Anda di halaman 1dari 82

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

Blok ini meliputi berbagai ganguan jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab
yang sama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera, atau rudapaksa otak, yang
berakibat disfungsi otak. Disfungsi ini dapat primer, seperti pada penyakit, cedera dan
rudapaksa yang langsung atau diduga mengenai otak; atau sekunder, seperti pada gangguan
atau penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai sebagai salah satu dari berbagai organ
atau sistem tubuh.
Walaupun spektrum dari manifestasi psikopatologi dari berbagai kondisi yang
termasuk disini luas, gambaran utama dari gangguannya membentuk dua kelompok utama.
Yang pertama, berupa sindrom dengan gambaran utamanya yang menonjol adalah gangguan
fungsi kognitif seperti daya ingat (memory) , daya pikir (intelect) dan daya belajar (learning),
atau gangguan sensorium seperti gangguan kesadaran (conciousness) dan perhatian
(attention). Yang kedua, berupa sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang
daya persepsi (halusinasi), isi pikir (waham) atau suasana perasaan atau emosi (depresi,
gembira, cemas) atau pada pola umum dari kepribadian dan perilakunya, sedangkan disfungsi
kognitif dan sensoriknya amat minimal atau sukar dipastikan.
Sulit untuk melakukan diagnosa yan tepat pada perilaku abnormal yang disebabkan
olehfaktor organik. Kerusakan otak mengakibatkan simptom-simptom yang bervariasi
tergantung pada faktor lokasi dan luasnya area kerusakan, dan adanya kemampuan penderita
dalam mengatasinya, serta adanya dukungan sosial (social support). Kerusakan pada area
otak yang sama, tidak selalu mengakibatkan pola simtom yang sama, mungkin dikarenakan
terjadinya perubahan minor pada pola tempat terjadinya kerusakan, mungkin karena
faktorpsikologis yang berinteraksi dengan faktor organik. Dengan mengetahui luas dan lokasi
kerusakan pada otak dapat membantu menentukan range dan beratnya kerusakan. Makin
meluasnya kerusakan otak, makin luas pula kerusakan pada fungsinya.
Diagnosis dini dari simptom-simptom yang terjadi, memungkinkan beberapa
gangguan kondisi oranik dapat segera diobati atau dipulihkan, dengan menggunakan treatmen
yang tepat. Misal, treatmen untuk tumor otak adalah dengan pembedahan, bukan dengan
psikoterapi.
Kebanyakan dari gangguan dalam blok ini, secara teoritik, onsetnya pada semua
umur, kecuali masa kanak. Dalam praktek, kebanyakan cenderung berawal pada masa dewasa
atau lanjut usia. Walaupun beberapa gangguan tersebut tampaknya ireversibel dan progresif,
yang lain berlangsung sementara atau bereaksi baik terhadap pengobatan yang tersedia pada
saat ini.
Penggunaan istilah “organik” tidak berarti bahwa kondisi yang dicantumkan di tempat
lain dalam klasifikasi ini adalah “nonorganik” dalam arti tidak ada dasar patologi otak. Dalam
konteks dewasa ini, istilah “ organik” hanya berarti bahwa sindrom yang diklasifikasikan
dapat berkaitan dengan gangguan atau penyakit sistemik atau otak yang secara bebas dapat
didiagnosis.

I. DELIRIUM
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi dan
perilaku adalah gejala psikiatrik yang yang umum. Tremor, nistagmus, inkordinasi dan
inkontinensia urine merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya mempunyai onset
yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi,dan
perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing
masing dari ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium
merupakan sindrom, bukan suatu penyakit.

Epidemiologi
Penelitian mengenai epidemiologi delirium masih sangat sedikit, diduga sekitar
10-15% pasien rawat bedah umum pernah mengalami delirium, 15-25% pasien rawat
medik umum penah mengalami delirium selama dirawat di rumah sakit. Juga
diperkirakan sekitar 30% pasien bedah ICU dan 40-50% pasien ICCU pernah mengalami
delirium.

Etiologi
Penyebab utama delirium adalah penyakit pada sistem saraf pusat (misalnya
epilepsi), penyakit sistemik (misalnya gagal jantung) dan intoksikasi atau withdarwl obat-
obatan atau zat toksik.Hipotesis neurotransmitter utama yang terlibat dalam delirium
adalah asetilkolin dan daerah utama neuroanatomi yang terkenaadalah formatio
retikularis. Beberapa laporan menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya delirium
adalah karena terjadi penurunan aktifitas asetilkolin dalam otak. Juga, satu penyebab
delirium yang paling sering adalah toksisitas dari banyak sekali medikasi yang diresepkan
yang mempunyai aktivitas kolinergik.

Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum (DSM IV) :
- Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap lingkungan
dalam bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalohkan perhatian
- Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dan jangka pendek
namun daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi
terutama visual, hendaya daya pikir dan pengertisn anstrak dengan atau tanpa
waham sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi
waktu, tempat dan orang.
- Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya
singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
- Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium
untuk menemukan penyebab delirium ini.

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Untuk menentukan diagnosis delirium, perlu diperhatikan gejala klinis atau
indikator yang timbul dan berikan penilaian berdasarkan kriteria Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) atau Short Confusion Assessment
Method (Short CAM).Short CAM biasanya digunakan pada pasien pasca operasi.

Diagnosis banding delirium adalah sebagai berikut:


I. Sindrom organik lain, seperti demensia
II. Gangguan psikotik akut dan sementara
III. Skizofrenia dalam keadaan akut
IV. Gangguan afektif + confuntional features
V. Derilium akibat alcohol/zat psikoaktif lain
VI. Gangguan stress akut.

Pengobatan
1) Terapi Farmakologis
Penggunaan obat penenang harus dijaga penggunaannya seminimal mungkin.
Semua obat penenang dapat menyebabkan delirium, terutama yang memiliki efek
samping antikolinergik. Banyak pasien berusia tua memiliki hypoactive
delirium (delirium tenang) dan tidak memerlukan obat sedasi. Identifikasi awal
delirium dan pengobatan yang tepat dari penyebab yang mendasari dapat mengurangi
keparahan dan durasi delirium
Dalam pengobatan delirium, penggunaan satu jenis obat saja lebih baik,
dimulai dengan dosis serendah mungkin dan lakukan peningkatan dosis secara
perlahan jika diperlukan. Semua obat harus ditinjau setidaknya setiap 24 jam. Obat
pilihan untuk delirium adalah haloperidol 2-5 mgIV atau IM yang dapat diberikan
sampai dua jam dengan dosis maksimum 20 mg (oral atau IM). Akan tetapi mungkin
perlu melebihi dosis tersebut tergantung pada beratnya penyakit, keparahan gejala
psikotik, dan jenis kelamin. Pada pasien dengan demensia dengan Badan Lewy dan
mereka dengan penyakit Parkinson dapat diberikan pengobatan alternatif berupa
lorazepam 1-2 mg oral yang dapat diberikan sampai dua jam (maksimum 3 mg dalam
24 jam). Kontraindikasi lorazepam untuk pasien dengan gangguan pernafasan

2) Terapi Non-Farmakologis
1. Psikoterapi suportif yang memberikan perasaan aman dapat membantu pasien
menghadapi frustrasi dan kebingungan akan kehilangan fungsi memorinya.
2. Perlunya reorientasi lingkungan, misalnya tersedia jam besar.
3. Memberikan edukasi kepada keluarga cara memberikan dukungan kepada pasien
GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF

PENDAHULUAN
Di Indonesia jumlah penyalahgunaan narkoba diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta
sampai 4,1 juta orang pada kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014. Hasil proyeksi angka
prevalensi penyalahgunaan narkoba akan meningkat setiap tahun. Fakta tersebut didukung
oleh adanya kecenderungan peningkatan angka sitaan dan pengungkapan kasus narkoba.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA)
atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA Narkotika dan Bahan/Obat
Berbahaya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya
penanggulangan secara konprehensif dengan melibatkan kerjasama multidispiliner,
multisektor dan peran serta masyarakat secara aktif dan dilaksanakan secara
berkesinambungan. Meskipun dalam kedokteran, sebagian besar golongan narkotika,
psikotropika dan zat addiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun
bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan
maka akan merugikan bagi individu dan masyarakat.

Addiksi, ketergantungan dan penyalahgunaan NAPZA


Menurut WHO, ketergantungan adalah keadaan dimana telah terjadi ketergantungan
fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan jumlah zat/obat yang terus bertambah
(toleransi), dan apabila pemakaiannya dikurangi atau diberhentikan akan timbul gejala putus
zat (withdrawl symptom). Sedangkan penyalahgunaan zat adalah pemakaian terus menerus
atau jarang tetapi berlebihan terhadap suatu zat atau obat yang sama sekali tidak ada
kaitannya dengan terapi medis. Zat yang dimaksud adalah zat psikoaktif yang berpengaruh
pada sistem saraf pusat (otak) dan dapat mempengaruhi kesadaran, perilaku, pikiran dan
perasaan.
Ketergantungan secara perilaku adalah menekankan pada aktifitas mencari zat dan
bukti terkait tentang pola penggunaan patologis. Sedangkan ketergantungan fisik adalah
merujuk pada efek fisik (fisiologis) dari episode multiple penggunaan zat. Ketergantungan
psikologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai dengan stimulasi kognitif dan efektif
yang mendorong perilaku seseorang untuk selalu mengkomsumsi narkoba.
Ketergantungan fisiologis adalah kondisi ketergantungan yang ditandai dengan
kececnderungan sakaw (lapar/haus akan narkoba). Sensasi rasa lapar atau haus akan
medorong individu untuk segera mengkomsumsi narkoba.
Sedangkan menurut PPDGJ III Gangguan Penggunaan NAPZA, terdiri atas 2 bentuk :
- Penyalahgunaan, yaitu yang mempunyai harmfull effect terhadap kehidupan
orang, menimbulkan problem kerja, mengganggu hubungan dengan orang lain
(relationship) serta mempunyai aspek legal.
- Addksi atau ketergantungan, yaitu yang mengalami toleransi, putus zat, tidak
mampu menghentikan kebiasaan menggunakan, menggunakan dosis Napza
lebih dari yang diinginkan.

Tahapan penyalahgunaan zat menjadi beberapa tahap :


a. Experimental Users
Mereka yang menggunakan beberapa zat tadi tanpa mempunyai motivasi tertentu.
Mereka hanya terdorong oleh rasa ingin tahu. Pemakaian biasanya sesekali dengan
dosis relatif kecil. Hal ini dapat disamakan seseorang yang mulai mengenal rokok.
b. Recreational Users
Kelompok ini biasanya menggunakan zat/obat tertentu dalam pertemuan/pesta atau
dalam kebersamaan (menikmati rekreasi). Mereka biasanya mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan kelompoknya. Interaksi sosial masih dirasakan wajar-waar
saja hanya sewaktu mereka berkumpul biasanya mereka terbawa dan terhanyut dalam
kecenderungan ntuk memakai obat/zat tadi secara berlebihan.
c. Situasional Users
Umumnya orang yang tergolong tahap ketiga ini, mulai menggunakan obat/zat secara
sadar kalau mereka menghadapi masa-masa sulit. Mereka percaya bahwa hanya
dengan menggunakan/mengkomsumsi obat tadi, mereka lebih sanggup mengatasi
permasalahan hidup yang sulit tadi. Penggunaan obat pada golongan ini dapat
merupakan satu pola tingkah laku tertentu sehingga mendorong individu tadi untuk
mengulangi perbuatannya sehingga resiko menjadi addict/kecanduan akan menjadi
jauh lebih besar dibandingkan kelompok I dan II diatas.
d. Intensified Users.
Kelompok yang sudah secara kronis menggunakan obat/zat tertentu. Kelompok ini
merasa butuh memakai obat tadi untuk memperoleh kenikmatan atau mencari
pelarian dari tekanan hidup. Walau penggunaannya sudah lebih banyak, tapi individu
semacam ini masih sanggup berinteraksi dengan masyarakat secara baik. Hanya
mereka bertendensi untuk mengkomsumsikan pemakaian obat tadi secara berlebihan.
e. Compulsive Dependence Users
Pengguna dengan jumlah dan frekuensi yang lebih banyak lagi dan tidak dapat
melepaskan kebiasaannya tanpa mereka merasakan guncakan psikis/fisik. Apabila
mereka tidak menggunakan zat lagi, mereka sudah mengalami withdrwal
symptoms/sindroma putus obat yang cukup berat.

Jenis-jenis NAPZA dan efeknya


Karena potensi ketergantungan yang sangat besar, opioid selalu dianggap sebagai
tolak ukur dalam pembicaraan masalah NAPZA menyangkut terapi, prevalensi dan lain-
lainnya.

Alkohol.
Umumnya digunakan dalam bentuk minuman beralkohol. Di Indonesia,
terutama di daerah Indonesia Timur dan beberapa tempat di Sumatera, terdapat 2-3
juta orang yang menggunakan minuman alkoholo dari ringan sampai berat.
Penyalahgunaan alkohol di kalangan remaja sukar dicegah karena kurang
sempurnanya pengawasan. Sebagian remaja sampai usia dewasa cukup bebas, dan
berkesempatan menggunakan minuman beralkohol, laki-laki lebih banyak dari
perempuan tetapi populasi peminum perempuan semakin meningkat, usia dewasa
lebih stabil menggunakan secara berkelanjutan.
Jenis- jenis minuman berlakohol di Indonesia sangat bervariasi (dari
tradisional sampai fermenasi buatan, dari berkadar tinggi hingga rendah). Minuman
beralkohol memberikan berbagai gambaran klinis, antara lain :
a. Intoksikasi berupa euforia, cadel, nistagmus, bradikardia, hipotensi, kejang, koma.
b. Keadaan putus alkohol berupa halusinasi, ilusi (bad dream), kejang delirium,
gemetar, gangguan gastrointesinal, muka merah, mata marah dan hipertensi.
c. Gangguan fisik berupa mulai dari radang hari sampai kanker hati, gastirits, ulkus
peptikum, pneumonia, gangguan vaskular dan jantung, defisiensi vitamin, fetal
alkohol syndrom.
d. Gangguan mental : depresi, cemas, hingga skizofrenia
e. Gangguan lain : kecelakaan lalulintas, problem domestik dan tindak kekerasan.

Opioid
Merupakan salah satu golongan NAPZA yang sangat kuat potensi
ketergantungannya, sehingga disebut dengan julukan “horor drug”. Yang termasuk
golongan opioid adalah morfin, petidin, heroin, metadon, kodein. Golongan opioid
yang paling sering disalahgunakan adalah heroin.
Heroin di Indonesia disebut putaw (atau pete”, hero’ ataw petewe’). Heroin
merupakan opioid semisintetik yang berasal dari morfin. Bentuk heroin yaitu kristal
putih yang larut dalam air. Bila heroin berwana berarti berasal dari kontaminannya.
Heroin dapat populer disebabkan karena awitan cepat, euforia kuat, dengan
pengunaan cara “dragon” (uap heroin yang dipanaskan melalui aluminium foil dihirup
dengan bibir atau menggunakan bong pipa dari uang kertas atau plastik) dapat terjadi
rush (atau badai) dan penggunaan secara intravena merupakan pilihan utama addiksi.
Akibat penyalahgunaan opioid yaitu :
a) Masalah fisik berupa abses pada kulit sampai septicemia, infeksi karena emboli,
dapat sampai stroke, endokarditis, hepatitis (B dan C), HIV/ AIDS, injeksi
menyebabkan trauma pada jaringan saraf lokal.
b) Masalah psikiatri yaitu berupa gejala withdrawl menyebabkan perilaku agresif,
suicide, depresi berat sampai skizofrenia.
c) Masalah sosial yang berhpa gangguan interaksi di rumah tangga sampai
leingkungan masyarakat, traffic accidents, perilaku kriminal sampai tindak
kekerasan, gangguan perilaku sampai antiosial.
d) Penyebab kematian yaitu reaksi heroin akut menyebabkan kolapsnya
kardiovasular dan akhirnya overdose karena heroin menekan susunan saraf pusat,
sukar bernafas dan menyebabkan kematian, bronkhopneumonia, endokarditis.

Ganja
Daun ganja (juga kembangnya) berasal dari tanaman perdu Cannabis sativa.
Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja yang bersifat adiktif, disebut delta tetra
hidrokannabinol (THK) yag hanya larut dalam lemak (termasuk jaringan lemak otak,
sehingga menyebabkan brain damage). Gambaran klinik disebabkan ganja tergolong
kombinasi antara CNS-depresant, stimulansia dan halusinogenik. Di Indonesia, ganja
disebut dengan cimenk, gelek, marijuana, hashish. Bentuk umumnya yaitu serpihan
daun atau kembang ganja yang deperjualbelikan dalam bentuk lintingan, gram-
graman, kilo-kiloan hingga berton-ton.
Di Indonesia, terdapat 2-3 juta orang pernah mengisap ganja. Pengguna
pemula ganja, terutama dikalangan anak usia muda, meningkat tajam selama 4-5
tahun terakhir, karena ganja mudah diperoleh dimana-mana (produk lokal).

Kokain
Kokain adalah sejenis stimulansi yang di Indonesia saat ini belum begitu
populer. Namun bertambahnya sitaan kokain secara ilegal dan meningkatnya kasus-
kasus penggunaan kokain akhir-akhir ini, bukan tidak mungkin epidemi akan merajai
pasaran peredaran NAPZA dimasa akan datang. Kokain dihasilkan dari daun
tumbuhan yang disebut Erythroxylon coca. Tanaman tersebut tumbuh subur di
sebelah timur pegunungan Andes di Amerika Selatan.
Bentuk kokain yang diperjual belikan di Indonesia dalam bentuk bubuk putih.
Ada 3 cara penggunaan kokain untuk masuk ke dalam tubuh, yaitu
- Bubuk kokain langsung diinhalasi melalui lobang hidung (sering disebut dengan
istilah snorting) dan kemudian diabsorbsi ke dalam pembuluh darah yang ada di
hidung
- Free base cocain, adaah garam kokain yang dikonversikan denga laruan yang
mudah menguap. Setelah dipanaskan, uap diinhalasi melalui bibir (seperti
merokok) dan diabsorbsi melalui membran alveoli paru
- Garam kokain yang disuntikkan intravena
Akibat penyalahgunaan kokain adalah :
a. Masalah fisik (dengan penggunaan snorting) berupa pilek terus menerus, sinusitis,
epistaksis, luka pada rongga hidung, perforasi septum nasi, (dengan suntikan)
berupa infeksi lokal pada kulit sampai sistemik (virus, bakteri, parasit atau jamur)
hepatitis B dan C, (dengan inhalasi) bronkitis kronik dsampai pneumonia.
b. Masalah psikiatri berupa toleransi dan ketergantungan yaitu sifat toleransi tubuh
terhadap kokain sangat cepat, kendati pengguna tidak menyadari dosis yang
digunakan kian meningkat. Agitasi, depresi, “high craving”, cemas, mudah
tersinggung, marah meledak-edak, mual, otot-otot peal hingga lethargy.
c. Penyebab kematian, umumnya karena overdosis, berupa kelumpuhan alat
pernafasan, aritmia kordia, kejang berulang kali, mati lemas karena merasa
dicekik, reaksi alergi, stroke.

Amfetamin
Adalah senyawa kimia yang bersifat stimulansia. Dewasa ini oleh sindikat
psikotropik ilegal, derivat amfetamin dipasarkan di Indonesia dalam bentuk ecstasy
dan shabu. Ecstasy dalam bentuk pil, tablet atau kapsul dan shabu dalam bentuk
bubuk kristal putih. Kedua zat digunakan sebagai alasan klasik : “for fun”,
“recreational use” meningkatkan libido dan memperkuat “sex performance”. Akibat
penyalahgunaan amfetamin anatara lain : malnutrisi akibat defisiensi vitamin, tidak
ada nasfu makan, takikardi, gangguan ginjal, depresi berat hingga suicide, halusinasi
dan skizofrenia.

Benzodiazepine
Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang
mempunyai efek antianzietas atau dikenal dengan minor tranquilizer. Benzodiazepin
memiliki lima efek faramakologis sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi,
relaksasi otot melalui medulla spinalis dan amnesia retrograde.
Derivat benzodiazepine dikenal dalam bentuk tablet dan suntikan. Dalam
bentuk suntikan umumnya menggunakan injeksi diazepam, sedangkan dalam bentuk
tablet misalnya alprazolam. Nama nama julukan : benzo, koplo, boat, R jerman,
Double L, dan lain lain.

Gejala klinis penyalahguna zat


Perubahan fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara umum dapat
digolongkan sebagai berikut :
- Pada saat menggunakan NAPZA
Berjalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk,
agresif, curiga
- Bila overdosis
Nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas
lambat/berhenti
- Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau)
Mata dan hidung berair, menguap terus menerus, diare, rasa sakit di seluruh tubuh,
taut air sehingga malas mandi, kejang, kesadaran menurun
- Pengaruh jangka panjang
Penampilan tidak sehat, tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak
terawat dan kropos, terdapat bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada
pengguna dengan jarum suntik)

Intoksikasi
Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan
alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,
persepsi, efek atau perilaku atau fungsi dan dan respons psikofisiologis lainnya.

Penatalaksanaan/terapi kondisi intoksikasi


Intoksikasi/overdosis opioida
- Merupakan kondisi gawat darurat yang memerlukan penanagan secara cepat
- Awasi tanda vital (tekanan darah, pernafasan, denyut nadi, temperatur, suhu badan)
- Berikan antidotum Naloxon HCL (Narcan, Nokoba) dengan dosis 0,1 mh/kg BB
secara iv atau im
- Kemungkinan perlu perawatan ICU, khususnya bila terjadi penurunan kesadaran.
- Observasi selama 24 jam untuk menilai stabilitas tanda-tanda vital

Intosikasi amfetamin atau zat yang menyerupai


- Simtomatik tergantung kondisi klinis, untuk penggunaan oral; merangsang muntah
dengan activated charcoal atau kuras lambung adalah penting
- Antipsikotik; Haloperidol 2-5 mg perkali pemberian atau Chlorpromazine 1 mg/kgbb
oral setiap 4-6 jam
- Antihipertensi bila perlu, TD diatas 140/100 mmHG
- Kontrol temperatur tubuh
- Aritmia Cordis, lakukan cardiac monitoring; contoh untuk palpiasi diberikan
Propanolol 20-80 mg/hari
- Bila ada gejala anxietas berikan anxiolitik golongan benzodiazepin, Diazepam 3x5
mg
- Asamkan urine dengan Amonium Chlorida 2,75 mEq/kg atau Ascorbic Acid 8
mg/hari sampai gH urine <5 yang akan mempercepat eksresi zat.

Intoksikasi Kanabis
- Umumnya tidak perlu farmakoterapi, cukup diberikan terapi suportif dengan “talking
down. Bila ada gejala anxietas berat dapat diberikan Lorazepam 1-2 mg oral atau
Alprazolam 0,5 -1 mg oral. Bila terdapat gejala psikotik dapat diberikan Haloperidol
1-2 mg oral atau i.m diulangi setiap 20-30 menit.

Delirium yang diinduksi olah alkohol dan zat psikoaktif


Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan intoksikasi zat (DSM IV-TR)
o Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dalam
bentuk memusatkan, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian)
o Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dan jangka pendek
namun daya ingat jangka panjang tetap utuh,distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi
terutama visual, hendaya daya pikir atau pengertian abstrak,dengan atau tanpa waham
sementara, tetapi yang khas terdapat inkoheensi sedikit, disorietasi waktu, tepat dan
orang)
o Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakit singkat dan
ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
o Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium ini (1)
atau (2) : (1) gejala pada kriteria a dan b berkembang selama intoksikasi zat,
o (2) penggunaan intoksikasi disini untuk mengatasi penyebab yang ada hubungannya
dengan gangguannya.
o Intoksikasi zat yang menimbulkan delirium antara lain; alkohol, amfetamin (atau yang
mirip), kanabis, kokain, halusinogen, inhalan, opioid, sedatif, hipnotik, anxiolitik dan
sebagainya.

Pengobatan farmakologis
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis
adalah psikosis dan insomnia. Obat terpilih dari psikosis dalah haloperidol, suatu obat
antipsikoitik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat badan dan kondisi fisk
pasien, dosis awal darap terentang antara 2 sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam 1 jam jika
pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dapat dimulai. Dosis
haloperidol efektif pada kebanyakan pasien penderita delirium berkisar antara 5-50 mg dalam
dosis terbagi.
Insomnia dapat diatasi dengan golongan benzodiazepine yang mempunyai paruh
waktu pendek atau menengah seperti lorazepam 1-2 mg sebelum tidur.
GANGGUAN PSIKOSIS

Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau atau aneh.

Etiologi psikotik
Faktor psikodinamik yang harus diperhatikan di dalam kelompok gangguan
psikotikiniadalah stresor pencetus dan lingkungan interpersonal. Di dalam mengambil
riwayat penyakitdan memeriksa pasien, klinisi harus memperhatikan tiap perubahan
atau stres pada lingkungan interpersonal pasien. Pasien rentan terhadap kebutuhan
psikosis untuk mempertahankan jarak interpersonal tertentu; seringkali, pelanggaran
batas pasien oleh orang lain dapat menciptaka nstres yang melanda yang menyebabkan
dekompensasi. Demikian juga, tiap keberhasilan atau kehilangan mungkin merupakan
stresor yang penting dalam kasus tertentu. Pemeriksaan pasien
pasien psikotik harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa gejala psikotik adalah di
sebabkan oleh kondisi medis umum (sebagai contohnya, suatu tumor otak) atau ingesti
zat sebagai contohnya, phencyclidine).
Kondisi fisik seperti neoplasma serebral, khususnya di daerah oksipitalis dantem
poralis dapat menyebabkan halusinasi. Pemutusan sensorik, seperti yang terjadi pada
orang buta dan tuli, juga dapat menyebabkan pengalaman halusinasi dan waham. Lesi
yang mengenai lobus temporalis dan daerah otak lainnya, khususnya di hemisfer kanan
dan lobus parietalis ,adalah disertai dengan waham. Zat psikoaktif adalahpenyebab yang
umum dari sindroma psikotik. Zat yang paling sering terlibat adalah alkohol,lysergic
acid diethylamid (LSD), amfetamin, kokain, mescalin, phencyclidine (PCP),
danketamin. Banyak zat lain, termasuk steroid dan thyroxine, dapat disertai dengan
halusinasi akibat zat.

Klasifikasi gangguan psikotik


 Skizofrenia
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia, dimana adanya gejala-hejala khas
tersebut selama kurun waktu 1 bulan atau lebih
 Gangguan skizotipal
Tidak terdapat onset yang pasti dan perkembangan serta perjalanannya biasanya
menyerupai gangguan kepribadian
 Gangguan waham menetap
Kelompok ini meliputi gangguan dengan waham-waham yang berlangsung lama
(paling sedikit selama 3 bulan) sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau
yang paling menyolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental
organik, sekizofrenia atau gangguan afektif.
 Gangguan psikotik akut dan sementara
Memiliki onset yang akut (dalam masa 2 minggu), kesembuhan yang sempurna
biasanya terjadi dalam 2-3 bulan, sering dalam beberapa minggu atau bahkan
bebeapa hari dan hanya sebagian kecil dari pasien dengan gangguan ini berkembang
menjadi meneta dan berhendaya.
 Gangguan skizoafektf
Merupakan gangguan yang bersifat episodik dengan gejala afektif dan atau
skizofrenik yang sama-sama menonjol dan secara bersamaan muncul dalam satu
periodik.
 Gangguan psikotik non organik
Gangguan psikotik yang gejalanya tidak memenuhi gejala skizofrenia, atau untuk
gangguan afektif yang bertipe psikotik dan gangguan gangguan lain pada kelompok
psikotik.

Farmakoterapi
Dua kelas utama obat yang harus dipertimbangkan di dalam pengobatan
gangguan psikotik singkat adalah obat antipsikotik antagonis reseptor
opamine dan benzodiazepine. Jik adipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi
tinggi sebagai contohnya, haloperidol (Haldol) biasanya digunakan. Khususnya pada
pasien yang berada dalam resiko tinggi untuk mengalami efek samping ekstrapiramidal
(sebagai contohnya, orang muda), suatu obat antikolinergik kemungkinan harus
diberikan bersama-sama dengan antipsikotik sebagai profilaksis terhadap gejala
gangguan pergerakan akibat medikasi. Selain itu, benzodiazepine dapat digunakan
dalam terapi singkat psikosis. Walaupun benzodiazepine memiliki sediki tkegunaan
atau tanpa kegunaan dalam pengobatan jangka panjang gangguan psikotik, obat dapat
efektif untuk jangka singkat dan disertai dengan efek samping yang lebih jarang
daripada antipsikotik. Pada kasus yang jarang benzodiazepine disertai dengan
peningkatan agitasi, dan pada kasus yang lebih jarang lagi, dengan kejang putus
obat (withdrawal seizure), yang biasanyahanya terjadi pada penggunaan dosis tinggi
terus menerus.

I. SIZOFRENIA
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang sering ditandai dengan adalanya hendaya
berat dalam menilai realita (halusinasi dan waham) dan mengganggu kerja serta fungsi
sosial. Merupakan suatu sindrom klinik dengan variasi psikopatologi, biasanya berat,
berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi atau emosi.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di
dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25
tahun dan pada perempuan anara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-
laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi.

Gambaran klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual.
Pada fase prodromal, biasanya timbul gejala non spesifik yang lamanya bisa
minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala
tersebut meliputi : hendaya funsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu
senggang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan menggangu individu
dan membuat resah keluarga dan teman teman. Mereka akan mengatakan “orang ini
tidak seperti dulu”. Semakin lama fsae prodromal, semakin buruk prognosisnya.Pada
fase aktif gejala positif /psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi serta gangguan afek. Hampir semua individu berobat
pada fase ini.Fase residual, dimana gejalanya sama dengan fase aktif tetapi gejala
positif/psikotiknya sudah berkurang.
Skizofrenia sering memperlihatkan berbagai campuran gejala-gejala di bawah
ini:
- Gangguan proses pikir, seperti asosiasi longgar, neologisme,blocking, ekolalia, dan
lain lain
- Gangguan isi pikir, seperti waham (kepercayaan palsu yang menetap dan tak sesuai
dengan fakta dan biasanya kepercayaan tersebut “aneh”), tilikan
- Gangguan persepi, seperti halusinasi (penglihatan, pendengaran,penciuman,
perabaan), ilusi, depersonalisasi
- Gangguan emosi, seperti afek tumpul, afek inapropriate, afek labil
- Gangguan perilaku, seperti perilaku yang aneh dan tidak sesuai, menyeringai,
gelisah, mengamuk, dan lain lain.

Jenis-jenis skizofrenia
1. Skizofrenia paranoid
Tipe ini paling stabil dan paling sering. Gejala terlihat sangat sangat konsisten,sering
paranoid, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya. Pasien sering
tidak kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama, dan mungkin agresif, marah,
atau ketakutan etapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilau inkoheren menonjol
sedangkan afek damm pembicaraan hampit tidak terpengaruh. Beberapa contoh
gejala paranoid yang sering ditemui : waham kejar, kebesaran, waham dukendalikan,
dipengaruhi dan cemburu, halusinasi akustik berupa ancaman, perintah atau
menghina.
2. Skizofrenia hebefrenik
Tipe ini biasanya muncul untuk pertama kali pada usia remaja, onset biasanya 15-25
tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan
dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomot seperti
mannerism, neologime atau perilaku kekanak-kanakansering terdapat pada
hebefrenik.
3. Skizofrenia katatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, biasanya akutserta sering didahului
dengan stres emosional. Memiliki paling sedikit satu dari (atau kombinasi) beberapa
bentuk katatonia :
Stupor katatonik atau mutidem, yaitu pasien tidak berespon terhadap lingkungan atau
orang.
Negativisme katatonik, yaitu pasien melawan semua perinah-perinah atau usaha-
usaha untuk menggerakkan fisiknya.
Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku
Postur katatonik yaitu pasien memepertahankan posisi yang tidak biasa atau aneh
Terapi psikofarmaka
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju kemunduran mental.
Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam dua kelompok
berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu dopamin reseptor antagonist atau antipsikotik
generasi pertama (APG-I) biasa juga disebut antipsikotik typikal dan serotonin dopamin
antagonist (APG-II) atau antipsikotik generasi II atau biasa juga disebut antipsikotik
atypikal.
Antipsikotik typikal berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif,
sedangkan gejala-gejala negatif tidak bermanfaat. Contoh antipsikotik typikal :
Haloperidol, Chlorpromazine. Sedangkan antipsikotik atypikal merupakan jenis obat
yang baru dengan efikasi yang lebih baik dan efek samping minimal. Contoh antipsikotik
atypikal : Clozapine, Risperidone, Olanzapin, Quetiapine.

Terapi Kejang Listrik (ECT)


Dapat juga bermanfaat untuk mengontrol dengan cepat beberapa psikosis akut. Beberapa
pasien skizofrenia,terutama skizofrenia katatonik yang tidak berespon dengan obat
obatan dapat membaik dengan terapi kejang listrik.

Psikoterapi
Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil yang diharapkan,bahkan
ada yang berpendapat tidak bolehdilakukan pada penderita skiofrenia karena justru dapat
menambah isolasi dan autisme. Yang dapat membantu penderita adalah adalah
psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan
maksud mengembalikan penderita ke masyarakat. Terapi perilaku kognitif ( Cognitive
Behaviour Therapy) belakangan dicoba pada pada penderita skizofrenia dengan hasil
yang menjanjikan. Psikoterapi keluarga juga sangat membantu pemulihan pasien.

Prognosis
Skizofernia merupakan gangguan yang bersifat kronis. Pasien secara berangsur-
angsur menjadi semakin menarik diri, dan tidak berfungsi setelah bertahun-tahun. Pasien
dapat mempunyai waham dengan taraf ringan dan halusinasi yang tidak begitu jelas.
Sekarang dengan pengobatan yang lebih baik, ternyata bila penderita itu datang berobat
dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka
akan sembuh sama sekali (full remisison atau recovery). Sepertiga lainnya dapat
dikembalikan ke masyarakat walaupun mash didapati gejala sedikit dan mereka masih
harus drperiksa dan diobati selanjutnya (social recovery). Yang sisanya mempunyai
prognosis yang buruk, mereka tidak dapat berfungsi di dalam masyarakat dan mengalami
kemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni tetap rumah sakit jiwa. Untuk
menetapkan prognosis kita harus mempertimbangkan faktor-faktor di bawah ini :
- Kepribadian prepsikotik. Bila skizoid dan hubungannya antarmanusia memang
kurang memuaskan, prognosis buruk
- Bila skizofrenia muncul secara akut, maka prognosis lebih baik daripada bila
gangguan muncul perlahan-lahan
- Jika gejala terjadi diatas usia 30 tahun, prognosis lebih baik
- Makin cepat diberi pengobatan, prognosis semakin baik
- Jenis. Skizofrenia katatonik mempunyai prognosis paling baik diantara semua jenis
skizofrenia. Prognosis paling buruk adalah skizofrenia hebefrenik
- Bila stressor jelas, prognosis lebih baik
- Faktor keturunan, prognosis lebih buruk bila ada riwayat keluarga menderita
skizofrenia.

II. GANGGUAN WAHAM

Gangguan waham atau delusional disorder didefenisikan sebagai suatu gangguan


psikiatrik dimana gejala yang utama adalah waham. Gangguan ini sebelumnya disebut
paranoia atau paranoid. Tetapi istilah tersebut sekarang dianggap tidak tepat karena
waham tidak selalu bersifat persekutorik. Waham pada gangguan ini juga dapat bersifat
kebesaran, erotik, cemburu, somatik dan campuran. Gambaran klinis :
a. Deskripsi umum : Pasien umumnya berdandan rapi dan berpakaian layak, tanpa
adanya bukti-bukti disintegrasi kepribadian atau aktivitas harian. Tetapi pasien
mungkin terlihat eksentrik, aneh, pencuriga atau bermusuhan. Hal yang paling nyata
dari pasien adalah bahwa pemeriksaan status mental memperlihatkan hasil normal
kecuali adanya sistem waham yang secara nyata abnormal. Pasien dapat mencoba
mangikat dokter sebagai sekutu dalam wahamnya, tetapi dokter sebaiknya tidak
berpura-pura menerima waham, karena kolusi tersebut selanjutnya dapat
mengacaukan realta dan menimbulkan ketidak percayaan pasien dan dokter.
b. Mood, perasaan dan afek : Mood pasien adalah konsisten dengan isi waham. Pasien
dengan waham kebesaran adalah euforia, pasien dengan waham kejar adalah
pencuriga.
c. Pikiran : Gangguan isi pikiran, di dalam bentuk waham merupakan gejala utama dari
gangguan. Waham biasanya sistematis dan membumi, seperti waham dikejar-kejar,
memiliki pasangan yang tidak jujur, terinfeksi dengan virus, dicintai oleh orang
terkenal. Hal ini sangat berbeda dengan waham pada psien sikozofrenia yang sangat
aneh dan tidak mungkin.
d. Tilikan : Pasien dengan gangguan waham hampir seluruhnya tidak memiliki tilkan
terhadap kondisi mereka dan hampir selalu dibawa ke rumah sakit oleh polisi,
keluarga atau lingkungan kerja.

Kriteria diagnostik gangguan waham berdasarkan PPDGJ III


- Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinik atau gejala yang paling
menyolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem
waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi
(personal) dan bukan budaya setempat
- Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap mungkin
terjadi secara intermitten denga syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada
saat saat tidak terdapat gangguan afektif.
- Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak
- Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat
sementara
- Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia

Tipe-tipe waham
a. Waham erotomania. Pada tipe ini pasien merasa dicintai mati-matian oleh orang lain,
biasanya orang terkenal, atau orang dengan status yang lebih tinggi darinya. Onset
ini dapat mendadak dan seringkali menjadi pusat perhatian pasien. Beberapa orang
dengan gangguan ini, melakukan masalah hukum dalam usaha mereka mengejar
objek dalam wahamnya atau dalam usaha yang salah jalan untuk membebaskan diri
dari bahaya yang mereka hayalkan. Misalnya seorang laki-laki yang berusaha
membunuh suami seorang wanita yang dianggap jatuh cinta pada dirinya.
b. Waham kebesaran. Disebut juga megalomania. Pada tipe waham ini, terdapat
kekuatan, pengetahuan, penghargaan identitas yang berlebihan atau hubungan khusus
terhadap orang yang terkenal atau terkemuka. Jika wahamnya berhubungan dengan
relijius, orang tersebut dapat menjadi pemimpin sekte agama.
c. Waham kejar. Tipe ini adalah bentuk gangguan waham yang paling sering ditemukan
dan disebut juga waham persekutori. Waham kejar mungkin sederhana atau bisa juga
terperinci dan biasanya memilki tema yang berhubungan seperti dicurangi, dimata-
matai, diikuti, diracuni,diberi obat, difitnah secara kejam atau dihalang-halangi.
Hinaan kecil dapat diperbesar dan menjadi pusat waham. Orang dengan waham ini
sering kali membenci dan marah dan mereka mungkin melakukan kekerasan
terhadap orang lain yang diyakininya akan menyerang dirinya.

Penanganan
- Perawatan di rumah sakit.
Pada umumnya, pasien ini dapat diobati dengan rawat jalan. Tetapi pada beberapa
pasien harus dirawat di rumah sakit dengan pertimbangan perlu pemeriksaan medis
dan neurologis lengkap untuk menyingkirkan gangguan organik.

- Farmakoterapi.
Pada keadaan gawat darurat, seorang pasien yang teragitasi parah harus diberikan
suatu obat antipsikotik secara intramuscular. Walaupun percobaan klinik yang
dilakukan secara adekuat dengan sejumlah pasien belum ada, sebagian besar klinisi
berpendapat bahwa obat antipsikotik adalah obat terpilih untuk gangguan waham.

- Psikoterapi

III. GANGGUAN SKIZOAFEKTIF

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai


dengan adanyagejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif.
Studi populasi umum tidak ada yang menunjukkan insidens dari penyakit
skizoafektif ini, melainkan komorbid antaraskizofrenia dan gangguan afektif.
Berdasarkan national comorbidity study, didapatkan bahwa, 66orang yang di diagnosa
skizofrenia, 81% pernah didiagnosa gangguan afektif yang terdiri dari59% depresi dan
22% gangguan bipolar. Dengan kata lain, depresi adalah komorbid tertinggi dari
skizofrenia.
Sesuai dengan istilah yang digunakan, gangguan skizoafektif mempunyai
gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif (saat ini disebut gangguan mood).
Kriteria diagnostik skizoafektif telah berubah seiring waktu, sebagian merupakan
refleksi perubahan kriteria diagnostik skizofrenia dan gangguan mood; namun tetap
merupakan diagnosis yang paling baik untuk pasien yang mempunyai gejala keduanya.
Penyebab gangguan skizoaefektif belum dapat diketahui secara pasti, tetapi hal
ini diduga bahwa ada ketidakseimbangan kimia pada orang yang terkena gangguan
skizoafektif. skizoaefekti dapat terjadi karena faktor gen. Penelitian telah menunjukkan
bahwa gen yang sama mungkin bertanggung jawab untuk skizofrenia, gangguan
schizoafektif dan gangguan bipolar. Orang menderita gangguan ini lebih mungkin
untuk memiliki anggota keluarga yang lain untuk mengalami gangguan yang sama.
Selain gen, ganggua ini juga dipengaruhi oleh fktor stres. Stres dapat berkontribusi pada
awal episode gangguan skizoafektif, seperti berkabung, penyakit fisik, kecelakaan
mobil atau masalah keluarga / hubungan. Secara khusus, pengalaman traumatis di masa
kecil dapat meningkatkan kemungkinan mengembangkan kondisi ini di kemudian hari.

Kriteria diagnostik Skizoafektif berdasarkan PPDGJ III :


- Gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala defenitive adanaya
skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat bersamaan aau
dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang
sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi
kriteria baik skizofrenia maupun episode manik dan depresif.
- Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan
gangguan afektif tetapi dalam episode penyakit yang berbeda.
- Bila seorang pasien skizofrenia menunjukkan gejala depresif setelah mengalami
suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis Depresi pasca skizofrenia. Beberapa
pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik maupun
depresif atau campuran dari keduanya.

Terapi
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di
rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari
farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan
antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya
jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak
efektif dalam mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik
dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus
mendapatkan pengobatan mood stabilizer seperti
lithium, carbamazepine (Tegretol), valporate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-
obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe
depresif, harus diberikan percobaan antidepresan dan terapiel ektrokonvulsan (ACT)
sebelum mereka diputuskan tidak responsive terhadap terapi antidepresan.

Prognosis
Prognosis gangguan skizoafektif sulit ditentukan. Berdasarkan defenisi
diagnosis, diharapkan pasien dengan gangguan skizoafektif mengalami kondisi yang
sama seperti gangguan mood episodik. Peningkatan adanya gejela skizofrenik
memprediksi prognosis lebih buruk.
GANGGUAN AFEKTIF/GANGGUAN MOOD

Mood adalah suasana perasaan yang pervasif dan menetap yang dihayati secara internal yeng
mempengaruhi perilaku individu yang bersangkutan serta persepsinya tentang dunia luar.
Afek adalah ekspresi eksternal dari mood. Mood bisa normal, meningkat atau depresif. Pada
gangguan mood, masalah utama terjadi pada emosi penderita, berbeda denga skizofrenia
yang masalah utamanya adalah pikiran.

A. Gangguan bipolar episode manik


Gangguan afektif bipolar memeiliki sifat episode berulang (sekurang-kurangnya 2
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktifitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktifitas (hipomania dan
mania) dan pada waktu lain berupa penurunan afeks disertai pengurangan energi dan
aktifitas (depresi). Ciri khas dari gangguan bipolar adalah adanya penyembuhan
sempurna antar episode. Untuk episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan
berlangsung antara 2 minggu hingga 4-5 bulan. Episode ering terjadi setelah stres yang
berlangsung atau trauma mental lain. Episode mania dihubungkan dengan tingginya kadar
serotonin dalam celah sinaps neuron khususnya pada sistem limbik.

Gejala gangguan bipolar episode manik :


Peningkatan mood/suasana perasaan
Lekas marah/mudah tersinggung/iritabel
Peningkatan aktifitas
Kebutuhan tidur yang berkurang
Ide-ide tentang kebesaran dan optimistik
Ekspresif
Lebih banyak bicara/adanya dorongan untuk terus berbicara
Perhatian mudah teralih
Keterlibatan berelebih dalam aktivitas yang mengandung kemungkinan resiko tinggi
merugikan apabila tidak bijaksana seperti belanja berlebihan, tingkah laku seksual
yang terbuka, penanaman modal secara ceroboh, ngebut secara tidak bertanggung
jawab dan lainnya.
Hendaya dalam kehidupan sehari-hari
Pemeriksaan fisik dan status mental
Pemeriksaan fisik pada pasien gangguan ini kemungkinan didapatkan hasil yang normal,
sedangkan pada pemeriksaan status mental, dapat diperoleh simptom seperti :
Penampilan : tidak wajar, mencolok, berlebihan,tidak sesuai
Mood : euforik/iritable
Verbalisasi : kuantitas berlebih (sampai tidak dapat disela, kualitas kurang)
Isi pikir : dapat disertai waham
Arus pikir : flight of idea, word salad, neologisme, inkoherensi
Persepsi : dapat disertai halusinasi dan ilusi
Pengendalian impuls : kurang
Tilikan : buruk

Terapi
Terapi untuk gangguan ini tentu saja gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi
(terapi psikososial, terapi keluarga, terapi kognitif, terapi perilaku)

Farmakologi : Pengobatan sesuai episode, yaitu mania


Pada keadaan akut,lithium carbonat (250-500 mg/hari), haloperidol (3x5 mg per hari),
carbamazepin (400-600 mg perhari), asam valproat (3x250 mg perhari)
Pada keadaan profilaksis,haloperidol 3x5 mg perhari, carbamazepin (200-400 mg/hari)

Prognosis
Gangguan afektif bipolar baik manik maupun depresif sangat mungkin terjadi
kekambuhan (terjadi beberapa kali episode)

B. Gangguan bipolar episode depresi


Gangguan afektif bipolar memiliki sifat episode berulang (sekurang-kurangnya 2
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (hipomania dan
mania) dan pada waktu yang lain penurunan afek disertai pengurangan energi dan
aktifitas (depresi).
Ciri khas dari ganguan bipolar adalah adanya penyembuhan sempurna antar
episode. Untuk episode depresi biasanya cenderung lebih lama, sekitar 6 bulan hingga 1
tahun , namun jarang melebihi 1 tahun. Episode depresi juga sering terjadi setelah stres
yang berat atau trauma mental lain.

Anamnesis
Gejala gangguan bipolar episode depresi
Perasaan murung
Hilang minat dan rasa senang
Kurangnya tenaga hingga mudah lelah dan malas berkegiatan
Penurunan konsentrasi dan perhatian
Pengurangan harga diri dan percaya diri
Pikiran terfokus perihal dosa dan rasa diri tidak berguna lagi
Pesimistik
Gagasan melukai diri sendiri/ bunuh diri
Gangguan tidur
Pengurangan nafsu makan
Hendaya dalam kehidupan sehari-hari

Pemeriksaan fisik dan status mental


Pemeriksan fisik pada pasien gangguan ini kemungkinan didapatkan hasil yang normal,
sedangkan pada pemeriksaan status mental, dapat diperolehsimptom seperti :
- Penampilan : retardasi psikomotor, postur membungkuk,pandangan putus asa,
memalingkan pandangan, sulit bergerak spontan
- Mood : depersif
- Verbal : kuantitas dan kualitas cenderung berkurang
- Arus pikir : flight of idea, word salad, inkoherensi, neologisme
- Isi pikir : dapat disertai waham sesuai mood
- Persepsi : dapat disertai halusinasi dan ilusi
- Pegendalian impuls : kurang atau bahkan tidak memiliki energi untuk bergerak
- Tilikan : biasanya buruk

Komplikasi
Pada bentuk yang berat dapat menjadi gangguan jiwa yang berat, sesuai dengan waham
atau halusinasi yang dialami, dan bunuh diri.
Terapi
Terapi untuk gangguan ini tentu saja gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi
(terapi psikososial, terapi keluarga, terapi kognitif, terapi perilaku).
Farmakologi, sesuai dengan pengobatan episode depresi :
Golongan antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin
Golongan antidepresan tetrasiklik : maprotilin, mianserin
Golongan antidepresan SSRI : setraline, fluoxetine, citalofarm

C. Siklotimia
Gangguan siklotimik adalah bentuk gejala ringan gangguan bipolar II ditandai
dengan episode hipomania dan depresi ringan.Gangguan siklotimia merupakan gangguan
bipolar yang kronis. Pada individuyang mengalami siklotimia terdapat gejala-gejala
depresi yang ringan namunterus menerus dan silih berganti dengan gejala manik yang
ringan juga.
Gangguan distimik dan gangguan siklotimik dinamakan sebagai distimia dan
siklotimia di dalam Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disordersedisi ketiga
yang direvisi (DSM-III-R),dan kadang-kadang dikenal secara tidak resmi sebagai
gangguan subafektif.Istilah terakhir menyatakan bahwa gangguan distimik dan gangguan
siklotimik masing-masing adalah bentuk gangguan defresif berat dan gangguan bipolar I.
Tetapi, beberapa data penelitian menyatakan bahwa walaupun gangguan mungkin
berhubungan, gangguan tersebut kemungkinan memiliki perbedaan biologis dan
psikososial yang mendasar. Satu perbedaan utama adalah, apabila gangguan depresif
berat ditandai oleh episode gejala yang terpisah,gangguan siklotimik ditandai gejala
nonepisodik dan kronis.Gangguan siklotimik secara simptomatik adalah suatu bentuk
ringan dari gangguan bipolar II. Gangguan ini ditandai oleh episode hipomania dan
episode depresi ringan. Dalam DSM-IV,gangguan siklotimik dibedakan dari gangguan
bipolar II, yang ditandai oleh adanya episode defresif berat dan episode
hipomanik.
Gangguan siklotimik mempunyai ciri, yaitu paling sedikit 2 tahun
mengalami banyak kali perubahan mood termasuk periode gejala hipomanik
bergantian dengan disforik yang non mayor dan periode perasaan normal selama
beberapa hari hingga minggu di antaranya tetapi mood yang normal berjalan kurang dari
2 bulan.
Diagnosis
DSM-IV untuk gangguan siklotimik mengharuskan pasien tidak pernah
memenuhi kriteria untuk suatu episode defresif berat dan tidak memenuhi kriteria untuk
episode manik selama 2 tahun pertama gangguan. Kriteria juga mengharuskan
adanya gejala yang lebih atau kurang konstan selama dua tahun(atau 1 tahun untuk anak-
anak dan remaja)

Perjalanan penyakit dan Prognosis


Pasien dengan gangguan siklotimik ditandai sebagai peka, hiperaktif,atau
menurun pada saat masih anak kecil. Onset gejala jelas gangguan siklotimik sering kali
terjadi secara samar-samar dalam usia belasan tahun dan awal usia 20-an.
Timbulnya gejala pada waktu tersebut mungkin mengganggu prestasi
orang tersebut di sekolah dan kemampuannya mendapatkan persahabatan dengan teman
sebayanya. Reaksi pasien terhadap gangguan tersebut adalah bervariasi, pasien dengan
strategi mengatasi atau pertahanan ego yang adiktif memiliki hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan pasien yang memiliki defans mechanism yang buruk. Kira-kira
sepertiga dari semua pasien gangguan siklotimik berkembang menjadi gangguan defresif
berat,paling sering gangguan bipolar II.

Terapi
Farmakoterapi. Obat antimanik merupakan pengobatan lini pertama untuk pasien dengan
gangguan siklotimik.Walaupun data percobaan terbatas pada penelitian lithium,obat anti
manik lainnya carbamazepine dan valvorate juga efektif.Dosis dan konsentrasi plasma
dari obat tersebut harus sama seperti pada gangguan bipolar I. Pengobatan pasien
siklotimik yang mengalami depresi dengan antidepresi harus berhati-hati karena
peningkatan kepekaannya terhadap episode hipomanik atau manik akibat anti
depresan.
Terapi psikososial. Pasien diarahkan pada peningkatan kesadaran pasien tentang
kondisinya dan membantu mereka mengembangkan mekanisme pertahananan
diri untuk mengatasi pergeseran moodnya.
D. Depresi
Prevalensi gangguan depresi berat, paling sering terjadi dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15%. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% di perawatan
primer dan 15% dirawat di rumah sakit.

Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala utama
dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan,
dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan
emosi duka cita atau kesedihan yang normal.
Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat :
 Afek depresi
 Kehilangan minat dan kegembiraan
 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
 Gejala penyerta lainnya:
 Konsentrasi dan perhatian berkurang
 Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
 Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
 Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
 Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
 Tidur terganggu
 Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

Pemeriksaan status mental


- Deskripsi umum : kemunduran psikomootor secara umum merupakan gejala yang
paling sering, meskipun agitasi psikomotor juga terlihat, terutama pada pasien usia
lanjut. Secara sederhana, pasien depresi mempunyai postur tubuh yang
dibungkukkan tidak ada gerakan spontan, sedih, dan memalingkan wajah.
- Mood, afek dan perasaan : Gejala kunci adalah depresi, walaupun sekitar 50% pasien
menyangkal perasaan depresi dan tidak nampak depresi. Anggota keluarga dan
teman kerja sering membawa pasien untuk terapi karena menarik diri dari
lingkungan sosial dan pengurangan aktifitas secara umum.
- Suara : pengurangan jumlah dan volume bicara, mereka merespon pertanyaan
dengan satu satu kata dan memperlihatkan perlambatan dalam menjawab pertanyaan.
- Pikiran : pandangan negatif terhadap dunia dan dirnya sendiri. Isi pikir mereka sering
meliputi rasa kehilangan, rasa bersalah, pikiran bunuh diri, dan kematian. Sekitar
10% dari semua pasien depresi menunjukkan gejala gangguan pikiran, biasanya
dalam isi pikirnya adalah hambatan dan kemiskinan.
- Memori : sekitar 50-75% dari pasien depresi mempunyai hendaya kognitif, kadang-
kadang ditunjukkan sebagai peudodementia depresi. Umumnya pasien mengeluhkan
tidak mampu konsentrasi dan gampang lupa.

Penata laksanaan
Penatalaksanaan pasien gangguan depresi harus diarahkan kepada beberapa tujuan.
Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua, kelengkapan evaluasi diagnostik
pasien harus dilaksanakan. Ketiga, rencana terapi bukan hanya untuk gejala, tetapi
kesehatan jiwa pasien kedepan juga harus diperhatikan. Walaupun penatalaksanaan
farmakoterapi dan psikoterapi harus dipikirkan pada pasien, peristiwa kehidupan yang
penuh ketegangan dapat meningkatkan angka kekambuhan pasien dengan gangguan
depresi.

Farmakoterapi :
Sasarannya : perubahan biologis/efek berupa mood pasien. Karena mood pasien
dipengaruhi kadar serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka sasarannya adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agen-agen yang sesuai.
SSRI (fluoxetin, sertraline) merupakan obat yang secara luas digunakan di Amerika
Serikat. Merupakan obat pilihan karena efektif, gampang digunakan dan relatif kurang
sefek sampingnya, meskipun pada dosis tinggi. Obat-obat baru seperti venlavaxine,
bupropion, juga sudah sering digunakan. Obat obat tersebut lebih aman dari obat
golongan trisiklik, tetrasiklik dan MAOIs, dan menunjukkan keefektifan pada uji klinik.
Terapi antidepresan harus dipertahankan setidak-tidaknya 6 bulan atau sesuai
lamanya pengobatan pada episode sebelumnya. Pada pemberian antidepresan, obat baru
memperlihatkan efek antidepresan yang optimal dalam 3 sampai 4 minggu.
Non farmakoterapi :
Terapi perilaku cognitif (Cognitif Behavioral Therapy, CBT). Dalam sebuah
analisis terhadap empat studi komparasi, terapi perilaku kognitif memiliki efek yang
sepadan dengan antidepresan dalam mengatasi depresi berat bagi banyak pasien.
Sebagian besar keberhasilan terapi psikologis tergantung pada keterampilan terapis.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif dengan antidepresan
memberikan keuntungan terbesar bagi banyak pasien, khususnya untuk distimia (depresi
kronis). Bukti medis juga telah menemukan bahwa manfaat dari terapi kognitif bertahan
setelah perawatan telah berakhir. Terapi perilaku kognitif telah terbukti untuk membantu
mencegah untuk mencegah upaya bunuh diri dimasa mendatang pada pasien dengan
riwayat perilaku bunuh diri

Prognosis
Indikator prognosis. Identifikasi indikator prognosis baik dan buruk pada depresi
berat. Kemungkinan prognosis baik: episode ringan, tidak ada gejala psikotik, singkatnya
waktu rawat inap, indikator psikososial meliputi mempunyai teman akrab selama masaa
remaja, fungsi keluarga stabil, 5 tahun sebelum sakit secara umum fungsi sosial baik.
Sebagai tambahan, tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lain, tidak lebih
dari sekali rawat inap dengan depresi berat, onsetnya awal pada usia lanjut.
Kemungkinan prognosis buruk: depresi berat bersamaan dengan distimik,
penyalahgunaan alkohol dan zat lain, ditemukan gejala gangguan cemas, ada riwayat
lebih dari sekali episode depresi sebelumnya.

E. DISTIMIK
Gangguan distimik adalah gangguan mood yang terdepresi, dikarakateristikkan
dengan perjalanan kronik yang tiba-tiba. Gangguan distimik harus dibedakan dengan
gangguan depresi kronik, karena pada gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode
gangguan depresi mayor. Apabila kondisi ini terjadi pada anak atau remaja, yang perlu
diprehatikan manifestasinya dalam bentuk mudah marah. Hampir sepanjang hari pasien
selalu mengeluhkan keadaan mood terdepresi atau pada anak dan remaja mudah marah
ditemukan, dan keluhan ini sudah berlangsung selama sedikitnya 2 tahun.
Tanda dan gejala
Distimik menimbulkan perubahan dalam pikiran, perasaan, perilaku dan kesehatan fisik.
o Perubahan dalam pikiran. Banyak diantara mereka mengeluh sulit berkonsentrasi
dan membuat keputusan. Pikiran negatif, pesimis, rendah diri, rasa bersalah, lupa
berbagai hal sepanjang waktu.
o Perubahan dalam perasaan. Kebanyakan merasa sedih tanpa alasan yang jelas.
Motivasi menurun sampai apati. Mereka juga merasa lamban dan lelah sepanjang
waktu. Terkadang karena mereka irritable keadaan ini menjadi masalah, karena
mereka sulit mengontrol masalahnya.
o Perubahan dalam perilaku. Pasien terlihat apati. Hal ini sejalan dengan perasaannya.
Mereka merasa tidak nyaman berhubungan dengan orang lain, hal ini yang umumnya
menimbulkan penarikan diri dari pergaulan sosial.Akibat kesedihan berjalan kronik,
biasanya menangis secara berlebihan.
o Perubahan dalam kesehatan fisik. Timbul kelelahan kronik sehingga banyak waktu
yang disia-siakan dan banyak tidur. Bebarapa orang dapat mengalami sulit tidur,
dapat pula terjaga sepanjang malam. Mereka juga mengeluhkan banyak sakit dan
rasa nyeri. Pada gangguan distimik,beberapa gejala ada sepanjang waktu dapat
sampai 2 tahun.

Pemeriksaan status mental


Pada pemeriksaan status mental menyerupai status mental yang ditemui pada
pasien dengan gangguan depresi. Pembicaraan yang terbata-bata dengan volume suara
yang pelan. Mood juga turun sesuai afek. Pasien juga memeperlihatkan kontak mata dan
ekspresi wajah yang terbatas. Pada pemeriksaan perlu dievaluasi mengenai ide bunuh diri.

Terapi
Farmakoterapi : anti depresan dibutuhkan untuk mengatasi gangguan yang sering dialami
seperti gangguan tidur, rasa lelah,dan rasa nyeri. Antidepresan yang sering digunakan
adalah fluoxetin dengan dosis 20 mg sekali sehari yang diberikan pada pagi hari. Dosis
dapat dinaikkan secara perlahan dalam beberapa minggu dengan dosis maksimal 80 mg.
Selain fuloxetin dapat juga diberikan setralin dengan dosis awal 50 mg sekali sehari pada
pagi hari, dengan dosis maksimal 200 mg.
Psikoterapi : psikoterapi suportif, terapi kognitif behaviour, problem solvinig therapy
dapat membantu perbaikan dalam terapi.

F. Depresi Post Partum (Baby blues syndrome)


Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan
dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapan pun bahkan sampai 1 tahun kedepan.
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt menyatakan
bahwa depresi post parum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan
menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan
libido(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang didiagnosa mengalami depresi 3
bulan pertama setelah melahirkan yaitu wanita tersebut secara social dan emosional
merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya.Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi post partum adalah gangguan emosional
pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan
dan berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun. Tingkat
keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat
ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat pada masa awal
postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues.
Depresi Postpartum (PPD) adalah depresi yang bersifat sementara terkait dengan
kehamilan dan persalinan. Kondisi ini muncul dalam dua bentuk: onset awal, sering
disebut sebagai “baby blues,” dan onset lambat. Jenis onset awal terjadi dengan ringan dan
dapat mempengaruhi sebanyak 80% wanita setelah mereka melahirkan. Dimulai setelah
melahirkan dan biasanya sembuh dalam beberapa minggu tanpa pengobatan. Bentuk
onset lambat adalah apa yang disebut oleh banyak orang sebagai depresi yang
sebenarnya, bentuk yang lebih parah ini biasanya terjadi beberapa minggu setelah
melahirkan. Secara keseluruhan, itu mempengaruhi sekitar 10% -16% dari wanita.
Gejala PPD ringan termasuk kesedihan, kecemasan, selalu menangis bercucuran
air mata, dan kesulitan tidur. Gejala ini biasanya muncul dalam beberapa hari setelah
melahirkan dan hilang 10-12 hari setelah melahirkan. Biasanya satu-satunya pengobatan
yang dibutuhkan adalah kepastian dan bantuan pekerjaan rumah tangga serta mengurus
bayi. Sekitar 20% dari wanita yang memiliki baby blues akan mengalami depresi yang
lebih lama.
Karena depresi postpartum (PPD) mungkin terkait dengan fluktuasi hormon
setelah melahirkan, pencegahan tidak mungkin dilakukan. Namun, beberapa pendekatan
dapat membantu menjaga terhadap kondisi tersebut. Salah satu hal terbaik untuk
dilakukan adalah belajar sebanyak mungkin tentang apa yang diharapkan secara fisik dan
psikologis selama kehamilan, persalinan, dana pengasuhan anak. Ini dapat membantu
pasien mengembangkan harapan yang realistis untuk diri sendiri dan bayinya. Ambil
kelas ibu hamil dan bersosialisasi dengan wanita hamil lainnya dan ibu baru tentang
pengalaman mereka.
Wanita yang memiliki riwayat depresi mungkin berisiko lebih tinggi untuk
mengalami PPD, dan wanita yang mengalami depresi sebelum atau selama kehamilan
mungkin mengalami gejala yang sama setelah melahirkan.

Gejala depresi postpartum (PDD) dapat dibagi menjadi tiga kategori:


- Blues post partum (baby blues) : Merupakan bentuk yang paling ringan dan
berlangsung hanya beberapa hari saja. Gejala berupa perasaan sedih, gelisah,
seringkali uring-uringan dan khawatir tanpa alasan yang jelas. Tahapan baby blues
ini hanya berlangsung dalam waktu beberapa hari saja. Pelan-pelan si ibu dapat pulih
kembali dan mulai bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.
- Depresi postpartum : Bentuk yang satu ini lumayan agak berat tingkat keparahannya
yang membedakan ibu tidak bisa tidur atau sulit untuk tidur. Dapat terjadi dua
minggu sampai setahun setelah melahirkan
- Psikosis postpartum : bentuk paling parah, memerlukan perawatan dan terapi
antipsikotik karena sduah timbul halusinasi dan gejala psikosis lainnya.

Ada banyak kemungkinan gejala depresi postpartum, termasuk berikut:


 Sulit tidur atau malah tidur lebih banyak dari biasanya
 Perubahan nafsu makan
 kekhawatiran ekstrim dan khawatir tentang bayi atau kurangnya minat atau
perasaan untuk bayi
 Merasa tidak mampu mencintai bayi atau keluarga
 Kemarahan terhadap bayi, pasangan, atau anggota keluarga lainnya
 Kecemasan atau serangan panik
 Iritabilitas
 Kesedihan atau menangis berlebihan
 Kesulitan berkonsentrasi atau mengingat
 Perasaan ragu, rasa bersalah, tak berdaya, putus asa, atau gelisah
 Letargi atau kelelahan ekstrim
 Kehilangan minat pada hobi atau kegiatan biasa lainnya
 Perubahan suasana hati yang ditandai oleh tertinggi berlebihan dan terendah
 Merasa mati rasa emosional
 Mati rasa atau kesemutan di lengan atau kaki
 Sesak napas
 Pikiran berulang tentang kematian, yang dapat mencakup berpikir tentang atau
bahkan berencana bunuh diri
 pikiran obsesif-kompulsif dan perilaku yang mengganggu

Penyebab Depresi Postpartum


Disebabkan karena gangguan hormonal. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi
post partum adalah prolaktin, steroid dan progesterone.
Pitt mengemukakan 4 faktor penyebab depresi post partum:
1. Faktor konstitusional
Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri
pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi
dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita
primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah
melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya
memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan
menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
2. Faktor fisik
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental
selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan
kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis
setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan
munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang
progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan
merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.
3. Faktor psikologi
Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan menjadi
dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis individu.
Klaus dan Kennel mengindikasikan pentingnya cinta dalam menanggulangi masa
peralihan ini untuk memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
4. Faktor sosial dan karateristik ibu
Paykel mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering
menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya dukungan dalam
perkawinan.

Terapi
- Untuk depresi postpartum dapat meliputi terapi psikologis, terapi farmakologi dan
terapi hormonal. Terapi farmakologis mengacu pada obat-obatan antidepresan seperti
SSRI dan golongan trisiklik.
- Postpartum psychosis dapat tergolong gawat darurat psikiatri .
- Disini pasien tidak dapat mengutarakan keluhannya, sehingga seringkali dibutuhkan
dukungan dari keluarga.
- Pasien sebaiknya dirawat di RS untuk sementara waktu dan diberikan antipsikotik
juga psikoterapi
- Dengan penanganan yang cepat dan tepat, kebanyakan akan remisi sempurna.
GANGGUAN CEMAS

I. Gangguan Panik
Diantara beberapa gangguan cemas yang dikenal, gangguan panik adalah
gangguan yang lebih sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Ditandai dengan
serangan panik yang timbul spontan dan tidak dapat diduga, terdiri dari periode rasa takut
yang intens dan hati-hati. Serangan dapat terjadi sepanjang hari atau sedikit serangan
dalam setahun. Gangguan panik dapat disertai oleh agoraphobia yaitu ketakutan ditempat
umum, terutama tempat yan sulit keluar dengan cepat saat serangan panik . Juga dapat
tanpa agoraphobia.

Gejala Klinik
Tema psikodinamika gangguan panik :
o Kesulitan mentoleransi kemarahan
o Perpisahan fisik/emosi dari orang yang bermakna, baik dimasa anak dan dewasa
o Dapat dipicu oleh mingkatnya tanggung jawab pekerjaan
o Persepsi orang tua sebagai pengontrol, penuntut, kritis, menakutkan
o Gambaran internal mengenai hubungan yang melibatkan penyiksaan sosial dan fisik
o Kemarahan pada perilaku orang tua, dan khayalan akan merusak ikatan dengan orang
tua

Kriteria diagnosa serangan panik


Periode rasa takut dan tidak nyamannya tiba-tiba muncul, timbul 4 atau lebih gejala :
Palpitasi ( berdebar-debar atau denyut jantung meningkat)
Berkeringat
Gemetar
Rasa nafas pendek/tercekik
Rasa tersedak
Nyeri atau tidak nyaman di dada
Mual atau gangguan abdomen
Rasa pusing, tidak stabil, kepala terasa ringan, pingsan
Derealisasi (rasa tidak nyata)
Rasa takut kehilangan kendali atau menjdai gila
Rasa takut mati
Parastesia (kebas)
Menggigil/rona wajah merah

Gangguan panik menurut PPDGJ III


Gangguan panik ditegakkan jika tidak ada gangguan anxietas fobik
Ditemukan beberapa serangan panik berat dalam waktu 1 bulan
Tidak terbatas pada situasi yang diketahui atau dapat diduga sebelumnya

Tanda dan gejala


Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang.
Serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik yang
kuat, terutama sistem kardiovaskuler dan sistem pernafasan. Serangan dimulai selama 10
menit, gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada gangguan panik biasanya
terjadi secara tiba-tiba, dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai gejala-gejala yang
mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar, keringat dingin, hingga
merasa sperti tercekik. Hal ini dialami tidak terbatas pada situasi atau rangkaian kejadian
tertentu dan biasanya tidak terduga sebelumnya.
Kondisi ini dapat berulang hingga membuat individu yang mengalaminya menjadi
sangat khawatir bahwa ia akan mengalami lagi keadaan tersebut (antisipatory anxiety).
Hal itu membuatnya berulangkali berusaha mencari pertolongan dengan pergi ke rumah-
rumah sakit terdekat.
Agoraphobia yang dialami oleh pasien dengan gangguan panik menyebabkan
penderita menolak untuk meninggalkan rumah ke tempat tempat yang sulit mendapatkan
pertolongan. Pasien menjadi takut bepergian sendiri karena khawatir akan kena serangan
dan tidak ada yang bisa menolongnya.

Terapi
- Farmakoterapi
Antiansietas golongan SSRI dan clomipramine lebih baik dari benzodiazepine,
MAOI, obat trisiklik. Misalnya Alprazolam dan paroxetine untuk gangguan panik.
Apabila onset cepat dan parah beri kombinasi obat diatas. Benzodiazepine
mempunyai onset cepat dan dapat digunakan pada onset gejala saat menghadapi
stimulus fobik. Obat trisiklik dan tetrasiklik adalah obat yang paling efektif untuk
gangguan panik, tetapi onsetnya lama dan potensi efek samping lebih besar dari SSRI.
Apabila terapi efektif, pertahankan 6-12 bulan.
- Terapi perilaku dan kognitif
Menjelaskan mengenai keyakinan yang salah tentang serangan panik dan
mengedukasi bahwa serangan panik berbatas waktu dan tidak menimbulkan kematian
- Latihan relaksasi : mengendalikan anxietas dan relaksasi
- Terapi psikososial lain
- Terapi keluarga : agar memberi dukungan yang bermanfaat

II. Gangguan cemas menyeluruh


Kecemasan bersifat menyeluruh dan menetap yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free-floating” atau
mengambang).Gejala dominan bervariasi, termasuk keluhan kecemasan yang menetap,
gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, pusing, palpitasi, kepala terasa ringan dan
keluhan lambung. Sering diungkapkan rasa takut bahwa pasien atau keluarga akan
menderita penyakit atau mengalami
Gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV adalah kekhawatiran yang
berlebihan mengenai beberapa peristiwa atau aktivitas hampir sepanjang hari selama
sedikitnya 6 bulan.

Kriteria Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh (ICD X + PPDGJ III) :


Penderita harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas
atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating”
atau “mengambang”). Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
o Kecemasan (khawatir akan nasip buruk, merasa seperti diujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb)
o Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai), dan
o Overaktivitas otonom (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,
sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dan sebagainya)
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari,
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh,
selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif , gangguan
anxietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesi kompulsif.

Penatalaksanaan
Terapi untuk kondisi adalah gabungan antara terapi psikologik, terapi farmakologi dan
terapi suportif.
Psikoterapi : terapi perilaku kognitif (relaksasi), terapi suportif, terapi berorientasi tilikan
Famakologik : golongan benzodiazepin (drug of choice). Pemberian dimulai dari dosis
terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi.Lama pengobatan rata-rata 2- 6
minggu dan non benzodiazepine, seperti buspiron dengan dosis 2-3 x 10 mg/ hari.

Prognosis
Gangguan cemas menyeluruh bersifat fluktuatif dan kronis. Kondisi pasien sulit
diprediksi dan dapat menetap seumur hidup.

III. Gangguan campuran cemas depresi


Gangguan campuran kecemasan dan depresi melingkupi pasien yang memiliki
gejala kecemasan dan depresi tetapi tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk suatu
gangguan mood. Kombinasi gejala depresi dan kecemasan menyebabkan gangguan
fungsional yang bermakna pada orang yang terkena. Apabila ditemukan sindrom depresi
dan anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua
diagnosis tersebut harus dikemukakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat
dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus diutamakan. Kondisi
mungkin cukup menonjol pada praktek pelayanan primer dan klinik kesehatan rawat
jalan.

IV. Gangguan Obsesif kompulsif


Obsesi adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, impuls yang berulang
dan intrusif. Kompulsif adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari seperti
menghitung, memeriksa dan menghindar. Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk
meredakan kecemasan yang berhubungan dengan obsesi namun tidak selalu berhasil
meredakan ketegangan. Pasien dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi
dan kompulsi ini tidak beralasan sehingga bersifat egodistonik.
Gangguan obsesif kompulsif umumnya berimbang laki-laki dan perempuan dan
sering kali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik.

Gambaran klinis yang menonjol:


Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran tertentu seperti :
- Adanya ide atau impuls yang terus menerus menekan ke dalam kesadaran individu
- Perasaan cemas/ takut akan ide atau impuls yang aneh
- Pasien mengenali obsesi dan kompulsi merupakan sesuatu yang abstrak dan irasional.
- Individu yang menderita obsesi kompulsi merasa adanya keinginan kuat untuk
melawan.

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :


- Kontaminasi.
Pola yang paling sering adalah obsesi tentang kontaminasi, yang diikuti oleh perilaku
mencuci dan membersihkan atau menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi.
- Sikap ragu-ragu.
Pola kedua yang sering terjadi adalah obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti dengan
perilaku kompulsif mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya atau
kekerasan seperti lupa mematikan kompor atau mengunci pintu rumah.
- Pikiran yang intrusif
Pola yang jarang adalah pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi, biasanya
pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif.
- Simetri.
Obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak lamban,
misalnya makan bisa memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur kumis dan
jenggot.

Pola yang lain : obsesi bertema keagamaan, trichotilomania, menggigit gigit kuku,
mengisap jempol.
Pengobatan
- Terapi pemaparan merupakan sejenis terapi perilaku yang bisa membantu
mengatasi penyakit ini. Penderita dihadapkan kepada situasi atau orang yang
memicu timbulnya obsesi, ritual maupun rasa tidak nyaman. Rasa tidak nyaman
atau kecemasan secara bertahap akan berkurang jika penderita mencegah dirinya
melakukan ritual selama dihadapkan kepada rangsangan tersebut. Dengan cara ini,
penderita memahami bahwa untuk menghilangkan rasa tidak nyaman tidak perlu
melakukan ritual.
- Obat-obatan yang efektif untuk mengatasi penyakit obsesif-kompulsif adalah
klomipramin, fluoksetin dan fluvoksamin. Adakalanya penderita perlu
mengkonsumsi obat-obatan ini dalam waktu yang agak lama seperti dua hingga
tiga tahun bergantung kepada respon terhadap pengobatan.
- Psikoterapi dilakukan agar penderita lebih memahami pertentangan batin yang
mungkin melatar-belakangi terjadinya penyakit ini. Pendekatan psikoterapi ini
mencakup psikoterapi kognitif dan psikoterapi tingkah laku :
- Psikoterapi kognitif – Penderita akan dibantu mengatasi masalah ini melalui saran
dan perbincangan berdasarkan pemikiran yang rasional.
- Psikoterapi tingkah laku – Terapi ini lebih bercorak kepada pemaparan dan
tindakan pencegahan yang bertahap.
Biasanya kombinasi dari psikoterapi dan obat-obatan merupakan pengobatan yang terbaik
bagi penyakit obsesif-kompulsif
REAKSI TERHADAP STRES BERAT DAN GANGGUAN PENYESUAIAN

Karakteristik dari kategori ini adalah tidak hanya diidentifikasi dasar simtomatologi dan
perjalanan penyakit, akan tetapi juga atas dasar salah satu dari dua faktor pencetus :
a. Suatu stres kehidupan yang luar biasa, yang menyebabkan reaksi stres akut, atau
b. Suatu perubahan penting dalam kehidupan, yang menimbulkan situasi tidak nyaman
yang berkelanjutan, dengan akibat terjadi gangguan penyesuaian.

Gangguan dalam kategori ini selalu merupakan konsekuensi langsung dari stres akut
yang berat atau trauma berkelanjutan. Gangguan gangguan ini dapat dianggap sebagai
respon maladaptif terhadap stres berat atau stres berkelanjutan, dimana mekanisme
penyesuaian (coping mechanism) tidak berhasil mengatasi sehingga menimbulkan
masalah dalam fungsi sosialnya.

I. Reaksi Stres Akut


Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa
adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respon terhadap stres fisik maupun mental
yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari.
Kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan dalam
terjadinya keparahan suatu reaksi stres akut. Gejala gejalanya bervariasi, tetapi secara
khas mencakup suatu tahap permulaan berupa reaksi terpaku (bengong), dengan sedikit
penyempitan dari perhatian dan lapangan kesadaran, tidak mampu memahami rangsangan
dan disorientasi. Gejala otonomik dari anxietas panik (takikardi, berkeringat dingin, muka
merah) lazim terjadi.
Gejala gejala biasanya timbul dalam beberapa menit setelah kejadian atau stimulus yang
merupakan stres dan menghilang dalam 2-3 hari. Amnesia parsial atau lengkap dapat
terjadi pada episode tersebut.

II. Gangguan Penyesuaian


Gangguan penyesuaian merupakan gangguan jjiwa yang paling sering dijumpai
pada pasien yang dirawat di rumah sakit untuk penyakit medikataupun operasi, namun
jarang ada penelitiannya.Didefenisikan sebagai gejala-gejala emosional atau perilaku
yang bermakna secara klinis dan terjadi sebagai respons terhadap satu atau lebih stressor
yang nyata.
Manifetasi dari gangguan bervariasi, dan mencakup afek depresif, anxietas,
campuran anxietas depresif,gangguan tingkah laku disertai disabilitas dalam kegiatan
rutin sehari-hari.
DSM IV TR menyatakan bahwa gejala-gejala ganggua penyesuaian timbul dalam
3 (tiga) bulan awitan stressor dan memenuhi sekurang-kurangnya kriteria berikut:
a) Penderitaan yang berlebih dibandingkan dengan yang diharapkan dari respons
terhadap stressor.
b) Hendaya yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan atau akademik.
c) Adapun gejala-gejala tdak perlu timbul segera setelah adanya stressor, dapat dalam
kurun waktu 3 bulan setelah stressor. Demikian pula gejala-gejala tidak segera mereda
setelah stressor berhenti. Apabila stressor berlanjut, maka gangguan pun dapat
menetap selama hidup.

Pada umumnya individu ini dapa mengalami resolusi gejala-gejala atau di lain
pihak justru berkembang menjadi penyakit yang lebih berat. Yang akut adalah apabila
gangguan dialami selama kurang dari 6 bulan, dan yang kronik bila gangguan ada selama
6 bulan atau lebih.

Penatalaksanaan
Psikoterapi: adalah pilhan utama, intervensi ini dapat dengan psikoterapi
psikodinamik,kognitif, perilaku, suportif, konseling.
Farmakoterapi : medikasi dengan obat-obatan harus diberikan untuk waktu yang
singkat, tergantung dari tipe gangguan penyesuaian, dapat diberikan pengobatan yang
efektif.

III. GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

Dalam satu dekade terakhir kita sering mendengar terjadinya kasus kasus yang
terjadi pasca bencana alam, kekerasan baik berupa kekerasan rumah tangga atau bentuk
kekerasan traumatik lainnya. Pelbagai kondisi ini merupakan suatu stressor psikososial
mungkin akan berdampak terhadap kehidupan individu berupa terjadinya gangguan pasca
trauma. Di samping gangguan stres pasca trauma, seseorang yang mengalami peristiwa
traumatik juga beresiko untuk mengalami berbagai jenis gangguan psikiatrik lainnya,
seperti gangguan depresi, gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh dan
penyalahgunaan zat.
Produktivitas individu yang mengalami gangguan stres pasca trauma akan
menurun. Mereka seringkali absen hingga acap kali kehilangan pekerjaan, kapasitas
mereka sebagai pencari nafkah menurun. Mereka lebih banyak mengunjungi fasilitas-
fasilitas kesehatan dalam upaya untuk mengatasi keluhan dan penderitaan yang dialami.

Etiologi
Terjadinya gangguan stres pasca trauma didahului oleh adanya suatu stressor berat
yang melampaui kapasitas hidup seseorang, sera menimbulkan penderitaan bagi hidup
seseorang. Beberapa faktor predisposisi bagi seorang individu untuk mengalami
gangguan stres pasca trauma adalah :
- Adanya gangguan psikiatrik sebelum trauma baik pada individu yang bersangkutan
maupun keluarganya
- Adanya trauma masa kanak, seperti kekerasan fisik maupun seksual
- Ciri kepribadian ambang, paranoid, dependent atau antisosial
- Mempunyai karakter introvert atau adanya problem menyesuaikan diri
- Terpapar oleh kejadian-kejadian dalam kehidupan yang lua biasa

Pada umumnya individu yang mempunyai karakter yang extrovert atau lebih
berpikir positif lebih jarang mengalami masalah psikologis seperti ini. Karakteristik dari
peristiwa traumatik yang dialami juga akan mempengaruhi jenis reaksi psikologis yang
akan terjadi, seperti :
1) Durasi dan intensitas dari stressor yang dialami
2) Derajatnya dalam kaitan dengan ancaman terhadap kehidupan seseorang
3) Berat ringannya kehilangan yang dialami (baik material maupun personal)
Perilaku korban yang selamat pada waktu menghadapi peristiwa traumatik
tersebut, misalnya apakah ia juga menyelamatkan orang lain pada saat kejadian atau
hanya menyelamatkan dirinya sendiri

Setelah mengalami peristiwa traumatik, maka sistem keyakinan dan latar belakang
budaya yang dianut oelh individual yang bersangkutan, serta dukungan sosial dari
lingkungan sekelilingnya akan memegang peranan yang penting bagi individu untuk
menyesuaikan dirinya kembali.
Aspek biologi dari gangguan pasca trauma
Gejala gejala gangguan stres pasca trauma timbul akibat dari respons biologik
dan juga psikologik seorang individu. Pitman (1989) menghipotesiskan bahwa pada
individu yang mengalami gangguan stres pasca trauma, mengalami gangguan dalam
regulasi neuropeptida dan juga katekolamin di otak pada waktu menghadapi peristiwa
traumatik. Katekolamin yang meningkat ini akan membuat individu tetap berada dalam
siaga terus menerus. Jika hormon kortisol gagal menghentikan proses ini, maka aktivasi
katekolamin akan tetap tinggi dan kondisi ini akan dikaitkan dengan terjadinya
konsolidasi berlebihan dari ingatan-ingatan peristiwa traumatik yang dialami.

Kriteria diagnostik gangguan stres pasca trauma berdasarkan PPDGJ III adalah :
Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6
bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu
sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan). Kemungkinan diagnosis
masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan awitan
gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifetasi klinisnya adalah khas dan tidak
didapat alternatif kategori gangguan lainnya.
Sebagai bukti tambahan selain rauma, harus didapatkan bayang-bayang atau
mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang kembali (flashback).
Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat
mewarnai diagnosa tetapi tidak khas.

Tata laksana
Tata laksana gangguan stres pasca trauma diharapkan dalam bentuk yang
komprehensif, meliputi pemberian medikasi dan psikoterapi serta edukasi, dukungan
psikososial, tehnik untuk meredakan kecemasan dan juga modifikasi pola hidup.
Medikasi yang terbukti bermanfaat adalah pemberian antidepresan golongan SSRI seperti
Fluoxetine 10-60 mg/hari, Sertralin 50-200 mg/hari atau Fluvoxamine 50-300 mg/hari.
Antidepresan lain yang dapat digunakan adalah Amitriptilin 50-300 mg/hari atau
Imipramin 50-300 mg/hari. Psikoterapi yang umum diberikan adalah psikoterapi koginitf
perilaku, psikoterapi kelompok dan hipnoterapi
GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)

Dalam DSM IV, gambaran utama gangguan disosiasi berupa gangguan kesadaran,
ingatan, identitas atau persepsi lingkungan. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak
dapat dijelaskan secara medis. Gangguan disosiasi dipertimbangkan sebagai mekanisme
pertahanan diri menghadapi trauma psikologik.
Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan axietas dikonversikan
menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer,
primary gain) yaitu didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain
(keuntungan sekunder,secondary gain).
Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia
psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis) atau
fungsi sensorik (anestesia sarung tangan dan kaus kaki, glove and stocking anasthesia).
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-buatnya gejala
tersebut. Disini ada dua kemungkinan, gangguan buatan (factitious disorder) atau berpura-
pura (malingering). Pada gangguan buatan, gejala-gejala dibuat dengan sengaja untuk
mendapatkan perawatan medis, sedangkan pada berpura-pura untuk mendapatkan
keuntungan pribadi. Menentukan hal ini tidaklah mudah dan mungkin memerlukan bukti
bahwa ada inkonsistensi dalam gejalanya.
Penderita mungkin tampak acuh tak acuh akan penyakitnya. Penampilan tak acuh ini
mungkin juga terjadi pada gangguan organik dan tidak spesifik untuk penyakit ini.Yang
penting dalam pelaksanaan adalah menerima gejala pasien sebagai hal yag nyata, tetapi
menjelaskan bahwa itu reversibel. Diupayakan untuk kembali ke fungsi semula dengan
Bertahap. Apabila ada depresi komorbid, hal ini harus diobati dengan baik. Psikoterapi dapat
bermanfaat untuk gangguan disosiatif dan dalam beberapa kasus kronis mungkin yang
mengenai fungsi motorik mungkin diperlukan rehabilitasi medis.
GANGGUAN SOMATOFORM

Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani, soma yang artinya tubuh . Gangguan
ini merupakan kelompk besar dari berbagai gangguan yang komponen utama dari tanda dan
gejalanya adalah tubuh. Gangguan ini mencakup pasien pasien yang terutama menunjukkan
keluhan somatis yang tidak dapat dijelaskan dengan adanya gangguan depresif, anxietas atau
penyakit medis.
Ada 2 gangguan yang termasuk dalam kelompok gangguan somatoform. Pertama,
yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran bahwa gejala yang ada merupakan bukti
adanya penyakit (hipokondriasis), dan kedua, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran
tentang gejala somatik itu sendiri (antara lain gangguan somatisasi, gangguan nyeri
somatoform).
Keluhan somatis yang ada atau kekhawatirannya tidak dapat dijelaskan atau tidak
proporsional secara medis dan cukup berat sehingga menimbulkan distres, serta telah
berlangsung setidaknya 6 bulan. Apabila didapatkan gejala depresi atau anxietas, gejala
gejala tersebut tidak cukup berat untuk dapat didisgnosis sebagai gangguan depresif atau
anxietas.
Penanganan gangguan somatoform harus berhati-hati karena bukan hanya pasien
tetapi sering kali dokter juga yakin bahwa gejala-gejala yang ada merupakan tanda penyakit
fisik dan bukan gangguan psikiatrik. Hal ini membuat pasien merasa tidak puas dengan hasil
terapi, sehingga membuat pasien berpindah ke dokter yang lain untuk meyakinkan dirinya
(doctor shopping).
Kekhawatiran pasien akan keluhan somatiknya harus dianggap serius, jangan dengan
sikap meremahkan sebagai hanya psikis saja, tetapi juga tidak terbawa oleh keyakinan yang
tidak berdasar mengenai penyebab medik yang tidak terbukti, atau bahkan dengan ucapan-
ucapan dan cara-cara pemeriksaan yang tambah menakut-nakuti pasien. Pemeriksaan medis
harus ditentukan berdasarkan penilaian dokter terhadap gejala yang ada, bukan permintaan
pasien.
Obat anti depresan bermanfaat dalam sebagian besar kasus meskipun tidak ada
depresi yang menyertai. Terapi perilaku kognitif (CBT, Cognitive Behaviour Therapy) akan
bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan somatis utama. Pasien mungkin perlu dibantu untuk
mengenali dan mengatasi stressor sosial yang dialami, juga perlu didorong kembali ke fungsi
normal secara bertahap.

TRIKOTILOMANIA

Gangguan kebiasaan dan impuls untuk mencabut rambut, hingga kehilangan rambut
yang jelas. Gejala klinis berupa peningkatan ketegangan sebelum mencabut rambut, dan rasa
menyenangkan dan kepuasan setelah mencabut rambut. Diagnosis tidak ditegakkan jika
terkait dengan gangguan jiwa lain misalnya waham atau halusinasi.

Pemeriksaan fisik
 Hilangnya sebagian rambut yang nyata pada rambut, alis, rambut ketiak, rambut pubis
 Ditemukan helaian rambut
 Pada rambut yang tercabut, tertinggal rambut yang pendek atau folikel rambut
 Tidak terbukti ada penyakit dermatologis pada kepala

Terapi
Psikoterapi berupa Habit Reversal Training
a. Membangun kesadaran bahwa kebiasaannya salah dan menyebabkan hendaya
b. Mengalihkan rasa ingin mencabut rambut, dengan kegiatan subtitusi lain yang tidak
merugikan
c. Menciptakan lingkungan yang suportif pada penderita (memberi penghargaan jika
berhasil menghindari perbuatan tersebut.

Farmakoterapi
Farmakoterapi berupa perawatan bersama dengan dermatologis. Baik terdapat depresi
atau tidak, anti depresan dapat mengurangi tindakan mencabut rambut. SSRI juga efektif
mengatasi keluhan. Apabila SSRI tidak efektif, dapat menggunakan obat dengan kerja
antagonis dopamin. Buspiron, klonazepam, trazodeone juga efektif.

Prognosis
 Bila usia timbulnya dini (< 6 tahun) maka akan lebih mudah sembuh karena berespon
terhadap saran, dukungan dan strategi perilaku.
 Onset umur > 13 tahun prognosis lebih buruk karena akan menjadi kronis.
GANGGUAN KEPRIBADIAN

Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang bersifat idak fleksibel dan
maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna atau penderitaan subjektif. Orang
dengan gangguan kepribadian menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap lingkungan dan
diri sendiri yang bersifat berakar mendalam, tidak fleksibel serta bersifat maladaptif.

Makna dan dampak gangguan kepribadian


Pada seorang individu dengan gangguan kepribadian, terjadi disfungsi dalam
hubungan keluarga, pekerjaan, fungsi sosial. Dapat pula berkaitan dengan tindakan kriminal,
penyalahgunaan zat, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, perceraian, problem pemeliharaan
anak. Terkadang gangguan kepribadian berkaitan dengan gangguan jiwa lain seperti depresi,
gangguan panik, dll.

Jenis-jenis gangguan kepribadian


- Gangguan Kepribadian Paranoid
Defenisi : Kecurigaan dan ketidakpercayaan pada orang lain bahwa orang lain bersifat
buruk padanya, bersifat permisif, awitan dewasa muda, nyata dalam berbagai konteks.

Pedoman diagnostik :
 Peka berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
 Cenderung pendendam, menolak memaafkan satu penghinaan, masalah kecil
menyebabkan hati terluka
 Kecurigaan yang pervasif untuk menyalah artikan suatu tindakan netral atau
bersahabat dari seseorang sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan
 Mempertahankan dengan gigih hak pribadinya
 Berulang curiga tanpa dasar kesetiaan seksual pasangannya
 Dirundung oleh rasa “persekongkolan” terhadap dirinya

- Gangguan Kepribadian Skizoid


Defenisi : Pola perilaku berupa pelepasan diri dari hubungan sosial disertai kemampuan
ekspresi emosi yang terbatas dalam hubungan interpersonal. Berawal sejak dewasa muda
dan nyata dalam perbagai konteks.
Pedoman diagnostik :
 Hanya sedikit ada aktifitas yang memberikan kebahagiaan
 Emosinya dingin, afek datar
 Kurang mampu menyatakan kehangatan , kelembutan dan kemarahan pada orang lain
 Tidak peduli terhadap pujian atau kecaman
 Memilih aktivitas menyendiri
 Tidak ada keinginan untuk mempunyai teman dekat
 Tidak sensitif terhadap norma-norma sosial yang berlaku

- Gangguan Kepribadian Antisosial


Defenisi : Pola perilaku pengabaian dan pelanggaran berbagai hak orang lain, bersifat
pervasif, berawal sejak usia dewasa muda.

Pedoman diagnostik :
 Tidak peduli dengan perasaan orang lain
 Secara menetap tidak bertanggung jawab terhadap norma, peraturan, kewajiban sosial.
 Tidak mampu mempertahankan hubungan interpersonal walaupun tidak ada kesulitan.
 Mudah frustasi dan bertindak agresi atau kekerasan
 Tidak mampu menerima kesalahan atau belajar dari pengalaman atau hukuman.
 Bila ia mengalami konflik sosial, ia cenderung menyalahkan orang lain, atau
memberikan rasionalisme dari perbuatannya.

- Gangguan Kepribadian Anankastik


Defenisi : Pola perilaku berupa preokupasi dengan keteraturan, peraturan, perfeksionisme,
kontrol mental dan hubungan interpersonal dengan mengenyampingkan, fleksibilitas,
keterbukaan, efesiensi, awitan sejak usia dewasa muda.

Pedoman Diagnostik
 Perasaan ragu dan hati-hati berlebihan
 Terpaku pada rincian, peraturan, daftar, perintah, organisasi, jadwal
 Perfeksionisme yang menghambat penyelesaian tugas
 Teliti, berhati-hati berlebihan dan lebih mengutamakan produktivitas sehingga
mengenyampingkan kesenangan dan hubngan interpersonal.
 Terpaku dan terikat secara berlebihan pada norma sosial
 Kaku dan keras kepala
 Memaksakan kehendak agar orang lain melakukan sesuatu menurut caranya
 Intruksi pikiran atau impuls yang tidak dikehendaki.

- Gangguan Kepribadian Histrionik


Defenisi : Pola perilaku berupa emosionalitas berlebih dan menarik perhatian, bersifat
pervasif, berawal sejak usia dewasa muda

Pedoman diagnostik :
 Ekspresi emosi yang didramatisasi, teatrikal dan dibesar-besarkan
 Bersifat mudah disugesti atau dipengaruhi oleh orang lain atau keadaan
 Afeknya dangkal dan labil
 Terus mencari kegairahan (excitement), apresiasi oleh orang lain, dan aktivitas di saat
ia menjadi pusat perhatian
 Bersifat sedukti dalam penampilan atau perilaku
 Sangat mementingkan daya tarik fisik

- Gangguan Kepribadian Dependen


Defenisi : Suatu pola perilaku berupa kebutuhan berlebih agar dirinya dipelihara, yang
menyebabkan seorang individu berperilaku submisif, bergantung pada orang lain, dan
ketakutan akan perpisahan dengan orang tempat ia bergantung. Berawal sejak dewasa
muda.

Pedoman diagnostik :
 Mendorong membiarkan orang lain mengambil keputusan penting bagi dirinya
 Menomorduakan kebutuhan dirinya terhadap kebutuhan orang lain tempat ia
bergantung, dan secara berlebihan menuruti apa saja kemauan orang itu.
 Enggan mengajukan tuntutan yang layak kepada orang tempat ia bergantung
 Rasa tidak enak atau tidak berdaya bila berada sendiri
 Katakutan berlebih bahwa ia tidak dapat menjaga dirinya sendiri
 Kemampuannya terbatas untuk mengambil keputusan sehari-hari tanpa mendapat
nasihat berlebihan dan jaminan dari orang.

- Gangguan kepribadian Narsistik


Defenisi : Terdapatnya pola rasa kebesaran diri (dalam fantasi atau perilaku), kebutuhan
untuk dikagumi atau disanjung, kurang mampu berempati.

Pedoman diagnostik :
 Secara berlebih merasa dirinya sangat penting (mis. Melebih-lebihkan bakat atau
prestasinya, mengharap dikenal sebagai seorang yang superior)
 Berpreokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan, kehebatan, kecantikan atau
kekasih ideal)
 Merasa dirinya sebagai orang “spesial” dan unik yang hanya dapat dimengerti oleh
atau perlu berhubungan dengan orang atau institusi penting
 Membutuhkan pemujaan berlebihan
 Merasa dirinya mempunyai hak istimewa
 Dalam hubungan interpersonal bersifat eksploitatif
 Kurang atau tidak mampu berempati
 Sering iri hati ata merasa bahwa orang lain iri hati terhadapnya
 Bersikap sombong

Tata laksana
Biasanya sulit, karena bersifat pervasif,egosintonik, awitannya sejak dewasa muda (diatas
17 tahun) seringkali individu bangga dengan kepribadiannya.

Jenis terapi :
Psikoterapi: terapi kognitif, terapi keluarga
Psikofarmaka : diberikan bila individu datang dengan keluhan tertentu
GANGGUAN IDENTITAS GENDER

Yang paling terkenal dari gangguan pada kelompok ini adalah transeksualisme dan
transvestisme peran ganda. Transseksualisme (bagi orang awam disebut waria) adalah suatu
kondisi disaat seseorang yang merasa dirinya tak sesuai seperti jenis kelamin fisiknya dan
berusaha untuk mengkoreksinya lewat operasi ganti kelamin atau terapi hormon. Mereka ini
biasa berorientasi seks sebagai homoseksual atau heteroseksual. Biasanya ada keinginan
untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya, adanya keinginan
melakukan terapi hormon atau pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin
dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Sedangkan transvestisme adalah transeksualisme yang tidak menginginkan operasi
ganti kelamin, tetapi senang mengenakan pakaian lawan jenisnya sebagai bagian dari
eksistensi dirinya untuk menikmati sejenak pengalaman sebagai anggota lawan jenisnya dan
tidak ada perangsangan seksual yang menyertai pemakaian busana tersebut.
Tidak ada psikofarmaka untuk gangguan ini. Terdapat persyaratan tertentu untuk bisa
menjalani proses operasi ganti kelamin dan terapi hormon.

GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL

Di dalam hal preferensi seksual tetap adanya, hanya gejalanya sebuah penyimpangan
yang berarti dari stimulus erotik atau dalam kegiatannya sendiri adalah prakondisi untuk
perangsangan serta orgasme seksualnya. Umumnya parafilia menimbulkan kepuasan dan
kenikmatan pada penderitanya sehingga mereka ini kurang bermotivasi untuk berobat dan
sulit diobati. Termasuk dalam kelompok ini adalah : fetihisme (mereka yang menyukai benda
benda mati seperti pakaian dalam, rambut), transvestisme fetishistik (memakai busana lawan
jenis), eksibisionisme ( memamerkan organ vitalnya), voyeurisme (mengintip tubuh yang
telanjang), pedofilia (preferensi seksual terhadap anak-anak),sado-masokisme (gemar
menyakiti dan disakiti selama melakukan hubungan seksual).
Terapi biasanya dapat diberikan antipsokotik, anti androgen untuk menekan libido
mereka. Psikoterapi dapat psikoterapi dinamik dan terapi perilaku.
GANGGUAN EMOSIONAL ANAK DAN REMAJA

1. Gangguan perkembangan pervasif


Kelompok gangguan ini ditandai oleh adanya abnormalitas kualitatif dalam
interaksi sosial dan pola komunikasi disertai minat dan gerakan yang terbatas, stereotipik
dan berulang. Pervasif berarti bahwa gangguan tersebut sangat berat dan luas yang
mempengaruhi fungsi individu secara mendalam dalam segala situasi. Pada kebanyakan
kasus, terdapat riwayat perkembangan abnormal sejak masa bayi dan biasanyatelah
muncul dalam 5 tahun pertama.
Beberapa gangguan yang digolongkan dalam gangguan perkembangan pervasif,
yaitu::
 Gangguan autistik. Gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang
terbatas dan berulang (stereotipik) yang muncul sebelum umur 3 tahun. Gangguan ini
muncul 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki
 Autisme tidak khas. Dibedakan dari autisme dalam usia timbulnya gejala (biasanya
timbul setelah berusia diatas 3 tahun) atau dari tidak terpenuhinya ketiga diagnostik
autisme. Autisme tidak khas biasanya sering muncul pada retardasi mental berat,
psikosis masa kanak .
 Sindom Rett. Terjadi pada anak perempuan, onset sejak usia 7-24 bulan. Sebelumnya
telihat perkembangan yang normal, lalu terjadi kemunduran berupa hilangnya
kemampuan gerakan tangan yang bertujuan dan keterampilan motorik yang telah
terlatih. Hambatan dalam fungsi mengunyah makanan, kehilangan sebagian atau
keseluruhan kemampuan berbahasa.
 Sindrom Asperger. Ditandai oleh abnormalitas yang kualitatif sama seperti pada
autisme, yaitu hendaya dalam interaksi sosial, minat dan aktivitas yang terbatas dan
stereotipik. Namun tanpa disertai keterlambatan perkembangan berbahasa dan
kognitif .

2. Retardasi mental
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan , sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan
kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Onset sebelum 18 tahun. Derajatnya :
RM ringan, IQ 50-55 sampai 70
RM sedang, IQ 35-40 sampai 50-55
RM berat, IQ 20-25 sampai 35-40
RM sangat berat, IQ dibawah 20
RM tidak tergolongkan bila tak dapat dilakukan pemeriksaan IQ

IQ harus ditentukan berdasarkan tes intelegensia baku yang telah


memperhitungkan norma kebudayaan setempat. Pemeriksaan IQ yang dipilih harus sesuai
dengan tingkat fungsi individu.

Penatalaksanaan
Ada yang menganggap bahwa terapi RM kurang memuaskan berhubung
gangguan ini tak dapat disembuhkan. Tetapi perlu diingat bahwa tugas seorang dokter
tidak hanya menyembuhkan tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pasiennya.
Penatalaksanaan RM meliputi 3 aspek yaitu :
 Pendekatan yang berhubungan dengan etiologi, misalnya menetapkan diet secara dini
untuk pasien yang penyebabnya adalah fenil-koteurinaria atau subtansi hormon tiroid
untuk defisiensi hormon ini
 Terapi untuk gangguan fisk dan mental yang menyertai RM
 Pendidikan yang sesuai dan rehabilitasi

3. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif


Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) adalah anak
yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian yang
timbulnya lebih sering, lebih persisten dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya. Sampai saat ini belum ditemukan penyebab pasti dari
GPPH. Dari berbagai penelitian yang dilakukan dikatakan adanya keterlibatan dari faktor
genetik, struktur anatomi dan neurokimiawi orak terhadap terjadinya GPPH.
Berdasarkan PPDGJ III, gangguan ini dimasukkan dalam kelompok besar yang
disebut gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan
remaja. Pedoman diagnosis berdasarkan PPDGJ III adalah :
Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktifitas berlebihan. Kedua ciri
ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis dan harus nyata ada pada lebih dari satu situasi
(misalnya di rumah, di kelas, di klinik)
 Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini dihentikannya tugas dan
ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai.
 Hiperaktifitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya dalam
situasi yang menuntut keadaan relatif tenang.
Gambaran penyerta tidak cukup bahkan tidak diperlukan bagi suatu dianosis,
namun demikian dapat mendukung. Kesembronoan dalam situasi yang berbahaya, sikap
impulsive melanggar tata terib sosial ( yang diperlihatkan dengan mecampuri urusan atau
mengganggu kegiatan orang lain, tidak sabar menunggu gilirannya, dan lain lain), semua
ini merupakan ciri gambaran penyerta.

Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk
menyembuhkan anak dnegan GPPH secara total. Berdasarkan evidence base, tatalaksana
GPPH yang terbaik adalah dengan pendekatan komprehensif beralaskan prinsip Multi
Tretamen Approach (MTA). Dengan pendekatan ini maka anak selain mendapatkan
terapi dengan obat, maka juga diberikan terapi psikososial seperti terapi perilaku, terapi
kognitif perilaku dan juga latihan keterampilan sosial.

4. Gangguan tingkah laku


Gangguan tingkah laku berciri khas adanya suatu pola tingkah laku dissosial,
agresif atau menentang., yang berulang dan menetap. Perilaku ini, dalam bentuk
ekstremnya berupa pelanggaran berat dari norma sosial yang terdapat pada anak seusia
itu, dan karena itu pelanggarannya bersifat menetap dan lebih parah daripada kenakalan
anak atau sikap memberontak remaja lazimnya.

Pedoman diagnostik
Pemastian adanya gangguan tingkah laku perlu memperhitungkan pula tingkat
perkembangan si anak. Sebagai contoh temper tantrum merupakan gejala normal pada
anak usia 3 tahun. Conto perilaku yang menjadi dasar dagnosisnya mencakup hal berikut:
perkelahian dan pelecehan yang berlebihan, kekejaman terhadap hewan atau sesama
manusian, perusakan yang hebat atas barang milik orang lain, membakar, kebohongan
berulang, sikap menantang yang hebat dan menetap.

Penanganan gangguan tingkah laku


Hal penting bagi keberhasilan dalam penanganan adalah upaya mempengaruhi
banyak sistem dalam kehidupan seorang remaja (keluarga, teman-teman sebaya, sekolah,
lingkungan tempat tinggal). Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat adalah
bagaimana menghadapai orang-orang yang nurani sosialnya tampak kurang berkembang.

1. Intervensi keluarga, beberapa pendekatan yang paling menjanjikan untuk menangani


gangguan tingkah laku mencakup intervensi bagi orang tua atau keluarga dari si anak
antisosial. Gerald Patterson dan kolegannya mengembangkan dan menguji sebuah
program behavioral, yaitu Pelatihan Manajemen Pola Asuh (PMP), dimana orang tua
diajari untuk mengubah berbagai respon untuk anak-anak mereka sehingga perilaku
prososial dan bukannya perilaku antisosial yang dihargai secara konsisten.
2. Penanganan multisistemik (PMS). Intervensi ini memandang masalah tingkah laku
sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam keluarga dan antara
keluarga dan berbagai sistem sosial lainnya. Teknik yang dipergunakan bervariasai
meliputi Cognitive Behavioural Therapy (CBT), home-based interventions/sistem
keluarga, classroom-based behaviour modifications, dan manajemen kasus.
3. Pendekatan kognitif, terapi dengan intervensi bagi orang tua dan keluarga merupakan
komponen keberhasilan yang penting, tetapi penangana semacam itu banyak
memakan biaya dan waktu. Oleh kerena itu, penanganan dengan terapi kognitif
individual bagi anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku dapat memperbaiki
tingkah laku mereka, meski tanpa melibatkan keluarga. Contoh: mengajarkan
keterampilan kognitif pada anak-anak untuk mengendalikan kemarahan mereka
menunjukan manfaat yang nyata dalam membantu mereka mengurangi perilaku
agresif.
4. Pengobatan Berbasis Rumah Sakit dan Rehabilitasi Unit khusus untuk mengobati
anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini
biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang
kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap
dirinya sendiri ataupun orang lain.
GANGGUAN FOBIA

Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap dan berlebihan terhadap suatu
objek spesifik, keadaan atau situasi. Fobia merupakan suatu gangguan jiwa dalam kelompok
anxietas, dan dibedakan ke dalam tiga jenis berdasarkan jenis objek atau situasi ketakutan
yaitu Agorafobia, Fobia sosial dan fobia spesifik.

Agorafobia dengan/tanpa panik


Agorafobia disini digunakan dengan pengertian yang lebih kuas daripada pengertian
dahulu. Sekarang pengertian agorafobia mencakup tidak hanya takut akan ruang terbuka akan
tetapi juga aspek terkait lainnya seperti orang banyak dan kesulitan untuk segera menyingkir
ke tempat aman (biasanya rumahnya). Dengan demikian istilah tersebut mencakup
keterkaitan dan tumpang tindih antara berbagai kelompok fobia misalnya takut meninggalkan
rumah, takut ke tempat-tempat umum, takut pergi belanja, takut bepergian dengan pesawat,
kereta api atau bus. Meskipun keparahan dari anxietas dan perilaku menghindar bervariasi,
hal-hal tersebut menjadi kendala utama bagi penderita fobik, sebagian dari mereka menjadi
terpaku di rumah, sebagian menjadi ketakutan akan bayangan akan pingsan dan ditinggalkan
tak berdaya di tengah orang banyak.

Fobia sosial
Fobia sosial seringkali mulai pada usia remaja dan terpusat pada rasa takut
diperhatikan oleh orang lain dalam kelompok yang relatif kecil (berlawanan dengan orang
banyak), yang menjurus kepada penghindaran terhadap situasi sosial. Gambarannya dapat
sangat jelas, misalnya hanya terbatas pada makan di tempat umum, atau berbicara di depan
umum, atau kabur yang mencakup hampir semua situasi sosial di luar lingkungan keluarga.
Perasaan takut muntah depan umum dapat merupakan hal penting. Fobia sosial biasanya
disertai dengan harga diri rendah dan takut akan kritik.

Fobia spesifik
Ini adalah fobia yang terbatas pada situasi yang sangat spesifik seperti bila berdekatan
dengan binatang tertentu, tempat tinggi, kegelapan, ruang tertutup, takut melihat darah atau
luka, ruang tertutup, buah tertentu, dan lain-lain. Pada fobia khas ini biasanya tidak ada gejala
psikiatrik lain, tidak seperti agorafobia dan fobia sosial. Keseriusan dampak hendaya yang
terjadi sebagai akibat gangguan yang timbul, tergantung dari kemudahan penderita untuk
menghindari siuasi fobik ini.

Penatalaksaanaan fobia
5. Terapi psikologis. Terapi perilaku merupakan terapi yang paling efektifdan sering diteliti
seperti desensitisasi sistemik, terapi pemaparan, imaginal floading. Terapi lainnya seperti
hipnoterapi, terapi keluarga bila diperlukan.
6. Farmakoterapi. Obat obat yang efektif adalah SSRI, khususnya untuk fobia
sosialmerupakan pilihan utama. Benzodiazepin, venlavaxine, buspirone dapat diberikan
satu jam sebelum terpapar dengan stimulus fobia.
GANGGUAN MAKAN
A. Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa adalah suatu gangguan yang ditandai oleh penurunan berat badan
yan disengaja, yang dimulai dan/atau dipertahankan oleh pasien. Gangguan terjadi umumnya
pada gadis remaja atau wanita muda, tetapi dapat juga terjadi pada pria walaupun sangat
jarang. Beberapa pedoman diagnostik untuk anoreksia nervosa antara lain :a) berat badan
tetap 15% di bawah normal atau IMT adalah 17,5 atau kurang. Pada pasien pubertas bisa saja
gagal memperoleh berat yang diharapkan selama periode pertumbuhan, b)pengurangan berat
badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan makanan, merangsang muntah oleh diri
sendiri, olahraga berlebihan, makan obat penekan nafsu makan, c) terdapat distorsi citra
tubuh (body image) dalam bentuk psikopatologi khas dengan ketakutan gemuk terus menerus

B. Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa adalah suatu sindrom yang ditandai dengan serangan berulang
perilaku makan berlebih , saat mana pasien makan sangat banyak dalam waktu singkat dan
preokupasi berlebihan perihal berat badannya, sehingga pasien menggunakan cara yang
sangat ketat untuk mengurangi efek “menggemukkan” dari makanan. Gangguan ini dapat
dianggap sebagai sekuele dari anoreksia nervosa yang menetap (walaupun urutan sebaliknya
bisa juga terjadi). Psikopatologi terdiri dari rasa khawatir luar biasa terhdapa kegemukan,
mereka menentukan suatu batas ambang berat badan tertentu yang jauh di bawah berat badan
yang optimal.

C. Pica
Pica adalah kebiasaan terus menerus makan zat yang tidak bergizi (tanah, serpihan
cat, serpihan kayu, serpihan batu). Pika dapat timbul sebagai salah satu gejala dari sejumlah
gangguan psikiatrik yang luas (seperti autisme) atau sebagai perilaku psikopatologis tunggal.
Fenomena ini biasanya terjadi pada usia balita dan anak-anak.
GANGGUAN BICARA DAN TICS

1. Uncoordinated speech
Definisi
Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah
kelancaran berbicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan katakata, (biasanya
akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara
dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau
hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area
lain yang mendukung seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan
dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak
normal” (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau
menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme oral motor dalam fungsinya
untuk bicara dan makan.Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan
mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau
penggantian bunyi huruf itu sehinggamenimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak
kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.

2. Afasia
Kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangankemampuan untuk
menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik.

3. Gagap (stuttering)
Gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara.Terdapat
pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa
terjadispasme tonik dari ototototbicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat
kecenderungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat
disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan
lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.

Penanganan :
Stimulasi yaitu kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan
berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin
dan terus menerus pada setiap kesempatan yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah,
pengasuh, maupun orang-orang terdekat dalam kehidupan sehar ihari.

4. Gilles de la tourette syndrome


Tourette Syndrome adalah gangguan neuropsikiatri yang diwariskan pada masa
anak anak yang gejalanya antara lain muncul tic (gerakan spontan) pada anggota tubuh
maupun suara yang tidak terkendali dan selalu berulang. Gejala-gejala semacam ini akan
mempengaruhi individu yang mengalami Tourette Syndrom terhadap aktivitasnya sehari-
hari. Syndrom ini dinamakan Tourette sesuai dengan penemunya yaitu Dr Georges Gilles
de la Tourette yang merupakan neurolog asal Prancis yang pertama kali mendeskripsikan
Tourette Syndrom ada kalangan bangsawan di Perancis pada tahun 1885. Tourette
Syndrom merupakan salah satu sindrom yang sangat langka dan sering dikaitkan oleh
orang yang pengumpat dan berkata kotor. Namun saat ini Tourette Syndrom sudah tidak
dianggap sebagai sindrom psikiatri yang langka. Sebagian besar orang yang
diidentifikasikan mengalami Tourette Syndrom hanya mengalami gejala yang ringan, dan
sangat sedikit sekali yang diidentifikasikan mengalami gejala yang berat. Gejala awal
Tourette Syndrom pertama kali muncul pada masa anak-anak terutama usia 3-9 tahun.
Gejala Tourette Syndrom dapat terjadi sangat ringan dan tidak disadari oleh
individu yang bersangkutan maupun orang-orang yang berada di sekitarnya. Torette
Syndrom yang terjadi pada masa anak-anak biasanya diketahui dari munculnya gejala tic
yang sederhana dan seiring berjalannya waktu berubah menjadi tics yang komplek. Tic
merupakan gerakan tiba-tiba, spontan, tidak terkendali dan berulang pada anggota tubuh
seseorang. Tic muncul dalam variasi frekuensi, jenis dan tingkat keparahan. Contoh dari
tic tersebut antara lain, gerakan mengedipkan mata, wajah meringis, mengangkat bahu,
menggerakan leher kepala secara menghentak. Selain otot motorik, tic juga melibatkan
suara-suara yang muncul secara spontan, berulang dan tidak disadari. Tic sederhana
biasanya tidak melibatkan terlalu banyak bagian tubuh atau otot seseorang. Tic kompleks
merupakan kombinasi dari tic simple yang melibatkan beberapa otot anggota tubuh.
Contoh dari Tic komplek seperti wajah meringis lalu disertai dengan sentuhan kepala dan
mengangkat bahu. Sementara tic kompleks pada vocal antara lain mengucapkan beberapa
kata atau frasa.
Obat-obatan lainnya yang sering digunakan untuk mengobati gejala Toourrete
Syndrom antara lain Guanfacine, Atomoxetine Clomipramine, Fluoxetine, Setraline,
Fluoxamine. Para ahli juga memanfaatkan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan
teknik relaksasi untuk mengurangi gejala gangguan Tic. Namun hasil dari metode-metode
tersebut belum dievaluasi secara sistematis dan tidak didukung secara empiris untuk
menyembuhkan Tourrete Syndrom.

5. Chronic motor of vocal tics disorder


Yaitu gangguan TIC motoric atau TIC vokal tetapi tidak keduanya. Diagnosis
ditegakkan bila sindrom tourette tidak memenuhi syarat. Gambaran klinis : terjadi pada
masa anak-anak,TIC vokal lebih jarang di temukan dibanding TIC motorik.
Terapi tergantung pada keparahan dan frekuensi penderitaan subjektif, serta ada
tidaknya gangguan jiwa lainnya. Psikoterapi dilakukan untuk meminimalisasikan reaksi
emosional. Pada TIC vokal dan motorik kronis berespon baik dengan pemberian
halperidol. Perhatikan efek samping obat berupa tardive diskinesia.

6. Transient Tics disorder


Adalah terjadi satu atau lebih tic vokal atau motorik atau keduanya, terjadi
beberapa kali dalam sehari, berlangsung mulai 4 minggu sampai 12 bulan. Gangguan ini
dapat ditegakkan jika terjadi dengan onset < 18 tahun. Keluarga dianjurkan pada
pengabaian tic. Karena memfokuskan pada tic akan memperparah. Apabila tic berat
sampai menyebabkan reaksi emosi berlebihan, harus diperiksa psikiatri dan pemeriksaan
neurologi.
GANGGUAN DEVIASI SEKSUAL
1. Paraphilia
Istilah Parafilia ialah orang yang menunjukkan keterangsangan seksual (mencintai)
sebagai respon terhadap stimulus yang tidak biasa (“pada sisi lain” dari stimulus normal),
menurut DSM-IV paraphilia ini melibatkan dorongan dan fantasi seksual yang berulang
dan kuat, yang bertahan selama 6 bulan atau lebih yang berpusat kepada pertama objek
bukan manusia seperti pakaian dalam, sepatu, kulit, atau sutra, kedua memiliki perasaan
merendahkan atau menyakiti diri sendiri atau pasangannya atau yang ketiga anak-anak
dan orang lain yang tidak dapat atau tidak mampu memberikan persetujuan. Terdapat
macam-macam gangguan antara lain seperti Ekshibisionisme, Voyeurisme, Masokisme
seksual, Fetishisme, Froterisme, Sadisme seksual, Fetishisme transvestik, Pedofilia.

2. Gangguan keinginan dan gairah seksual


Gangguan hasrat seksual ditandai dengan gangguan seksual hipoaktif, yaitu
defisiensi atau tidak adanya fantasi seksual dan tidak adanya hasrat untuk melakukan
aktivitas seksual.
Gangguan keengganan seksual adalah keengganan dan penghindaran kontak
seksual genital dengan pasangan seksual atau dengan masturbasi. Gangguan ini lebih
banyak diderita perempuan dan lebih banyak gangguan hasrat daripada gangguan
keengganan.
Ganggua ini menyebabkan penderitaan yang nyata, dan tidak disebabkan oleh
gangguan aksis I yang lainnya, tidak disebabkan oleh pengaruh penggunaan zat psikoaktif
atau gangguan medis umum.

3. Gangguan orgasmus, termasuk gangguan ejakulasi


Kriteria diagnostik gangguan orgasmus pada laki-laki :
 Penundaan atau tidak adanya orgasme yang terjadi berulang atau menetap setelah fase
gairah seksual yang normal
 Dinilai oleh klinisi berdasarkan usia, tidak adekuat dalam fokus, intensitas dan
durasinya
 Menimbulkan penderitaan yang nyata atau gangguan intepersonal
 Tidak disebabkan oleh penggunaan zat atau ganguan medis umum
Kriteria diagnosa ejakulasi dini :
 Ejakulasi berulang atau menetap dengan stimulasi seksual yang minimal sebelum,
pada saat atau segera setelah penetrasi dan sebelum orang tersebut menginginkannya
 Diagnosa ditegakkkan dengan memperhitungkan faktor yan mempengaruhi, durasi,
fase gairah, usia pasangan seksual, pengalaman seksual, dan frekuensi aktivitas
seksual.
 Menimbulkan penderitaan yang nyata dan tidak disebabkan oleh penggunaan zat atau
medis umum

Kriteria diagnostik gangguan orgasmus pada wanita :


 Penundaan atau tidak adanya orgasmus setelah fase gairah seksual normal yang
berulang dan menetap.
 Diagnosa ditegakkan berdasarkan usia, pengalaman seksual dan stimulasi seksual
adekuat yang dia terima
 Gangguan ini menimbulkan penderitaan yang nyata dan kesulitan interpersonal
 Tidak disebabkan oleh penggunaan zat psikoaktif dan gangguan medis umum.
 Penatalaksanaan : terapi psikologis, hipnoterapi, terapi perilaku, terapi hormonal dan
farmakoterapi.

4. Sexual pain disorder


Dispareunia dan vaginismus, kedua gangguan ini sering dijadikan satu pengertian
dan sering didapati bersamaan. Dispareunia adalah rasa sakit yang timbul terus menerus
saat bersenggama di daerah genitalia dan sekitarnya, sedang vaginismus adalah
berkontraksinya otot-otot sepertiga bagian luar vagina, sehingga sulit terjadi intromisi
penisdan terjadi penetrasi yang menyakitkan. Dispareunia bisa didapatkan pada lelaki.
Kedua gangguan ini bisa berhubungan dengan kurangnya lubrikasi serta bisa didapatkan
akibat kekerasan seksual seperti perkosaan. Dispareunia diobati sesuai dengan penyebab
yang mendasarinya. Jika pemicu rasa sakit ketika berhubungan seksual adalah kurangnya
pelumas yang diakibatkan oleh rendahnya hormon estrogen, maka obat-obatan yang akan
diberikan adalah yang berfungsi meningkatkan hormon estrogen. Sebuah obat salep
estrogen untuk area vagina atau obat minum mungkin akan direkomendasikan kepada
penderita dispareunia perempuan.
Obat lain yang mungkin diberikan kepada penderita dispareunia sesuai dengan
pemicunya, misalnya adalah:
 Obat anti jamur, jika penyebab dispareunia adalah infeksi jamur di area vagina.
 Antibiotik, jika penyebabnya dispareunia adalah infeksi saluran kemih atau penyakit
menular seksual.
 Krim steroid, jika penyebabnya dispareunia adalah penyakit lichen planus atau lichen
sclerosus.

Selain obat-obatan, prosedur operasi dapat menjadi pertimbangan pilihan


pengobatan dispareunia pada penderita yang mengidap endometriosis juga. Prosedur
operasi dilakukan untuk mengangkat massa di panggul atau bagian yang terinfeksi,
jaringan parut, atau memperbaiki kondisi rahim terbalik yang menjadi pemicu
dispareunia.
Beberapa jenis terapi berikut juga tersedia bagi penderita dispareunia, yaitu:
 Terapi atau konseling seks untuk membicarakan pengalaman emosional tertentu yang
bisa menjadi pemicu rasa sakit ketika penderita berhubungan seksual, terutama jika
kondisi ini sudah berlangsung lama. Meningkatkan kualitas komunikasi dan
mengembalikan intimasi seksual antar penderita dispareunia dan pasangannya juga
menjadi tujuan lain dari konseling seks.
 Terapi perilaku kognitif dapat membantu mengubah pola perilaku dan pikiran negatif.
 Terapi desensitisasi bisa mencakup berbagai teknik yang nantinya akan disesuaikan
dengan kondisi pasien. Pada dasarnya, terapi ini dilakukan untuk mengurangi rasa
sakit dengan cara mempelajari teknik relaksasi vagina dan latihan khusus tulang
panggul atau kegel.
GANGGUAN TIDUR
1. Insomnia
Insomnia adalah suatu kondisi tidur yang tidak memuaskan secara kuantitas
dan/atau kualitas, yang berlangsung untuk satu kurun waktu tertentu. Taraf penyimpangan
yang sesungguhnya dari apa yang lazim dianggap sebagai tidur normal secara umum
sebaiknya tidak secara primer dianggap sebagai diagnosis insomnia, oleh karena beberapa
individu (yang disebut juga short sleeper) membutuhkan tidur hanya sedikit dan tidak
menganggap dirinya insomnia. Sebaliknya terdapat orang yang sering menderita insomnia
karena kualitas tidur yang buruk, sedangkan kuantitas tidurnya secara subjektif dan/atau
objektif dinilai berada dalam batas-batas normal.
Individu dengan insomnia, mengatakan dirinya merasa tegang, cemas, khawatir
atau depresif pada saat tidur, dan merasa seolah-olah pikirannya melayang-layang. Pada
waktu pagi mereka mengeluh lelah fisik dan mental, pada siang hari mereka secara khas
merasa depresi, cemas, tegang, mudah tersinggung dan ada preokupasi dengan diri
sendiri. Gambaran klinis esensial untuk diagnosis :
 Keluhan sulit masuk tidur, mempertahankan tidur atau kualitas tidur yang buruk
 Gangguan tidur terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal sebulan
 Adanya preokupasi akan tidak bisa tidur dan kekhawatiran berlebihan perihal
akibatnya pada malamdan sepanjang hari
 Tidak puas secara kuantitas dan kualitas dari tidurnya, yang keduanya menyebabkan
berbagai gangguan dalam fungsi sosial atau pekerjaan.

Penatalaksanaan :
 Non farmakologi, berupa psikoterapi tingkah laku untuk mengatur pola tidur,
relaksasi, terapi kognitif berupa perubahan pola pikir tentang kekhawatiran susah
tidur, tidak tidur siang
 Farmakologi , berupa pemberian obat golongan benzodiazepin dan non
benzodiazepin. Pemilihan tergantung sifat gangguan tidur.
 Initial insomnia : sulit masuk tidur dibutuhkan obat sleep inducing insomnia yaitu
golongan benzodiazepin short acting
 Delayed insomnia : proses tidur terlalu singkat, setelah bangun sukar tidur kembali.
Dalam hal ini dibutuhkan prolonged phase anti insomnia. Misalnya golongan
trisiklik/tetrasiklik anti depresan
 Broken insomnia : siklus pola tidur normal terpecah-pecah menjadi beberapa bagian
(multipel awakening). Dibutuhkan sleep maintening anti insomnia seperti golongan
barbiturate long acting.

 Pemberian obat 15-30 menit sebelum tidur mengunakan dosis kecil dipertahankan
samapi dapat mengontrol insomnia 1-2 minggu kemudian tappering off agar tidak
terjadi rebound.
 Pasien biasanya sulit lepas dari obat karena merasa nyaman menggunakan obat, dapat
mempermudah tidurnya.

2. Hipersomnia
Hipersomnia adalah tidur yang berlebihan, rsa mengantuk disiang hari yang berlebihan
atau kadang keduanya. Hipersomnia sementara dan situasional merupakan gangguan pola
tidur-bangun normal. Hipersomnia dapat terjadi karena kelainan organik otak, idiopatik,
keadaan narkoleptik atau karena kondisi kejiwaan tertentu. Gambaran klinis :
 Tidur siang hari yang berlebihan atau serangan kantuk yang hebat pada siang hari,
yang bukan disebabkan oleh kurang tidur
 Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 2 bulan atau gangguan yang
berulang yang berlangsung relatif singkat, yang menyebabkan keadaan yang tak
menyenangkan atau menyebabkan gangguan yang nyata pada fungsi sosial atau
pekerjaan
 Tak ada gangguan medis atau neurologis

Penanganan :
 Non farmakologi ; edukasi dan konseling, perubahan gaya hidup, perubahan
lingkungan atau kamar tidur
 Farmakologi; pemebrian obat-obatan seperti amfetamin yang diberikan pagi atau sore
hari, antidepresan non sedasi seperti bupropion

3. Sleep wake disturbance


Sleep wake disturbance/gangguan jadwal tidur bangundiartikan sebagai kurang
sinkronnya antara jadwal tidur siaga yang diinginkan untuk lingkungannya, dengan akibat
keluhan baik insomnia maupun hipersomnia. Gangguan ini bisa terjadi secara psikogenik
atau organik, tergantung pada peran penyebabnya. Gambaran klinisnya :
 Pola jadwal tidur individu yang berbeda dengan jadwal tidur yang dianggap normal di
masyarakat dan keadaan budaya sekitarnya
 Adanya insomnia pada waktu orang tidur dan hipersomnia pada waktu kebanyakan
orang bangun, dan hal ini telah berlangsung selama sekurang-kurangnya 1 bulan atau
secara berulang dengan periode yang lebih singkat.
 Tidur kurang memuaskan dalam kuantitas, kualitas maupun waktunya, sehingga
menyebabkan terganggunya fungsi sosial dan pekerjaan.
Penanganan : Psikoterapi perilaku dengan mengubah rutinitas, konsultasi tentang
perubahan perkerjaan, menganjurkan pasien memajukan waktu tidur sebentar tiap 24 jam.

4. Nightmare
Nightmare atau mimpi buruk adalah pengalaman mimpi yan penuh dengan
kecemasan atau ketakutan, yang teringat secara terinci oleh individu. Pengalaman mimpi
tersebut sangat jelas dan biasanya mengandung ancaman terhadap kehidupan, keamanan
dan harga diri. Sering terjadi pengulangan tema mimpi yang sama dan mirip menakutkan.
Pada saat bangun, individu cepat menjadi siaga dan berorientasi. Mereka dapat
berkomunikasi sepenuhnya dengan orang lain, biasanya dapat memberikan secara terinci
pengalaman mimpinya dengan segera atau pada esok paginya.
Pada anak, tidak ada gangguan psikologis yang secara tetap menyertai,
karenamimpi buruk masa kanak biasanya berkaitan dengan fase yang khas dari
perkembangan emosional. Sebaliknya, orang dewasa dengan mimpi buruk ternyata sering
ada gangguan psikologis yang bermakna, biasanya dalam gangguan kepribadian.
Penggunaan psikotropika tertentu seperti resepin, tioridazin, antidepresan trisiklik dan
benzodiazepin ternyata sering dapat menyebabkan terjadinya mimpi buruk.
PSIKOFARMAKA

Terapi dengan obat-obat psikofarmaka yaitu meliputi obat-obat yang memiliki efek
utama terhadap proses mental di susunan saraf pusat, seperti proses pikir, perasaan dan fungsi
motorik atau perilaku. Berdasarkan efek klinis, psikofarmaka dibagi menjadi 4 kelompok
besar yaitu obat obat antipsikotik, antidepresan, antiansietas dan antimanik/moodstabiliser

1. Antipsikotik
Obat-obat antipsikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki
beberapa efek samping yang memberi gambaran seperti gangguan neurologis yang
disebut pseudoneurologis, atau dikenal juga istilah major tranquilizer karena adanya efek
sedasi atau mengantuk.Obat-obat antipsikotik terutama bekerja sebagai antagonis reseptor
dopamin dan serotonin di otak, dengan target untuk menurunkan gejala-gejala psikotik
seperti halusinasi, waham dan lain-lain.

Klasifikasi:
Berdasarkan rumus kimianya, obat-obatan antipsokotik dibagi menjadi golongan
fenotiazin misalnya Chlorpromazin (CPZ), dan golongan nofenotizin misalnya
haloperidol. Sedangkan menurut cara kerjanya terhadap reseptor dopamin dibagi menjadi
Dopamin reseptor Antagonis (DA) atau antipsikotik tipikal (misalnya haloperidol,CPZ)
dan Serotonin Dopamin Antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal (misalnya risperidon,
clozapin, olanzapin). Obat-obat atypikal semakin berkembang dan makin menjadi pilihan
karena efek klinis yang diperoleh setara dengan obat-obat typikal disertai efek samping
yang jauh lebih ringan.

Efek samping :
Efek samping dapat dikelompokkan menjadi efek samping neurologis dan
nonneurologis. Efek samping neurologis akut berupa akatisia(kondisi yang secara
subyektif dirasakan oleh penderita berupa perasaan tidak nyaman, gelisah dan merasa
harus selalu menggerak-gerakkan tungkai terutama kaki, gelisah dengan gejala-gejala
kecemasan dan atau agitasi), distonia akut (kekakuan dan kontraksi otot secara tiba-tiba,
biasanya mengenai otot leher, lidah, muka dan punggung,rasa tebal di lidah atau kesulitan
menelan) dan parkinsonism (acute extrapyramidal syndome, ditandai dengan
bradikiniesia, tremor, rigiditas,muka topeng, postur tubuh kaku, gaya jalan seperti robot).
Dapat pula terjadi efek samping berupa SNM (Syndroma Neuroleptik Maligna) yang
merupakan kondisi emergensi karena dapat mengancam kelangsungan hidup pasien. Pada
kondisi kronis atau efek samping pengobatan jangka panjang dapat dilihat kemungkinan
terjadinya tardif diskinesia.

Dosis antipsikotik

Obat Antipsikotika Rentang Dosis Anjuran Bentuk Sediaan

(mg/hari)

Antipsikotika typikal 1. 2.

Klorpromazin 300 - 1000 tablet (25 mg,100 mg)

Perfenazin 16 – 64 tablet (4 mg)

Trifluoperazin 15 – 50 tablet (1 mg, 5 mg)

Haloperidol 5 – 20 tablet (0.5, 1 mg, 1.5 mg, 2 mg, 5 mg) injeksi short acting (5 mg/mL),

tetes (2 mg/5 mL), long acting (50 mg/mL)

Anti Psikotik Atypikal 3. 4.

Aripriprazol 10 – 30 tablet (5 mg, 10 mg, 15 mg), tetes (1 mg/mL), discmelt (10 mg, 15 mg),

injeksi (9.75 mg/mL)

Klozapin 150 - 600 tablet (25 mg, 100 mg)

Olanzapin 10 – 30 tablet (5 mg, 10 mg), zydis (5 mg, 10 mg), injeksi (10 mg/mL)

Quetiapin 300 - 800 tablet IR (25 mg, 100 mg, 200 mg, 300 mg), tablet XR (50 mg, 300 mg,

400 mg)

Risperidon 2–8 tablet ( 1 mg, 2 mg, 3 mg), tetes ( 1 mg/mL),

injeksi Long Acting (25 mg, 37.5 mg, 50 mg)

Paliperidon 3–9 tablet (3 mg, 6 mg, 9 mg )

Penatalaksanaan efek samping


Bila terjadi efek samping parkinsonisme, dapat ditanggulangi dengan pemberian
obat antiparkinosn seperti triheksifenidil, sulfas aropin, dipenhyramin. Obat obat ini tidak
perlu diberikan secara rutin atau untuk tujuan pencegahan karena munculnya efek
samping bersifat individual dan baru diberikan hanya bila terjadi efek samping.

2. Antidepresan
Antidepresan adalah kelompok obat-obat yang heterogen dengan efek utama dan
terpenting adalah untuk mengendalikan gejala depresi. Disamping itu juga digunakan
untuk beberapa indikasi lain seperti gangguan cemas dan lain lain.

No. Golongan Obat Sediaan Dosis Anjuran


1 Trisiklik Amitriptilin Tablet 25 mg 75mg-150 mg/hari
(TCA)
Imipramin Tablet 25 mg 75-150 mg/hari
2 SSRI Sentralin Tablet 50 mg 50-150 mg/hari
Fluvoxamin Tablet 50 mg 50-100 mg/hari

Fluoxetin Kapsul 20 mg,


Kaplet 20 mg 20-40 mg/hari
Paroxetin Tablet 20 mg 20-40 mg/hari
3 MAOI Moclobemide Tab 150 mg 300-600 mg/hari
Mianserin Tablet 10, 30 mg 30-60 mg/hari
Trazodon Tab 50 mg
100 mg 75-150 mg/hari

Cara kerja
Depresi terjadi karena rendahnya kadar serotonin di pasca sinaps. Secara umum
antidepresan bekerja pada sistem neurotransmitter serotonin dengan cara meningkatkan
jumlah serotonin di pasca sinaps. Golongan trisiklik dan tetrasiklik nersifat serotonergik
dengan menghambat ambilan kembali neurotansmitter yang dilepsa dipasca sinaps tetapi
tidak selektif, dengan demikian kemungkinan muncul berbagai efek samping yang tidak
diharapkan dapat terjadi. Sementara SSRI bekerja dengan cara yang sama dan hambatan
bersifat selektif hanya terhadap neurotranmitter serotonin (5HT2). Kelompok MAOI
bekerja di presinap dengan cara menghambat enzim yang memecah serotonin sehingga
jumlah serotonin yang dilepas ke celah sinap bertambah dan dengan demikian yang
diteruskan ke pasca sinap juga akan bertambah.

Efek Samping
Trisklik dan MAOI : antikolinergik(mulut kering, retensi urin, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG, hipotensi
SSRI : nausea, sakit kepala
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic syndrome dengan
gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium, confusion dan
disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:
• Gastric lavage
• Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
• Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat diulangi
setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.
• Monitoring EKG

3. Antiansietas
Antiansietas adalah kelompok obat-obat yang dipergunakan terutama untuk
mengatasi kecemasan dan juga biasanya memiliki efek sedasi, relaksasi otot dan
antiepileptik.
Klasifikasi :
Derivat benzodiazepine: diazepam, loazepam, clobazam, alprazolam
Derivat barbiturat : fenobarbital
Secara umum obat-obat antiansietas bekerja di reseptor GABA. Benzodiazepin
menghasilkan efek terapi dengan cara pengikatan spesifik terhadap reseptor GABA.
Efek samping yang paling dirasakan adalah rasa mengantuk, sakit kepala, nafsu
makan meningkat, mudah terjadi toleransi dan dependensi dalam pemberian dosis besar
dan dalam waktu lama, serta gejala putus zat bila obat dihentikan secara tiba-tiba.

4. Antimanik (mood stabilizer)


Mood stabilizer adalah kelompok obat yang divergen, dikenal berkhasiat terutama
mencegah munculnya kondisi manik pada gangguan afektif bipolar.
Klasifikasi :
Garam lithium : Litihium carbonat
Lain-lain : Carbamazepine, asam valproat
ECT (TERAPI KEJANG LISTRIK)

ECT merupakan salah satu jenis terapi fisik yang merupakan pilihan untuk indikasi
terapi pada beberapa kasus gangguan psikiatri. Indikasi utama adalah depresi berat dengan
gejala psikotik.

Metode :
ECT dilakukan dengan cara memberikan aliran listrik pada otak melalui 2 elektrode
yang ditempatkan pada bagian temporal kepala.Aliran listrik tersebut akan menimbulkan
kejang kejang seperti kejang yang timbul pada epilepsi granmal.

Persiapan
Persiapan pasien : Sebelum ECT dilakukan, pasien perlu dipersiapkan dengan cermat
meliputi :
Pemeriksaan jantung dan kondisi fisik pasien
Informed consent
Puasa minimal 6 jam sebelum ECT dilakukan
Perhiasan, jepit rambut atau gigi palsu dilepas dahulu
Bantuan perawat untuk mencegah terjadinya luksasi/fraktursaat terjadi kejang

Persiapan alat :
Mesin ECT lengkap
Kasa basah untuk pelapis elektrode
Tabung dan masker oksigen
Penghisap lendir
Obat-obat
Karet pengganjal gigi agar lidah tidak tergigit
Tempat tidur datar dengan alas papan

Penatalaksanaan :
Pasien tidur tanpa bantal dengan pakaian longgar
Bantalan gigi dipasang
Perawat memegang rahang bawah/kepala, bahu, pinggul dan lutut
Dokter memberikan aliran lisrik melalui 2 elektrode yang ditempelkan di pelipis

Akan terjadi kejang tonik terlebih dahulu, diikuti kejang klonik dan kemudian akan
terjadi fase apneu beberapa saat sebelum akhirnya bernafas seperti biasa. Fase apneu ini
sangat penting diperhatikan, tidak boleh terlalu lama. Pasca ECT, biasanya pasien tersadar
dalam keadaan bingung, mengalami disorientasi bahkan amnesia. Perlu distimulasi dengan
cara mengajak berkomunikasi, membantu memulihkan orientasi dan ingatannya secara
bertahap.
HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN

Hubungan dokter pasien merupakan pondasi dalam praktek kedokteran. Kualitas


hubungan dokter dan pasien sangat penting untuk praktek kedokteran dan psikiatri.
Kemampuan untuk mengembangkan hubungan dokter dan pasien yang efektif memerlukan
pengetahuan yang mendalam mengenai kompleksitas perilaku manusia, edukasi megenai
tehnik berbicara dan mendengarkan orang lain. Untuk mendiagnosa, menangani dan
mengobati penyakit penderita, dokter harus belajar untuk mendengarkan. Mereka
membutuhkan keterampilan untuk mendengarkan baik terhadap apa yang mereka dan pasien
katakan dan apa yang tersembunyi yang tidak diungkapkan oleh keduanya.

Membangun raport
Ekkehard Othmer dan Sieglinde Othmer mendefenisikan perkembangan rapport meliputi
enam strategi :
Menempatkan pasien dan pewawancara dalam ketentraman
Menemukan nyeri pasien dan mengekspresikan perasaan empati
Mengevaluasi atau menilai insight dan menjadi sekutu
Menunjukkan keahlian
Membangun wibawa sebagai dokter dan ahli terapi
Menyeimbangkan peran sebagai pendengar yang empati, seornag ahli dan yang
berwenang

Dalam satu survey terhadap 700 pasien, pasien pada umumnya sepakat banyak dokter
yang tidak punya waktu atau keinginan untuk mendengarkan dan mempertimbangkan
perasaan mereka,dokter tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap masalah
emosional dan latar belakang sosial mereka, dan dokter meningkatkan ketakutan mereka
dengan memberikan penjelasan dalam bahasan teknis.
Mengevaluasil tekanan dalam kehidupan awal pasien membantu sikiater memahami
pasien lebih baik. Reaksi emosional, sehat atau tidak sehat, adalah hasil dari saling
mempengaruhi seara terus menerus faktor biologis, sosiologis dan psikologis.
Empati
Empati adalah kemampuan dalam menyelami perasaan orang lain tanpa harus
tenggelam di dalamnya. Empati adalah kemampuan dalam mendengarkan perasaan orang
lain tanpa harus larut .Empati adalah suatu cara meningkatkan hubungan. Ini adalah
karakteristik penting dari psikiater, tetapi bukan kapasitas manusia universal. Ketidak
mampuan untuk memahami secara normal apa yang orang lain rasakan muncul sebagai akibat
gangguan kepribadian tertentu, seperti antisosial dan gangguan kepribadian narsistik.
Meskipun empati mungkin dapat diciptakan, hal itu dapat difokuskan dan diperdalam
melalui pelatihan, observasi, dan refleksi diri. Seorang dokter yang empatik dapat
mengantisipasi apa yang dirasakan sebelum diucapkan dan sering dapat membantu pasien
mengungkapkan apa yang mereka rasakan, nonverbal, seperti postur tubuh dan ekspresi
wajah.

Transferensi
Transferensi secara umum didefenisikan sebagai seperangkat harapan, keyakinan, dan
respon emosional yang membawa pasien ke hubungan dokter pasien. Hal ini tidak selalu
didasarkan pada siapa dokternya atau bagaimana dokter bertindak ke dalam realitas, tetapi
lebih pada pengalaman berulang pasien dengan memiliki figur berkuasa dan penting lainnya
sepanjang hidupnya. Sikap pasien terhadap dokter cenderung menjadi pengulangan sikap ia
terhadap tokoh-tokoh yang memiiki kekuasaan.

Countertransferensi
Seperti pasien yang membawa sikap transferensi dalam hubungan dokter pasien,
dokter sendiri sering memiliki reaksi countertransferens kepada pasien mereka.
Countertransferensi dapat mengambil bentuk perasaan negatif yang mengganggu hubungan
dokter pasien, tetapi juga dapat mencakup reaksi positif, ideal atau reaksi erotis. Sama seperti
pasien memiliki harapan untuk dokter misalnya kompetensi, kurangnya ekploitasi,
objektivitas, kenyamanan dan dokter sering memiliki harapan pada pasien yang tidak disadari
atau tak terucapkan.

Emosional release ( tidak menyukai pasien)


Seorang dokter yang secara aktif tidak menyukai pasien cenderung tidak efektif dalam
berurusan dengan dia. Emosi menghasilkan emosi balasan. Misalnya jika dokter berseteru,
pasien menjadi bermusuhan, dokter kemudian menjdai emosi dan lebih marah dari
sebelumnya. Jika dokter dapat menekan emosi tersebut dan menangani pasien yang marah
dengan tenang, hubungan interpersonal akan beralih dari saling bertentangan menjadi
setidaknya meningkatkan penerimaan dan rasa hormat.

Model interaksi antara dokter dan pasien


Seorang dokter yang mempunyai kepekaan akan memiliki pendekatan yang berbeda
terhadap pasien yang berbeda dan mungkin memiliki pendekatan yang berbeda dengan
pasien yang sama, seperti waktu dan keadaan medis yang bervariasi. Model hubungan ini
berupa :
1. Model paternalistik. Dalam hubungan paternalistik antara dokter dan pasien, diasumsikan
bahwa dokter tahu yang terbaik. Dia akan memberikan resep pengobatan, dan pasien
diharapkan untuk mematuhi tanpa bertanya. Selain itu, dokter dapat memutuskan untuk
menahan informasi ketika diyakini yang terbaik bagi pasien. Model ini juga disebut
autocratic model, dokter sebagian besar memberi pertanyaan dan umumnya mendominasi
wawancara.
2. Model informatif. Dalam hal ini dokter mengeluarkan informasi. Semua data yang
tersedia diberikan, tapi pilihan sepenuhnya diserahkan kepada pasien.
3. Model interpretif. Dokter berusaha untuk mengenal pasien mereka lebih baik dan
memahami sesuatu dari keadaan kehidupan mereka, keluarga mereka, nilai-nilai mereka,
dan harapan dan aspirasi mereka, sehingga dapat membuat rekomendasi yang lebih baik
dengan mempertimbangkan karakteristik unik dari masing-masing pasien.Pengambilan
keputusan dilakukan bersama dan dokter menyajikan dan membahas alternatif dengan
partisipasi pasien untuk menemukan satu keputusan terbaik.Dokter dalam hal ini tidak
membatalkan tanggung jawab untuk membuat keputusan, tetapi fleksibel dan bersedia
untuk mempertimbangkan pertanyaan dan saran alternatif.
4. Model deliberatif. Dokter dalam model ini bertindak sebagai teman atau konselor untuk
pasien, tidak hanya dengan menyajikan informasi, tetapi secara aktif menganjurkan
tindakan tertentu.

Model ini hanya panduan, salah satunya tidak lebih unggul dari yang lain, dokter mungkin
akan menggunakan semua model pendekatan dengan satu pasien selama sau kunjungan.
DAFTAR PUSTAKA

AAAA Kusumawardhani dkk, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI, 2010, Jakarta
Arum Kartika Dewi, Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah,
2015, Semarang
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, PPDGJ III, Departemen
Kesehatan, 1993, Jakarta
Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2, Airlangga University Press, 2009, Surabaya
Theodorus Singara, Kumpulan Bahan Ajar Diagnostik Klinik Psikiatri I, 2013, Makassar

Anda mungkin juga menyukai