Anda di halaman 1dari 43

66

BAB IV
ANALISA HIDROLOGI

4.1 TINJAUAN UMUM

Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah


pengaliran Sungai Banjir Kanal Timur, terutama di lokasi embung UNDIP, yaitu
karakteristik hujan, debit atau potensi air. Analisis hidrologi ini akan digunakan
sebagai dasar analisis pekerjaan detail desain. Pada perencanaan embung ini, analisis
hidrologi untuk perencanaan embung, meliputi empat hal, yaitu:
1. Aliran masuk (inflow) yang mengisi embung.
2. Tampungan embung.
3. Banjir desain untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan pelimpah
(spillway).
Data hujan harian selanjutnya akan diolah menjadi data curah hujan rencana,
yang kemudian akan diolah menjadi debit banjir rencana. Data hujan harian
didapatkan dari beberapa stasiun di sekitar lokasi rencana embung, di mana stasiun
tersebut diutamakan yang terletak dalam daerah aliran sungai dan yang jaraknya
relatif dekat dengan daerah aliran sungai. Adapun langkah-langkah dalam analisis
hidrologi adalah sebagai berikut :
1. Menentukan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) beserta luasnya.
2. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun penakar hujan sungai.
3. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang
ada.
4. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun.
5. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana di
atas pada periode ulang T tahun.
67

6. Membandingkan antara debit air yang tersedia dengan kapasitas Kali


Krengseng.

4.2 PENENTUAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Penentuan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan berdasar pada peta


rupabumi skala 1 : 25.000 (Pemkot Semarang, 1999). DAS Banjir Kanal Timur
berdasar peta tersebut mempunyai luasan sebesar 88.96 km2, dengan rencana lokasi
tapak embung berada pada pada sungai Krengseng, Kota Semarang. Penentuan luasan
ini dengan menggunakan Program AutoCAD.

Gambar 4.1 Daerah aliran sungai Banjir Kanal Timur


68

4.3 ANALISIS CURAH HUJAN RATA-RATA DAERAH ALIRAN SUNGAI

Besarnya curah hujan rata-rata daerah dihitung dengan metode Thiessen, di


mana pada metode ini mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.
Penggunaan metode Thiessen karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi
syarat untuk digunakan metode ini. Stasiun hujan yang berpengaruh pada DAS
Krengseng yaitu stasiun hujan Gunungpati, stasiun hujan Susukan, dan stasiun hujan
Plamongan.
Berdasarkan hasil pengukuran dengan AutoCAD, luas pengaruh dari tiap
stasiun ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Luas Pengaruh Stasiun Hujan Terhadap DAS Krengseng


No Nama Stasiun Luas DPS (km2) Koefisien Thiessen
1 Gunungpati 10.57 0.1188
2 Susukan 31.93 0.3589
3 Plamongan 46.46 0.5223
Luas Total 88.96 1.00
69

Gambar 4.2 Luas Pengaruh Stasiun Hujan Metode Thiessen


4.3.1 Data Curah Hujan Harian Maksimum
Data curah hujan harian maksimum dari masing-masing stasiun dapat
ditampilkan sebagai berikut :
Tabel 4.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Gunungpati

Curah Hujan Harian Maksimum


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des Rmax
1 1993 85 32 38 67 67 13 6 104 56 57 41 65 104
1994 247 80 44 35 19 72 18 25 24 71 54 69 247
3 1995 49 67 48 120 40 50 34 0 17 36 88 79 120
4 1996 60 54 122 15 30 38 9 9 24 32 32 72 122.18
5 1997 69 54 147 39 12 0 0 0 0 0 260 74 260
6 1998 56 47 62 54 23 61 28 13 34 58 54 69 69
7 1999 84 25 85 48 63 27 0 25 53.99 32 168 64 168
8 2000 86 38 94 89 64 49 48 0 48 49 67 0 93.99
9 2001 55 87 0 91 32 55 31 0 20 75 57 0 90.99
10 2002 27 56 87 54 21 2 2 0 0 0 0 0 86.99
11 2003 0 0 69 75 95 0 0 0 147 138 57 144 147
70

Tabel 4.3 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Susukan

Curah Hujan Harian Maksimum R


No Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des (maks)
1 1993 85 32 38 67 67 13 6 104 56 56 41 65 104
2 1994 247 79 44 35 19 72 18 25 24 71 54 109 247
3 1995 49 67 48 120 40 50 34 0 17 36 129 79 129
4 1996 78 69 148 19 39 49 9 12 30 42 42 93 148
5 1997 69 72 147 39 12 0 0 0 0 0 260 74 260
6 1998 56 47 62 54 23 61 28 13 34 58 54 69 69
7 1999 84 25 85 52 63 27 0 25 54 32 168 64 168
8 2000 86 38 94 89 84 49 48 0 48 49 67 0 94
9 2001 55 87 0 91 32 55 52 0 20 108 57 0 108
10 2002 28 66 87 54 21 2 2 0 0 0 0 0 87
11 2003 43 64 58 43 0 0 0 0 0 0 0 0 64

Tabel 4.4 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Plamongan

Curah Hujan Harian Maksimum R


No Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nov Des (maks)
1 1993 276 45 79 66 50 18 8 32 36 39 40 59 276
2 1994 79 40 63 45 14 3 0 4 0 43 29 59 79
3 1995 102 59 65 42 39 83 26 0 60 35 128 117 128
4 1996 48 93 66 83 28 36 23 55 84 67 55 78 93
5 1997 91 27 49 44 47 0 0 0 0 23 35 114 114
6 1998 63 115 57 54 18 52 52 36 34 70 60 48 115
7 1999 23 86 41 103 60 22 5 21 6 40 82 54 103
8 2000 95 37 68 58 76 52 24 35 21 49 62 63 95
9 2001 104 86 115 115 32 69 32 11 42 100 94 63 115
10 2002 57 62 38 0 35 25 7 0 0 8 0 0 62
11 2003 67 0 250 110 33 0 0 0 0 0 0 0 250
71

Tabel 4.5 Rekapitulasi Data Curah Hujan Harian Maksimum


No Tahun Sta. Gunungpati Sta. Susukan Sta. Plamongan
1 1993 104 104 276
2 1994 247 247 79
3 1995 120 129 128
4 1996 122.18 148 93
5 1997 260 260 114
6 1998 69 69 115
7 1999 168 168 103
8 2000 93.99 94 95
9 2001 90.00 108 115
10 2002 86.99 87 62
11 2003 147 64 397

4.3.2 Analisis Curah Hujan Area Dengan Metode Thiessen


Untuk perhitungan curah hujan dengan metode Thiessen digunakan
persamaan :
A1.R1 + A2 .R 2 +..... + An .Rn
R=
A1 + A2 + ...... + An
di mana :
R = Curah hujan maksimum rata-rata (mm)
R1, R2,.......,Rn = Curah hujan pada stasiun 1,2,........,n (mm)
A1, A2, …,An = Luas daerah pada polygon 1,2,…..,n (km2)
Hasil perhitungan curah hujan ditunjukkan pada Tabel 4.6
72

Tabel 4.6 Curah Hujan Area Berdasarkan Hujan Maksimum di Sta.Gunungpati

RH max
Sta.Gunungpati Sta. Susukan Sta. Plamongan
(mm)

No Tanggal BOBOT 11.18 % BOBOT 35.89 % BOBOT 52.23 %


R1 R2 R3 (R1+R2+R3)
Rmax Rmax
bobot*Rmax bobot*Rmax bobot*Rmax
1 26-agt-'93 104 11.63 104 37.33 0 0.00 48.95
2 30-jan-'94 247 27.61 247 88.65 7 3.66 119.92
3 8-apr-'95 120 13.42 120 43.07 0 0,00 56.48
4 7-mar-'96 122.18 13.66 148 53.12 35 18.28 85.06
5 18-nov-'97 260 29.07 260 93.31 0 0.00 122.38
6 5-des-'98 69 7.71 7 2.51 6 3.13 13.36
7 10-nov-'99 168 18.78 168 60.30 4 2.09 81.17
8 25-mar-'00 93.99 10.51 94 33.74 0 0.00 44.24
9 12-apr-'01 90.99 10.17 91 32.66 64 33.43 76.26
10 28-mar-'02 86.99 9.73 87 31.22 0 0.00 40.95
11 17-sep-'03 147 16.43 0 0.00 0 0.00 16.43

Tabel 4.7 Curah Hujan Area Berdasarkan Hujan Maksimum di Sta.Susukan

RH max
Sta.Gunungpati Sta. Susukan Sta. Plamongan
(mm)

No Tanggal BOBOT 11.18 % BOBOT 35.89 % BOBOT 52.23 %


R1 R2 R3 (R1+R2+R3)
Rmax Rmax Rmax
bobot*Rmax bobot*Rmax bobot*Rmax
1 26-agt-'93 104 11.63 104 37.33 0 0.00 48.95
2 30-jan-'94 247 27.61 247 88.65 7 3.66 119.92
3 19-nov-'95 129 14.42 129 46.30 0 0.00 60.72
4 7-mar-'96 122.18 13.66 148 53.12 35 18.28 85.06
5 18-nov-'97 260 29.07 260 93.31 0 0.00 122.38
6 5-des-'98 69 7.71 69 24.76 6 3.13 35.61
7 10-nov-'99 168 18.78 168 60.30 4 2.09 81.17
8 25-mar-'00 93.99 10.51 94 33.74 0 0.00 44.24
9 15-okt-'01 108 12.07 108 38.76 0 0.00 50.84
10 28-mar-'02 86.99 9.73 87 31.22 0 0.00 40.95
11 3-feb-'03 0 0.00 64 22.97 0 0.00 22.97
73

Tabel 4.8 Curah Hujan Area Berdasarkan Hujan Maksimum di Sta.Plamongan

RH max
Sta.Gunungpati Sta. Susukan Sta. Plamongan
(mm)
BOBOT 11.18 % BOBOT 35.89 % BOBOT 52.23 %
No Tanggal
R1 R2 R3 (R1+R2+R3)
Rmax Rmax Rmax
bobot*Rmax bobot*Rmax bobot*Rmax
1 29-jan-'93 84.99 9.50 85 30.51 276 144.15 184.16
2 10-jan-'94 51 5.70 51 18.30 79 41.26 65.27
3 16-nov-95 27 3.02 27 9.69 128 66.85 79.56
4 27-feb-'96 46.76 5.23 44 15.79 93 48.57 69.59
5 13-des-'97 24 2.68 24 8.61 114 59.54 70.84
6 21-feb-'98 0 0.00 0 0.00 115 60.06 60.06
7 15-apr-'99 48 5.37 48 17.23 103 53.80 76.39
8 21-jan-'00 29 3.24 29 10.41 95 49.62 63.27
9 25-mar-'01 0 0.00 0 0.00 115 60.06 60.06
10 10-feb-'02 12 1.34 12 4.31 62 32.38 38.03
11 19-mar-'03 12.6 1.41 0 0 397 130.575 131.985

Tabel 4.9 Curah Hujan Area Maksimum

Nilai Curah Hujan


Hasil Curah Hujan Areal (mm) berdasarkan Sta. Areal Maks yg diambil
Tahun (mm)

Gunungpati Susukan Plamongan


1993 48.95 48.95 184.16 184.16
1994 119.92 119.92 65.27 119.92
1995 56.48 60.72 79.56 79.56
1995 85.06 85.06 69.59 85.06
1997 122.38 122.38 70.84 122.38
1998 13.36 35.61 60.06 60.06
1999 81.17 81.17 76.39 81.17
2000 44.24 44.24 63.27 63.27
2001 76.26 50.84 60.06 76.26
2002 40.95 40.95 38.03 40.95
2003 16.43 22.97 131.985 131.985
74

4.4 ANALISIS FREKUENSI CURAH HUJAN RENCANA

Dari hasil perhitungan metoda Thiessen di atas perlu ditentukan kemungkinan


periode ulang curah hujan harian maksimum guna menentukan debit banjir rencana.

4.4.1 Pengukuran Dispersi


Suatu kenyataan bahwa tidak semua variat dari suatu variabel hidrologi terletak
atau sama dengan nilai rata-ratanya, akan tetapi kemungkinan ada nilai variat yang
lebih besar atau lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Besarnya derajat dari sebaran variat
di sekitar nilai rata-ratanya disebut dengan variasi atau dispersi.
Besarnya dispersi dapat dilakukan dengan pengukuran dispersi, yakni melalui
perhitungan parametrik statistik untuk (Xi- X rt ), (Xi- X rt )2, (Xi- X rt )3, (Xi- X rt )4 terlebih
dahulu. Pengukuran dispersi ini digunakan untuk analisis distribusi Normal dan
Gumbel.
Di mana :
Xi = besarnya curah hujan daerah (mm)
X rt = rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)
Sedangkan untuk pengukuran besarnya dispersi Logaritma dilakukan melaui
perhitungan parametrik statistik untuk (LogXi-Log X rt ), (LogXi-Log X rt )2, (LogXi-

Log X rt )3, (LogXi-Log X rt )4 terlebih dahulu. Pengukuran dispersi ini digunakan


untuk analisis distribusi Log Normal dan Log Pearson III.

Di mana :

Log Xi = Besarnya logaritma curah hujan daerah (mm).

Log Xrt = Rata-rata logaritma curah hujan maksimum daerah (mm).

Perhitungan parametrik stasistik dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan 4.11.
75

Tabel 4.10 Perameter Statistik Curah Hujan


RH
Rencana
(mm)
No Tahun (Xi) (Xi - X) (Xi - X)2 (Xi – X)3 (Xi - X)4
1 1993 184,16 82,201 6756,989 555430,676 45656906,500
2 1994 119,92 17,961 322,594 5794,086 104067,054

3 1995 79,56 -22,399 501,719 -11238,056 251722,229


4 1996 85,06 -16,899 285,579 -4826,030 81555,521
5 1997 122,38 20,421 417,014 8515,795 173900,283
6 1998 60,06 -41,899 1755,534 -73555,271 3081898,990
7 1999 81,17 -20,789 432,186 -8984,760 186784,999
8 2000 63,27 -38,689 1496,846 -57911,602 2240547,215
9 2001 76,26 -25,699 660,443 -16972,792 436185,318
10 2002 40,95 -61,009 3722,109 -227082,497 13854096,700
11 2003 208,76 106,801 11406,434 1218217,540 130106740,763
Jumlah 1121,55 0,000 27757,448 1387387,090 196174405,571
rata-rata (X) 101,96

Macam pengukuran dispersi antara lain sebagai berikut :


1. Deviasi Standar (S)
Perhitungan deviasi standar digunakan rumus sebagai berikut :
n _

∑ (X i − X )2
S = i=1
n − 1

di mana :
S = Deviasi standart X = Nilai rata-rata variat
Xi = Nilai variat ke i n = jumlah data

27757,448
S=
10
S = 52,685

2. Koefisien Skewness (CS)


Perhitungan koefisien Skewness digunakan rumus sebagai berikut :
76

n
n∑ ( X i − X ) 3
CS = i =1

(n − 1)(n − 2)S 3
di mana :
CS = koofesien Skewness
Xi = Nilai variat ke i
X = Nilai rata-rata variat
n = Jumlah data
S = Deviasi standar

11 *1387387,090
CS =
(11 - 1)(11 - 2)52,6853
CS = 1,160

3. Pengukuran Kortosis (CK)


Perhitungan kortosis digunakan rumus sebagai berikut :
1 n
∑ Xi − X
n i =1
( )4

CK =
S4
di mana :
CK = Koofesien Kortosis
Xi = Nilai variat ke i
X = Nilai rata-rata variat
n = Jumlah data
S = Deviasi standar
1
* (196174405,571)
CK = 11 CK = 2,315
52,685 4
77

4. Koefisien Variasi (CV)


Perhitungan koefisien variasi digunakan rumus sebagai berikut :
S
CV =
X
di mana :
CV = Koefisien variasi
X = Nilai rata-rata variat
S = Standart deviasi
52,685
CV =
101,96
CV = 0,517

Tabel 4.11 Parameter Statistik (Logaritma)

No Tahun X Log Xi Log Xi - Log Xi rt (Log Xi - Log Xi rt)2 (Log Xi - Log Xi rt)3 (Log Xi - Log Xi rt)4
1 1993 184,16 2,2652 0,3042 0,0925 0,0281 0,0086
2 1994 119,92 2,0789 0,1179 0,0139 0,0016 0,0002
3 1995 79,56 1,9007 -0,0603 0,0036 -0,0002 0,0000
4 1996 85,06 1,9297 -0,0313 0,0010 0,0000 0,0000
5 1997 122,38 2,0877 0,1267 0,0161 0,0020 0,0003
6 1998 60,06 1,7786 -0,1824 0,0333 -0,0061 0,0011
7 1999 81,17 1,9094 -0,0516 0,0027 -0,0001 0,0000
8 2000 63,27 1,8012 -0,1598 0,0255 -0,0041 0,0007
9 2001 76,26 1,8823 -0,0787 0,0062 -0,0005 0,0000
10 2002 40,95 1,6123 -0,3487 0,1216 -0,0424 0,0148
11 2003 208,76 2,3196 0,3586 0,1286 0,0461 0,0165
jumlah 21,5656 -0,0054 0,4450 0,0245 0,0422
Log Xi rt 1,961
78

Macam pengukuran dispersi Logaritma antara lain sebagai berikut :


1. Standar Deviasi (S)
Perhitungan standar deviasi digunakan rumus sebagai berikut :
n

∑ {log( X ) − log( X )}
2
i RT
S= i =1

n −1

0,4450
S= = 0,211
11 - 1

2. Koefisien Skewness (CS)


Perhitungan koefisien skewness digunakan rumus sebagai berikut :
3
n ⎛ log Xi − log Xrt ⎞
Cs = ×∑⎜ ⎟
(n − 1)(n − 2) ⎝ S ⎠

11
Cs = × (2,6110) = 0,319
10 × 9

3. Pengukuran Kurtosis (CK)


Perhitungan kurtosis digunakan rumus sebagai berikut :
4
1 n ⎛ ⎞
∑ ⎜ LogX i − LogXrt ⎟
C K = i =1 ⎝ ⎠
n
S4
1
× (0,0422)
CK = 11 = 1,935
0,2114
79

4. Koefisien Variasi (CV)


Perhitungan koefisien variasi digunakan rumus sebagai berikut :
S
CV =
LogXrt
0,211
CV = = 0,108
1,961
4.4.2 Pemilihan Jenis Sebaran
Dalam statistik dikenal beberapa jenis distribusi antara lain Normal, Gumbel,
Log Normal, Log Pearson III. Untuk itu ditinjau jenis distribusi yang sesuai dengan
distribusi data hujan yang ada di daerah studi. Hal ini dapat dipakai dapat dicari
dengan cara analisis dan cara grafis (plotting data).

4.4.2.1 Penentuan Jenis Sebaran Cara Analisis


Ketentuan dalam pemilihan distribusi tercantum dalam Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Parameter Pemilihan Distribusi Curah Hujan

Jenis sebaran Kriteria Hasil


Keterangan
Cs= 1,137 CS= 0,319 Kurang
Log Normal
Ck =5,383 Cv= 0,108 Mendekati
Log Pearson Cs≠ 0 CS= 0,319
Mendekati
Tipe III Cv ~ 0,3 Cv= 0,108
Cs= 1,14 CS= 1,16 Kurang
Gumbel
Ck= 5,4 CK= 2,315 Mendekati
Sumber : Hasil Perhitungan

Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan syarat-syarat tersebut di atas,


maka dipilih distribusi Log Pearson III.

4.4.2.2 Penentuan Jenis Sebaran Cara Grafis (Ploting Data)


80

Disamping metode analisis kita juga melakukan metode grafis, yaitu dengan
cara ploting pada kertas probabilitas. Untuk mendapatkan jenis distribusi yang sesuai
dengan data hujan yang ada di daerah studi, maka perlu dilakukan pengeplotan data
pada kertas probabilitas. Dari Plotting pada kertas probabilitas tersebut, bisa dilihat
sebaran yang cocok / yang mendekati garis regresinya.

Sebelum dilakukan penggambaran, data harus diurutkan dahulu dari kecil ke


besar. Penggambaran posisi (plotting positions) yang dipakai adalah cara yang
dikembangkan oleh Weibull dan Gumbel, yaitu :

m
P ( Xm) = ∗ 100%
n +1

di mana :

P (Xm) = data sesudah dirangking dari kecil ke besar

m = nomor urut

n = jumlah data (11)

Tabel 4.13 Posisi Plotting

Rmax Rangking Rmax P (Xm)


Tahun (mm) m (mm) (%)
1993 184,16 1 40,95 8,33
1994 119,92 2 60,06 16,67
1995 79,56 3 63,27 25,00
1996 85,06 4 76,26 33,33
1997 122,38 5 79,56 41,67
1998 60,06 6 81,17 50,00
1999 81,17 7 85,06 58,33
2000 63,27 8 119,92 66,67
2001 76,26 9 122,38 75,00
2002 40,95 10 184,16 83,33
2003 208,76 11 208,76 91,67
jumlah 1121,55
rata - rata 101,96
81

Dari jenis sebaran yang telah memenuhi syarat tersebut perlu diuji kecocokan
sebarannya dengan beberapa metode. Hasil uji kecocokan sebaran menunjukan
distribusinya dapat diterima atau tidak.

4.4.3 Pengujian Kecocokan Sebaran


4.4.3.1 Uji Sebaran Chi Kuadrat (Chi Square Test)
Digunakan rumus sebagai berikut :
K = 1 + 3.322 log n = 1+ 3.322 log 11= 4.46 ~ 12, di ambil 5
DK = K-(P+1) = 5-(2+1) = 2
( Ei − Oi ) 2
f2
=∑
Ei
n 11
Ei = = = 2,2
K 5
∆X = (Xmaks – Xmin) / K – 1 = ( 208,76- 40,95 ) / 5 -1 = 41,95
Xawal = Xmin - ½∆X = (40,95-½.41,95) = 19,97

di mana :

K = jumlah kelas
DK = derajat kebebasan
P = nilai untuk distribusi normal dan binominal P = 2 dan untuk
distribusi poisson P = 1
N = jumlah data
F2 = harga chi square
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1
Perhitungan nilai f² disajikan pada Tabel 4.14 berikut :
82

Tabel 4.14 Chi Square untuk menguji Distribusi Data Curah Metode Log Pearsson III
No Probabilitas (%) Oi Ei Oi - Ei (Oi - Ei)2/Ei
1 19,97 < X < 61,93 2 2,20 -0,20 0,018
2 61,93 < X < 103,88 5 2,20 2,80 3,564
3 103,88 < X < 145,83 2 2,20 -0,20 0,018
4 145,83 < X < 187,78 0 2,20 -2,20 2,200
5 187,78 < X < 229,74 2 2,20 -0,20 0,018
Jumlah 11 f2 5,818

Dari perhitungan di atas diperoleh nilai Chi-Kuadrat f² = 5,818. Batas kritis


nilai Chi-Kuadrat untuk DK = 2 dengan α = 5% dari tabel Chi-Kuadrat didapatkan
nilai f²cr = 5,991. Nilai f2 = 5,818 < f²cr = 5,991 maka pemilihan distribusi
memenuhi syarat.

4.4.3.2 Uji Sebaran Smirnov – Kolmogorov


Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorov dikenal dengan uji non parametric
(non parametric test), karena pengujian tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.
Dari metode Log Pearsson III didapat persamaan sebagai berikut :
Xrt = 101,96
S = 52,685

Tabel 4.15 Uji Kecocokan Sebaran dengan Smirnov-Kolmogorov


x m P(x) = m/(n + 1) P(x<) f(t) P'(x) P'(x<) D
1 2 3 4 = 1-kolom 3 5 6 7= 1-kolom 6 8= kol4-kol7
208,76 1 0,0833 0,9167 2,03 0,0189 0,9811 -0,06
184,16 2 0,1667 0,8333 1,56 0,0539 0,9461 -0,11
122,38 3 0,2500 0,7500 0,39 0,3301 0,6699 0,08
119,92 4 0,3333 0,6667 0,34 0,3485 0,6515 0,02
85,06 5 0,4167 0,5833 -0,32 0,6442 0,3558 0,23
81,17 6 0,5000 0,5000 -0,39 0,6699 0,3301 0,17
79,56 7 0,5833 0,4167 -0,43 0,6842 0,3158 0,10
76,26 8 0,6667 0,3333 -0,49 0,7053 0,2947 0,04
63,27 9 0,7500 0,2500 -0,73 0,7821 0,2179 0,03
60,06 10 0,8333 0,1667 -0,80 0,8023 0,1977 -0,03
83

40,95 11 0,9167 0,0833 -1,16 0,8866 0,1134 -0,03


max 0,23

Dari perhitungan nilai D, Tabel 4.15, menunjukan nilai Dmax = 0,23 data pada
peringkat m = 5. Untuk derajat kepercayaan 5 % maka diperoleh Do = 0,396 untuk
N=11. Karena nilai Dmax lebih kecil dari nilai Do (0,23<0,396) maka persamaan
distribusi yang diperoleh dapat diterima.

4.4.4 Hasil Pengujian


Dari pengujian yang dilakukan dengan menggunakan metode seperti tersebut
di atas, ternyata penggunaan distribusi Log Pearsson III dapat diterima. Untuk
selanjutnya hujan rancangan menggunakan perhitungan Log Pearsson III

4.5 PERHITUNGAN CURAH HUJAN METODE LOG PEARSON III


Perhitungan curah hujan rencana periode ulang tertentu yang terpilih adalah
dengan menggunakan Log Pearson III, seperti yang dapat dilihat dibawah ini.

Rumus :
LogX = LogX rt + k ∗ S
di mana :
X = curah hujan rencana
Xrt = curah hujan rata-rata
k = koefisien untuk distribusi Log Pearson III berdasarkan Tabel 4.16
S = standar deviasi

Tabel 4.16 Harga k untuk Distribusi Log Pearson III

Periode Ulang (tahun)


Cs 2 5 10 25 50 100 200 1000
0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,05 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525
0,31912 -0,05306 0,82247 1,31053 1,85493 2,22056 2,55758 2,87378 3,55272
84

Tabel 4.17 Distrbusi Sebaran Metode Log Pearson III

Periode Cs Log Xi St k Log Xt S.Log X X


2 0,32 1,96 0,21 -0,05 1,95 0,41 92,73
5 0,32 1,96 0,21 0,82 2,13 0,41 129,49
10 0,32 1,96 0,21 1,31 2,24 0,41 150,32
25 0,32 1,96 0,21 1,85 2,35 0,41 173,14
50 0,32 1,96 0,21 2,22 2,43 0,41 187,14
100 0,32 1,96 0,21 2,56 2,50 0,41 201,13
200 0,32 1,96 0,21 2,87 2,57 0,41 208,25

4.6 ANALISIS HIDROGRAF BANJIR RENCANA

Model HEC-HMS digunakan untuk memperkirakan besarnya inflow-outflow


hidrograf banjir rencana. Model HEC – HMS mengemas berbagai macam metode
yang digunakan dalam analisa hidrologi. Dalam pengoperasiannya menggunakan
basis sistem windows, sehingga model ini menjadi mudah dipelajari dan mudah untuk
digunakan, tetapi tetap dilakukan dengan pendalaman dan pemahaman dengan model
yang digunakan.
Di dalam model ini, terdapat beberapa macam metode hidrograf satuan
sintetik. Sedangkan untuk menyelesaikan analisis hidrologi ini, digunakan hidrograf
satuan sintetik dari SCS (soil conservation service) dengan menganalisa beberapa
parameternya maka hidrograf ini dapat disesuaikan dengan kondisi di Pulau Jawa dan
daerah pengaliran Kali Krengseng pada khususnya..

4.6.1 Model HEC – HMS


Model perhitungan simulasi yang dilakukan menggunakan HEC-HMS adalah
sebagai berikut:
85

1. Kondisi DTA Banjir kanal Timur setelah ada bangunan di sekitar DAS.
2. Kondisi DTA Banjir kanal Timur dengan adanya embung.
Ada tujuh buah embung yang direncanakan. Lokasi penempatan embung dapat dilihat
pada Gambar 4.4.

a. Basin Model (Model Daerah Tangkapan Air)


Representasi fisik daerah tangkapan air dan sungai terdapat dan tesusun pada
basin model. Elemen-elemen hidrologi berhubungan dalam jaringan yang
mensimulasikan sebuah proses limpasan permukaan (run off). Pemodelan hidrograf
satuan mempunyai kelemahan pada luas area yang besar, maka perlu dilakukan
pemisahan areal basin menjadi beberapa sub-basin berdasarkan percabangan sungai
dan perlu diperhatikan batas-batas luas daerah yang berpengaruh pada DAS tersebut.
Pada basin model ini dibutuhkan sebuah peta background yang bisa diimport
dari GIS (Geografic Information System) ataupun CAD (Computer Aided Design).
Untuk Autocad dibutuhkan patch (tambalan) untuk bisa mengeksport gambar
menjadi berakhiran “*.map”.
Elemen-elemen yang digunakan untuk mensimulasikan limpasan adalah
subbasin, reach,dan junction. Fungsi elemen tersebut dapat dilihat pada gambar 4.3.
86

Gambar 4.3 Subbasin dan tabel luas area


87

Gambar 4.4 Pemisahan Subbasin dan pemberian Elemen

b. Reservoir (Penampung Air)


Reservoir adalah pemodelan tampungan air yang akan direncanakan. Metode
yang digunakan adalah elevation-area function yang terdiri dari dua parameter yaitu,
elevation (ketinggian elevasi muka air waduk) dan area (luas area genangan
berdasarkan elevasi muka air waduk).
Untuk jumlah air yang keluar dari waduk menggunakan saluran outlet dapat
dihitung dengan rumus:
O = KA 2 gH ( dalam HEC-HMS Technical Reference Manual)

Dimana:
O = debit keluaran
K = koefisien saluran outlet
A = luas penampang saluran
H = jumlah tinggi energi pada saluran keluar
88

Gambar 4.5 Parameter Reservoir

c. Sub-basin Loss Rate Method (Proses Kehilangan Air)


Loss Rate Method adalah pemodelan menghitung kehilangan air yang terjadi
melalui proses infiltrasi. Metode yang digunakan adalah SCS curve number yang
terdiri dari beberapa parameter yaitu, initial loss atau nilai infiltrasi awal, SCS Curve
No, dan imperviousness (kekedapan air). SCS mengembangkan parameter curve
number empiris yang mengasumsikan berbagai faktor dari lapisan tanah, tata guna
lahan, dan porositas untuk menghitung total limpasan curah hujan..
Berikut adalah gambar tabel parameter loss rate method.
89

Gambar 4.6 Parameter SCS Curve Number

d. Sub-basin Transform (Transformasi Hidrograf Satuan Limpasan)


Tranform adalah pemodelan metode hidrograf satuan yang digunakan. Pada
pemodelan SCS, parameter yang dibutuhkan yaitu, Lag adalah tenggang waktu (time
lag) antara titik berat hujan efektif dengan titik berat hidrograf. Parameter ini
didasarkan pada data dari beberapa daerah tangkapan air pertanian. Parameter
tersebut dibutuhkan untuk menghitung puncak dan waktu hidrograf, secara otomatis
model SCS akan membentuk ordinat-ordinat untuk puncak hidrograf dan fungsi
waktu.
Lag ( tp ) dapat dicari dengan rumus :
tp = 0,6 x Tc
Tc = 0,01947x L0,77 x S-0,385

di mana:
L = Panjang lintasan maksimum (m)
90

S = Kemiringan rata-rata
Tc = Waktu konsentrasi (menit)

Gambar 4.7 Parameter SCS Unit Hydrograph

e. Sub-basin Baseflow method (Proses Aliran Dasar)


Baseflow dapat diartikan aliran dasar, model ini digunakan untuk
menggambarkan aliran dasar yang terjadi pada saat limpasan sehingga dapat dihitung
tinggi puncak hidrograf yang terjadi. Dalam pemodelan digunakan metode recession
(resesi) dengan asumsi bahwa aliran dasar selalu ada dan mempunyai puncak
hidrograf pada satu satuan waktu dan mempunyai keterkaitan dengan curah hujan
(presipetasi).
Parameter yang digunakan dalam model resesi ini adalah initial flow,
recession ratio dan treshold flow. Initial flow merupakan nilai aliran dasar awal yang
dapat dihitung atau dari data observasi, recession ratio constant adalah nilai rasio
antara aliran yang terjadi sekarang dan kemarin secara konstan mempunyai nilai 0
91

sampai 1. Sedangkan treshold flow adalah nilai ambang pemisahan aliran limpasan
dan aliran dasar. Untuk menghitung nilai ini bisa digunakan cara exponential atau
diasumsikan dengan nilai besar rasio dari puncak ke puncak (peak to peak)
Baseflow ( Qb ) dapat dicari dengan rumus :
QB = 0,4751A0, 6444 D 0,943 (Metode Hidrograf Satuan Sintatik Gamma I)

Dimana:
A = Luas DAS (m2)
D = Indeks Kerapatan Sungai (Panjang sungai / Luas DAS)
92

Gambar 4.8 Parameter Recession Method pemodelan Baseflow

f. Reach (Penghubung Antar Simpul/Junction)


Reach merupakan permodelan yang menggambarkan metode flood routing
(penelusuran banjir). Pada tugas akhir ini, digunakan metode Muskingum untuk
menggambarkan hidrograf penelusuran banjir. Parameter yang dibutuhkan yaitu,
Muskingum k dan Muskingum x. Konstanta-konstanta penelusuran k dan x
ditentukan secara empiris dari pengamatan debit masuk dan debit keluar dalam waktu
yang bersamaan. Faktor x merupakan faktor penimbang yang besarnya berkisar
antara 0 dan 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira
sama dengan 0,3 serta tidak berdimensi. Karena S mempunyai dimensi volume,
sedangkan I dan Q berdimensi debit, maka k harus dinyatakan dalam dimensi waktu
(jam atau hari). Persamaan yang menyangkut hubungan debit masuk dan keluar
dengan konstanta k dan x adalah sebagai berikut :
S = k (x I + (1 – x) Q)
93

Sebagai langkah lanjut untuk mendapatkan x dan k, digambar grafik yang


menyatakan hubungan antara S dengan x I + (1 – x) Q, yaitu dengan memasukkan
berbagai harga x sedemikian rupa hingga didapat garis yang mendekati garis lurus.
US Army Corps of Engineer memberikan batas-batas yang mudah dikerjakan
untuk parameter k dan x dan komputasi jangka waktu (∆t) dalam Muskingum model.
Kombinasi k dan x harus dipilih tepat dan jatuh pada batas yang tergradasi dapat
dilihat pada gambar 4.9 di bawah.

Gambar 4.9 Diagram batas kombinasi k dan x


94

Gambar 4.10 Parameter Muskingum pada pemodelan Flood Routing

g. Meteorologic Model (Model Data Curah Hujan)


Meteorologic model merupakan masukan data presipitasi atau curah hujan
efektif dapat berupa 5 menitan atau jam-jaman. Perlu diperhatikan curah hujan
kawasan diperoleh dari hujan rerata metode thiessen dengan memperhatikan
pengaruh stasiun stasiun curah hujan pada kawasan tersebut. Bila 1 kawasan
mendapat pengaruh dua dari tiga stasiun hujan yang digunakan, maka hujan rerata
kawasan tersebut dihitung dari hujan rencana dua atau tiga stasiun hujan tersebut.
Pada Stasiun Gunungpati, Susukan dan Plamongan tidak terdapat data curah
hujan tiap jam. Sedangkan pada Stasiun Klimatologi Kalibanteng Semarang terdapat
data curah hujan tiap jam. Dengan asumsi bahwa pola intensitas hujan di DAS kali
Krengseng sama dengan pola intensitas hujan di Stasiun Klimatologi Kalibanteng
Semarang maka didapatkan.
95

35,00% 33,33%

30,00%
jam 19:15
25,00% jam 19:30
20,51% jam 19:45
20,00% jam 20:00

15,00% jam 20:15


10,26% 10,26% jam 20:30
10,00% 7,69% 7,69% jam 20:45
6,41%
3,85% Jam 21:00
5,00%

0,00%
Curah Hujan (%)

Grafik 4.1 Curah Hujan St. Klimatologi Semarang

Dengan menggunakan data dari Metode Log Pearsson III, maka didapatkan
masing-masing untuk periode ulang 2th, 5th, 10th, 20th, 50th, 100th, 200th.

35,0 60,0
30,9
50,1
30,0 Jam 19:15 Jam 19:15
50,0
Jam 19:30 Jam 19:30
a.
25,0
Periode 19,0
ulang 2th Jam 19:45 40,0 Jam 19:45
20,0 Jam 20:00 30,8
Jam 20:00
30,0
15,0 Jam 20:15 Jam 20:15
9,5 9,5 Jam 20:30 20,0 15,4 15,4 Jam 20:30
10,0 7,1 7,1 11,6 11,6
5,9 Jam 20:45 9,6 Jam 20:45
3,6 10,0 5,8
5,0 Jam 21:00 Jam 21:00

0,0 0,0
Curah Hujan Pada DAS Banjir Kanal Timur 19-03-2003 (mm) Periode Curah Hujan Pada DAS Banjir Kanal Timur 19-03-2003 (mm) Periode
Ulang 2th Ulang 10th

a. Periode ulang 2th c. Perode ulang 10th

50,0 70,0
43,2
45,0 57,7
Jam 19:15 60,0 Jam 19:15
40,0
Jam 19:30 Jam 19:30
35,0 50,0
Jam 19:45 Jam 19:45
30,0 26,6 40,0 35,5
Jam 20:00 Jam 20:00
25,0
Jam 20:15 30,0 Jam 20:15
20,0
13,3 13,3 Jam 20:30 17,8 17,8 Jam 20:30
15,0 10,0 10,0 20,0
8,3 Jam 20:45 13,3 13,3 Jam 20:45
10,0 11,1
5,0 10,0 6,7
Jam 21:00 Jam 21:00
5,0
0,0 0,0
Curah Hujan Pada DAS Banjir Kanal Timur 19-03-2003 (mm) Periode Curah Hujan Pada DAS Banjir Kanal Timur 19-03-2003 (mm) Periode
Ulang 5th Ulang 25th

b. Perode ulang 5th d. Periode ulang 25th


96

70,0 80,0
62,6
69,4
60,0 Jam 19:15 70,0 Jam 19:15
Jam 19:30 60,0 Jam 19:30
50,0
Jam 19:45 50,0 Jam 19:45
38,5 42,7
40,0 Jam 20:00 Jam 20:00
40,0
30,0 Jam 20:15 Jam 20:15
19,3 19,3 Jam 20:30 30,0 Jam 20:30
21,4 21,4
20,0 14,5 14,5 16,0 16,0
12,0 Jam 20:45 20,0 13,3 Jam 20:45
7,2 8,0
10,0 Jam 21:00 10,0 Jam 21:00

0,0 0,0
Curah Hujan Pada DAS Banjir Kanal Timur 19-03-2003 (mm) Periode Curah Hujan Pada DAS Banjir Kanal Timur 19-03-2003 (mm) Periode
Ulang 50th Ulang 200th

e. Periode ulang 50th g. Periode ulang 200th

80,0
67,0
70,0 Jam 19:15
60,0 Jam 19:30

50,0 Jam 19:45


41,3
Jam 20:00
40,0
Jam 20:15
30,0 Jam 20:30
20,6 20,6
20,0 15,5 15,5 Jam 20:45
12,9
7,7 Jam 21:00
10,0

0,0
Curah Hujan Pada DAS Banjir Kanal Timur 19-03-2003 (mm) Periode
Ulang 100th

f. Peroide ulang 100th

Grafik 4.2 Curah Hujan pada DAS Kali Krengseng

Gambar 4.11 Precipitation Gages


97

Gambar 4.12 Meteorologic Model

h. Run Configuration (konfigurasi eksekusi data)


Setelah semua variabel masukan di atas dimasukkan, untuk mengeksekusi
pemodelan agar dapat berjalan maka basin model dan meteorologic model harus
disatukan. Hasil eksekusi metode ini dapat dilihat dalam grafik dan nilai output di bawah
ini. Hasil keluaran di bawah ini merupakan debit banjir rencana untuk periode ulang 100
tahunan.
98

Gambar 4.13 Run Configuration


99

Gambar 4.14 Output banjir periode ulang 100 tahunan (Bnjir Kanal Timur)

Dari perhitungan diatas didapat rekapitulasi debit banjir rencana sebagai berikut:
Tabel 4.18 Kondisi Banjir Kanal Timur sebelum dibangun embung di DAS

Debit banjir
Periode ulang (m3/dt)
2th 239,4
5th 371,7
10th 449,5
25th 539,5
50th 598,3
100th 651,6
200th 782,7

Tabel 4.19 Kondisi Banjir Kanal Timur setelah dibangun embung di DAS
Debit banjir
Periode ulang (m3/dt)
2th 206,3
5th 315,8
10th 336,6
25th 395,0
50th 439,6
100th 481,0
200th 597,4
100

Pemodelan dengan menggunakan HEC – HMS dapat dilakukan kalibrasi dengan


menggunakan data observasi sehingga dapat disimulasikan debit banjir yang mendekati
sebenarnya. Tetapi karena keterbatasan data, sehingga tidak bisa dilakukan kalibrasi
pemodelan.

4.7 Perhitungan Hubungan Elevasi Dengan Volume Embung


Perhitungan ini didasarkan pada data peta topografi dngan skala 1 : 10.000 dan
beda tinggi kontur 5 m. Perhitungan ini dipakai pada Embung Universitas Diponegoro
(Reservoir 7) yang akan dibuat perencanaan detail desain. Cari luas permukaan genangan
air waduk yang dibatasi garis kontur, kemudian dicari volume yang dibatasi oleh dua
garis kontur yang berurutan dengan menggunakan rumus pendekatan volume sebagai
berikut:
1
(
Vx = × Z × Fy + Fx + Fy × Fx
3
)
di mana :
Vx = volume pada kontur (m3)
Z = beda tinggi antar kontur (m)
Fy = luas pada kontur Y (m2)
Fx = luas pada kontur X (m2)
Dari perhitungan tersebut diatas, kemudian dibuat grafik hubungan antara elevasi,
volume embung. Dari grafik tersebut dapat dicari luas dari volume setiap elevasi tertentu
dari embung.
101

Gambar 4.15 Daerah Genangan Embung Undip

Tabel 4.20 Perhitungan Volume Embung Terhadap Elevasi Dan Luas


Permukaan

Elevasi
No. Luas Genangan (m2) Volume (m3) Vol Kumulatif (m3)
(m)
1 153 0 0 0
2 155 3750.33 9375.825 9375.83
3 160 4342.299 20231.5725 29607.40
4 165 10290.517 36582.04 66189.44
5 170 19691.649 74955.415 141144.85
6 175 36745.7485 141093.4938 282238.35
7 180 39743.301 191222.6238 473460.97
102

Vol. Tampungan (m^3)


400000 300000 200000 100000 0
180

175

170

luas
ELEVASI (m)

luas
165

volume
160

volume
155

153
0 10,000 20,000 30,000 40,000

Luas Genangan (m^2)

Grafik 4. Korelasi Antara Elevasi, Volume Tampungan Dengan Luas Genangan

4.8 FLOOD ROUTING

Flood routing didapatkan dari hasil HEC-HMS untuk curah hujan periode ulang
100 tahun. Dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
103

Gambar 4.16 Grafik flood routing Reservoir-1 (Kali Parang)

Gambar 4.17 Grafik flood routing Reservoir-2 (Kali Sedoro)


104

Gambar 4.18 Grafik flood routing Reservoir-3(Kali Gede)

Gambar 4.19 Grafik flood routing Reservoir-4 (Kali Meteseh)


105

Gambar 4.20 Grafik flood routing Reservoir-5 (Kali Gede)

Gambar 4.21 Grafik flood routing Reservoir-6


106

Gambar 4.22 Grafik flood routing Reservoir-7 (Embung Undip)

Tabel 4.21 Time series Result pada HEC-HMS untuk Reservoir 7


Date Time inflow Storage Elevation Outflow
19-Mar-03 19:00 2 22.2 158.9 2
19-Mar-03 19:15 4.4 22.9 159.1 2.8
19-Mar-03 19:30 22.1 27.8 160.2 10.7
19-Mar-03 19:45 56.8 42.2 162.2 32
19-Mar-03 20:00 87.1 64.8 165.2 55.3
19-Mar-03 20:15 108.3 96.6 167.3 68
19-Mar-03 20:30 127.3 135.2 170 80.4
19-Mar-03 20:45 142.5 181.2 171.6 87.1
19-Mar-03 21:00 149.1 230.9 173.4 93.7
19-Mar-03 21:15 145.9 276.7 175.1 99.8
19-Mar-03 21:30 135.5 303 175.7 122.8
19-Mar-03 21:45 122.1 306.3 175.9 128.7
19-Mar-03 22:00 107.1 299.5 175.7 118.7
19-Mar-03 22:15 91.4 288.1 175.4 107.3
19-Mar-03 22:30 76.5 272 174.9 98.8
19-Mar-03 22:45 63.1 247.3 174 95.8
19-Mar-03 23:00 51.5 214.5 172.8 91.6
19-Mar-03 23:15 41.7 176.4 171.5 86.4
19-Mar-03 23:30 33.6 135.2 170 80.4
19-Mar-03 23:45 27 95.8 167.3 67.7
20-Mar-03 0:00 21.7 62.8 165.1 54.4
20-Mar-03 0:15 17.4 42.3 162.2 32.1
20-Mar-03 0:30 14 34.2 161.1 19.9
20-Mar-03 0:45 11.3 30.6 160.6 14.6
20-Mar-03 1:00 9.2 28.4 160.3 11.5
107

Lanjutan
Date Time inflow Storage Elevation Outflow
20-Mar-03 1:15 7.6 26.8 160 9.4
20-Mar-03 1:30 6.3 25.6 159.8 7.4
20-Mar-03 1:45 5.3 24.9 159.6 6.1
20-Mar-03 2:00 4.5 24.4 159.5 5.1
20-Mar-03 2:15 3.9 24 159.4 4.4
20-Mar-03 2:30 3.4 23.6 159.3 3.8
20-Mar-03 2:45 3 23.3 159.2 3.4
20-Mar-03 3:00 2.7 23 159.1 3
20-Mar-03 3:15 2.5 22.8 159.1 2.7
20-Mar-03 3:30 2.3 22.6 159 2.5
20-Mar-03 3:45 2.2 22.5 159 2.3
20-Mar-03 4:00 2.1 22.3 159 2.2
20-Mar-03 4:15 2 22.2 159 2.1
20-Mar-03 4:30 1.9 22.2 158.9 2
20-Mar-03 4:45 1.8 22.1 158.9 1.9
20-Mar-03 5:00 1.8 22 158.9 1.8
20-Mar-03 5:15 1.8 22 158.9 1.8
20-Mar-03 5:30 1.7 22 158.9 1.8
20-Mar-03 5:45 1.7 21.9 158.9 1.7
20-Mar-03 6:00 1.7 21.9 158.9 1.7
20-Mar-03 6:15 1.6 21.9 158.9 1.7
20-Mar-03 6:30 1.6 21.9 158.9 1.7
20-Mar-03 6:45 1.6 21.8 158.9 1.6
20-Mar-03 7:00 1.6 21.8 158.9 1.6
20-Mar-03 7:15 1.6 21.8 158.8 1.6
20-Mar-03 7:30 1.6 21.8 158.8 1.6
20-Mar-03 7:45 1.6 21.8 158.8 1.6
20-Mar-03 8:00 1.6 21.8 158.8 1.6
20-Mar-03 8:15 1.5 21.8 158.8 1.6
20-Mar-03 8:30 1.5 21.7 158.8 1.6
20-Mar-03 8:45 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 9:00 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 9:15 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 9:30 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 9:45 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 10:00 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 10:15 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 10:30 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 10:45 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 11:00 1.5 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 11:15 1.4 21.7 158.8 1.5
20-Mar-03 11:30 1.4 21.6 158.8 1.5
20-Mar-03 11:45 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 12:00 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 12:15 1.4 21.6 158.8 1.4
108

Lanjutan
Date Time inflow Storage Elevation Outflow
20-Mar-03 12:30 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 12:45 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 13:00 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 13:15 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 13:30 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 13:45 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 14:00 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 14:15 1.4 21.6 158.8 1.4
20-Mar-03 14:30 1.4 21.5 158.8 1.4
20-Mar-03 14:45 1.3 21.5 158.8 1.4
20-Mar-03 15:00 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 15:15 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 15:30 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 15:45 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 16:00 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 16:15 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 16:30 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 16:45 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 17:00 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 17:15 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 17:30 1.3 21.5 158.8 1.3
20-Mar-03 17:45 1.3 21.4 158.8 1.3
20-Mar-03 18:00 1.3 21.4 158.8 1.3
20-Mar-03 18:15 1.2 21.4 158.8 1.3
20-Mar-03 18:30 1.2 21.4 158.8 1.3
20-Mar-03 18:45 1.2 21.4 158.8 1.2
20-Mar-03 19:00 1.2 21.4 158.8 1.2

Untuk perhitungan selanjutnya digunakan hasil flood routing dari Reservoir-7


curah hujan periode ulang 100 tahun. Hasil Flood Routing dari Reservoir-7 sebagai
berikut :
Qinflow Embung = 149,1 m3/s
Qoutflow Embung = 128,7 m3/s
Elv air saat banjir = +175,9m

Anda mungkin juga menyukai