NIM : 175100600111008
Kelas : H
Dalam sidang pertama BPUPKI (29 mei 1945-1 Juni 1945), Muhammad
Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
Ketuhanan Yang Maha Esa; Persatuan Indonesia; Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab; Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan; Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Selain itu, usul yang sedikit lebih sistematis juga dikemukakan oleh Soepomo. Ia
mengemukakan pentingnya prinsip-prinsip: Ketuhanan; Kemanusian; Persatuan;
Permusyarawatan; Keadilan/kesejahteraan
Pada awal dekade 1950-an itu juga mulai muncul silang-pendapat dan
inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan interpretasi ulang terhadap
Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang dikelompokkan dalam dua
kubu. Yakni kelompok pertama berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar
kompromi politik atau kontrak sosial. Sedangkan kelompok kedua berusaha
menempatkan Pancasila hanya sebagai sebuah kompromi politik. Dasar
argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam siding-sidang BPUPKI dan PPKI.
Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara golongan
nasionalis netral agama dan nasionalis Islam mengenai dasar Negara. Akhirnya
presiden republic Indonesia Soekarno mengambil langkah taktis dengan
mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang berisi: Pembubaran konstituante; Undang-
Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan Pembentukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara.
a. Dasar Ontologis
b. Dasar Epistemologis
c. Dasar Aksiologis
Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang
terdiri dari lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu
tujuan yang sama untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di
Indonesia. Filsafat negara kita ialah Pancasila, yang diakui dan diterima oleh bangsa
Indonesia sebagai pandangan hidup. Dengan demikian, Pancasila harus dijadikan
pedoman dalam kelakuan dan pergaulan sehari-hari.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk
bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat
diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional
karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan
masyarakat Indonesia.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan
keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu
tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang
saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat
dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya
adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu
kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan
sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan
Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang
ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa,
yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan
ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.