Anda di halaman 1dari 5

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS

KASUS
IDENTITAS
Nama : Nn. UA
Usia : 31tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Yogyakarta
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah

Preceptor : dr. Ronny Tri W, Sp.KJ Ko-asisten: Manarul Ulfah

A. Kasus
Seorang perempuan usia 31 tahun datang ke Poliklinik Jiwa RSUD Yogyakarta dengan
keluhan utama kontrol dan sering merasa lemes. Keluhan muncul sekitar 3 tahun yang lalu saat
anak kedua pasien meninggal dalam kandungan dan kemudian pasien ditinggalkan oleh
suaminya. Pasien merasa sedih yang amat hebat dan merasa bersalah atas kematian anaknya.
Dirumah pasien sering marah-marah dan membanting barang-barang dirumahnya. Menurut
keterangan keluarga, pasien sering tak mengenakan baju dan keluar rumah. Pasien merasa
sedang berada di tempat pemandian “spa” yang beratapkan langit. Pasien sering ketakutan
ketika melihat anaknya hanya menggunkana pakaian pendek (kaos tak berlengan) karena takut
ayah pasien akan memperkosa anaknya. Pasien juga sering mendengar suara “cit cit cit” dan
beranggapan itu adalah suara bangunan rumahnya yang akan roboh. Pasien menyadari bahwa
dirinya sedang sakit namun tak mengerti sedang sakit apa. Raut muka pasien tampak sedih dan
bingung.
Riwayat trauma kepala (-), demam (-), kejang (-). Keluarga tidak ada yang mengalami
keluhan serupa dengan pasien. Pasien didiagnosis dokter dengan Depresi berat dengan
gangguan psikotik dan mendapatkan pengobatan haloperidol 2x gtt 7 dan floxetin 1x1.

B. Permasalahan yang dikaji


Mengapa pasien didiagnosis Depresi berat dengan gangguan psikotik?

C. Pembahasan
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
Depresi merupakan suatu periode terganggunya fungsi manusia yang dikaitkan dengan
perasaan sedih serta gejala penyertanya, dimana mencakup hal-hal seperti perubahan pola
tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, rasa lelah, rasa tak berdaya dan putus asa
serta bunuh diri.
Tiap orang memiliki gejala gangguan depresif yang berbeda-beda tergantung dari
beratnya gejala yang dialami. Depresi mempunyai gejala utama dan gejala lainnya, gejala
utama depresi (pada derajat ringan, sedang, dan berat) terdiri dari : a) Afek depresif, b)
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan c) Berkurangnya energy menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas. Sedangkan untuk gejala lainnya : a) Konsentrasi dan perhatian kurang, b) Harga diri
dan kepercayaan diri berkurang, c) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, d)
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, e) Gagasan atau perbuatan membahayakan
diri atau bunuh diri, f) Tidur terganggu, g) Nafsu makan berkurang. Untuk episode depresif
dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
menegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar
biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Diagnosis gangguan depresi dapat ditegakkan berdasarkan PPDGJ III yang berpedoman
pada DSM IV. Gangguan depresi dapat dibedakan menjadi episode depresif ringan, sedang,
dan berat menurut banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan
seseorang. Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat
(F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang
(F33-).
F32.2 EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK
Pedoman Diagnostik:
 Semua 3 gejala utama gangguan depresif harus ada.
 Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus
berintensitas berat.
 Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikometer) yang mencolok,
maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak
gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap
episode gangguan depresif berat masih dapat dibenarkan.
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
 Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi
jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu • Sangat tidak
mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau rumah
tangga kecuali pada tarif yang sangat terbatas.

F32.3 EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK


Pedoman Diagnostik
 Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas Disertai
waham, halusinasi atau stupor. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan penderita merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau
bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor.
 Jika diperlukan, waham atau halusisnasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi
dengan afek (mood congruent)

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala – gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif sama – sama menonjol pada saat yang bersamaan
(simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak
memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan
afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
Bila seorang pasien skizofrenia menunjukkan gejala depresif setelah mengalami satu
episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia).
Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik
(F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami
satu atau dua episode skizoafektif terselip di antara episode manik atau depresif (F30-F33).
Kategori Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif F25.1 harus dipakai baik untuk episode
skizoafektif tipe depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar
episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresif. Afek Depresif harus menonjol, disertai oleh
sedikitnya dua gejala khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum
dalam uraian untuk episode depresif (F32). Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
ada satu, dan sebaiknya ada dua, gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam
pedoman diagnostik skizofrenia, F20.-, (a) sampai (d).
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2017
REFLEKSI KASUS
D. Kesimpulan
Pada pasien diapatkan gejala Afek depresif, Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
sering merasa lemas. Selain itu didapatkan gejala konsentrasi dan perhatian kurang dan merasa
bersalah atas kematian anaknya. Selain itu pasien juga memiliki waham curiga dan
menganggap ayahnya adalah ancaman untuk anaknya dan berhalusinasi dengan beranggapan
berada di tempat spa yang indah dan selalu terganggu dengan suara rumah yang akan roboh.
Berdasarkan gejala-gejala tersebut pasien didiagnosis dengan Depresi berat dengan gejala
psikotik.

E. Daftar Pustaka
Maslim, Rusdi, Diagnosa Gangguan Jiwa, PPDGJ III, Direktorat Kesehatan RI, Jakarta,
2003.
Depkes RI. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan Depresif. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan RI.
Putu, Dewa. 2014. Episode Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik. Denpasar : Universitas
Udayana

Yogyakarta, Maret 2017


Dokter Pembimbing,

dr. Ronny Tri Wirasto, Sp.KJ

Anda mungkin juga menyukai