Anda di halaman 1dari 4

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)

F4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

LAPORAN BULANAN KEGIATAN UPGK


POSYANDU BALITA

Oleh:
dr. Fenda Adita

Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Cepu


Kabupaten Blora - Jawa Tengah
22 Mei - 22 September 2013
LATAR Secara nasional prevalensi balita “gizi burkur” menurun sebanyak
BELAKANG 0,5 persen yaitu dari 18,4 persen pada tahun 2007 menjadi 17,9 persen pada
tahun 2010. Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang
menurun sebanyak 1,2 persen yaitu dari 36,8 persen pada tahun 2007 menjadi
35,6 persen pada tahun 2010, dan prevalensi balita kurus menurun sebanyak
0,3 persen yaitu dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 13,3 persen pada
tahun 2010.
Prevalensi balita kurang gizi (berat badan kurang) sebesar 18,0
persen diantaranya 4,9 persen dengan gizi buruk. Prevalensi tertinggi di
Provinsi NTB (30,5%) dan terendah di Provinsi Sulut (10.6%). Sedangkan
prevalensi balita pendek (stunting) sebesar 35,6 persen, teringgi di Provinsi
NTT (58,4%) dan terendah di Provinsi Yogyakarta (22,5%). Dan prevalensi
balita kurus (wasting) adalah 13,3 persen, dengan prevalensi tertinggi di
Provinsi Jambi (20%), dan terendah di Bangka Belitung (7,6%).
Sementara menurut pengelompokkan prevalensi gizi kurang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara
dengan status kekurangan gizi yang tinggi pada 2004 karena 5.119.935 balita
dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47 persen) termasuk kelompok gizi kurang
dan gizi buruk.
Faktor-faktor penyebab gizi buruk, yaitu asupan gizi dan pemahaman
tentang makanan yang aman untuk dimakan, penyakit menular, lingkungan,
akses terhadap pelayanan kesehatan dan pola asuh.
Interaksi antara kemiskinan dan faktor sosial, seperti pendidikan, pekerjaan,
perilaku merokok, menikah usia muda, dan cakupan pelayanan kesehatan yang
belum optimal, juga menyebabkan masalah gizi menjadi kronis.

PERMASALAHAN Permasalahan gizi buruk pada balita di wilayah Puskesmas Cepu masih
menjadi salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian. Angka kejadian
kasus gizi buruk masih cukup tinggi.

PERENCANAAN Pemantauan pertumbuhan terhadap balita dilakukan di posyandu.


DAN PEMILIHAN Namun, seorang anak yang gizi buruk seringkali bukan pengunjung tetap
INTERVENSI posyandu. Ketidakhadiran di Posyandu dikarenakan adanya hambatan sosial,
misalnya perasaan risih ke posyandu, kedua orangtua bekerja dan beberapa
masalah serupa itu.
Salah satu cara yang dilakukan dalam upaya perbaikan gizi balita
adalah dengan kunjungan rumah untuk menemukan balita yang tidak dibawa
ke Posyandu, dan balita yang dilaporkan mengalami masalah gizi setelah
dilakukannya penimbangan di posyandu. Dengan melakukan kunjungan rumah
ini setidaknya petugas kesehatan dapat mengetahui bagaimana kondisi
keluarga dan lingkungan dimana balita tersebut tinggal, sehingga pemberian
intervensinyapun dapat disesuaikan dengan keadaan pada saat itu.
Prioritas intervensi gizi ibu dan anak yang dapat dilakukan antara lain :
1. Intervensi perubahan perilaku, seperti pemberian ASI eksklusif,
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat,
memantau berat badan teratur, dan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). '
2. Suplementasi gizi mikro, mencakup asupan vitamin A, tablet Fe, dan
garam beryodium.
3. Tatalaksana gizi kurang/buruk pada ibu dan anak, meliputi pemulihan
gizi anak gizi kurang, pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu
hamil.

PELAKASANAAN Pada hari Kamis tanggal 25 Juli 2013 diadakan kegiatan posyandu lansia di
seluruh kecamatan Cepu. Kegiatan ini sudah menjadi kegiatan wajib puskesmas
setiap bulan. Dari kegiatan ini dapat diidentifikasi permasalahan gizi balita
maupun untuk mengevaluasi status gizi bulan sebelumnya.

No Nama Desa %D/S Jml Gz Krg Jml BGM


1 Cepu 69,1 45 8
2 Balun 70,5 30 5
3 Tambakromo 63,6 17 1
4 Mulyorejo 80,6 4 0
5 Mernung 61,3 7 2
6 Kentong 89,4 17 0
Total 70,5 120 16

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat kepatuhan orangtua untuk
membawa bayinya ke posyandu masih rendah, masih banyak gizi kurang, dan
beberapa desa masih ada gizi buruk pada bulan Juli 2013.

MONITORING Pemantauan berat dan tinggi badan di kecamatan Cepu harus tetap
DAN EVALUASI dilakukan untuk melihat perkembangan dan pertumbuhan anak. Oleh karena
itu diharapkan orang tua dapat membawa anaknya setiap bulan ke posyandu
untuk dapat memantau pertumbuhan dan perkembangannya serta
mengetahui kondisi kesehatan anak secara menyeluruh.
Ada dua aspek langsung yang saling mempengaruhi persoalan gizi.
Pertama, kekurangan pangan seperti uraian diatas. Kedua, pengaruh dari
infeksi penyakit. Dimana faktor ini saling timbul balik. Dari faktor tersebut,
sebenarnya persoalan gizi kurang merupakan sebuah implikasi dari masih
lemahnya sistem pelayanan kesehatan, pola asuh orang tua terhadap anak
yang kurang memberikan perhatian dalam tumbuh kembangnya anak dan stok
asupan makanan dalam rumah tangga. Ini merupakan persoalan klasik yang
berpangkal pada persoalan kemiskinan, rendahnya pendidikan masyarakat dan
kurang keterampilan dalam menjalani kehidupan (life skill). Ketika ini terjadi
dalam sebuah kasus yang kompleks, dimana semua faktor saling
mempengaruhi maka persoalan-persoalan gizi akan terus berkembang.
Perlu strategi khusus dalam menangani persoalan gizi ini. Pertama,
pendekatan kesejahteraan rumah tangga menjadi poin penting untuk
mengatasi gizi kurang pada balita. Dimana risiko kemiskinan terhadap gizi
kurang pada balita cukup besar. Perlu sentuhan terhadap program kemiskinan
yang berkaitan langsung dengan peningkatan gizi balita terutama di kantong-
kantong kemiskinan seperti pertanian. Program ini dapat melalui peningkatan
pendapatan rumah tangga yang akhirnya berujung kepada perbaikan asupan
gizi balita.
Kedua, pelayanan kesehatan pada level Posyandu perlu intensif
dilakukan terutama pelayanan terhadap perbaikan gizi balita. Pemberian
makanan tambahan pada balita merupakan hal terbaik untuk meningkatan gizi
balita.
Ketiga, ditemukan lemahnya pengetahuan orang tua terhadap persoalan
gizi ditemukan dalam studi ini. Untuk itu sosialisasi gizi perlu diintensifkan agar
setiap keluarga dapat paham mengenai gizi tersebut.
Keempat, program-program bantuan untuk masyarakat miskin perlu
diintensifkan terutama melakukan diversifikasi bantuan bukan saja terhadap
karbohidrat tapi juga mencangkup protein dan vitamin. Strategi ini akan efektif
bila secara makro, perekonomian nasional dapat ditingkatkan dan
kesejahteraan serta pendidikan masyarakat juga lebih dikembangkan sehingga
angka balita gizi kurang di Indonesia dan khususnya di Cepu, Blora menjadi
lebih kecil.

Komentar / Umpan Balik :

Cepu, 12 September 2013


Peserta, Koordinator Gizi, Dokter Pendamping,

dr. Fenda Adita Puji Erna Astuti, Am.Keb dr. Bowo Luhur

Anda mungkin juga menyukai