Rasa syukur dipanjatkan kepada Allah Swt., atas kehendak dan kuasa-
Nya, Penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah bioremediasi ini dengan
lancar. Makalah disusun sebagai bentuk penugasan dari mata kuliah Bioteknologi
Pertanian yang berada di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Bogor
pada semester 6.
Kesempurnaan hanya milik Allah Swt., sehingga penyusunan makalah ini
mungkin saja masih banyak kekurangan dikarenakan adanya keterbatasan, oleh
karena itu Penulis meghaturkan permohonan maaf atas segala kekurangan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai sumber pembelajaran sistem
pertanian, khususnya mengenai materi sistem agroforestri. Terimakasih.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Tujuan ............................................................................................ 3
METODELOGI............................................................................................ 4
Bioteknologi Konvensional............................................................... 5
KESIMPULAN............................................................................................ 19
ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tape adalah produk yang dihasilkan dari proses fermentasi, di mana terjadi
suatu perombakan bahan-bahan yang tidak sederhana. Zat pati yang ada dalam
bahan makanan diubah menjadi bentuk yang sederhana yaitu gula, dengan
bantuan suatu mikroorganisme yang disebut ragi atau khamir.
Ragi tape adalah bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan tape,
baik dari singkong dan beras ketan. Menurut Dwijoseputro dalam Tarigan (1988)
ragi tape merupakan populasi campuran yang tediri dari spesies-spesies genus
Aspergilius, Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri Acetobacter.
Genus tersebut hidup bersama-sama secara sinergis. Aspergillus
menyederhanakan tepung menjadi glukosa serta memproduksi enzim
glukoamilase yang akan memecah pati dengan mengeluarkan unit-unit glukosa,
sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansenulla dapat menguraikan gula
menjadi alkohol dan bermacam-macam zat organik lain sementara itu Acetobacter
dapat merombak alkohol menjadi asam. Beberapa jenis jamur juga terdapat dalam
ragi tape, antara lain Chlamydomucor oryzae, Mucor sp, dan Rhizopus sp.
Tapai Ketan Hitam mengandung energi sebesar 166 kilokalori, protein 3,8
gram, karbohidrat 34,4 gram, lemak 1 gram, kalsium 8 miligram, fosfor 106
miligram, dan zat besi 1,6 miligram. Selain itu di dalam Tapai Beras Ketan Hitam
juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0,02 miligram dan vitamin C
0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100
gram Tapai Beras Ketan Hitam, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100
% (Godam, 2012) dalam (Rismayani, 2017).
Dalam pembuatan tapai ketan, beras ketan perlu dimasak dan dikukus
terlebih dahulu sebelum dibubuhi ragi. Campuran tersebut ditutup dengan daun
dan diinkubasi pada suhu 25-30 °C selama 2-4 hari sehingga menghasilkan
alkohol dan teksturnya lebih lembut (Putri, 2007) dalam (Rismayani 2017).
Menurut Wanto dan Arif Subagyo dalam Maimuna, S (2004) Khamir
merupakan fungi bersel tunggal sederhana, kebanyakan bersifat saprofitik dan
biasanya terdapat dalam tumbuh-tumbuhan yang mengandung karbohidrat.
Khamir dapat diisolasi dari tanah yang berasal dari kebun anggur, kebun buah-
buahan dan biasanya khamir berada di dalam cairan yang mengandung gula,
seperti cairan buah, madu, sirup, dan sebagainnya. Bentuk sel khamir biasanya
1
bulat, oval, dan biasanya tidak mempunyai flagella. Pada umumnya khamir
berkembang biak dengan bertunas, membelah diri dan pembentukan spora.
Khamir mempunyai kemampuan untuk memecah pangan karbohidrat
menjadi alkohol dan karbondioksida. Proses ini diketahui sebagai fermentasi
alkohol yaitu proses anaerob. Khamir mempunyai sekumpulan enzim yang
diketahui sebagai zymase yang berperan pada fermentasi senyawa gula, seperti
glukosa menjadi etanol dan karbondioksida. Reaksi yang terjadi dalam fermentasi
alkohol sebagai berikut:
C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2 CO2
Glukosa Etanol Karbondioksida
Jika pemberian O2 berlebihan, sel khamir akan melakukan respirasi secara
aerobik, dalam keadaan ini enzim khamir dapat memecah senyewa gula lebih
sempurna, dan akan dihasilkan karbondioksida dan air.
C6H12O5 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H2O
Glukosa Oksigen Karbondioksida Air
Jenis khamir yang biasanya dipakai dalam indutri fermentasi alkohol
adalah jenis Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae berbentuk
bulat, oval, atau memanjang, dan mungkin berbentuk pseudomiselium.
Reproduksi khamir dilakukan dengan cara pertunasan multipolar, atau melalui
pembentukan askospora. Askospora dapat terbentuk setelah terjadi konjugasi,
atau berasal dari sel diploid.
Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologi yang saling
mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks
meliputi pemasukan nutrien dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahan-
bahan nutrien menjadi energi dan berbagai constituent vital cell serta
perkembangbiakan. Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah
dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimia (Anonymous, 2008).
Pada dasarnya pertumbuhan sel mikroba dapat berlangsung tanpa batas,
akan tetapi karena pertumbuhan sel mikroba berlangsung dengan mengkonsumsi
nutrien sekaligus mengeluarkankan produk-produk metabolisme yang terbentuk,
maka setelah waktu tertentu laju pertumbuhan akan menurun dan akhirnya
pertumbuhan berhenti sama sekali. Berhentinya pertumbuhan dapat disebabkan
karena berkurangnya beberapa nutrien esensial dalam medium atau karena
2
terjadinya akumulasi aututuksin dalam medim atau kombinasi dari keduanya
(Ansori, A., 1989).
Saccharomyces cerevisiae merupakan spesies yang bersifat fermentatif
kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, Saccharomyces cerevisiae juga dapat
melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air.
Kedua sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun yang dihasilkan dari
respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi (Fardiaz, S., 1992).
Saccharomyces cerevisiae akan mengubah 70 % glukosa di dalam substrat
menjadi karbondioksida dan alkohol, sedangkan sisanya tanpa ada nitrogen
diubah menjadi produk penyimpanan cadangan. Produk penyimpanan tersebut
akan digunakan lagi melalui proses fermentasi endogenous jika glukosa di dalam
medium sudah habis (Fardiaz, S., 1992)
Saccharomyces cereviseae adalah jenis khamir utama yang berperan
dalam produksi minuman beralkohol seperti bir, anggur, dan juga digunakan untuk
fermentasi adonan dalam perusahaan roti dan fermentasi tape. Kultur yang dipilih
harus dapat tumbuh dengan baik dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap
alkohol serta mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak (Irianto, K.,
2006).
Dari hasil penelitian S. Siembenhandl L.N., Lestario, D., Trimmel and E.
Berghofer yang dilaporkan di jurnal ilmiah international Journal of Food Sciences
and Nutrion volume 52 halaman 347-357 pada tahun 2001 menyebutkan hasil
kadar etanol pada tape ketan hitam setelah didiamkan selama 2.5 hari (60 jam)
dengan pembuatan tape secara tradisional mencapai 3.380 %. Dari data tersebut
terlihat bahwa setelah 2.5 hari (60 jam) kadarnya mencapai 3.3 %, jika lebih dari 3
hari bisa dibayangkan berapa persen kadar etanol yang akan dicapai
(Apriyantono, 2005).
Penjual tape biasanya membuat tape dengan lama fermentasi 3 hari
sampai 7 hari bahkan lebih. Berangkat dari hal tersebut, maka perlu diketahui
tentang Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol tape ketan hitam (Oryza sativa
glutinosa).
3
II. METODOLOGI
4
III. PEMBAHASAN
A. Devinisi Bioteknologi
B. Bioteknologi Konvensional
Bioteknologi dapat digolongkan menjadi bioteknologi
konvensional/tradisional dan modern. Bioteknologi konvensional merupakan
bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk memproduksi alkohol,
asam asetat, gula, atau bahan makanan, seperti tempe, tape, oncom, dan kecap.
Mikroorganisme dapat mengubah bahan pangan. Proses yang dibantu
mikroorganisme, misalnya dengan fermentasi, hasilnya antara lain tempe, tape,
kecap, dan sebagainya termasuk keju dan yoghurt. Proses tersebut dianggap
sebagai bioteknologi masa lalu. Ciri khas yang tampak pada bioteknologi
konvensional, yaitu adanya penggunaan makhluk hidup secara langsung dan
belum tahu adanya penggunaan enzim
5
Dalam pembuatan keju digunakan bakteri asam laktat, yaitu Lactobacillus
dan Streptococcus. Bakteri tersebut berfungsi memfermentasikan laktosa dalam
susu menjadi asam laktat. Proses pembuatan keju diawali dengan pemanasan
susu dengan suhu 90oC atau dipasteurisasi, kemudian didinginkan sampai 30oC.
Selanjutnya bakteri asam laktat dicampurkan. Akibat dari kegiatan bakteri tersebut
pH menurun dan susu terpisah menjadi cairan whey dan dadih padat, kemudian
ditambahkan enzim rennin dari lambung sapi muda untuk mengumpulkan dadih.
Enzim rennin dewasa ini telah digantikan dengan enzim buatan, yaitu klimosin.
Dadih yang terbentuk selanjutnya dipanaskan pada temperature 32oC – 420oC
dan ditambah garam, kemudian ditekan untuk membuang air dan disimpan agar
matang. Adapun whey yang terbentuk diperas lalu digunakan untuk makanan sapi.
3) Mentega
Pembuatan mentega menggunakan mikroorganisme Streptococcus
lactis dan Lectonostoceremoris. Bakteri-bakteri tersebut membentuk proses
pengasaman. Selanjutnya, susu diberi cita rasa tertentu dan lemak mentega
dipisahkan. Kemudian lemak mentega diaduk untuk menghasilkan mentega yang
siap dimakan.
2) Tempe
Tempe kadang-kadang dianggap sebagai bahan makanan masyarakat
golongan menengah ke bawah, sehingga masyarakat merasa gengsi
memasukkan tempe sebgai salah satu menu makanannya. Akan tetapi, setelah
diketahui manfaatnya bagi kesehatan, tempe mulai banyak dicari dan digemari
masyarakat dalam maupun luar negeri. Jenis tempe sebenarnya sangat beragam,
bergantung pada bahan dasarnya, namun yang paling luas penyebarannya adalah
6
tempe kedelai. Tempe mempunyai nilai gizi yang baik. Di samping itu tempe
mempunyai beberapa khasiat, seperti dapat mencegah dan mengendalikan diare,
mempercepat proses penyembuhan duodenitis, memperlancar pencernaan, dapat
menurunkan kadar kolesterol, dapat mengurangi toksisitas, meningkatkan
vitalitas, mencegah anemia, menghambat ketuaan, serta mampu menghambat
resiko jantung koroner, penyakit gula, dan kanker. Untuk membuat tempe, selain
diperlukan bahan dasar kedelai juga diperlukan ragi. Ragi merupakan kumpulan
spora mikroorganisme, dalam hal ini kapang. Dalam proses pembuatan tempe
paling sedikit diperlukan empat jenis kapang dari genus Rhizopus, yaitu Rhyzopus
oligosporus, Rhyzopus stolonifer, Rhyzopus arrhizus, dan Rhyzopus oryzae.
Miselium dari kapang tersebut akan mengikat keping-keping biji kedelai dan
memfermentasikannya menjadi produk tempe. Proses fermentasi tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan kimia pada protein, lemak, dan karbohidrat.
Perubahan tersebut meningkatkan kadar protein tempe sampai sembilan kali lipat.
c) Tape
Tape dibuat dari bahan dasar ketela pohon dengan menggunakan sel-sel
ragi. Ragi menghasilkan enzim yang dapat mengubah zat tepung menjadi produk
yang berupa gula dan alkohol. Masyarakat kita membuat tape tersebut
berdasarkan pengalaman.
7
adalah air, mineral, cahaya, dan CO2. Cahayatelah terpenuhi oleh cahaya
matahari. Demikian pula CO2 sudah cukup melimpah di udara. Sementara itu
kebutuhan air dan mineral dapat diberikan dengan sistem hidroponik, artinya
keberadaan tanah sebenarnya bukanlah hal yang utama. Beberapa keuntungan
bercocok tanam dengan hidroponik, antara lain tanaman dapat dibudidayakan di
segala tempat; risiko kerusakan tanaman karena banjir, kurang air, dan erosi tidak
ada; tidak perlu lahan yang terlalu luas; pertumbuhan tanaman lebih cepat; bebas
dari hama; hasilnya berkualitas dan berkuantitas tinggi; hemat biaya perawatan.
Jenis tanaman yang telah banyak dihidroponikkan dari golongan tanaman hias
antara lain Philodendron, Dracaena, Aglonema, dan Spatyphilum. Golongan
sayuran yang dapat dihidroponikkan, antara lain tomat, paprika, mentimun, selada,
sawi, kangkung, dan bayam. Adapun jenis tanaman buah yang dapat
dihidroponikkan, antara lain jambu air, melon, kedondong bangkok, dan belimbing.
Makgeolli, juga dikenal sebagai Makkoli atau Makuly (takju) (dan disebut
dalam bahasa Inggris sebagai "anggur berasKorea"), adalah sebuah minuman
beralkohol asli Korea. Minuman ini dibuat dari beras yang dikukus dan
difermentasi. Warnanya putih keruh dan masih mengandung ampas beras
karena minuman ini tidak disaring. Hal ini dibuat dengan memfermentasi
campurannasi, gandum dan air, dan alkohol sekitar 6-8% volume. Saat ini
8
Makgeolli kebanyakan berisi beras, namun beberapa merekmengandung
gandum bukan beras. Minuman ini pada awalnya populer di kalangan petani,
dengan nama nongju, yang berarti"arak petani". Namun, baru-baru ini mulai
menjadi lebih populerdi kota-kota, terutama dengan generasi muda.
Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/
Warna makgeolli ini putih seperti susu, rasanya sedikit berkarbonasi dan
menyegarkan tapi sewaktu kita telan,rasanya lembut seperti susu atau yogurt,
setelah meminumnya, perut terasa terasa enak dan penuh energi.Makgeolli lebih
merupakan produk musiman yang lebih banyak dijual selama musim dingin
karena tidak tahan lama disimpan. Makgeolli paling umum tersedia dalam botol
plastik atau wadah kotak aseptik. Secara tradisional, disajikan dalam logam besar
atau mangkuk kayu lalu dituangkan dalam cangkir-cangkir dan mangkuk yang
diisi dengan menggunakan sendok.Karena merupakan minuman tanpa filter,
makgeolli umumnyadikocok atau diaduk sebelum dikonsumsi, sebagai bagian
putihberawan cenderung untuk menetap ke bawah, meninggalkan cairan kuning
pucat-jelas di atas. Makgeolli digunakan selama upacaraleluhur di Korea.
9
Fungsi dari Aspergillus oryzae dalam fermentasi makgeolli adalah untuk
mengubah pati yang berasal dari bahan baku sumber karbohidrat (nasi dan
gandum) menjadi glukosa sedangkan Saccharomyces cerevisiae akan
mengubah glukosa menjadi alkohol.
Berikut ini adalah contoh yang diambil dari hasil penelitian dari “Kajian
Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam (Oryza Sativa
Glutinosa) Sebagai Pengembangan Lembar Kerja Siswa Pada Konsep
Bioteknologi Konvensional” yang disusun oleh 1) Weny Andriani; 2) Darmawati,
Sri Wulandari yang dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan dalam tahap pembuatan tape, sedangkan tahapan
pengukuran parameter dilakukan di Laboraotium Teknologi hasil Pertanian
Universitas Riau pada bulan Maret 2015 hingga April 2015. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif yang terdiri dari 2 tahap yaitu tahap riset lapangan
dan tahap pengembangan modul pembelajaran.
10
Tabel 1. Rerata kadar alkohol tape ketan hitam
1 24 0,23 e
2 48 0,63 d
3 72 1,03 c
4 96 3,03 b
5 120 7,43 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf 5%
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa lama fermentasi yang terbaik dalam
menghasilkan alkohol adalah pada perlakuan lama fermentasi 120 jam atau lima
hari yang menunjukkan beda nyata melalui uji DMRT. Rentang antara lama
fermentasi 96 jam dan 120 jam mengalami peningkatan yang cukup tajam. Lama
fermentasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap proses fermentasi. Menurut Kunaepah (2008),
ada banyak faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain substrat, suhu, pH,
oksigen, dan mikroba yang digunakan.
11
dari fase adaptasi (Lag phase), fase eksponensial (Log phase), fase stasioner
(Stationer phase), dan fase kematian (Death phase).
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa pada waktu ke 24 jam kadar alkohol yang
dihasilkan masih berkisar 0.23 %, hal ini diduga karena Saccharomyces
cerevisiae masih dalam fase adaptasi. Fase adaptasi digambarkan dengan garis
kurva dari keadaan nol kemudian sedikit ada kenaikan. Di dalam fase
ini Saccharomyces cerevisiae mengalami masa adaptasi dengan lingkungan dan
belum ada pertumbuhan.
Pada jam ke 48 sampai dengan jam ke 120 kadar alkohol yang dihasilkan
semakin meningkat, hal ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan Sacharomyces
cereviciae yang berada pada fase eksponensial. Fase eksponensial digambarkan
dengan garis kurva yang mulai menunjukkan adanya peningkatan yang tajam.
Pada fase ini Saccharomyces cerevisiae mengalami pertumbuhan yang sangat
cepat. Menurut Prescott and Dunn (1981), Meningkatnya jumlah
sel Sacharomyces cereviciae disebabkan oleh kadar nutrisi berupa amilum yang
terdapat pada ketan hitam masih tersedia untuk menunjang metabolismenya
dalam menghasilkan alkohol. Di dalam fase ini terjadi pemecahan gula
secara besar-besaran guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan Saccharomyces
cerevisiae. Hasil pemecahan gula oleh Saccharomyces cerevisiae dalam keadaan
anaerob menghasilkan alkohol, kemungkinan dihasilkan alkohol paling tinggi pada
fase ini.
12
jam akan menghasilkan kadar alkohol sekitar 7.43 % yang masih sesuai dengan
batas maksumum yang ditentukan oleh SNI.
Namun menurut Azizah dkk (2012), semakin lama waktu fermentasi tape
dapat menyebabkan alkohol yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisiae akan
dipecah oleh bakteri Acetobakter menjadi asam. Rasa asam yang dimiliki oleh
tape yang difermentasikan dalam waktu yang lama jika dikonsumsi akan
menyebabkan ketidakseimbangan asam basa didalam tubuh yang akan
menimbulkan gangguan metabolisme bagi kesehatan. Menurut LPOM MUI, batas
maksimal kadar alkohol yang diperbolehkan dalam makanan adalah sebesar 1 %.
Namun, batas maksimal yang ditetapkan oleh MUI tersebut berlaku hanya apabila
pada kadar alkohol sebesar 1% dalam suatu makanan dapat menyebabkan
konsumen merasa hilang kesadaran atau mabuk.
Selain kadar alkohol tape ketan hitam, suhu dan pH tape ketan hitam juga
merupakan parameter yang dapat menentukan kualitas dari tape ketan hitam.
13
Lama fermentasi 24 jam memiliki suhu terendah dengan rerata suhu 30,50C
dari lama fermentasi yang lain, hal ini menyebabkan kerja enzim yang terlibat
dalam proses fermentasi tidak optimal, sehingga kadar alkohol yang dihasilkan
pada lama fermentasi 24 jam tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Menurut Pelczar (1986), aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh suhu, mulai pada
suhu rendah aktivitas enzim bertambah dengan naiknya suhu sampai aktivitas
optimumnya dicapai. Kenaikan suhu lebih lanjut berakibat dengan berkurangnya
pada aktivitas enzim dan akhirnya menyebabkan perusakan enzim. Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan serangga antara lain suhu
udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya diambil sebagai data pendukung
penelitian.
Nilai pH terendah didapat pada perlakuan lama fermentasi 120 jam. Hal ini
disebabkan oleh hasil fermentasi yang berupa etanol dan CO2 serta hasil-
hasilmetabolisme dari Saccharomyces cerevisiae yang menyebabkan nilai pH
selama proses fermentasi semakin turun atau semakin asam. Menurut Elevri dan
Putra (2006), Saccharomyces cerevisiae dapat melakukan fermentasi secara
optimal pada pH 4,5. Dalam penelitian ini, produk fermentasi yang dihasilkan
adalah alkohol. Alkohol bersifat asam, sehingga semakin lama waktu fermentasi
maka akan semakin banyak alkohol yang terbentuk kondisi ini menyebabkan pH
substrat semakin rendah. Penurunan nilai pH yang terjadi menunjukkan bahwa
mikroorganisme pada fermentasi tape termasuk dalam mikroorganisme asidofilik
yaitu mikroorganisme yang mampu hidup pada kisaran pH antara 2 sampai 5.
14
asetat, asam formiat, asam butirat dan asam propionate Dengan semakin tinggi
jumlah asam yang dihasilkan dari proses fermentasi maka akan menyebabkan
nilai pH dari tape akan semakin menurun seperti terlihat pada gambar 2
Selain suhu dan pH, uji organoleptik juga akan mempengaruhi kualitas dari
tape ketan hitam. Uji organoleptik meliputi tekstur, aroma, warna dan rasa. Berikut
disajikan data hasil uji organoleptik dari 10 orang panelis pada tabel 2.
Parameter
Lama fermentasi
15
D (96) 3.3 (L) 3 (KS) 3.1 (H) 2.3 (AS)
Keterangan:
**AK (agak khas tape), KT (khas tape), KS (khas tape), TK (tidak khas tape)
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa untuk aroma tape dengan kriteria khas
tape, panelis memilih lama fermentasi 48 jam, 72 jam dan 96 jam. Alasan panelis
memilih khas tape karena tape tersebut sudah memilki aroma alkohol yang asam
yang disukai oleh panelis. Untuk aroma tape dengan kategori agak khas tape,
panelis memilih lama fermentasi 24 jam. Alasan panelis memilih agak khas tape
karena tape tersebut memiliki aroma alkohol dan sedikit asam. Untuk aroma tape
dengan kriteria tidak khas tape, panelis memilih lama fermentasi 120 jam. Alasan
16
panelis memilih tidak khas tape adalah karena tape tersebut tidak memiliki aroma
tape, namun memiliki aroma yang busuk dan menyengat. Menurut Setyohadi
(2006), semakin lama proses fermentasi, maka kadar alkohol dan keasamannya
akan semakin tinggi yang membuat aroma tape semakin menurun.
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa untuk warna tape dengan kriteria agak
hitam panelis memilih lama fermentasi 24 jam, alasan panelis memilih kriteria agak
hitam karena tape tersebut masih berwarna hitam keunguan sehingga panelis
mengambil kesimpulan bahwa warna tape tersebut agak hitam. Untuk warna tape
yang hitam panelis memilih lama fermentasi 48 jam, 72 jam, 96 jam dan 120 jam.
Alasan panelis memilih kriteria hitam karena tape tersebut sudah berwarna hitam
seluruhnya dan tidak lagi ditemukan warna keunguan pada tape, sehingga panelis
mengambil kesimpulan bahwa warna tape tersebut adalah hitam. Menurut
Soemartono dkk (1980), dalam beras ketan hitam terdapat zat warna antosianin
yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pada makanan. Warna beras ketan
hitam disebabkan oleh sel-sel pada kulit ari yang mengandung antosianin.
Antosianin merupakan pigmen berwarna merah, ungu dan biru yang biasa
terdapat pada tanaman tingkat tinggi.
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa untuk rasa tape dengan kategori suka,
panelis memilih lama fermentasi 72 jam. Alasan panelis memilih suka karena tape
tersebut memiliki rasa yang enak dan terasa manis. Rasa yang dihasilkan tersebut
disebabkan oleh alkohol yang dihasilkan dari penguraian glukosa oleh khamir akan
dipecah menjadi asam asetat pada kondisi aerobik. Pada proses fermentasi
lanjut, asam-asam organik yang terbentuk seperti asam asetat akan bereaksi
dengan etanol membentuk suatu ester aromatik sehingga tape memiliki rasa yang
khas. Tape dengan kategori agak suka panelis memilih lama fermentasi 48 jam
dan 96 jam. Alasan panelis memilih lama fermentasi 48 jam karena tape tersebut
belum terlalu manis, sedangkan pada lama fermentasi 96 jam, panelis menilai
bahwa tape tersebut terasa agak asam dan kurang manis. Untuk rasa tape dengan
kategori tidak suka panelis memilih lama fermentasi 24 jam dan 120 jam. Alasan
panelis memilih lama fermentasi 24 jam adalah karena tape tersebut tidak manis
dan terasa pahit, sedangkan umtuk lama fermentasi 120 jam panelis menilai tape
tersebut tidak enak dan terlalu asam sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Rasa
yang dihasilkan oleh tape tersebut berkaitan dengan produk yang dihasilkan oleh
mikroba dalam mengkonversi substrat menjadi alkohol dan gula. Menurut Karlina
17
Simbolon (2008), semakin lama proses fermentasi maka nilai organoleptik rasa
akan semakin menurun karena semakin banyak jumlah mikroorganisme yang
akan merombak glukosa menjadi alkohol, asam, dan senyawa- senyawa lainnya.
18
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Rismayani, Dea Mutia. 2017. Kajian Kualitas Tape Ketan Hitam (Oryza sativa
glutinosa) Pada Berbagai Suhu Dengan Metode Accelerated Shelf Life
Testing (Aslt) Dengan Pendekatan Arrhenius.Bandung: Universitas
Pasundan.
Andriani, Weny dkk. 2015. Kajian Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape
Ketan Hitam (Oryza sativa glutinosa) Sebagai Pengembangan Lembar Kerja
Siswa Pada Konsep Bioteknologi Konvensional Kelas Xii SMA. Riau:
Universitas Riau.
Hafidatul Hasanah, akyunul Jannah, dan Ghanaim Fasya. 2012. Pengaruh Lama
Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Singkong (Manihot Utilissima
Pohl). Jurnal Alchemy (2)1:68-79. FST UIN Maulana Ibrahim Malang.
Malang
20