyaan dijelaskan sebagai berikut.
a. Isi pertanyaan harus betul-betul mengungkapkan makna yang terdapat dalam
rumusan tujuan instruksional khusus.
b. Kata-kata operasional yang digunakan sebagai titik-tolak rumusan pertanyaan.
c. Setiap pertanyaan yang diajukan harus mempunyai jawaban yang pasti sehingga
dijadikan pegangan dalam menetapkan tercapai-tidaknya tujuan instruksional
khusus.
d. Banyaknya pertanyaan sekuranng-kurangnya sama dengan banyaknya tujuan
instruksional khusus.
e. Rumusan pertanyaan harus jelas, tegas, dan dalam bahasa yang sudah dipahami
maknanya oleh para siswa sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-
beda diantara siswa (Sudjana, 1996:65).

Sejalan dengan uraian di atas, Hidayat (1995:92) menjelaskan, bahwa langkah-


langkah dalam menyusun penilaian adalah:
a. menentukan jenis tes yang sesuai dengan TPK, misalnya:
(a) tes tertulis;
(b) tes lisan; dan
(c) tes perbuatan.
Jenis tes yang dipilih haruslah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Misalnya,
tujuan “Siswa dapat melakukan perintah lisan dengan tepat” tentu tidak dapat
diukur dengan tes lisan atau tertulis tetapi harus dengan tes perbuatan.

19
b. menyusun pertanyaan atau item tes sesuai dengan jenis dan bentuk tes yang
dipilih.
Berkenaan dengan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian pembelajaran
adalah umpan balik hasil kegiatan pembelajaran dalam rangka perbaikan setiap
komponen program pembelajaran, disusun dengan memperhatikan prosedur dan
alat penilaian berdasarkan langkah-langkah penyusun yang telah ditetapkan.

B. Metode Kerja Kelompok


Salah satu tugas utama guru adalah mengajar. Oleh karena itu guru harus dapat
menjawab pertanyaan: "bagaimana seharusnya mengajar". Pertanyaan ini berkaitan
dengan kompetensi guru dalam mengajar. Kompetensi mengajar berkaitan dengan
penentuan dan penerapan suatu metode atau kombinasi dari berbagai metode
pembelajaran di dalam proses pembelajaran. Pada bagian ini akan dibahas berbagai
metode pembelajaran, antara lain: (1) metode ceramah. (?) metode tanya-jawab, (3)
metode Kerja Kelompok
1. Pengertian Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok adalah format pembelajaran yang menitikberatkan kepada
interaksi antara anggota yang satu dengan anggota yang lain dalam suatu kelompok
guna menyelesaikan tugas-tugas belajar secara bersama-sama. Metode ini dapat
digunakan jika guru mempunyai keyakinan bahwa untuk memahami topik yang
dibicarakan perlu dilakukan pembelajaran dengan metode kerja ketompok.

2. Tujuan Penggunaan Metode Kerja Kelompok


Tujuan penggunaan metode kerja kelompok dalam kegiatan belajar mengajar
adalah sebagai berikut:
a. memupuk kemauan dan kemampuan kerjasama diantara para siswa.
b. Meningkatkan keterlibatan sosio-emosional dan intelektual para siswa dalam
proses pembelajaran yang diselenggarakan
c. Meningkatkan perhatian terhadap proses dan hasil dari proses pembelajaran
secara berimbang.

20
3. Variabel-variabel yang menentukan keberhasilan kerja kelompok
Variabel-variabel yang menentukan keberhasilan kerja kelompok antara lain,
sebagai berikut:
a. tujuan yang jelas
b. Interaksi anggota kelompok.
c. Kepemimpinan kelompok
d. Suasana kerja kelompok
e. Tingkat kesulitan tugas
f. Kemampuan dan kecakapan guru dalam menjalankan perannya sebagai pengelola
(manajer), pengamat (observer), pemberi saran (advisor), dan penilai (evaluator).

4. Prosedur Penggunaan Metode Kerja Kelompok


Prosedur Penggunaan Metode Kerja Kelompok dalam kegiatan belajar mengajar
adalah:
a. Tahap persiapan, yaitu
1). pemilihan topik-topik
2). pembentukan kelompok
3). pembagian topik kepada tiap-tiap kelompok
b. Proses kei ja kelompok
Pada tahap ini guru melakukan pengamatan, memberikan saran bila diperlukan, dan
memberikan penilaian terhadap kerja kelompok. Sementara itu siswa mula-mula
melaksanakan penjajagan terhadap topik/tugas yang diberikan, pemahaman, dan
penunaian/ penyelesaian tugas.
c. Tahap akhir
Pada tahap ini kelompok kerja siswa diwajibkan menyampaikan hasil kerja mereka
secara lisan dan tertulis. Sedangkan guru melakukan penilaian keberhasilan
pemakaian metode kerja kelompok.

21
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Siklus I
Pelaksanaan kegiatan penelitian dilaksanakan setelah perencanaan dianggap
selesai. Tahap pelaksanaan tindakan sesuai dengan rencana pelaksanaannya dibagi
dalam tiga tahap atau tiga siklus.
Pada siklus pertama (Ke-1), kegiatan belajar dilakukan dengan model diskusi yang
menggunakan pendekatan PAKEM sesuai dengan rencana tindakan. Berdasarkan
data hasil pengamatan mitra peneliti hasilnya menunjukkan bahwa siswa
sebenarnya telah mampu beradaptasi dengan pola pendekatan ini, karena pada
pelajaran sebelumnya pola pendekatan ini telah diperkenalkan. Namun, masih
terdapat banyak kekurangannya sehingga pada tahap ini belum terlihat adanya
pertumbuhan motivasi belajar siswa. Hal tersebut terlihat berdasarkan data hasil
post tes pada tabel berikut ini:
Tabel 1
DATA HASIL POST TES SIKLUS 1
(KKM : 70)
No Nama Keterangan
1 Jumlah Siswa Seluruhnya 38
2 Jumlah Siswa yang lulus 21
3 Jumlah siswa yang tdk lulus 17
4 Nilai Rata-rata 65,56
5 Prosentase Kelulusan 55,26%
6 Prosentase Ketidaklulusan 44,74%

Berdasarkan data tersebut, tingkat kemampuan siswa Kelas SEJARAH MI


MIFTAHUL HUDA KELAS V dalam pembelajaran mata pelajaran SEJARAH
pada materi “Mendeskripsikan Tempat Sesuai dengan Denah/Gambar”, dengan
pembelajaran model kerja kolompok jumlah siswa yang mengikuti post tes

22
(ulangan) ke-1 sebanyak 38 orang, ternyata 21 orang dapat dinyatakan lulus
(55,26%) karena nilai yang diperolehnya telah sama atau melebihi KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) dan sisanya sekitar 17 orang dinyatakan belum lulus (44,74%)
Berdasarkan hasil refleksi, yakni kegiatan diskusi antara penenliti dan mitra peneliti
ditemukan 5 point yang masih harus diperbaiki oleh peneliti (guru) yakni: (a)
keterlibatan siswa dalam diskusi kelompok, yakni dismupulkansebagian besar
masih kurang terlibat; (b); keterlibatan siswa dalam diskusi kelas, yakni
disimpulkan sebagian besar masih kurang terlibat; (c) keinginan untuk
mendapatkan hasil yang terbaik terutama dalam diskusi kelompok, yakni
disimpulkan masih kurang memiliki keinginan tersebut; (d) timbulnya rasa
keingintahuan dan keberanian siswa, disimpulkan masih kurang; (e) kemauan siswa
menyediakan alat-alat atau sumber/bahan pelajaran yang dibutuhkan, yakni juga
dianggap masih kurang. Selain ke-5 point tersebut, hal lain yang juga perlu
mendapat perhatian adalah masih kurangnya keseriusan siswa dan keaktifan siswa
dalam mengikuti pelajaran.
Atas dasar hasil diskusi antara peneliti dan mitra peneliti, diperoleh kesepahaman
sebagai berikut: (1) Budaya baca dikalangan dikalangan siswa masih rendah, oleh
karena itu diusahakan agar contoh kasus yang ditampilkan bukan kasus yang terlalu
sulit dipahami siswa; (2) Pola pendekatan PAKEM dengan metode kerja kelompok
sebaiknya lebih banyak menggunakan model yang lebih banyak menuntut tanggung
jawab individu, seperti model Jigsaw Learning; Number Head To Gether, atau
lainnya; (3) Langkah-langkah pengerjaan tugas baik tugas individu maupun
kelompok harus dijelaskan secara terperinci oleh guru; (4) Guru harus
memberitahukan atau menekanankan kepada siswa tentang adanya penilaian proses
kegiatan belajar.

B. Siklus 2
Berdasarkan hasil diskusi di atas, maka ditetapkan rencana tindakan untuk siklus
berikutnya atau siklus ke-2. (lihat rencana tindakan siklus 2)
Pada siklus ke-2 kegiatan belajar dilakukan dengan menggunakan pendekatan
PAKEM melalui penerapan metode kerja kelompok yang lebih menekankan

23
tanggung jawab individu. Pada tahap ini telah terlihat adanya pertumbuhan motivasi
belajar siswa, hal ini terbukti dari data hasil pengamatan yang dilakukan mitra
peneliti dan berdasarkan data hasil post tes

Tabel 2
DATA HASIL POST TES SIKLUS 1
(KKM : 70)
No Nama Keterangan
1 Jumlah Siswa Seluruhnya 38
2 Jumlah Siswa yang lulus 26
3 Jumlah siswa yang tdk lulus 12
4 Nilai Rata-rata 67,50
5 Prosentase Kelulusan 68,42%
6 Prosentase Ketidaklulusan 31,58%

Berdasarkan data tersebut, tingkat kemampuan siswa Kelas SEJARAH MI


MIFTAHUL HUDA KELAS V dalam pembelajaran mata pelajaran SEJARAH
jumlah siswa 38 orang yang mengikuti post tes (ulangan) ke-2 pada materi
“Mendeskripsikan Tempat Sesuai dengan Denah/Gambar”, dengan pembelajaran
model kerja kolompok, ternyata 26 orang dapat dinyatakan lulus (68,42%) karena
nilai yang diperolehnya telah sama atau melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal) dan sisanya sekitar 12 orang dinyatakan belum lulus (31,58%)
Atas dasar data diatas dan temuan mitra peneliti telah terdapat perbaikan motivasi
belajar siswa diantaranya sudah terlihat kemauan menyediakan alat-alat atau
sumber/bahan pelajaran yang dibutuhkan, keterlibatan siswa dalam diskusi
kelompok dan dalam diskusi kelas. Sekalipun demikian, dalam hal “timbulnya rasa
keingintahuan dan keberanian siswa” serta “adanya keinginan untuk mendapatkan

24
hasil yang terbaik terutama dalam diskusi kelompok” belum sepenuhnya nampak
dalam kegiatan pembelajaran.
Atas dasar hasil refleksi (berupa diskusi antara peneliti dan mitra peneliti) terhadap
masalah tersebut diperoleh kesepakatan pendapat bahwa:
1. Siswa sudah terbiasa untuk tidak bertanya bahkan banyak siswa yang merasa
malu bertanya serta takut kalau pertanyaannya salah. Oleh karenanya secara sabar
perlu diberikan penanaman kebiasaan bertanya pada siswa melaui kegiatan tanya
jawab dan diskusi yang menuntut tanggung jawab indivdual.
2. Pengetahuan anak akan informasi masih sangat kurang yang disebabkan
keterbatasan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru
hendaknya menggunakan media pembelajaran yang dapat dipahami dan
memotivasi anak, seperti media gambar.
3. Faktor kompetisi di dalam kelas yang kurang mendukung menuntut adanya
keterlibatan guru dalam kegiatan diskusi kelas dengan cara membantu memberikan
pertanyaan atau mengarahkan, perlunya memamerkan hasil karya siswa
(fortopolio) yang telah dinilai, serta pemberian penghargaan (reward) kepada siswa
atau kelompok yang memperoleh hasil terbaik.

C. Siklus I
Berdasarkan hasil diskusi di atas, maka ditetapkan rencana tindakan untuk siklus
berikutnya atau siklus ke-3. Pada siklus ke-3 ini pembelajaran tetap dilakukan
dengan metode kerja kelompok namun dengan beberapa perbaikan dari hasil
penemuan pada siklus 2.
Hasil yang diperoleh pada tahap ini banyak terlihat adanya pertumbuhan motivasi
belajar siswa, hal tersebut terbukti dari data hasil pengamatan yang dilakukan mitra
peneliti, dan berdasarkan data hasil post tes

Tabel 3
DATA HASIL POST TES SIKLUS 1
(KKM : 70)
No Nama Keterangan

25
1 Jumlah Siswa Seluruhnya 38
2 Jumlah Siswa yang lulus 32
3 Jumlah siswa yang tdk lulus 6
4 Nilai Rata-rata 70
5 Prosentase Kelulusan 84,21%
6 Prosentase Ketidaklulusan 15,79%
Berdasarkan hasil temuan mitra peneliti, telah terlihat adanya peningkatan motivasi
belajar siswa bila dibandingkan keadaan sebelumnya. Sebagian besar siswa pada
umumnya telah memiliki motivasi belajar yang cukup, bahkan ada yang sudah baik.
Hal tersebut menunjukkan bahwa metode pembelajaran Kelompok Belajar dengan
pendekatan PAKEM dalam pembelajaran BAHASA INDONEISA apabila dikelola
dengan baik ternyata dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

26
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa:
(1) Proses belajar dengan metode Kelompok Belajar dengan pendekatan PAKEM
(Pembelajaran Aktif, Efektif dan Menyenangkan) pada kelas SEJARAH MI
MIFTAHUL HUDA KELAS V yang dilakukan dengan baik ternyata dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar dalam mengikuti pelajaran SEJARAH
(2) Tidak ada satu metode, strategi dan/atau model pembelajaran yang tepat untuk
mengajarkan seluruh materi pembelajaran; oleh karena guru dituntut memilih atau
menentukan metode, strategi dan/atau model pembelajaran yang sesuai dengan
materi dan/atau kompetensi dasar, karakteristik siswa serta ketersediaan sarana dan
prasarana.
(3) Media merupakan salah satu sarana yang sangat penting guna meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, pemilihan media dan ketersediaan
media merupakan hal yang penting diperhatikan oeh guru dan pihak sekolah.

B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
(1) Pelaksanaan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif dan
Menyengkan) dalam pembelajaran SEJARAH khusus dan mata pelajaran laiinya
perlu terus ditingkatkan mengingat cukup signifikan dampak postitif penerapannya
terhadap peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa;
(2) Guru-guru Sekolah Dasar harus dapat mengenali dan menggunakan berbagai
metode, strategi dan/atau model pembelajaran; sehingga mempunyai banyak
pilihan untuk diterapkan sesuai dengan materi dan/atau kompetensi dasar,
karakteristik siswa serta ketersediaan sarana dan prasarana.

27
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1993. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung:
Angkasa.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
A Forum Brief. 1999. Contexrtually Based Learning: Fad or Proven Practice.
Aina Mulyana. 2004. Model Perencanaan Pembelajaran Berbasis Kompetensi.
(Makalah dalam majalah Suara Guru No: 1 Tahun LV/2005)

28
Bransford, J.D., Brown, A.L., Cocking, Rodney R. 1999. How People Learn: Brain
Mind, Experience, and School. Washington: National Academy Press.What Do
Departement of Labor. 2001. Job Training Partnership Act, Title III, Demonstration
Program: Contextual Learning Demontration Program.
Depdiknas, 2004. Contectual Teaching and Learning. Direktorat PLP Jakarta
Depdikbud. 1996. Kurikulum 1994: Petunjuk Teknis Sejarah Jakarta: Depdikbud.
________. 2002. Model Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.
Education Commission of The States Initiative. 2000. Service-Learning and
Preservice Teacher Education. Learning in Indeed Issue Paper.www.ecs.org.
Hanley, S. On Constructivism. Maryland: Maryland Collaborative for Teacher
Preparation.

Hasibuan dan Moedjino. 1996. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remadja Karya.

Hidayat, Kosadi, dkk.. 1987. Strategi Belajar Mengajar sejarah. Bandung: Bina
Cipta.

Kasihani, K., Latief, A., Nurhadi. 2002. Pembelajaran Berbasis PAKEM


(Contexstual Teaching and Learning). Makalah disampaikan pada Kegiatan
Sosialisasi PAKEM untuk Dosen-Dosen UM. Malang, 12 Februari 2002

Kratf, N. 2000. Criteria for Authentic Project-Based Learning. Denver: RMC


Reseach Corporation.

Munandir. 2001. Ensiklopedia Pendidikan. Malang: UM Press

Sudirman, dkk. 1987. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remadja Karya CV.

Sudjana. 1992. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.

29
Suriasumantri, Jujun S. 1999. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Talbert, J.E. & McLaughlin, M.E. 1999. Understanding Teaching in Context.
Educational Leadership, Volume 57 (3).

Yudrik Yahya, 2003. Wawasan Pendidikan. Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Jakarta.

Zahorik, John A. 1995. Constructivist Teaching (Fastback 390). Bloomington,


Indiana: Phi-Delta Kappa Educational Foundation.

30

Anda mungkin juga menyukai