Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

“FRAKTUR FEMUR”

A. Konsep Medis Fraktur Femur


1. Defenisi
Fraktur adalah patahnya tulang atau terputusnya kontinuitas
dari struktur tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini
disebut fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan bila terdapat
luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan
infeksi ini disebut fraktur terbuka (Muttakin, 2008).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,
kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis
(Zairin, 2011).

2. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung pada tulang.
Kecelakaan karena berkendaraan dan jatuh merupakan mekanisme
utama cedera. Penyakit tulang misalnya osteoporosis atau metastatis
tulang karena kanker dapat melemahkan struktur tulang dan terjadi
fraktur. Fraktur dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dan
dipengaruhi oleh faktor biologis dan perilaku. Tekanan langsung
menyebabkan gerakan objek bersentuhan dengan tulang, tidak
langsung disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat pada tulang
(Zairin, 2011).

Page 1
3. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur menurut zairin (2011) dapat dibagi
dalam :
a. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung
yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana
daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu
karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :
1) Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
2) Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. Fraktur Subtrochanter Femur
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari
trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang
lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding &
Magliato, yaitu :
1) Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
2) Tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor
3) Tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas
trochanterminor
c. Fraktur Batang Femur (Dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma
langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh
dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh
dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi
berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang
patah. Dibagi menjadi :

Page 2
1) Tertutup
2) Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat
hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam
tiga derajat, yaitu ;
a) Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul
luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang
dari dalam menembus keluar.
b) Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan
karena benturan dari luar.
c) Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor,
jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf,
pembuluh darah)
d. Fraktur Batang Femur (anak-anak)
e. Fraktur Supracondyler Femur
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi
dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya
tarikan dari otot-otot gastrocnemius, biasanya fraktur
supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena
kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau
varus dan disertai gaya rotasi.
f. Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur
supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y
fraktur.
g. Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya
hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu
femur keatas.

Page 3
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah menjadi dasar
dari proses penyembuhan tulang (Prica & Wilson, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang
menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas
absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi
dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher,
bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari
femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk
acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen
dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting
pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia.

Page 4
Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh
darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan
bagian bawah dari leher femur (Sherwood, 2012)
Patofisiologi Penyimpangan KDM
Trauma ( langsung / tidak )

Fraktur

Terputusnyakontinuitas tulang

Terbuka Tertutup

Proteksi/ Kerusakan Aktivasi reseptor radang sel mast


barrier kulit pembuluh (bradikinin, histamine,
menurun darah sekitar prostaglandin)

Peningkatan vasodilatasi kapiler


Pajanan Perdarahan dan penurunan permeabilitas
mikroorganism Masif kapiler
patogen

Akumulasi cairan pada jaringan


intertitial
Resiko infeksi struktur tulang
dan jaringan lunak sekitar
oedema

Resiko/ Aktual
Ketidakseimbangan volume Aktivasi saraf afferen
cairan tubuh

Mekanisme nyeri ( Tranduksi,


Tranmisi, Modulasi, persepsi )
Kurang sumber informasi tentang
prognosis dan kondisi
Nyeri

Kurang pengetahuan tentang


proses penyakit dan program terapi
Ketidaknyamanan mobilitas

Cemas Stressor bagi pasien


Hambatan Mobilitas Fisik
dan keluarga

Page 5
Resiko/ Aktual Kerusakan Inadekuat Defisit
Integritas Kulit sirkulasi (kulit) Perawatan Diri

Bersambung ke halaman berikutnya...

Peningkatan Rangsang Peningkatan tekanan Aktivasi pelepasan


RAS sumsum tulang katekolamin

Klien terjaga Aktivasi pelepasan lemak Peningkatan asam lemak


tubuh

Aktivitas tidur terganggu

Terintegrasi pada trombosit


Insomnia

Pembentukan globul lemak


/ trombus
Konstipasi
Pro Op ORIF
Sirkulasi darah

Luka Operasi Penurunan rangsang


defikasi Resiko / Aktual gangguan
pertukaran gas
Pintu Masuk
Kuman
Gangguan pada saraf colon
dan rectum
Kurang
Pertahanan
Primer

Resiko Infeksi
(sumber : Prica and wilson, 2012)

5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri hebat di tempat fraktur
b. Tidak mampu menggerakkan ekstremitas bawah.
c. Rotasi luar dari kaki lebih pendek.

Page 6
d. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
e. Status neurovaskuler pada daerah distal dari tempat fraktur
mengalami penurunan
f. Perdarahan/hematoma.
g. Spasme otot

6. Komplikasi
a. Early (awal) :
1) Lokal :
- Vaskuler : compartement syndrome, trauma vaskuler
(perdarahan sampai kolaps).
- Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer.
2) Sistemik :
- Emboli lemak
- Crush syndrome
- Emboli paru dan emboli lemak
b. Late (lambat) :
1) Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis
abnormal (angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu
yang normal
2) Delayed union : Fraktur sembuh dalam jangka waktu yang
lebih dari normal
3) Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu
4) Kekakuan sendi/kontraktur.

7. Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur menurut Zairin (2011) ada beberapa fase yaitu :
a. Fase Peradangan
Pada saat fraktur ada fase penjendalan dan nekrotik di
ujung atau sekitar fragmen fraktur, proses peradangan akut faktor
eksudasi dan cairan yang kaya protein ini merangsang lekosit PMN

Page 7
dan Makrofag yang fungsinya fagositosis jendalan darah dan
jaringan nekrotik
b. Fase Proliferasi
Akibat jendalan darah 1-2 hari terbentuk fibrin yang
menempel pada ujung-ujung fragmen fraktur, dimana fibrin ini
berfungsi sebagai anyaman untuk perlekatan sel-sel yang baru
tumbuh sehingga terjadi neovaskularisasi dan terbentuk jaringan
granulasi atau procallus yang semakin lama semakin memadat
sehingga terjadi fibrocartilago callus yabg bertambah banyak dan
terbentuklah permanen callus yang tergantung banyak atau
sedikitnya celah pada fraktur.
c. Fase Remodelling
Permanen callus diserap dan diganti dengan jaringan
tulang sedangkan sisanya direabsorbsi sesuai dengan bentuk dan
anatomis semula.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan X-Ray.
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan 2 proyeksi
yaitu anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering
menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila
ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto
sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
b. Bone scans.
c. Tomogram.
d. MRI Scans.
e. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
f. CCT kalau banyak kerusakan otot.

9. Penatalaksanaan
a. Medik
1) Terapi konservatif :

Page 8
a) Proteksi
b) Immobilisasi saja tanpa reposisi
c) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
d) Traksi
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi
tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.
Kegunaan Pemasangan Traksi
1). Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2). Memperbaiki dan mencegah deformitas
3). Immobilisasi
4). Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri
tulang sendi).
5). Mengencangkan pada perlekatannya.
Metode pemasangan traksi:
(1) Traksi manual
Tujuan : perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada
keadaan emergency dilakukan dengan menarik bagian
tubuh.
(2) Traksi mekanik
Terdiri dari 2 macam yaitu:
(a) Traksi kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk
struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit
terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk
anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk
dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak
diteruskan dengan pemasangan gips.
(b) Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa
yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan

Page 9
kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan
metal.

2) Terapi operatif
a) ORIF (Open Reduction and Internal Fixation).
Indikasi ORIF :
1) Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair
necrosis tinggi
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
3) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
4) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil
yang lebih baik dengan operasi
b) Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
c) Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan
endoprosthesis Moore
d) Tindakan debridement dan posisi terbuka
b. Keperawatan
1) Atasi syok dan pendarahan, serta dijaga lapangnya jalan nafas
2) Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi
nyeri, mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak
dan makin buruknya kedudukan fraktur.
Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi dianggota
gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit
dibebatkan ke badan penderita; pada lesi dianggota gerak yang
sakit dibebatkan ke anggota gerak yang sehat. Terhadap lesi di
daerah vetebra, penderita dibaringkan dialas yang keras.
c. Pengobatan
Pegobatan umum pada fraktur antara lain :
1). Antibiotika dosisi tinggi secara oral atau suntikkan.

Page 10
2). Anti tetanus serum dan toksoid.
3). Anti-implamasi.
4). Analgetik.

KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses


keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas: (Taylor & Ralph,
2012).
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik
tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor memperberat dan faktor yang memperingan/
mengurangi nyeri

Page 11
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,
atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun
kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga

Page 12
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
b. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekuatan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,
protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal
dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas
juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

Page 13
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus
dan fraktur tibia tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien, seperti memenuhi kebutuhan
sehari hari menjadi berkurang. Misalnya makan, mandi,
berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap, klien
biasanya merasa rendah diri terhadap perubahan dalam
penampilan, klien mengalami emosi yang tidak stabil.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan gangguan citra diri.
8) Pola Sensori dan Kognitif

Page 14
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien.
10)Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa
tidak efektif
11)Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.

2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan
setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
2) Kesadaran penderita:

Page 15
a) Composmentis: berorientasi segera dengan orientasi
sempurna
b) Apatis : terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan
pemeriksaan penglihatan , pendengaran dan perabaan
normal
c) Sopor: dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar
dan terus menerus
d) Koma: tidak ada respon terhadap rangsangan
e) Somnolen: dapat dibangunkan bila dirangsang dapat
disuruh dan menjawab pertanyaan, bila rangsangan
berhenti pasien tidur lagi.
3) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan
hilang rasa.
4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
5) Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan, dan deformitas.
6) Sirkulasi, seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi ( respon terhadap kehilangan
darah), penurunan nadi pada bagian distal yang cidera,
capilary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan
masa hematoma pada sisi cedera.
7) Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai
berikut :
a) Look (inspeksi).
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai
berikut :
(1) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).

Page 16
(2) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
(3) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal)
(4) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(5) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi
penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi
anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun
klien. Yang perlu dicatat adalah:
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit. Capillary refill time Normal (3 – 5)
detik
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau oedema terutama disekitar persendian
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal, tengah, atau distal)
(4) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat
pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(5) Kekuatan otot (Carpenito, 1999) :
1 = otot tidak dapat berkontraksi
2 = kontraksi sedikit dan ada tekanan waktu jatuh
3 = mampu menahan gravitasi tapi dg sentuhan jatuh
4 = kekuatan otot kurang

Page 17
5 = kekuatan otot utuh (5).
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian
diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat
apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan
sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Arif Muttaqin, 2008 )

3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen ( Sinar-X ). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang
yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari
karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan
Sinar-X harus atas dasar indikasi kegunaan. Pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal
yang harus dibaca pada Sinar-X mungkin dapat di perlukan teknik
khusus, seperti hal-hal sebagai berikut (Muttakin, 2008)
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus
ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak
pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.

Page 18
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.

b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang
3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat

c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih diindikasikan bila terjadi
infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.

Page 19
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
B. Diagnose Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien
fraktur adalah sebagai berikut: (Wilikson & Ahern, 2012).
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas
2. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, penurunan kekuatan dan kesadaran, serta kehilangan
kontrol otot
6. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan
trombus)
7. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
ketidakadekuatan intake dan output cairan
8. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan
nutrisi tidak adekuat.
9. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada

Page 20
C. Rencana / Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas
Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : Klien melaporkan nyeri berkurang, mengidentifikasi
aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri,
tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teratasi
Intervensi dan rasional
a. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring,
gips, bebat dan atau traksi
Rasional: Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
b. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena
Rasional: Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi
edema/nyeri
c. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif
Rasional: Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan
sirkulasi vaskuler.
d. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase,
perubahan posisi)
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area
tekanan lokal dan kelelahan otot
e. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas
dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)
Rasional: Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama
f. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan
Rasional: Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
g. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Rasional: Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer

Page 21
h. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval,
perubahan tanda-tanda vital)
Rasional: Menilai perkembangan masalah klien.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan


primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang
Tujuan : infeksi tidak terjadi selama perawatan
Kriteria Hasil : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu,
bebas drainase purulen atau eritema dan demam
Intervensi dan rasional
a. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protocol
Rasional: Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat
penyembuhan luka.
b. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.
Rasional: Meminimalkan kontaminasi.
c. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai
indikasi
Rasional: Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan
secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid
tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
d. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap,
LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)
Rasional: Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia
dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur
untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : klien mampu melakukan aktivitas fisik sesui dengan
kemampuannya

Page 22
Kriteria Hasil : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan
mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
dapat mempertahankan posisi fungsional
meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas
Intervensi dan rasional
a. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio,
koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien
Rasional: Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol
diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial
b. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien
Rasional: Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi
c. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi
Rasional: Mempertahankan posis fungsional ekstremitas
d. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien
Rasional: Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri
sesuai kondisi keterbatasan klien
e. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien
Rasional: Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan
(dekubitus, atelektasis, penumonia)
f. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari
Rasional: Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah
komplikasi urinarius dan konstipasi
g. Berikan diet TKTP

Page 23
Rasonal: Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh
h. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi
Rasional: Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun
program aktivitas fisik secara individual
i. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi
Rasional: Menilai perkembangan masalah klien
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang
Kriteria Hasil : menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah
kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai
indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi
Intervensi dan rasional
a. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih,
alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit)
Rasional: Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih
luas 34
b. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal
bebat/gips
Rasional: Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan
kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan
pada imobilisasi
c. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal
Rasional: Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat
kontaminasi fekal
d. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit,
insersi pen/traksi
Rasional: Menilai perkembangan masalah klien

Page 24
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan
nutrisi tidak adekuat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x24
jam kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : klien mengatakan nafsu makan bertambah, makan
habis satu porsi, IMT normal
Intervensi dan rasional:
a. Kaji pola makan yang tidak disukai dan disukai
Rasional: sebagai tidakan awal untuk menntukan intervensi
selanjutnya
b. Motivasi klien untuk makan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional: menghindari mual muntah
c. Motivasi klien untuk makan dalam keadaan hangat
Rasional: Keadaan hangat akan meningkatkan nafsu makan,
makanan akan terasa lebih hangat
d. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional: sebagai tindakan kolaborasi dengan tim medis lain

6. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan


neuromuskular dan penurunan kekuatan otot
Tujuan : Perawatan diri klien dapat terpenuhi
Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup
untuk kebutuhan merawat diri, mampu melakukan
aktivitas perwatan diri sesuai dengan tingkat
kemampuan.
Intervensi dan rasional
a. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
Rasional: Hal tersebut dilakukan untuk mencegah frustasi dan
menjag harga diri klien karena klien dalam keadaan cemas, dan
membutuhkan bantuan orng lain

Page 25
b. Ajak klien berfikir positif agar terhadap kelemahan yang
dimilikinya, dan berikan motivasi dan izinkan ia melakukan tugas,
kemudian berikan umpan balik positif atas usaha yang telah
dilakukan
Rasional: Klien memerlukan empati, perawat perlu mengetahui
perawatan yang konsisten dalam menangani klien intervensi
tersebut dapat meningkatkan harga diri dan kemandirian klien
c. Kaji kemampuan komunikasi untuk buang air kecil, kemampuan
menggunakan urinal, pispot, antarkan klien kekamar mandi jika
memungkinkan
Rasional: Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat
menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih karena
masalah neurogenik
d. Identifikasi kebiasaan buang air besar, anjurkan klien minumdan
meningkatkan latihan
Rasional: Meningkatkan latihan dapat mencegah konstipasi
e. Beri supositoria dan pelunak feses / pencahar
Rasional: Pertolongan pertama terhadapfungsi usus atu BAB

7. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan


penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan
trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik .
Kriteria Hasil : Klien akan menunjukkan akral hangat, tidak pucat
dan syanosis, bisa bergerak secara aktif.
Intervensi dan rasional
a. Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan
jari/sendi distal cedera.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan
sendi.

Page 26
b. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang
terlalu ketat.
Rasional: Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya
penyesuaian keketatan bebat/spalk.
c. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada
kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.
Rasional: Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema
kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang
menyebabkan penurunan perfusi.
d. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan
Rasional: Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk
menurunkan trombus vena.
e. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan
kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang
normal.
Rasional: Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan
perlunya intervensi sesuai keadaan klien.

8. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


ketidakadekuatan intake dan output cairan
Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan elektrolit
Kriteria Hasil : tidak terdapat tandatanda dehidrasi, turgor klien
baik, bibir tidak kering.
Intervensi dan rasional:
a. Monitor tanda – tanda vital
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktasi volume
intra vaskuler
b. Kemonitor intake dan output dan konsentrasi urine
Rasional : menurunnya output dan konsentrasi urine akan
meningkatkan kepekaan sebagai salah satu kesan adanya
dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan

Page 27
c. Anjurkan klien untuk membersihkan mulut secara teratur
Rasional : dehidrasi mengakibatkan mulut kering dan pecah –
pecah
d. Kolaborasi pemberian cairan secara adekuat
Rasional : memenuhi volume cairan yang hilang

9. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat
dengan kriteria klien mengerti dan memahami
tentang penyakitnya
Kriteria Hasil : Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit
yang dialami
Intervensi dan rasional:
a. Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.
Rasional : Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh
kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program
pembelajaran.
b. Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi
fisik.
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam
perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.
c. Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri
berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)
Rasional : Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali
tanda/gejala dini yang memerulukan intervensi lebih lanjut.
d. Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila
diperlukan.

Page 28
Rasional : Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk
mengatasi maslaha sesuai kondisi klien.

Daftar Pustaka

Doenges, E. Maryllin. (2010). Nursing care plans, guidelines for individualizing


client care accros the life span. Philadelphia : FA Davis Company

Muttakin, A. (2008). Buku ajar sistem muskuloskeletal. Jakarta: Salemba


Medika.

Prica, S. A., & Wilson, L. M. (2012). Patofisiologi konsep klinis proses-proses


penyakit volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC.

Sherwood, L. (2012). Fisiologi manusia dari sel ke sistem edisi 6. Jakarta: EGC.

Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2012). Diagnosis keperawatan dengan rencana


asuhan edisi 10. Jakarta: EGC.

Wilikson, J. M., & Ahern, N. R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan edisi
9. Jakarta: EGC.

Zairin, H. N. (2011). Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta: Salemba


Medika.

Page 29

Anda mungkin juga menyukai