Anda di halaman 1dari 17

Laporan Analisa Protein

ANALISA MUTU PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

NAMA : NURUS ZAHRO


NIM : 121710101044
KELAS : THP-A
KELOMPOK/SHIFT : 1 (Satu)/1
ACARA : Analisa Protein
TGL LAPORAN : 25 Oktober 2013

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H,
O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula
fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan
tembaga (Winarno, 1990).
Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh tidak
terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik
langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh.
Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter
protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa dapat mengatur keseimbangan asam-basa
dalam tubuh (Winarno, 1990).
Kadar protein yang terkandung dalam setiap bahan berbeda-beda. Karena itu,
pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan. Secara umum analisa protein dapat
dilakukan dengan berbagai metode, yaitu metode Kjeldahl, metode Biuret, dan metode Lowry
Pada praktikum kali ini analisa protein dilakukan dengan metode Lowry.

1.2 Tujuan

a. Untuk mengetahui cara analisis kadar protein metode Lowry pada bahan pangan dan
hasil pertanian
b. Untuk menetapkan kadar protein dengan metode Lowry.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein
Protein adalah zat makanan yang paling kompleks. Protein terdiri dari karbon,
hydrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor. Protein sering disebut sebagai
zat makanan bernitrogen karena protein merupakan satu-satunya zat makanan yang
mengandung unsur nitrogen. Protein esensial untuk pembangunan protoplasma hidup karena
terdiri dari unsure karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Protein terkandung dalam
makanan nabati dan hewani, tetapi protein hewani paling bernilai untuk tubuh manusia
sebagai materi pembangun karena komposisinya sama dengan protein manusia. Di lain pihak
protein nabati lebih murah. Protein ini lebih bermanfaat sebagai bahan bakar tubuh daripada
sebagai pembangun tubuh, tetapi menyediakan asam amino lebih murah yang dibutuhkan
tubuh untuk membangun jaringan (Watson, 2002).
Semua protein dibuat dari substansi lebih sederhana, yang disebut asam amino.
Terdapat kira-kira 20 asam amino, tetapi masing-masing protein mengandung hanya
beberapa asam amino tersebut. Asam amino seperti huruf yang dapat membentuk kata.Setiap
kata merupakan kombinasi huruf yang berbeda-beda. Protein dalam bahan makanan yang
berbeda mengandung kombinasi asam amino yang berbeda.Sepuluh asam amino esensial
ditemukan dalam protein manusia. Asam amino tersebut merupakan asam amino yang tidak
dapat diproduksi oleh tubuh. Protein yang mengandung ke- 10 asam amino tersebut disebut
protein lengkap, misalnya albumin, myosin, dan kasein. Protein yang tidak mengandung ke-
10 asam amino itu disebut protein tidak lengkap, misalnya gelatin yang terkandung dalam
semua jaringan fibrosa dan diekstraksi dari tulang dan kaki anak sapi dalam pembuatan sup
dan agar-agar. Protein hewani seperti telur, susu, dan daging tidak hanya mengandung semua
asam amino yang dibutuhkan tubuh, tetapi juga semua asam amino dalam proporsi yang baik,
yang disebut protein kelas pertama dan merupakan materi pembangun paling baik untuk
jaringan tubuh. Protein nabati, seperti ketan dan polong-polongan, mengandung hanya
sejumlah kecil asam amino, yakni satu atau asam amino dari sepuluh yang esensial untuk
tubuh, dan dengan demikian disebut protein kelas kedua, karena asam amino tersebut bukan
merupakan zat pembangun yang baik (Watson, 2002).

2.2 Penjelasan Bahan Baku


2.2.1 Susu
Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh
kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber
gizi bagi anaknya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal dari sapi. Susu
tersebut diproduksi dari unsure darah pada kelenjar susu sapi. Sedangkan menurut Buckle
(1985), susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui
anaknya.
Untuk keperluan komersial, sumber susu yang paling umum digunakan adalah sapi.
Namun ada juga yang menggunakan ternak lain seperti domba, kambing, dan kerbau. Alat
penghasil susu pada sapi biasanya disebut ambing. Ambing terdiri dari 4 kelenjar yang
berlainan yang dikenal sebagai perempatan (quarter). Masing – masing perempatan
dilengkapi dengan satu saluran ke bagaian luar yang disebut putting. Saluran ini berhubungan
dengan saluran yang sebenarnya menyimpan susu. Klelenjar tersebut terdiri dai banyak
saluran cabang yang lebih kecil yang berakhir pada suatu pelebaran yang disebut alveoli, di
alveoli itu susu dihasilkan (Buckle, 1985).
Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, diantaranya yaitu protein, kalsium,
fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik,
karena di samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorpsi susu
di dalam saluran cerna (Almatsier, 2002). Komposisi susu sangat beragam, bergantung pada
beberapa factor antara lain bangsa sapi, tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan, suhu dan
umur sapi. Umumnya susu mengandung air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%,
abu 0,72% dan beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K.
Menurut Winarno (1993), Kandungan air di dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar
87,5%. Meskipun kandungan gulanya juga cukup tinggi yaitu 5%, tetapi rasanya tidak manis.
Daya kemanisan hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan laktosa
bersama dengan garam bertanggung jawab erhadap rasa susu yang spesifik.
Karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu adalah laktosa. Laktosa adalah disakarida
yang terdiri dari glukosa dan galaktosa.Enzim lactase bertugas memecah laktosa menjadi gula
– gula sederhana yaitu glukosa galaktosa. Pada usia bayi tubuh kita menghasilkan enzim
lactase dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Namun seiring dengan
bertambahnya usia,keberadaan enzim lactase semakin menurun sehingga sebagian dari kita
akan menderita diare bila mengonsumsi susu (Khomsan, 2004).
Kandungan Zat Gizi Komposisi
Energi (kkal) 61
Protein (g)
3.2
Lemak (g)
3.5
Karbohidrat (g)
4.3
Kalsium (mg)
143
Fosfor (mg)
60
Besi (mg)
1.7
Vitamin A (µg)
39
Vitamin B1 (mg)
0.03
Vitamin C (mg)
1
Air (g)
88.3
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005)
Selain Selain zat – zat gizi tersebut di atas, pada susu sapi juga terkandung unsure gizi
yang mampu menjaga kestabilan kualitas dan berat tubuh manusia. Hal ini disebabkan karena
di dalam susu terdapat tiga kandungan gizi dan asm lemak susu yang cucup penting untuk
tubuh manusia, yakni asam butirat, asam linoleat terkonjugasi (ALT), dan fosfolipid mampu
menhindarkan tumor, menurunkan resiko kanker, hipertensi dan diabetes. Dua asam lemak
susu tersebut juga mampu mengontrol lemak dan perkembangan berat badan. Dengan
demikian jumlah lemak yang masuk ke dalam tubuh akan tersaring oleh ALT dengan
sendirinya (Siswono, 2005).

2.2.2 Tempe
Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia yang proses pembuatannya
dengan cara memfermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya oleh kapang
Rhizopus oligosporus. Tempe merupakan sumber protein nabati yang mempunyai nilai gizi
yang tinggi daripada bahan dasarnya. Tempe dibuat dengan cara fermentasi, yaitu dengan
menumbuhkan kapang Rhizopus oryzae pada kedelai matang yang telah dilepaskan kulitnya.
Inkubasi / fermentasi dilakukan pada suhu 25˚-37˚C selama 36-48 jam. Selama inkubasi
terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam biji
kedelai. Persyaratan tempat yang dipergunakan untuk inkubasi kedelai adalah kelembaban,
kebutuhan oksigen dan suhu yang sesuai dengan pertumbuhan jamur (Hidayat, dkk. 2006).
Tempe mempunyai nilai gizi yang tinggi. Tempe dapat diperhitungkan sebagai sumber
makanan yang baik gizinya karena memiliki kandungan protein, karbohidrat, asam lemak
esensial, vitamin, dan mineral. Gizi utama yang hendak diambil dari tempe adalah proteinnya
karena besarnya kandungan asam amino (Muhajirin, 2007). Kadar protein dalam tempe 18,3
gram per 100 gram. Tempe juga mengandung beberapa asam amino yang dibutuhkan tubuh
manusia. Secara umum komposisi zat gizi kedelai kuning kering dan tempe dapat dilihat
pada tabel berikut:
Komponen Kimia Komposisi
Kalori (kal) 149
Protein (g) 18,3
Lemak (g) 4,0
Hidrat arang (g) 12,7
Kalsium (mg) 129
Besi (mg) 10
Vitamin B1 (mg) 0,17
Air (g) 64
Sumber: (Santoso, 1993)

2.2.3 Daging Ayam


Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan utama mayoritas masyarakat
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena harga daging ayam dapat dijangkau oleh
masyarakat luas. Daging ayam mengandung protein yang tinggi serta berlemak rendah.
Murtidjo (2003) memaparkan bahwa daging ayam juga memiliki tekstur yang lebih halus dan
lebih lunak jika dibandingkan dengan daging sapi dan ternak lain sehingga lebih mudah
dicerna.Namun, sebelum mendapatkan mutu daging ayam yang baik dan layak untuk
dimakan oleh masyarakat, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu daging
ayam tersebut. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam budidaya ayam pedaging komersil
diantaranya pengelolaan pemeliharaan, pemberian pakan, pencegahan dan penanggulangan
terhadap penyakit, pengangkutan, pemotongan, dan faktor-faktor lain. Nilai gizi serta
komposisi asam amino pada daging ayam dapat dilihat pada tabel berikut:
Komposisi Jumlah
Protein (g) 18,20
Lemak (g) 25,00
Kalsium (mg) 14,00
Fosfor (mg) 200,00
Besi (mg) 1,50
Vitamin B1(mg) 0,08
Air (g) 55,90
Kalori (kkal) 302,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972)
2.2.4 Kuning Telur
Telur kuning sekitar setengahnya mengandung uap basah (moisture) & setengahnya
adalah kuning padat (yolk solid). Semakin bertambah umurnya telur, kuning telur akan
mengambil uap basah dari putih telur yang mengakibatkan kuning telur semakin menipis dan
menjadi rata ketika telur dipecahkan ke permukaan yang rata (berpengaruh kepada grade dari
telur itu sendiri). Selengkapnya akan dibahas di bagian grade telur. Persentase kuning telur
sekitar 30%-32% dari berat telur. Kuning telur terdiri atas membran kuning telur (vitellin)
dan kuning telur sendiri. Kuning telur merupakan makanan dan sumber lemak bagi
perkembangan embrio. Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein
16% dan glukosa 1%-2%. Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah
linoleat, oleat dan stearat. Telur konsumsi diproduksi oleh ayam betina tanpa adanya ayam
jantan (Bell dan Weaver, 2002). Warna kuning telur dipengaruhi oleh pakan. Apabila pakan
mengandung lebih banyak karoten, yaitu santofil, maka warna kuning telur semakin berwarna
jingga kemerahan (Yamamoto et al., 1997).
2.3 Macam-Macam Penyebab Kerusakan Protein
2.3.1 Koagulasi Protein
Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang
didenaturasi membentuk suatu massa yang solid. Cairan telur (sol) diubah menjadi padat atau
setengah padat (gel) dengan proses air yang keluar dari struktur membentuk spiral-spiral yang
membuka dan melekat satu sama lain. Koagulasi ini terjadi selama rentang waktu temperatur
yang lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya seperti
panas, pengocokan, pH, dan juga menggunakan gula dan garam. Hasil dari proses koagulasi
protein biasanya mampu membentuk karakteristik yang diinginkan. Yaitu mengental yang
mungkin terjadi pada proses selanjutnya setelah denaturasi dan koagulasi. Kekentalan hasil
campuran telur mempengaruhi keinginan untuk menyusut atau menjadi lebih kuat. (Vickie,
2008)
2.3.2 Denaturasi Protein
Menurut Winarno (2002), denaturasi diartikan suatu proses terpecahnya ikatan
Hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau win molekul. Ada
dua macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi
unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul ikatan. Ikatan yang dipengaruhi
oleh proses denaturasi adalah :
a. Ikatan Hidrogen
b. Ikatan hidrofobik
c. Ikatan ionik
d. Ikatan intramolekuler.
Denaturasi protein adalah modifikasi konformasi struktur, tersier dan kuartener.
Denaturasi struktur merupakan fenomena dimana terbentuk konformasi batu dari struktur
yang telah ada. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya aktivias
biologi, peningkatan viskositas dan protein mudah diserang oleh enzim proteolitik (Oktavia,
2007).
2.4 Macam-Macam Analisa Protein
2.4.1 Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode
biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian
akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat,
menghasilkan heteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai
samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat
dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan
residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100
kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas
deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak
interferensinya akibat kesensitifannya (Lowry, dkk, 1951).
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry
ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA,
Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine,
magnesium, dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan
menghilangkan interferensi tersebut. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan blanko
untuk mengkoreksi absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan
EDTA dapat dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan
pengendapan protein (Lowry dkk 1951).
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak dapat
mengukur molekul peptida panjang. Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+
(reagen Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam
protein. Ion Cu+ bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E)
membentuk warna biru, sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry dkk 1951).
2.4.2 Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor
fototube (Yoky, 2009).
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan
spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR
(> 750 nm) dan menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah (sinar
tampak, UV, IR). Monokromator pada spektrofotometer menggunakan kisi atau prisma yang
daya resolusinya lebih baik sedangkan detektornya menggunakan tabung penggandaan foton
atau fototube (Yoky, 2009).
Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur Intensitas,
monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator. Spektrofotometri dapat
dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari
absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang
gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas
untuk komponen yang berbeda (Yoky, 2009).

2.4.3 Metode Kjeldahl


Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki tingkat
kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nirogen (N) dalam susu. Kelebihan
metode ini adalah sederhana, akurat, dan universal juga mempunyai kebolehulangan
(Reproducibility) yang cukup baik, akan tetapi metode ini bukannya tidak memiliki
kekurangan. Kekurangan metode ini adalah memakan waktu lama (Time Consuming),
membutuhkan biaya besar dan ketermpilan tekhnis tinggi (Juiati dan Sumardi, 1981)
2.4.4 Metode Titrasi Formol
Metode Titrasi Formol merupakan cara lain dalam menentukan kadar protein. Metode
ini secara ekonomis murah, cep, dan idak memerlukan keahlian khusus, walaupun metode ini
kurang praktis dalam penentuan kandungan protein secara absolut akibat dari keseimbangan
nitrogen (N) yang berbeda (Davide, 1977).
Tahap Titrasi Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui
dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N % N = 𝑚𝐿 𝐻𝐶𝑙 ( 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 )𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)𝑥 1000 x N HCl x 14,008 x 100 % Setelah diperoleh % N selanjutnya dihitung
kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor : % P = % N x faktor konversi ( Slamet
Sudarmadji, 1989 ).
2.4.5 Metode Turbodimetri
Menurut Moulyono (2007 :891) turbodimetri merupakan analisis berdasarkan
pengukuran berkurangnya kekuatan sinar melalui larutan yang mengandung partikel
tersuspensi. Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila
ditambahkan bahan pengendap protein misalnya TCA, K4Fe(CN)6 atau asam sulfosalisilat.
Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter.
Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai
perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang
dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya
konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan. Yaitu
pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas yang
datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman di mana cahaya yang mulai tidak tampak
di dalam lappisan medium yang keruh. Instrumen pengukuran perbandingan tyndall disebut
sebagai tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung. Sedangkan
pada nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standar. Turbidineter mliputi
pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbandinglurus terhadap konsentrasi dan
ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio
tyndall sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap
pangkat empat panjang gelombang (Khopkhar,2003 : 7)

2.5 Prinsip Analisa Protein Metode Lowry


Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-
Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein.
Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung
sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat
digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar
disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi
rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein konsentrasi rendah dibanding metode biuret
(Soeharsono, 2006).
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode
biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian
akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi
oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna
biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri (Sudarmaji, 1996)

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat

a. Pisau
b. Telenan
c. Mortar
d. Wajan
e. Kompor
f. Spatula
g. Sendok
h. Serok
i. Wadah
j. Neraca analitik
k. Penjepit
l. Pipet
m. Bulp pipet
n. Pipet ukur
o. Pipet mikro
p. Labu ukur 100 ml (2 buah)
q. Beaker glass 150 ml (2 buah)
r. Labu ukur 10 ml (9 buah)
s. Spektrofometer
t. Botol sentrifugasi (AM) (2 buah)
u. Sentrifugator
v. Corong

3.1.2 Bahan

a. Ayam goreng
b. Ayam mentah
c. Susu
d. Kuning telur
e. Tempe
f. Minyak goreng
g. BSA (50,100,150,200,250,300) µ mL
h. Folin
i. Lowry
j. Aquades
k. Plastik
l. Tissue
m. Kertas saring (2 buah)
n. Aluminium voil

3.2 Prosedur Analisa


Pada analisa protein terdapat beberapa bahan pangan yang diamati, misal daging ayam,
susu, tempe, dan kuning telur. Sebagai contoh bahan untuk dianalisa, kita ambil tempe untuk
dijadikan sampel. Pertama, tempe dicacah untuk memperkecil ukuran dan agar lebih mudah
untuk dihaluskan. Kemudian ditumbuk atau dihaluskan untuk memperluas permukaan bahan
dan mempermudah ekstraksi. Selanjutnya ditimbang 15 gram untuk mengetahui berat sample.
Masukan ke dalam labu ukur 100 ml untuk proses ekstraksi dan tera hingga tanda batas
dengan aquades untuk melarutka protein. Kemudian diamkan hingga air berwarna keruh
untuk mengoptimalkan proses ekstrasi. Ambil filtrat untuk dianalisa dan masukan ke dalam
botol sentrifugasi untuk memudahkan proses sentrifugasi. Tahap selanjutnya sentrifugasi 10
menit untuk mengoptimalkan pemisahan berdasarkan sentrifugasi (berat jenis). Selanjutnya
disaring dengan kertas saring untuk memisahkan protein terlarut dan tidak terlarut. Setelah itu
ambil sample 0,5 gram agar mudah untuk dianalisa. Masukkan ke dalam labu ukur 10 ml
untuk mempermudah campuran antara lowry dan folin. Tambahkan 2 ml mix lowry sebagai
indikator dan inkubasi selama 10 menit untuk memberikan waktu reaksi antara lowry dengan
ikatan peptida. Tambahkan 0,2 ml larutan folin untuk menunjukan perubahan warna agar
mudah di spektrofotometer. Kemudian ditera sampai tanda batas dengan aquades untuk
mempermudah pembacaan spektrofotometer dan inkubasi selama 60 menit untuk
memberikan waktu reaksi antara folin dengan ikatan peptida. Langakah terakhir, lakukan
absorbansi 750 nm untuk mengetahui nilai absorban dengan menggunakan spektrofotometer.
Tahap awal pada kurva standart menyiapkan BSA (0,50,100,150,200,250,300) dengan
tujuan unutk membuat titik bantu pada kurva standart. Kemudian masukan ke dalam labu
ukur 10 ml untuk mempermudah campuran antara lowy dan folin. Tambahkan 2 ml mix
lowry sebagai indikator dan di inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang untuk memberi
waktu reaksi antara lowry dengan ikatan peptida (reaksi optimal). Tambahkan 2 ml larutan
folin untuk menunjukan perubahan agar mudah di spektrofotometer. Selanjutnya dilakukan
peneraan untuk mempermudah pembacaan spektrofotometer. Kocok hingga homogen untuk
mengoptimalkan pencampuran dan inkubasi 60 menit untuk memberi waktu reaksi antara
folin dengan ikatan peptida. Dan tahap terakhir absorbansi 750 nm untuk mengetahui nilai
absorbansi sample pada panjang gelombang 750 nm.

BAB 4. PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menghasilkan data analisa kurva


standart BSA ( Bovine Albumin Serum) dan grafik hasil analisa protein seperti ada diatas.
Analisa yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode lowry. Pembuatan kurva standar
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya
sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui. Dari kurva standart BSA didapatkan persamaan
y = 0.082x + 0.086 dan nilai sebesar R² = 0.995. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai
pembacaan absorbansi cukup presisi (akurat) karena nilai R2 nya mendekati 1.
Pada diagram analisa kadar protein hanya terdapat tiga bahan yang dianalisa yaitu
kuning telur, tempe dan susu. Daging ayam tidak di analisa karena tidak dilakukan
pengulangan. Kadar protein pada kuning telur, tempe dan susu secara berturut-turut yaitu
1,022%; 2,087%; dan 1,583%.
Pada bahan kuning telur diperoleh kadar protein sebesar 1,022%. Sedangkan menurut
Yamamoto et al.( 1997), kadar protein pada kuning telur adalah sebesar 16 %. Perbedaan
kadar protein ini dapat disebabkan oleh perbedaan pakan ternak yang diberikan. Jika pakan
ternak yang diberikan kurang mengandung protein maka telur yang dihasilkan kurang
mengandung protein yang tinggi. Untuk nilai SD pada kuning telur yaitu 0,082 dan nilai RSD
sebesar 8,02. Hal ini menunjukkan keakuratan pada data karena nilai SD < 1.
Pada bahan tempe diperoleh kadar protein sebesar 2,087% sedangkan menurut Santoso
(1993), kadar minimal protein pada tempe adalah 18,3 %. Hal ini menunjukkan terjadinya
penyimpangan. Penyimpangan dapat disebabkan karena tempe yang digunakan saat
praktikum memiliki kualitas yang kurang bagus misalnya tempe yang digunakan dalam
keadaan hampir busuk sehingga kadar proteinnya rendah. Selain itu penyimpangan dapat
disebabkan oleh alat yang digunakan saat praktikum kurang memadai atau kurang akurat.
Seperti pada alat spektrofotometer yang tingkat sensitivitas terhadap warnanya kurang
sehingga nilai yang diperoleh kurang akurat. Untuk nilai SD pada tempe sebesar 0,0066 dan
nilai RSD sebesar 3,16. Nilai SD tersebut menunjukkan data yang akurat karena nilainya < 1.
Pada bahan susu bubuk diperoleh kadar protein sebesar 1,583%, sedangkan menurut
Departemen Kesehatan RI (2005), kadar protein pada susu bubuk adalah sebesar 32 %.
Perbedaan yang cukup signifikan tersebut dapat disebabkan karena alat yang dipakai untuk
mengukur nilai absorbansi yaitu spektrofotometer sudah tidak sesuai standar sehingga nilai
yang dihasilkan tidak akurat. Nilai SD pada bahan susu bubuk ini adalah sebesar 0, 348 dan
RSD sebesar 21,9. Hal tersebut menunjukkan bahwa yang diperoleh sudah akurat karena
nilainya < 1.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

a. Protein adalah zat makanan yang paling kompleks karena terdiri dari karbon,
hydrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor
b. Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing)
pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya.
c. Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia yang proses pembuatannya
dengan cara memfermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya oleh
kapang Rhizopus oligosporus
d. Telur kuning sekitar setengahnya mengandung uap basah (moisture) & setengahnya
adalah kuning padat (yolk solid).
e. Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang
didenaturasi membentuk suatu massa yang solid.
f. Denaturasi diartikan suatu proses terpecahnya ikatan Hidrogen, interaksi hidrofobik,
ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau win molekul
g. Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi
dengan detektor fototube
h. Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki tingkat
kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nirogen (N) dalam susu
i. Turbodimetri merupakan analisis berdasarkan pengukuran berkurangnya kekuatan
sinar melalui larutan yang mengandung partikel tersuspensi.
j. Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai
perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba.

5.2 Saran

a. Pada saat menjelaskan teori lebih jelas agar praktikan lebih paham
b. Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat
semula.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: UI.Press.

Davide CL. 1977. Laboratory Guide in Dairy Chemistry Practical. Laguna: FAO Regional
Dairy Deveploment adn Training and Reserch Inst Univ of Philiphines at Los Banos Coll.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta.
57pp.

Departemen Kesehatan R.I. (2005). Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Hidayat, Nur dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.


Julianti, J dan Sumardi. 1981. Sedikit Modifikasi Dalam Metode Analisa N (Protein) Dalam Bahan
Makanan Dengan Cara Kjeldahl. Bandung: Seminar Nasional Metode Analisa Kimia

Khopkhar,S.M. 2003. Dasar-dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-
Press).

Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.

Lowry , Rosenbrough , Farr, Randall. 1951. Protein Measurement with the Folin Phenol Reagent.
New York: Kluwer Academic Publishers.

Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta : Kanisius.


Mulyono. 2007. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.
Oktavia. Devi. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 Makanan Ringan Ekstrudat. Jurnal Standarisasi
Vol 9 No.1.
Santoso, H.B., 1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai. Kanisius, Yogyakarta.

Sudarmadji, Slamet. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberti.

Soeharsono. 2006. Biokimia 1. Yogyakarta: UGM Press.

Sudarmaji. 1996. Analisa Bahan. Yogyakarta: Liberty.

Vaclavik, Vickie. A dan Elizabeth W. Cristian. 2008. Essential of Food Science Third Edition.
New York : Springer Science + Business Media.

Watson, Roger. 2002. Anatomi Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : ECG

Winarno F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
Yamamoto M, Matsumoto R, Okudai N, and Yamada Y. 1997. Aborted
anthers of Citrus result from gene-cytoplasmic male sterility. Sci Hortic 70:9-14
Lowry hey

3 Pembahasan
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada besarnya nilai

absorbsi suatu zat terhadap radiasi sinar elektromagnetik. Prinsip kerja spektrofotometri

adalah dengan menggunakan spektrofotometer yang pada umumnya terdiri dari unsur-unsur

seperti sumber cahaya, monokromator, sel, fotosel, dan detektor. Spektrofotometer adalah

alat untuk mengukur transmitansi atau absorbs cahaya (pernyerapan) oleh suatu sampel

sebagai fungsi dari panjang gelombang dan dibandingkan dengan standart tertentu. Selain itu

juga digunakan untuk mengukur sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal.

Meskipun ada yang menggunakan sinar rangkap, tetapi peralatan sama seperti sistem sinar

tunggal.

Prinsip kerja alat spektrofotometer yaitu cahaya dari sumber cahaya yang masuk ke

monokromator dan didispersikan menjadi cahaya monokromatis. Cahaya monokromatis

ditransmisikan melalui sel sampel dalam tempat sampel dan jatuh pada detector, kemudian

dikonversikan sinyal listrik yang memperkuat dan tercatat pada rekorder.

Sedangkan pada dasarnya analisis secara spektrofotometer dilakukan dengan cara

pembentukan cahaya senyawa berwarna dengan pereaksi-pereaksi tertentu dan setiap warna

mempunyai intensitas tertentu. Intensitas cahaya yang dihasilkan diukur dengan

spektrofotometer.

Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk menentukan

konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Spektrofotometer akan

mengukur intensitas cahaya melewati sampel (I), dan membandingkan ke intensitas cahaya

sebelum melewati sampel (Io). Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam

persentase (%T) sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = -log %T.

Pada percobaan ini digunakan telur ayam kampung. Hal ini disebabkan karena telur

ayam kampung yang asli mempunyai kelebihan protein yang tinggi dibandingkan telur ayam
yang lain, sehingga memudahkan dalam pengujian protein. Analisis kimia pada dasarnya

terbagi menjadi dua pekerjaan utama yang dikenal dengan analisis secara kualitatif dan

analisis kuantitatif. Analisis kualitatif adalah pekerjaan yang bertujuan untuk mengetahui

senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel uji. Contohnya pengamatan perubahan

warna larutan sampel pada tabung reaksi. Analisis kuantitatif adalah pekerjaan yang

bertujuan untuk mengetahui kadar suatu senyawa dalam sampel. Contohnya perhitungan

konsentrasi.

Reaksi Biuret merupakan reaksi atau metode yang digunakan untuk mengetahui atau

membuktikan keberadaan ikatan peptida pada suatu larutan. Keberadaan ikatan peptida ini

menunjukkan bahwa larutan tersebut mengandung salah satu sumber energi bagi tubuh yaitu

protein. Perubahan warna ungu pada larutan putih telur menunjukkan larutan tersebut

mengandung protein. Pada masing-masing tabung, mengalami perubahan warna menjadi biru

setelah ditetesi biuret. Semakin pekat warna biru, semakin tinggi pula kadar protein yang

dikandungnya

Anda mungkin juga menyukai