Blok ini meliputi berbagai ganguan jiwa yang dikelompokkan atas dasar penyebab
yang sama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera, atau rudapaksa otak, yang
berakibat disfungsi otak. Disfungsi ini dapat primer, seperti pada penyakit, cedera dan
rudapaksa yang langsung atau diduga mengenai otak; atau sekunder, seperti pada gangguan
atau penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai sebagai salah satu dari berbagai organ
atau sistem tubuh.
Walaupun spektrum dari manifestasi psikopatologi dari berbagai kondisi yang
termasuk disini luas, gambaran utama dari gangguannya membentuk dua kelompok utama.
Yang pertama, berupa sindrom dengan gambaran utamanya yang menonjol adalah gangguan
fungsi kognitif seperti daya ingat (memory) , daya pikir (intelect) dan daya belajar (learning),
atau gangguan sensorium seperti gangguan kesadaran (conciousness) dan perhatian
(attention). Yang kedua, berupa sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang
daya persepsi (halusinasi), isi pikir (waham) atau suasana perasaan atau emosi (depresi,
gembira, cemas) atau pada pola umum dari kepribadian dan perilakunya, sedangkan disfungsi
kognitif dan sensoriknya amat minimal atau sukar dipastikan.
Sulit untuk melakukan diagnosa yan tepat pada perilaku abnormal yang disebabkan
olehfaktor organik. Kerusakan otak mengakibatkan simptom-simptom yang bervariasi
tergantung pada faktor lokasi dan luasnya area kerusakan, dan adanya kemampuan penderita
dalam mengatasinya, serta adanya dukungan sosial (social support). Kerusakan pada area
otak yang sama, tidak selalu mengakibatkan pola simtom yang sama, mungkin dikarenakan
terjadinya perubahan minor pada pola tempat terjadinya kerusakan, mungkin karena
faktorpsikologis yang berinteraksi dengan faktor organik. Dengan mengetahui luas dan lokasi
kerusakan pada otak dapat membantu menentukan range dan beratnya kerusakan. Makin
meluasnya kerusakan otak, makin luas pula kerusakan pada fungsinya.
Diagnosis dini dari simptom-simptom yang terjadi, memungkinkan beberapa
gangguan kondisi oranik dapat segera diobati atau dipulihkan, dengan menggunakan treatmen
yang tepat. Misal, treatmen untuk tumor otak adalah dengan pembedahan, bukan dengan
psikoterapi.
Kebanyakan dari gangguan dalam blok ini, secara teoritik, onsetnya pada semua
umur, kecuali masa kanak. Dalam praktek, kebanyakan cenderung berawal pada masa dewasa
atau lanjut usia. Walaupun beberapa gangguan tersebut tampaknya ireversibel dan progresif,
yang lain berlangsung sementara atau bereaksi baik terhadap pengobatan yang tersedia pada
saat ini.
Penggunaan istilah “organik” tidak berarti bahwa kondisi yang dicantumkan di tempat
lain dalam klasifikasi ini adalah “nonorganik” dalam arti tidak ada dasar patologi otak. Dalam
konteks dewasa ini, istilah “ organik” hanya berarti bahwa sindrom yang diklasifikasikan
dapat berkaitan dengan gangguan atau penyakit sistemik atau otak yang secara bebas dapat
didiagnosis.
I. DELIRIUM
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi dan
perilaku adalah gejala psikiatrik yang yang umum. Tremor, nistagmus, inkordinasi dan
inkontinensia urine merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya mempunyai onset
yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi,dan
perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing
masing dari ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium
merupakan sindrom, bukan suatu penyakit.
Epidemiologi
Penelitian mengenai epidemiologi delirium masih sangat sedikit, diduga sekitar
10-15% pasien rawat bedah umum pernah mengalami delirium, 15-25% pasien rawat
medik umum penah mengalami delirium selama dirawat di rumah sakit. Juga
diperkirakan sekitar 30% pasien bedah ICU dan 40-50% pasien ICCU pernah mengalami
delirium.
Etiologi
Penyebab utama delirium adalah penyakit pada sistem saraf pusat (misalnya
epilepsi), penyakit sistemik (misalnya gagal jantung) dan intoksikasi atau withdarwl obat-
obatan atau zat toksik.Hipotesis neurotransmitter utama yang terlibat dalam delirium
adalah asetilkolin dan daerah utama neuroanatomi yang terkenaadalah formatio
retikularis. Beberapa laporan menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya delirium
adalah karena terjadi penurunan aktifitas asetilkolin dalam otak. Juga, satu penyebab
delirium yang paling sering adalah toksisitas dari banyak sekali medikasi yang diresepkan
yang mempunyai aktivitas kolinergik.
Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum (DSM IV) :
- Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap lingkungan
dalam bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalohkan perhatian
- Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dan jangka pendek
namun daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi
terutama visual, hendaya daya pikir dan pengertisn anstrak dengan atau tanpa
waham sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi
waktu, tempat dan orang.
- Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya
singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
- Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium
untuk menemukan penyebab delirium ini.
Pengobatan
1) Terapi Farmakologis
Penggunaan obat penenang harus dijaga penggunaannya seminimal mungkin.
Semua obat penenang dapat menyebabkan delirium, terutama yang memiliki efek
samping antikolinergik. Banyak pasien berusia tua memiliki hypoactive
delirium (delirium tenang) dan tidak memerlukan obat sedasi. Identifikasi awal
delirium dan pengobatan yang tepat dari penyebab yang mendasari dapat mengurangi
keparahan dan durasi delirium
Dalam pengobatan delirium, penggunaan satu jenis obat saja lebih baik,
dimulai dengan dosis serendah mungkin dan lakukan peningkatan dosis secara
perlahan jika diperlukan. Semua obat harus ditinjau setidaknya setiap 24 jam. Obat
pilihan untuk delirium adalah haloperidol 2-5 mgIV atau IM yang dapat diberikan
sampai dua jam dengan dosis maksimum 20 mg (oral atau IM). Akan tetapi mungkin
perlu melebihi dosis tersebut tergantung pada beratnya penyakit, keparahan gejala
psikotik, dan jenis kelamin. Pada pasien dengan demensia dengan Badan Lewy dan
mereka dengan penyakit Parkinson dapat diberikan pengobatan alternatif berupa
lorazepam 1-2 mg oral yang dapat diberikan sampai dua jam (maksimum 3 mg dalam
24 jam). Kontraindikasi lorazepam untuk pasien dengan gangguan pernafasan
2) Terapi Non-Farmakologis
1. Psikoterapi suportif yang memberikan perasaan aman dapat membantu pasien
menghadapi frustrasi dan kebingungan akan kehilangan fungsi memorinya.
2. Perlunya reorientasi lingkungan, misalnya tersedia jam besar.
3. Memberikan edukasi kepada keluarga cara memberikan dukungan kepada pasien
GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF
PENDAHULUAN
Di Indonesia jumlah penyalahgunaan narkoba diperkirakan ada sebanyak 3,8 juta
sampai 4,1 juta orang pada kelompok usia 10-59 tahun di tahun 2014. Hasil proyeksi angka
prevalensi penyalahgunaan narkoba akan meningkat setiap tahun. Fakta tersebut didukung
oleh adanya kecenderungan peningkatan angka sitaan dan pengungkapan kasus narkoba.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA)
atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA Narkotika dan Bahan/Obat
Berbahaya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya
penanggulangan secara konprehensif dengan melibatkan kerjasama multidispiliner,
multisektor dan peran serta masyarakat secara aktif dan dilaksanakan secara
berkesinambungan. Meskipun dalam kedokteran, sebagian besar golongan narkotika,
psikotropika dan zat addiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun
bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan
maka akan merugikan bagi individu dan masyarakat.
Alkohol.
Umumnya digunakan dalam bentuk minuman beralkohol. Di Indonesia,
terutama di daerah Indonesia Timur dan beberapa tempat di Sumatera, terdapat 2-3
juta orang yang menggunakan minuman alkoholo dari ringan sampai berat.
Penyalahgunaan alkohol di kalangan remaja sukar dicegah karena kurang
sempurnanya pengawasan. Sebagian remaja sampai usia dewasa cukup bebas, dan
berkesempatan menggunakan minuman beralkohol, laki-laki lebih banyak dari
perempuan tetapi populasi peminum perempuan semakin meningkat, usia dewasa
lebih stabil menggunakan secara berkelanjutan.
Jenis- jenis minuman berlakohol di Indonesia sangat bervariasi (dari
tradisional sampai fermenasi buatan, dari berkadar tinggi hingga rendah). Minuman
beralkohol memberikan berbagai gambaran klinis, antara lain :
a. Intoksikasi berupa euforia, cadel, nistagmus, bradikardia, hipotensi, kejang, koma.
b. Keadaan putus alkohol berupa halusinasi, ilusi (bad dream), kejang delirium,
gemetar, gangguan gastrointesinal, muka merah, mata marah dan hipertensi.
c. Gangguan fisik berupa mulai dari radang hari sampai kanker hati, gastirits, ulkus
peptikum, pneumonia, gangguan vaskular dan jantung, defisiensi vitamin, fetal
alkohol syndrom.
d. Gangguan mental : depresi, cemas, hingga skizofrenia
e. Gangguan lain : kecelakaan lalulintas, problem domestik dan tindak kekerasan.
Opioid
Merupakan salah satu golongan NAPZA yang sangat kuat potensi
ketergantungannya, sehingga disebut dengan julukan “horor drug”. Yang termasuk
golongan opioid adalah morfin, petidin, heroin, metadon, kodein. Golongan opioid
yang paling sering disalahgunakan adalah heroin.
Heroin di Indonesia disebut putaw (atau pete”, hero’ ataw petewe’). Heroin
merupakan opioid semisintetik yang berasal dari morfin. Bentuk heroin yaitu kristal
putih yang larut dalam air. Bila heroin berwana berarti berasal dari kontaminannya.
Heroin dapat populer disebabkan karena awitan cepat, euforia kuat, dengan
pengunaan cara “dragon” (uap heroin yang dipanaskan melalui aluminium foil dihirup
dengan bibir atau menggunakan bong pipa dari uang kertas atau plastik) dapat terjadi
rush (atau badai) dan penggunaan secara intravena merupakan pilihan utama addiksi.
Akibat penyalahgunaan opioid yaitu :
a) Masalah fisik berupa abses pada kulit sampai septicemia, infeksi karena emboli,
dapat sampai stroke, endokarditis, hepatitis (B dan C), HIV/ AIDS, injeksi
menyebabkan trauma pada jaringan saraf lokal.
b) Masalah psikiatri yaitu berupa gejala withdrawl menyebabkan perilaku agresif,
suicide, depresi berat sampai skizofrenia.
c) Masalah sosial yang berhpa gangguan interaksi di rumah tangga sampai
leingkungan masyarakat, traffic accidents, perilaku kriminal sampai tindak
kekerasan, gangguan perilaku sampai antiosial.
d) Penyebab kematian yaitu reaksi heroin akut menyebabkan kolapsnya
kardiovasular dan akhirnya overdose karena heroin menekan susunan saraf pusat,
sukar bernafas dan menyebabkan kematian, bronkhopneumonia, endokarditis.
Ganja
Daun ganja (juga kembangnya) berasal dari tanaman perdu Cannabis sativa.
Bahan aktifnya berasal dari tanaman ganja yang bersifat adiktif, disebut delta tetra
hidrokannabinol (THK) yag hanya larut dalam lemak (termasuk jaringan lemak otak,
sehingga menyebabkan brain damage). Gambaran klinik disebabkan ganja tergolong
kombinasi antara CNS-depresant, stimulansia dan halusinogenik. Di Indonesia, ganja
disebut dengan cimenk, gelek, marijuana, hashish. Bentuk umumnya yaitu serpihan
daun atau kembang ganja yang deperjualbelikan dalam bentuk lintingan, gram-
graman, kilo-kiloan hingga berton-ton.
Di Indonesia, terdapat 2-3 juta orang pernah mengisap ganja. Pengguna
pemula ganja, terutama dikalangan anak usia muda, meningkat tajam selama 4-5
tahun terakhir, karena ganja mudah diperoleh dimana-mana (produk lokal).
Kokain
Kokain adalah sejenis stimulansi yang di Indonesia saat ini belum begitu
populer. Namun bertambahnya sitaan kokain secara ilegal dan meningkatnya kasus-
kasus penggunaan kokain akhir-akhir ini, bukan tidak mungkin epidemi akan merajai
pasaran peredaran NAPZA dimasa akan datang. Kokain dihasilkan dari daun
tumbuhan yang disebut Erythroxylon coca. Tanaman tersebut tumbuh subur di
sebelah timur pegunungan Andes di Amerika Selatan.
Bentuk kokain yang diperjual belikan di Indonesia dalam bentuk bubuk putih.
Ada 3 cara penggunaan kokain untuk masuk ke dalam tubuh, yaitu
- Bubuk kokain langsung diinhalasi melalui lobang hidung (sering disebut dengan
istilah snorting) dan kemudian diabsorbsi ke dalam pembuluh darah yang ada di
hidung
- Free base cocain, adaah garam kokain yang dikonversikan denga laruan yang
mudah menguap. Setelah dipanaskan, uap diinhalasi melalui bibir (seperti
merokok) dan diabsorbsi melalui membran alveoli paru
- Garam kokain yang disuntikkan intravena
Akibat penyalahgunaan kokain adalah :
a. Masalah fisik (dengan penggunaan snorting) berupa pilek terus menerus, sinusitis,
epistaksis, luka pada rongga hidung, perforasi septum nasi, (dengan suntikan)
berupa infeksi lokal pada kulit sampai sistemik (virus, bakteri, parasit atau jamur)
hepatitis B dan C, (dengan inhalasi) bronkitis kronik dsampai pneumonia.
b. Masalah psikiatri berupa toleransi dan ketergantungan yaitu sifat toleransi tubuh
terhadap kokain sangat cepat, kendati pengguna tidak menyadari dosis yang
digunakan kian meningkat. Agitasi, depresi, “high craving”, cemas, mudah
tersinggung, marah meledak-edak, mual, otot-otot peal hingga lethargy.
c. Penyebab kematian, umumnya karena overdosis, berupa kelumpuhan alat
pernafasan, aritmia kordia, kejang berulang kali, mati lemas karena merasa
dicekik, reaksi alergi, stroke.
Amfetamin
Adalah senyawa kimia yang bersifat stimulansia. Dewasa ini oleh sindikat
psikotropik ilegal, derivat amfetamin dipasarkan di Indonesia dalam bentuk ecstasy
dan shabu. Ecstasy dalam bentuk pil, tablet atau kapsul dan shabu dalam bentuk
bubuk kristal putih. Kedua zat digunakan sebagai alasan klasik : “for fun”,
“recreational use” meningkatkan libido dan memperkuat “sex performance”. Akibat
penyalahgunaan amfetamin anatara lain : malnutrisi akibat defisiensi vitamin, tidak
ada nasfu makan, takikardi, gangguan ginjal, depresi berat hingga suicide, halusinasi
dan skizofrenia.
Benzodiazepine
Benzodiazepin adalah sekelompok obat golongan psikotropika yang
mempunyai efek antianzietas atau dikenal dengan minor tranquilizer. Benzodiazepin
memiliki lima efek faramakologis sekaligus, yaitu anxiolisis, sedasi, anti konvulsi,
relaksasi otot melalui medulla spinalis dan amnesia retrograde.
Derivat benzodiazepine dikenal dalam bentuk tablet dan suntikan. Dalam
bentuk suntikan umumnya menggunakan injeksi diazepam, sedangkan dalam bentuk
tablet misalnya alprazolam. Nama nama julukan : benzo, koplo, boat, R jerman,
Double L, dan lain lain.
Intoksikasi
Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan
alkohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,
persepsi, efek atau perilaku atau fungsi dan dan respons psikofisiologis lainnya.
Intoksikasi Kanabis
- Umumnya tidak perlu farmakoterapi, cukup diberikan terapi suportif dengan “talking
down. Bila ada gejala anxietas berat dapat diberikan Lorazepam 1-2 mg oral atau
Alprazolam 0,5 -1 mg oral. Bila terdapat gejala psikotik dapat diberikan Haloperidol
1-2 mg oral atau i.m diulangi setiap 20-30 menit.
Pengobatan farmakologis
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis
adalah psikosis dan insomnia. Obat terpilih dari psikosis dalah haloperidol, suatu obat
antipsikoitik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat badan dan kondisi fisk
pasien, dosis awal darap terentang antara 2 sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam 1 jam jika
pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dapat dimulai. Dosis
haloperidol efektif pada kebanyakan pasien penderita delirium berkisar antara 5-50 mg dalam
dosis terbagi.
Insomnia dapat diatasi dengan golongan benzodiazepine yang mempunyai paruh
waktu pendek atau menengah seperti lorazepam 1-2 mg sebelum tidur.
GANGGUAN PSIKOSIS
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau atau aneh.
Etiologi psikotik
Faktor psikodinamik yang harus diperhatikan di dalam kelompok gangguan
psikotikiniadalah stresor pencetus dan lingkungan interpersonal. Di dalam mengambil
riwayat penyakitdan memeriksa pasien, klinisi harus memperhatikan tiap perubahan
atau stres pada lingkungan interpersonal pasien. Pasien rentan terhadap kebutuhan
psikosis untuk mempertahankan jarak interpersonal tertentu; seringkali, pelanggaran
batas pasien oleh orang lain dapat menciptaka nstres yang melanda yang menyebabkan
dekompensasi. Demikian juga, tiap keberhasilan atau kehilangan mungkin merupakan
stresor yang penting dalam kasus tertentu. Pemeriksaan pasien
pasien psikotik harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa gejala psikotik adalah di
sebabkan oleh kondisi medis umum (sebagai contohnya, suatu tumor otak) atau ingesti
zat sebagai contohnya, phencyclidine).
Kondisi fisik seperti neoplasma serebral, khususnya di daerah oksipitalis dantem
poralis dapat menyebabkan halusinasi. Pemutusan sensorik, seperti yang terjadi pada
orang buta dan tuli, juga dapat menyebabkan pengalaman halusinasi dan waham. Lesi
yang mengenai lobus temporalis dan daerah otak lainnya, khususnya di hemisfer kanan
dan lobus parietalis ,adalah disertai dengan waham. Zat psikoaktif adalahpenyebab yang
umum dari sindroma psikotik. Zat yang paling sering terlibat adalah alkohol,lysergic
acid diethylamid (LSD), amfetamin, kokain, mescalin, phencyclidine (PCP),
danketamin. Banyak zat lain, termasuk steroid dan thyroxine, dapat disertai dengan
halusinasi akibat zat.
Farmakoterapi
Dua kelas utama obat yang harus dipertimbangkan di dalam pengobatan
gangguan psikotik singkat adalah obat antipsikotik antagonis reseptor
opamine dan benzodiazepine. Jik adipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi
tinggi sebagai contohnya, haloperidol (Haldol) biasanya digunakan. Khususnya pada
pasien yang berada dalam resiko tinggi untuk mengalami efek samping ekstrapiramidal
(sebagai contohnya, orang muda), suatu obat antikolinergik kemungkinan harus
diberikan bersama-sama dengan antipsikotik sebagai profilaksis terhadap gejala
gangguan pergerakan akibat medikasi. Selain itu, benzodiazepine dapat digunakan
dalam terapi singkat psikosis. Walaupun benzodiazepine memiliki sediki tkegunaan
atau tanpa kegunaan dalam pengobatan jangka panjang gangguan psikotik, obat dapat
efektif untuk jangka singkat dan disertai dengan efek samping yang lebih jarang
daripada antipsikotik. Pada kasus yang jarang benzodiazepine disertai dengan
peningkatan agitasi, dan pada kasus yang lebih jarang lagi, dengan kejang putus
obat (withdrawal seizure), yang biasanyahanya terjadi pada penggunaan dosis tinggi
terus menerus.
I. SIZOFRENIA
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang sering ditandai dengan adalanya hendaya
berat dalam menilai realita (halusinasi dan waham) dan mengganggu kerja serta fungsi
sosial. Merupakan suatu sindrom klinik dengan variasi psikopatologi, biasanya berat,
berlangsung lama dan ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi atau emosi.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di
dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25
tahun dan pada perempuan anara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-
laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi.
Gambaran klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual.
Pada fase prodromal, biasanya timbul gejala non spesifik yang lamanya bisa
minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala
tersebut meliputi : hendaya funsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu
senggang dan fungsi perawatan diri. Perubahan-perubahan ini akan menggangu individu
dan membuat resah keluarga dan teman teman. Mereka akan mengatakan “orang ini
tidak seperti dulu”. Semakin lama fsae prodromal, semakin buruk prognosisnya.Pada
fase aktif gejala positif /psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,
inkoherensi, waham, halusinasi serta gangguan afek. Hampir semua individu berobat
pada fase ini.Fase residual, dimana gejalanya sama dengan fase aktif tetapi gejala
positif/psikotiknya sudah berkurang.
Skizofrenia sering memperlihatkan berbagai campuran gejala-gejala di bawah
ini:
- Gangguan proses pikir, seperti asosiasi longgar, neologisme,blocking, ekolalia, dan
lain lain
- Gangguan isi pikir, seperti waham (kepercayaan palsu yang menetap dan tak sesuai
dengan fakta dan biasanya kepercayaan tersebut “aneh”), tilikan
- Gangguan persepi, seperti halusinasi (penglihatan, pendengaran,penciuman,
perabaan), ilusi, depersonalisasi
- Gangguan emosi, seperti afek tumpul, afek inapropriate, afek labil
- Gangguan perilaku, seperti perilaku yang aneh dan tidak sesuai, menyeringai,
gelisah, mengamuk, dan lain lain.
Jenis-jenis skizofrenia
1. Skizofrenia paranoid
Tipe ini paling stabil dan paling sering. Gejala terlihat sangat sangat konsisten,sering
paranoid, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya. Pasien sering
tidak kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama, dan mungkin agresif, marah,
atau ketakutan etapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilau inkoheren menonjol
sedangkan afek damm pembicaraan hampit tidak terpengaruh. Beberapa contoh
gejala paranoid yang sering ditemui : waham kejar, kebesaran, waham dukendalikan,
dipengaruhi dan cemburu, halusinasi akustik berupa ancaman, perintah atau
menghina.
2. Skizofrenia hebefrenik
Tipe ini biasanya muncul untuk pertama kali pada usia remaja, onset biasanya 15-25
tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan
dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomot seperti
mannerism, neologime atau perilaku kekanak-kanakansering terdapat pada
hebefrenik.
3. Skizofrenia katatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, biasanya akutserta sering didahului
dengan stres emosional. Memiliki paling sedikit satu dari (atau kombinasi) beberapa
bentuk katatonia :
Stupor katatonik atau mutidem, yaitu pasien tidak berespon terhadap lingkungan atau
orang.
Negativisme katatonik, yaitu pasien melawan semua perinah-perinah atau usaha-
usaha untuk menggerakkan fisiknya.
Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku
Postur katatonik yaitu pasien memepertahankan posisi yang tidak biasa atau aneh
Terapi psikofarmaka
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju kemunduran mental.
Skizofrenia diobati dengan antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam dua kelompok
berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu dopamin reseptor antagonist atau antipsikotik
generasi pertama (APG-I) biasa juga disebut antipsikotik typikal dan serotonin dopamin
antagonist (APG-II) atau antipsikotik generasi II atau biasa juga disebut antipsikotik
atypikal.
Antipsikotik typikal berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif,
sedangkan gejala-gejala negatif tidak bermanfaat. Contoh antipsikotik typikal :
Haloperidol, Chlorpromazine. Sedangkan antipsikotik atypikal merupakan jenis obat
yang baru dengan efikasi yang lebih baik dan efek samping minimal. Contoh antipsikotik
atypikal : Clozapine, Risperidone, Olanzapin, Quetiapine.
Psikoterapi
Psikoterapi dalam bentuk psikoanalisa tidak membawa hasil yang diharapkan,bahkan
ada yang berpendapat tidak bolehdilakukan pada penderita skiofrenia karena justru dapat
menambah isolasi dan autisme. Yang dapat membantu penderita adalah adalah
psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan
maksud mengembalikan penderita ke masyarakat. Terapi perilaku kognitif ( Cognitive
Behaviour Therapy) belakangan dicoba pada pada penderita skizofrenia dengan hasil
yang menjanjikan. Psikoterapi keluarga juga sangat membantu pemulihan pasien.
Prognosis
Skizofernia merupakan gangguan yang bersifat kronis. Pasien secara berangsur-
angsur menjadi semakin menarik diri, dan tidak berfungsi setelah bertahun-tahun. Pasien
dapat mempunyai waham dengan taraf ringan dan halusinasi yang tidak begitu jelas.
Sekarang dengan pengobatan yang lebih baik, ternyata bila penderita itu datang berobat
dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka
akan sembuh sama sekali (full remisison atau recovery). Sepertiga lainnya dapat
dikembalikan ke masyarakat walaupun mash didapati gejala sedikit dan mereka masih
harus drperiksa dan diobati selanjutnya (social recovery). Yang sisanya mempunyai
prognosis yang buruk, mereka tidak dapat berfungsi di dalam masyarakat dan mengalami
kemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni tetap rumah sakit jiwa. Untuk
menetapkan prognosis kita harus mempertimbangkan faktor-faktor di bawah ini :
- Kepribadian prepsikotik. Bila skizoid dan hubungannya antarmanusia memang
kurang memuaskan, prognosis buruk
- Bila skizofrenia muncul secara akut, maka prognosis lebih baik daripada bila
gangguan muncul perlahan-lahan
- Jika gejala terjadi diatas usia 30 tahun, prognosis lebih baik
- Makin cepat diberi pengobatan, prognosis semakin baik
- Jenis. Skizofrenia katatonik mempunyai prognosis paling baik diantara semua jenis
skizofrenia. Prognosis paling buruk adalah skizofrenia hebefrenik
- Bila stressor jelas, prognosis lebih baik
- Faktor keturunan, prognosis lebih buruk bila ada riwayat keluarga menderita
skizofrenia.
Tipe-tipe waham
a. Waham erotomania. Pada tipe ini pasien merasa dicintai mati-matian oleh orang lain,
biasanya orang terkenal, atau orang dengan status yang lebih tinggi darinya. Onset
ini dapat mendadak dan seringkali menjadi pusat perhatian pasien. Beberapa orang
dengan gangguan ini, melakukan masalah hukum dalam usaha mereka mengejar
objek dalam wahamnya atau dalam usaha yang salah jalan untuk membebaskan diri
dari bahaya yang mereka hayalkan. Misalnya seorang laki-laki yang berusaha
membunuh suami seorang wanita yang dianggap jatuh cinta pada dirinya.
b. Waham kebesaran. Disebut juga megalomania. Pada tipe waham ini, terdapat
kekuatan, pengetahuan, penghargaan identitas yang berlebihan atau hubungan khusus
terhadap orang yang terkenal atau terkemuka. Jika wahamnya berhubungan dengan
relijius, orang tersebut dapat menjadi pemimpin sekte agama.
c. Waham kejar. Tipe ini adalah bentuk gangguan waham yang paling sering ditemukan
dan disebut juga waham persekutori. Waham kejar mungkin sederhana atau bisa juga
terperinci dan biasanya memilki tema yang berhubungan seperti dicurangi, dimata-
matai, diikuti, diracuni,diberi obat, difitnah secara kejam atau dihalang-halangi.
Hinaan kecil dapat diperbesar dan menjadi pusat waham. Orang dengan waham ini
sering kali membenci dan marah dan mereka mungkin melakukan kekerasan
terhadap orang lain yang diyakininya akan menyerang dirinya.
Penanganan
- Perawatan di rumah sakit.
Pada umumnya, pasien ini dapat diobati dengan rawat jalan. Tetapi pada beberapa
pasien harus dirawat di rumah sakit dengan pertimbangan perlu pemeriksaan medis
dan neurologis lengkap untuk menyingkirkan gangguan organik.
- Farmakoterapi.
Pada keadaan gawat darurat, seorang pasien yang teragitasi parah harus diberikan
suatu obat antipsikotik secara intramuscular. Walaupun percobaan klinik yang
dilakukan secara adekuat dengan sejumlah pasien belum ada, sebagian besar klinisi
berpendapat bahwa obat antipsikotik adalah obat terpilih untuk gangguan waham.
- Psikoterapi
Terapi
Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di
rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari
farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan
antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya
jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak
efektif dalam mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik
dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus
mendapatkan pengobatan mood stabilizer seperti
lithium, carbamazepine (Tegretol), valporate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-
obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe
depresif, harus diberikan percobaan antidepresan dan terapiel ektrokonvulsan (ACT)
sebelum mereka diputuskan tidak responsive terhadap terapi antidepresan.
Prognosis
Prognosis gangguan skizoafektif sulit ditentukan. Berdasarkan defenisi
diagnosis, diharapkan pasien dengan gangguan skizoafektif mengalami kondisi yang
sama seperti gangguan mood episodik. Peningkatan adanya gejela skizofrenik
memprediksi prognosis lebih buruk.
GANGGUAN AFEKTIF/GANGGUAN MOOD
Mood adalah suasana perasaan yang pervasif dan menetap yang dihayati secara internal yeng
mempengaruhi perilaku individu yang bersangkutan serta persepsinya tentang dunia luar.
Afek adalah ekspresi eksternal dari mood. Mood bisa normal, meningkat atau depresif. Pada
gangguan mood, masalah utama terjadi pada emosi penderita, berbeda denga skizofrenia
yang masalah utamanya adalah pikiran.
Terapi
Terapi untuk gangguan ini tentu saja gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi
(terapi psikososial, terapi keluarga, terapi kognitif, terapi perilaku)
Prognosis
Gangguan afektif bipolar baik manik maupun depresif sangat mungkin terjadi
kekambuhan (terjadi beberapa kali episode)
Anamnesis
Gejala gangguan bipolar episode depresi
Perasaan murung
Hilang minat dan rasa senang
Kurangnya tenaga hingga mudah lelah dan malas berkegiatan
Penurunan konsentrasi dan perhatian
Pengurangan harga diri dan percaya diri
Pikiran terfokus perihal dosa dan rasa diri tidak berguna lagi
Pesimistik
Gagasan melukai diri sendiri/ bunuh diri
Gangguan tidur
Pengurangan nafsu makan
Hendaya dalam kehidupan sehari-hari
Komplikasi
Pada bentuk yang berat dapat menjadi gangguan jiwa yang berat, sesuai dengan waham
atau halusinasi yang dialami, dan bunuh diri.
Terapi
Terapi untuk gangguan ini tentu saja gabungan antara farmakoterapi dan psikoterapi
(terapi psikososial, terapi keluarga, terapi kognitif, terapi perilaku).
Farmakologi, sesuai dengan pengobatan episode depresi :
Golongan antidepresan trisiklik : amitriptilin, imipramin
Golongan antidepresan tetrasiklik : maprotilin, mianserin
Golongan antidepresan SSRI : setraline, fluoxetine, citalofarm
C. Siklotimia
Gangguan siklotimik adalah bentuk gejala ringan gangguan bipolar II ditandai
dengan episode hipomania dan depresi ringan.Gangguan siklotimia merupakan gangguan
bipolar yang kronis. Pada individuyang mengalami siklotimia terdapat gejala-gejala
depresi yang ringan namunterus menerus dan silih berganti dengan gejala manik yang
ringan juga.
Gangguan distimik dan gangguan siklotimik dinamakan sebagai distimia dan
siklotimia di dalam Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disordersedisi ketiga
yang direvisi (DSM-III-R),dan kadang-kadang dikenal secara tidak resmi sebagai
gangguan subafektif.Istilah terakhir menyatakan bahwa gangguan distimik dan gangguan
siklotimik masing-masing adalah bentuk gangguan defresif berat dan gangguan bipolar I.
Tetapi, beberapa data penelitian menyatakan bahwa walaupun gangguan mungkin
berhubungan, gangguan tersebut kemungkinan memiliki perbedaan biologis dan
psikososial yang mendasar. Satu perbedaan utama adalah, apabila gangguan depresif
berat ditandai oleh episode gejala yang terpisah,gangguan siklotimik ditandai gejala
nonepisodik dan kronis.Gangguan siklotimik secara simptomatik adalah suatu bentuk
ringan dari gangguan bipolar II. Gangguan ini ditandai oleh episode hipomania dan
episode depresi ringan. Dalam DSM-IV,gangguan siklotimik dibedakan dari gangguan
bipolar II, yang ditandai oleh adanya episode defresif berat dan episode
hipomanik.
Gangguan siklotimik mempunyai ciri, yaitu paling sedikit 2 tahun
mengalami banyak kali perubahan mood termasuk periode gejala hipomanik
bergantian dengan disforik yang non mayor dan periode perasaan normal selama
beberapa hari hingga minggu di antaranya tetapi mood yang normal berjalan kurang dari
2 bulan.
Diagnosis
DSM-IV untuk gangguan siklotimik mengharuskan pasien tidak pernah
memenuhi kriteria untuk suatu episode defresif berat dan tidak memenuhi kriteria untuk
episode manik selama 2 tahun pertama gangguan. Kriteria juga mengharuskan
adanya gejala yang lebih atau kurang konstan selama dua tahun(atau 1 tahun untuk anak-
anak dan remaja)
Terapi
Farmakoterapi. Obat antimanik merupakan pengobatan lini pertama untuk pasien dengan
gangguan siklotimik.Walaupun data percobaan terbatas pada penelitian lithium,obat anti
manik lainnya carbamazepine dan valvorate juga efektif.Dosis dan konsentrasi plasma
dari obat tersebut harus sama seperti pada gangguan bipolar I. Pengobatan pasien
siklotimik yang mengalami depresi dengan antidepresi harus berhati-hati karena
peningkatan kepekaannya terhadap episode hipomanik atau manik akibat anti
depresan.
Terapi psikososial. Pasien diarahkan pada peningkatan kesadaran pasien tentang
kondisinya dan membantu mereka mengembangkan mekanisme pertahananan
diri untuk mengatasi pergeseran moodnya.
D. Depresi
Prevalensi gangguan depresi berat, paling sering terjadi dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15%. Perempuan dapat mencapai 25%. Sekitar 10% di perawatan
primer dan 15% dirawat di rumah sakit.
Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala utama
dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan,
dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan
emosi duka cita atau kesedihan yang normal.
Gejala utama pada derajat ringan, sedang dan berat :
Afek depresi
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan yang mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala penyerta lainnya:
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresi dan ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
Penata laksanaan
Penatalaksanaan pasien gangguan depresi harus diarahkan kepada beberapa tujuan.
Pertama, keselamatan pasien harus terjamin. Kedua, kelengkapan evaluasi diagnostik
pasien harus dilaksanakan. Ketiga, rencana terapi bukan hanya untuk gejala, tetapi
kesehatan jiwa pasien kedepan juga harus diperhatikan. Walaupun penatalaksanaan
farmakoterapi dan psikoterapi harus dipikirkan pada pasien, peristiwa kehidupan yang
penuh ketegangan dapat meningkatkan angka kekambuhan pasien dengan gangguan
depresi.
Farmakoterapi :
Sasarannya : perubahan biologis/efek berupa mood pasien. Karena mood pasien
dipengaruhi kadar serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka sasarannya adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agen-agen yang sesuai.
SSRI (fluoxetin, sertraline) merupakan obat yang secara luas digunakan di Amerika
Serikat. Merupakan obat pilihan karena efektif, gampang digunakan dan relatif kurang
sefek sampingnya, meskipun pada dosis tinggi. Obat-obat baru seperti venlavaxine,
bupropion, juga sudah sering digunakan. Obat obat tersebut lebih aman dari obat
golongan trisiklik, tetrasiklik dan MAOIs, dan menunjukkan keefektifan pada uji klinik.
Terapi antidepresan harus dipertahankan setidak-tidaknya 6 bulan atau sesuai
lamanya pengobatan pada episode sebelumnya. Pada pemberian antidepresan, obat baru
memperlihatkan efek antidepresan yang optimal dalam 3 sampai 4 minggu.
Non farmakoterapi :
Terapi perilaku cognitif (Cognitif Behavioral Therapy, CBT). Dalam sebuah
analisis terhadap empat studi komparasi, terapi perilaku kognitif memiliki efek yang
sepadan dengan antidepresan dalam mengatasi depresi berat bagi banyak pasien.
Sebagian besar keberhasilan terapi psikologis tergantung pada keterampilan terapis.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif dengan antidepresan
memberikan keuntungan terbesar bagi banyak pasien, khususnya untuk distimia (depresi
kronis). Bukti medis juga telah menemukan bahwa manfaat dari terapi kognitif bertahan
setelah perawatan telah berakhir. Terapi perilaku kognitif telah terbukti untuk membantu
mencegah untuk mencegah upaya bunuh diri dimasa mendatang pada pasien dengan
riwayat perilaku bunuh diri
Prognosis
Indikator prognosis. Identifikasi indikator prognosis baik dan buruk pada depresi
berat. Kemungkinan prognosis baik: episode ringan, tidak ada gejala psikotik, singkatnya
waktu rawat inap, indikator psikososial meliputi mempunyai teman akrab selama masaa
remaja, fungsi keluarga stabil, 5 tahun sebelum sakit secara umum fungsi sosial baik.
Sebagai tambahan, tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri lain, tidak lebih
dari sekali rawat inap dengan depresi berat, onsetnya awal pada usia lanjut.
Kemungkinan prognosis buruk: depresi berat bersamaan dengan distimik,
penyalahgunaan alkohol dan zat lain, ditemukan gejala gangguan cemas, ada riwayat
lebih dari sekali episode depresi sebelumnya.
E. DISTIMIK
Gangguan distimik adalah gangguan mood yang terdepresi, dikarakateristikkan
dengan perjalanan kronik yang tiba-tiba. Gangguan distimik harus dibedakan dengan
gangguan depresi kronik, karena pada gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode
gangguan depresi mayor. Apabila kondisi ini terjadi pada anak atau remaja, yang perlu
diprehatikan manifestasinya dalam bentuk mudah marah. Hampir sepanjang hari pasien
selalu mengeluhkan keadaan mood terdepresi atau pada anak dan remaja mudah marah
ditemukan, dan keluhan ini sudah berlangsung selama sedikitnya 2 tahun.
Tanda dan gejala
Distimik menimbulkan perubahan dalam pikiran, perasaan, perilaku dan kesehatan fisik.
o Perubahan dalam pikiran. Banyak diantara mereka mengeluh sulit berkonsentrasi
dan membuat keputusan. Pikiran negatif, pesimis, rendah diri, rasa bersalah, lupa
berbagai hal sepanjang waktu.
o Perubahan dalam perasaan. Kebanyakan merasa sedih tanpa alasan yang jelas.
Motivasi menurun sampai apati. Mereka juga merasa lamban dan lelah sepanjang
waktu. Terkadang karena mereka irritable keadaan ini menjadi masalah, karena
mereka sulit mengontrol masalahnya.
o Perubahan dalam perilaku. Pasien terlihat apati. Hal ini sejalan dengan perasaannya.
Mereka merasa tidak nyaman berhubungan dengan orang lain, hal ini yang umumnya
menimbulkan penarikan diri dari pergaulan sosial.Akibat kesedihan berjalan kronik,
biasanya menangis secara berlebihan.
o Perubahan dalam kesehatan fisik. Timbul kelelahan kronik sehingga banyak waktu
yang disia-siakan dan banyak tidur. Bebarapa orang dapat mengalami sulit tidur,
dapat pula terjaga sepanjang malam. Mereka juga mengeluhkan banyak sakit dan
rasa nyeri. Pada gangguan distimik,beberapa gejala ada sepanjang waktu dapat
sampai 2 tahun.
Terapi
Farmakoterapi : anti depresan dibutuhkan untuk mengatasi gangguan yang sering dialami
seperti gangguan tidur, rasa lelah,dan rasa nyeri. Antidepresan yang sering digunakan
adalah fluoxetin dengan dosis 20 mg sekali sehari yang diberikan pada pagi hari. Dosis
dapat dinaikkan secara perlahan dalam beberapa minggu dengan dosis maksimal 80 mg.
Selain fuloxetin dapat juga diberikan setralin dengan dosis awal 50 mg sekali sehari pada
pagi hari, dengan dosis maksimal 200 mg.
Psikoterapi : psikoterapi suportif, terapi kognitif behaviour, problem solvinig therapy
dapat membantu perbaikan dalam terapi.
Terapi
- Untuk depresi postpartum dapat meliputi terapi psikologis, terapi farmakologi dan
terapi hormonal. Terapi farmakologis mengacu pada obat-obatan antidepresan seperti
SSRI dan golongan trisiklik.
- Postpartum psychosis dapat tergolong gawat darurat psikiatri .
- Disini pasien tidak dapat mengutarakan keluhannya, sehingga seringkali dibutuhkan
dukungan dari keluarga.
- Pasien sebaiknya dirawat di RS untuk sementara waktu dan diberikan antipsikotik
juga psikoterapi
- Dengan penanganan yang cepat dan tepat, kebanyakan akan remisi sempurna.
GANGGUAN CEMAS
I. Gangguan Panik
Diantara beberapa gangguan cemas yang dikenal, gangguan panik adalah
gangguan yang lebih sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Ditandai dengan
serangan panik yang timbul spontan dan tidak dapat diduga, terdiri dari periode rasa takut
yang intens dan hati-hati. Serangan dapat terjadi sepanjang hari atau sedikit serangan
dalam setahun. Gangguan panik dapat disertai oleh agoraphobia yaitu ketakutan ditempat
umum, terutama tempat yan sulit keluar dengan cepat saat serangan panik . Juga dapat
tanpa agoraphobia.
Gejala Klinik
Tema psikodinamika gangguan panik :
o Kesulitan mentoleransi kemarahan
o Perpisahan fisik/emosi dari orang yang bermakna, baik dimasa anak dan dewasa
o Dapat dipicu oleh mingkatnya tanggung jawab pekerjaan
o Persepsi orang tua sebagai pengontrol, penuntut, kritis, menakutkan
o Gambaran internal mengenai hubungan yang melibatkan penyiksaan sosial dan fisik
o Kemarahan pada perilaku orang tua, dan khayalan akan merusak ikatan dengan orang
tua
Terapi
- Farmakoterapi
Antiansietas golongan SSRI dan clomipramine lebih baik dari benzodiazepine,
MAOI, obat trisiklik. Misalnya Alprazolam dan paroxetine untuk gangguan panik.
Apabila onset cepat dan parah beri kombinasi obat diatas. Benzodiazepine
mempunyai onset cepat dan dapat digunakan pada onset gejala saat menghadapi
stimulus fobik. Obat trisiklik dan tetrasiklik adalah obat yang paling efektif untuk
gangguan panik, tetapi onsetnya lama dan potensi efek samping lebih besar dari SSRI.
Apabila terapi efektif, pertahankan 6-12 bulan.
- Terapi perilaku dan kognitif
Menjelaskan mengenai keyakinan yang salah tentang serangan panik dan
mengedukasi bahwa serangan panik berbatas waktu dan tidak menimbulkan kematian
- Latihan relaksasi : mengendalikan anxietas dan relaksasi
- Terapi psikososial lain
- Terapi keluarga : agar memberi dukungan yang bermanfaat
Penatalaksanaan
Terapi untuk kondisi adalah gabungan antara terapi psikologik, terapi farmakologi dan
terapi suportif.
Psikoterapi : terapi perilaku kognitif (relaksasi), terapi suportif, terapi berorientasi tilikan
Famakologik : golongan benzodiazepin (drug of choice). Pemberian dimulai dari dosis
terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi.Lama pengobatan rata-rata 2- 6
minggu dan non benzodiazepine, seperti buspiron dengan dosis 2-3 x 10 mg/ hari.
Prognosis
Gangguan cemas menyeluruh bersifat fluktuatif dan kronis. Kondisi pasien sulit
diprediksi dan dapat menetap seumur hidup.
Pola yang lain : obsesi bertema keagamaan, trichotilomania, menggigit gigit kuku,
mengisap jempol.
Pengobatan
- Terapi pemaparan merupakan sejenis terapi perilaku yang bisa membantu
mengatasi penyakit ini. Penderita dihadapkan kepada situasi atau orang yang
memicu timbulnya obsesi, ritual maupun rasa tidak nyaman. Rasa tidak nyaman
atau kecemasan secara bertahap akan berkurang jika penderita mencegah dirinya
melakukan ritual selama dihadapkan kepada rangsangan tersebut. Dengan cara ini,
penderita memahami bahwa untuk menghilangkan rasa tidak nyaman tidak perlu
melakukan ritual.
- Obat-obatan yang efektif untuk mengatasi penyakit obsesif-kompulsif adalah
klomipramin, fluoksetin dan fluvoksamin. Adakalanya penderita perlu
mengkonsumsi obat-obatan ini dalam waktu yang agak lama seperti dua hingga
tiga tahun bergantung kepada respon terhadap pengobatan.
- Psikoterapi dilakukan agar penderita lebih memahami pertentangan batin yang
mungkin melatar-belakangi terjadinya penyakit ini. Pendekatan psikoterapi ini
mencakup psikoterapi kognitif dan psikoterapi tingkah laku :
- Psikoterapi kognitif – Penderita akan dibantu mengatasi masalah ini melalui saran
dan perbincangan berdasarkan pemikiran yang rasional.
- Psikoterapi tingkah laku – Terapi ini lebih bercorak kepada pemaparan dan
tindakan pencegahan yang bertahap.
Biasanya kombinasi dari psikoterapi dan obat-obatan merupakan pengobatan yang terbaik
bagi penyakit obsesif-kompulsif
REAKSI TERHADAP STRES BERAT DAN GANGGUAN PENYESUAIAN
Karakteristik dari kategori ini adalah tidak hanya diidentifikasi dasar simtomatologi dan
perjalanan penyakit, akan tetapi juga atas dasar salah satu dari dua faktor pencetus :
a. Suatu stres kehidupan yang luar biasa, yang menyebabkan reaksi stres akut, atau
b. Suatu perubahan penting dalam kehidupan, yang menimbulkan situasi tidak nyaman
yang berkelanjutan, dengan akibat terjadi gangguan penyesuaian.
Gangguan dalam kategori ini selalu merupakan konsekuensi langsung dari stres akut
yang berat atau trauma berkelanjutan. Gangguan gangguan ini dapat dianggap sebagai
respon maladaptif terhadap stres berat atau stres berkelanjutan, dimana mekanisme
penyesuaian (coping mechanism) tidak berhasil mengatasi sehingga menimbulkan
masalah dalam fungsi sosialnya.
Pada umumnya individu ini dapa mengalami resolusi gejala-gejala atau di lain
pihak justru berkembang menjadi penyakit yang lebih berat. Yang akut adalah apabila
gangguan dialami selama kurang dari 6 bulan, dan yang kronik bila gangguan ada selama
6 bulan atau lebih.
Penatalaksanaan
Psikoterapi: adalah pilhan utama, intervensi ini dapat dengan psikoterapi
psikodinamik,kognitif, perilaku, suportif, konseling.
Farmakoterapi : medikasi dengan obat-obatan harus diberikan untuk waktu yang
singkat, tergantung dari tipe gangguan penyesuaian, dapat diberikan pengobatan yang
efektif.
Dalam satu dekade terakhir kita sering mendengar terjadinya kasus kasus yang
terjadi pasca bencana alam, kekerasan baik berupa kekerasan rumah tangga atau bentuk
kekerasan traumatik lainnya. Pelbagai kondisi ini merupakan suatu stressor psikososial
mungkin akan berdampak terhadap kehidupan individu berupa terjadinya gangguan pasca
trauma. Di samping gangguan stres pasca trauma, seseorang yang mengalami peristiwa
traumatik juga beresiko untuk mengalami berbagai jenis gangguan psikiatrik lainnya,
seperti gangguan depresi, gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh dan
penyalahgunaan zat.
Produktivitas individu yang mengalami gangguan stres pasca trauma akan
menurun. Mereka seringkali absen hingga acap kali kehilangan pekerjaan, kapasitas
mereka sebagai pencari nafkah menurun. Mereka lebih banyak mengunjungi fasilitas-
fasilitas kesehatan dalam upaya untuk mengatasi keluhan dan penderitaan yang dialami.
Etiologi
Terjadinya gangguan stres pasca trauma didahului oleh adanya suatu stressor berat
yang melampaui kapasitas hidup seseorang, sera menimbulkan penderitaan bagi hidup
seseorang. Beberapa faktor predisposisi bagi seorang individu untuk mengalami
gangguan stres pasca trauma adalah :
- Adanya gangguan psikiatrik sebelum trauma baik pada individu yang bersangkutan
maupun keluarganya
- Adanya trauma masa kanak, seperti kekerasan fisik maupun seksual
- Ciri kepribadian ambang, paranoid, dependent atau antisosial
- Mempunyai karakter introvert atau adanya problem menyesuaikan diri
- Terpapar oleh kejadian-kejadian dalam kehidupan yang lua biasa
Pada umumnya individu yang mempunyai karakter yang extrovert atau lebih
berpikir positif lebih jarang mengalami masalah psikologis seperti ini. Karakteristik dari
peristiwa traumatik yang dialami juga akan mempengaruhi jenis reaksi psikologis yang
akan terjadi, seperti :
1) Durasi dan intensitas dari stressor yang dialami
2) Derajatnya dalam kaitan dengan ancaman terhadap kehidupan seseorang
3) Berat ringannya kehilangan yang dialami (baik material maupun personal)
Perilaku korban yang selamat pada waktu menghadapi peristiwa traumatik
tersebut, misalnya apakah ia juga menyelamatkan orang lain pada saat kejadian atau
hanya menyelamatkan dirinya sendiri
Setelah mengalami peristiwa traumatik, maka sistem keyakinan dan latar belakang
budaya yang dianut oelh individual yang bersangkutan, serta dukungan sosial dari
lingkungan sekelilingnya akan memegang peranan yang penting bagi individu untuk
menyesuaikan dirinya kembali.
Aspek biologi dari gangguan pasca trauma
Gejala gejala gangguan stres pasca trauma timbul akibat dari respons biologik
dan juga psikologik seorang individu. Pitman (1989) menghipotesiskan bahwa pada
individu yang mengalami gangguan stres pasca trauma, mengalami gangguan dalam
regulasi neuropeptida dan juga katekolamin di otak pada waktu menghadapi peristiwa
traumatik. Katekolamin yang meningkat ini akan membuat individu tetap berada dalam
siaga terus menerus. Jika hormon kortisol gagal menghentikan proses ini, maka aktivasi
katekolamin akan tetap tinggi dan kondisi ini akan dikaitkan dengan terjadinya
konsolidasi berlebihan dari ingatan-ingatan peristiwa traumatik yang dialami.
Kriteria diagnostik gangguan stres pasca trauma berdasarkan PPDGJ III adalah :
Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6
bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu
sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan). Kemungkinan diagnosis
masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan awitan
gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifetasi klinisnya adalah khas dan tidak
didapat alternatif kategori gangguan lainnya.
Sebagai bukti tambahan selain rauma, harus didapatkan bayang-bayang atau
mimpi dari kejadian traumatik tersebut secara berulang kembali (flashback).
Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat
mewarnai diagnosa tetapi tidak khas.
Tata laksana
Tata laksana gangguan stres pasca trauma diharapkan dalam bentuk yang
komprehensif, meliputi pemberian medikasi dan psikoterapi serta edukasi, dukungan
psikososial, tehnik untuk meredakan kecemasan dan juga modifikasi pola hidup.
Medikasi yang terbukti bermanfaat adalah pemberian antidepresan golongan SSRI seperti
Fluoxetine 10-60 mg/hari, Sertralin 50-200 mg/hari atau Fluvoxamine 50-300 mg/hari.
Antidepresan lain yang dapat digunakan adalah Amitriptilin 50-300 mg/hari atau
Imipramin 50-300 mg/hari. Psikoterapi yang umum diberikan adalah psikoterapi koginitf
perilaku, psikoterapi kelompok dan hipnoterapi
GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI)
Dalam DSM IV, gambaran utama gangguan disosiasi berupa gangguan kesadaran,
ingatan, identitas atau persepsi lingkungan. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak
dapat dijelaskan secara medis. Gangguan disosiasi dipertimbangkan sebagai mekanisme
pertahanan diri menghadapi trauma psikologik.
Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan axietas dikonversikan
menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer,
primary gain) yaitu didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain
(keuntungan sekunder,secondary gain).
Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia
psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis) atau
fungsi sensorik (anestesia sarung tangan dan kaus kaki, glove and stocking anasthesia).
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-buatnya gejala
tersebut. Disini ada dua kemungkinan, gangguan buatan (factitious disorder) atau berpura-
pura (malingering). Pada gangguan buatan, gejala-gejala dibuat dengan sengaja untuk
mendapatkan perawatan medis, sedangkan pada berpura-pura untuk mendapatkan
keuntungan pribadi. Menentukan hal ini tidaklah mudah dan mungkin memerlukan bukti
bahwa ada inkonsistensi dalam gejalanya.
Penderita mungkin tampak acuh tak acuh akan penyakitnya. Penampilan tak acuh ini
mungkin juga terjadi pada gangguan organik dan tidak spesifik untuk penyakit ini.Yang
penting dalam pelaksanaan adalah menerima gejala pasien sebagai hal yag nyata, tetapi
menjelaskan bahwa itu reversibel. Diupayakan untuk kembali ke fungsi semula dengan
Bertahap. Apabila ada depresi komorbid, hal ini harus diobati dengan baik. Psikoterapi dapat
bermanfaat untuk gangguan disosiatif dan dalam beberapa kasus kronis mungkin yang
mengenai fungsi motorik mungkin diperlukan rehabilitasi medis.
GANGGUAN SOMATOFORM
Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani, soma yang artinya tubuh . Gangguan
ini merupakan kelompk besar dari berbagai gangguan yang komponen utama dari tanda dan
gejalanya adalah tubuh. Gangguan ini mencakup pasien pasien yang terutama menunjukkan
keluhan somatis yang tidak dapat dijelaskan dengan adanya gangguan depresif, anxietas atau
penyakit medis.
Ada 2 gangguan yang termasuk dalam kelompok gangguan somatoform. Pertama,
yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran bahwa gejala yang ada merupakan bukti
adanya penyakit (hipokondriasis), dan kedua, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran
tentang gejala somatik itu sendiri (antara lain gangguan somatisasi, gangguan nyeri
somatoform).
Keluhan somatis yang ada atau kekhawatirannya tidak dapat dijelaskan atau tidak
proporsional secara medis dan cukup berat sehingga menimbulkan distres, serta telah
berlangsung setidaknya 6 bulan. Apabila didapatkan gejala depresi atau anxietas, gejala
gejala tersebut tidak cukup berat untuk dapat didisgnosis sebagai gangguan depresif atau
anxietas.
Penanganan gangguan somatoform harus berhati-hati karena bukan hanya pasien
tetapi sering kali dokter juga yakin bahwa gejala-gejala yang ada merupakan tanda penyakit
fisik dan bukan gangguan psikiatrik. Hal ini membuat pasien merasa tidak puas dengan hasil
terapi, sehingga membuat pasien berpindah ke dokter yang lain untuk meyakinkan dirinya
(doctor shopping).
Kekhawatiran pasien akan keluhan somatiknya harus dianggap serius, jangan dengan
sikap meremahkan sebagai hanya psikis saja, tetapi juga tidak terbawa oleh keyakinan yang
tidak berdasar mengenai penyebab medik yang tidak terbukti, atau bahkan dengan ucapan-
ucapan dan cara-cara pemeriksaan yang tambah menakut-nakuti pasien. Pemeriksaan medis
harus ditentukan berdasarkan penilaian dokter terhadap gejala yang ada, bukan permintaan
pasien.
Obat anti depresan bermanfaat dalam sebagian besar kasus meskipun tidak ada
depresi yang menyertai. Terapi perilaku kognitif (CBT, Cognitive Behaviour Therapy) akan
bermanfaat jika diadaptasi untuk keluhan somatis utama. Pasien mungkin perlu dibantu untuk
mengenali dan mengatasi stressor sosial yang dialami, juga perlu didorong kembali ke fungsi
normal secara bertahap.
TRIKOTILOMANIA
Gangguan kebiasaan dan impuls untuk mencabut rambut, hingga kehilangan rambut
yang jelas. Gejala klinis berupa peningkatan ketegangan sebelum mencabut rambut, dan rasa
menyenangkan dan kepuasan setelah mencabut rambut. Diagnosis tidak ditegakkan jika
terkait dengan gangguan jiwa lain misalnya waham atau halusinasi.
Pemeriksaan fisik
Hilangnya sebagian rambut yang nyata pada rambut, alis, rambut ketiak, rambut pubis
Ditemukan helaian rambut
Pada rambut yang tercabut, tertinggal rambut yang pendek atau folikel rambut
Tidak terbukti ada penyakit dermatologis pada kepala
Terapi
Psikoterapi berupa Habit Reversal Training
a. Membangun kesadaran bahwa kebiasaannya salah dan menyebabkan hendaya
b. Mengalihkan rasa ingin mencabut rambut, dengan kegiatan subtitusi lain yang tidak
merugikan
c. Menciptakan lingkungan yang suportif pada penderita (memberi penghargaan jika
berhasil menghindari perbuatan tersebut.
Farmakoterapi
Farmakoterapi berupa perawatan bersama dengan dermatologis. Baik terdapat depresi
atau tidak, anti depresan dapat mengurangi tindakan mencabut rambut. SSRI juga efektif
mengatasi keluhan. Apabila SSRI tidak efektif, dapat menggunakan obat dengan kerja
antagonis dopamin. Buspiron, klonazepam, trazodeone juga efektif.
Prognosis
Bila usia timbulnya dini (< 6 tahun) maka akan lebih mudah sembuh karena berespon
terhadap saran, dukungan dan strategi perilaku.
Onset umur > 13 tahun prognosis lebih buruk karena akan menjadi kronis.
GANGGUAN KEPRIBADIAN
Gangguan kepribadian adalah ciri kepribadian yang bersifat idak fleksibel dan
maladaptif yang menyebabkan disfungsi yang bermakna atau penderitaan subjektif. Orang
dengan gangguan kepribadian menunjukkan pola relasi dan persepsi terhadap lingkungan dan
diri sendiri yang bersifat berakar mendalam, tidak fleksibel serta bersifat maladaptif.
Pedoman diagnostik :
Peka berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan
Cenderung pendendam, menolak memaafkan satu penghinaan, masalah kecil
menyebabkan hati terluka
Kecurigaan yang pervasif untuk menyalah artikan suatu tindakan netral atau
bersahabat dari seseorang sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan
Mempertahankan dengan gigih hak pribadinya
Berulang curiga tanpa dasar kesetiaan seksual pasangannya
Dirundung oleh rasa “persekongkolan” terhadap dirinya
Pedoman diagnostik :
Tidak peduli dengan perasaan orang lain
Secara menetap tidak bertanggung jawab terhadap norma, peraturan, kewajiban sosial.
Tidak mampu mempertahankan hubungan interpersonal walaupun tidak ada kesulitan.
Mudah frustasi dan bertindak agresi atau kekerasan
Tidak mampu menerima kesalahan atau belajar dari pengalaman atau hukuman.
Bila ia mengalami konflik sosial, ia cenderung menyalahkan orang lain, atau
memberikan rasionalisme dari perbuatannya.
Pedoman Diagnostik
Perasaan ragu dan hati-hati berlebihan
Terpaku pada rincian, peraturan, daftar, perintah, organisasi, jadwal
Perfeksionisme yang menghambat penyelesaian tugas
Teliti, berhati-hati berlebihan dan lebih mengutamakan produktivitas sehingga
mengenyampingkan kesenangan dan hubngan interpersonal.
Terpaku dan terikat secara berlebihan pada norma sosial
Kaku dan keras kepala
Memaksakan kehendak agar orang lain melakukan sesuatu menurut caranya
Intruksi pikiran atau impuls yang tidak dikehendaki.
Pedoman diagnostik :
Ekspresi emosi yang didramatisasi, teatrikal dan dibesar-besarkan
Bersifat mudah disugesti atau dipengaruhi oleh orang lain atau keadaan
Afeknya dangkal dan labil
Terus mencari kegairahan (excitement), apresiasi oleh orang lain, dan aktivitas di saat
ia menjadi pusat perhatian
Bersifat sedukti dalam penampilan atau perilaku
Sangat mementingkan daya tarik fisik
Pedoman diagnostik :
Mendorong membiarkan orang lain mengambil keputusan penting bagi dirinya
Menomorduakan kebutuhan dirinya terhadap kebutuhan orang lain tempat ia
bergantung, dan secara berlebihan menuruti apa saja kemauan orang itu.
Enggan mengajukan tuntutan yang layak kepada orang tempat ia bergantung
Rasa tidak enak atau tidak berdaya bila berada sendiri
Katakutan berlebih bahwa ia tidak dapat menjaga dirinya sendiri
Kemampuannya terbatas untuk mengambil keputusan sehari-hari tanpa mendapat
nasihat berlebihan dan jaminan dari orang.
Pedoman diagnostik :
Secara berlebih merasa dirinya sangat penting (mis. Melebih-lebihkan bakat atau
prestasinya, mengharap dikenal sebagai seorang yang superior)
Berpreokupasi dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan, kehebatan, kecantikan atau
kekasih ideal)
Merasa dirinya sebagai orang “spesial” dan unik yang hanya dapat dimengerti oleh
atau perlu berhubungan dengan orang atau institusi penting
Membutuhkan pemujaan berlebihan
Merasa dirinya mempunyai hak istimewa
Dalam hubungan interpersonal bersifat eksploitatif
Kurang atau tidak mampu berempati
Sering iri hati ata merasa bahwa orang lain iri hati terhadapnya
Bersikap sombong
Tata laksana
Biasanya sulit, karena bersifat pervasif,egosintonik, awitannya sejak dewasa muda (diatas
17 tahun) seringkali individu bangga dengan kepribadiannya.
Jenis terapi :
Psikoterapi: terapi kognitif, terapi keluarga
Psikofarmaka : diberikan bila individu datang dengan keluhan tertentu
GANGGUAN IDENTITAS GENDER
Yang paling terkenal dari gangguan pada kelompok ini adalah transeksualisme dan
transvestisme peran ganda. Transseksualisme (bagi orang awam disebut waria) adalah suatu
kondisi disaat seseorang yang merasa dirinya tak sesuai seperti jenis kelamin fisiknya dan
berusaha untuk mengkoreksinya lewat operasi ganti kelamin atau terapi hormon. Mereka ini
biasa berorientasi seks sebagai homoseksual atau heteroseksual. Biasanya ada keinginan
untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya, adanya keinginan
melakukan terapi hormon atau pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin
dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Sedangkan transvestisme adalah transeksualisme yang tidak menginginkan operasi
ganti kelamin, tetapi senang mengenakan pakaian lawan jenisnya sebagai bagian dari
eksistensi dirinya untuk menikmati sejenak pengalaman sebagai anggota lawan jenisnya dan
tidak ada perangsangan seksual yang menyertai pemakaian busana tersebut.
Tidak ada psikofarmaka untuk gangguan ini. Terdapat persyaratan tertentu untuk bisa
menjalani proses operasi ganti kelamin dan terapi hormon.
Di dalam hal preferensi seksual tetap adanya, hanya gejalanya sebuah penyimpangan
yang berarti dari stimulus erotik atau dalam kegiatannya sendiri adalah prakondisi untuk
perangsangan serta orgasme seksualnya. Umumnya parafilia menimbulkan kepuasan dan
kenikmatan pada penderitanya sehingga mereka ini kurang bermotivasi untuk berobat dan
sulit diobati. Termasuk dalam kelompok ini adalah : fetihisme (mereka yang menyukai benda
benda mati seperti pakaian dalam, rambut), transvestisme fetishistik (memakai busana lawan
jenis), eksibisionisme ( memamerkan organ vitalnya), voyeurisme (mengintip tubuh yang
telanjang), pedofilia (preferensi seksual terhadap anak-anak),sado-masokisme (gemar
menyakiti dan disakiti selama melakukan hubungan seksual).
Terapi biasanya dapat diberikan antipsokotik, anti androgen untuk menekan libido
mereka. Psikoterapi dapat psikoterapi dinamik dan terapi perilaku.
GANGGUAN EMOSIONAL ANAK DAN REMAJA
2. Retardasi mental
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya keterampilan selama masa
perkembangan , sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan
kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Onset sebelum 18 tahun. Derajatnya :
RM ringan, IQ 50-55 sampai 70
RM sedang, IQ 35-40 sampai 50-55
RM berat, IQ 20-25 sampai 35-40
RM sangat berat, IQ dibawah 20
RM tidak tergolongkan bila tak dapat dilakukan pemeriksaan IQ
Penatalaksanaan
Ada yang menganggap bahwa terapi RM kurang memuaskan berhubung
gangguan ini tak dapat disembuhkan. Tetapi perlu diingat bahwa tugas seorang dokter
tidak hanya menyembuhkan tetapi juga meningkatkan kualitas hidup pasiennya.
Penatalaksanaan RM meliputi 3 aspek yaitu :
Pendekatan yang berhubungan dengan etiologi, misalnya menetapkan diet secara dini
untuk pasien yang penyebabnya adalah fenil-koteurinaria atau subtansi hormon tiroid
untuk defisiensi hormon ini
Terapi untuk gangguan fisk dan mental yang menyertai RM
Pendidikan yang sesuai dan rehabilitasi
Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk
menyembuhkan anak dnegan GPPH secara total. Berdasarkan evidence base, tatalaksana
GPPH yang terbaik adalah dengan pendekatan komprehensif beralaskan prinsip Multi
Tretamen Approach (MTA). Dengan pendekatan ini maka anak selain mendapatkan
terapi dengan obat, maka juga diberikan terapi psikososial seperti terapi perilaku, terapi
kognitif perilaku dan juga latihan keterampilan sosial.
Pedoman diagnostik
Pemastian adanya gangguan tingkah laku perlu memperhitungkan pula tingkat
perkembangan si anak. Sebagai contoh temper tantrum merupakan gejala normal pada
anak usia 3 tahun. Conto perilaku yang menjadi dasar dagnosisnya mencakup hal berikut:
perkelahian dan pelecehan yang berlebihan, kekejaman terhadap hewan atau sesama
manusian, perusakan yang hebat atas barang milik orang lain, membakar, kebohongan
berulang, sikap menantang yang hebat dan menetap.
Fobia adalah suatu ketakutan irasional yang jelas, menetap dan berlebihan terhadap suatu
objek spesifik, keadaan atau situasi. Fobia merupakan suatu gangguan jiwa dalam kelompok
anxietas, dan dibedakan ke dalam tiga jenis berdasarkan jenis objek atau situasi ketakutan
yaitu Agorafobia, Fobia sosial dan fobia spesifik.
Fobia sosial
Fobia sosial seringkali mulai pada usia remaja dan terpusat pada rasa takut
diperhatikan oleh orang lain dalam kelompok yang relatif kecil (berlawanan dengan orang
banyak), yang menjurus kepada penghindaran terhadap situasi sosial. Gambarannya dapat
sangat jelas, misalnya hanya terbatas pada makan di tempat umum, atau berbicara di depan
umum, atau kabur yang mencakup hampir semua situasi sosial di luar lingkungan keluarga.
Perasaan takut muntah depan umum dapat merupakan hal penting. Fobia sosial biasanya
disertai dengan harga diri rendah dan takut akan kritik.
Fobia spesifik
Ini adalah fobia yang terbatas pada situasi yang sangat spesifik seperti bila berdekatan
dengan binatang tertentu, tempat tinggi, kegelapan, ruang tertutup, takut melihat darah atau
luka, ruang tertutup, buah tertentu, dan lain-lain. Pada fobia khas ini biasanya tidak ada gejala
psikiatrik lain, tidak seperti agorafobia dan fobia sosial. Keseriusan dampak hendaya yang
terjadi sebagai akibat gangguan yang timbul, tergantung dari kemudahan penderita untuk
menghindari siuasi fobik ini.
Penatalaksaanaan fobia
5. Terapi psikologis. Terapi perilaku merupakan terapi yang paling efektifdan sering diteliti
seperti desensitisasi sistemik, terapi pemaparan, imaginal floading. Terapi lainnya seperti
hipnoterapi, terapi keluarga bila diperlukan.
6. Farmakoterapi. Obat obat yang efektif adalah SSRI, khususnya untuk fobia
sosialmerupakan pilihan utama. Benzodiazepin, venlavaxine, buspirone dapat diberikan
satu jam sebelum terpapar dengan stimulus fobia.
GANGGUAN MAKAN
A. Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa adalah suatu gangguan yang ditandai oleh penurunan berat badan
yan disengaja, yang dimulai dan/atau dipertahankan oleh pasien. Gangguan terjadi umumnya
pada gadis remaja atau wanita muda, tetapi dapat juga terjadi pada pria walaupun sangat
jarang. Beberapa pedoman diagnostik untuk anoreksia nervosa antara lain :a) berat badan
tetap 15% di bawah normal atau IMT adalah 17,5 atau kurang. Pada pasien pubertas bisa saja
gagal memperoleh berat yang diharapkan selama periode pertumbuhan, b)pengurangan berat
badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan makanan, merangsang muntah oleh diri
sendiri, olahraga berlebihan, makan obat penekan nafsu makan, c) terdapat distorsi citra
tubuh (body image) dalam bentuk psikopatologi khas dengan ketakutan gemuk terus menerus
B. Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa adalah suatu sindrom yang ditandai dengan serangan berulang
perilaku makan berlebih , saat mana pasien makan sangat banyak dalam waktu singkat dan
preokupasi berlebihan perihal berat badannya, sehingga pasien menggunakan cara yang
sangat ketat untuk mengurangi efek “menggemukkan” dari makanan. Gangguan ini dapat
dianggap sebagai sekuele dari anoreksia nervosa yang menetap (walaupun urutan sebaliknya
bisa juga terjadi). Psikopatologi terdiri dari rasa khawatir luar biasa terhdapa kegemukan,
mereka menentukan suatu batas ambang berat badan tertentu yang jauh di bawah berat badan
yang optimal.
C. Pica
Pica adalah kebiasaan terus menerus makan zat yang tidak bergizi (tanah, serpihan
cat, serpihan kayu, serpihan batu). Pika dapat timbul sebagai salah satu gejala dari sejumlah
gangguan psikiatrik yang luas (seperti autisme) atau sebagai perilaku psikopatologis tunggal.
Fenomena ini biasanya terjadi pada usia balita dan anak-anak.
GANGGUAN BICARA DAN TICS
1. Uncoordinated speech
Definisi
Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, masalah suara, masalah
kelancaran berbicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan katakata, (biasanya
akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara
dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau
hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area
lain yang mendukung seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan
dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak
normal” (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau
menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme oral motor dalam fungsinya
untuk bicara dan makan.Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan
mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau
penggantian bunyi huruf itu sehinggamenimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak
kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.
2. Afasia
Kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangankemampuan untuk
menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik.
3. Gagap (stuttering)
Gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara.Terdapat
pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa
terjadispasme tonik dari ototototbicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat
kecenderungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat
disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan
lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.
Penanganan :
Stimulasi yaitu kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar anak tumbuh dan
berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin
dan terus menerus pada setiap kesempatan yang dapat dilakukan oleh ibu, ayah,
pengasuh, maupun orang-orang terdekat dalam kehidupan sehar ihari.
Penatalaksanaan :
Non farmakologi, berupa psikoterapi tingkah laku untuk mengatur pola tidur,
relaksasi, terapi kognitif berupa perubahan pola pikir tentang kekhawatiran susah
tidur, tidak tidur siang
Farmakologi , berupa pemberian obat golongan benzodiazepin dan non
benzodiazepin. Pemilihan tergantung sifat gangguan tidur.
Initial insomnia : sulit masuk tidur dibutuhkan obat sleep inducing insomnia yaitu
golongan benzodiazepin short acting
Delayed insomnia : proses tidur terlalu singkat, setelah bangun sukar tidur kembali.
Dalam hal ini dibutuhkan prolonged phase anti insomnia. Misalnya golongan
trisiklik/tetrasiklik anti depresan
Broken insomnia : siklus pola tidur normal terpecah-pecah menjadi beberapa bagian
(multipel awakening). Dibutuhkan sleep maintening anti insomnia seperti golongan
barbiturate long acting.
Pemberian obat 15-30 menit sebelum tidur mengunakan dosis kecil dipertahankan
samapi dapat mengontrol insomnia 1-2 minggu kemudian tappering off agar tidak
terjadi rebound.
Pasien biasanya sulit lepas dari obat karena merasa nyaman menggunakan obat, dapat
mempermudah tidurnya.
2. Hipersomnia
Hipersomnia adalah tidur yang berlebihan, rsa mengantuk disiang hari yang berlebihan
atau kadang keduanya. Hipersomnia sementara dan situasional merupakan gangguan pola
tidur-bangun normal. Hipersomnia dapat terjadi karena kelainan organik otak, idiopatik,
keadaan narkoleptik atau karena kondisi kejiwaan tertentu. Gambaran klinis :
Tidur siang hari yang berlebihan atau serangan kantuk yang hebat pada siang hari,
yang bukan disebabkan oleh kurang tidur
Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 2 bulan atau gangguan yang
berulang yang berlangsung relatif singkat, yang menyebabkan keadaan yang tak
menyenangkan atau menyebabkan gangguan yang nyata pada fungsi sosial atau
pekerjaan
Tak ada gangguan medis atau neurologis
Penanganan :
Non farmakologi ; edukasi dan konseling, perubahan gaya hidup, perubahan
lingkungan atau kamar tidur
Farmakologi; pemebrian obat-obatan seperti amfetamin yang diberikan pagi atau sore
hari, antidepresan non sedasi seperti bupropion
4. Nightmare
Nightmare atau mimpi buruk adalah pengalaman mimpi yan penuh dengan
kecemasan atau ketakutan, yang teringat secara terinci oleh individu. Pengalaman mimpi
tersebut sangat jelas dan biasanya mengandung ancaman terhadap kehidupan, keamanan
dan harga diri. Sering terjadi pengulangan tema mimpi yang sama dan mirip menakutkan.
Pada saat bangun, individu cepat menjadi siaga dan berorientasi. Mereka dapat
berkomunikasi sepenuhnya dengan orang lain, biasanya dapat memberikan secara terinci
pengalaman mimpinya dengan segera atau pada esok paginya.
Pada anak, tidak ada gangguan psikologis yang secara tetap menyertai,
karenamimpi buruk masa kanak biasanya berkaitan dengan fase yang khas dari
perkembangan emosional. Sebaliknya, orang dewasa dengan mimpi buruk ternyata sering
ada gangguan psikologis yang bermakna, biasanya dalam gangguan kepribadian.
Penggunaan psikotropika tertentu seperti resepin, tioridazin, antidepresan trisiklik dan
benzodiazepin ternyata sering dapat menyebabkan terjadinya mimpi buruk.
PSIKOFARMAKA
Terapi dengan obat-obat psikofarmaka yaitu meliputi obat-obat yang memiliki efek
utama terhadap proses mental di susunan saraf pusat, seperti proses pikir, perasaan dan fungsi
motorik atau perilaku. Berdasarkan efek klinis, psikofarmaka dibagi menjadi 4 kelompok
besar yaitu obat obat antipsikotik, antidepresan, antiansietas dan antimanik/moodstabiliser
1. Antipsikotik
Obat-obat antipsikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki
beberapa efek samping yang memberi gambaran seperti gangguan neurologis yang
disebut pseudoneurologis, atau dikenal juga istilah major tranquilizer karena adanya efek
sedasi atau mengantuk.Obat-obat antipsikotik terutama bekerja sebagai antagonis reseptor
dopamin dan serotonin di otak, dengan target untuk menurunkan gejala-gejala psikotik
seperti halusinasi, waham dan lain-lain.
Klasifikasi:
Berdasarkan rumus kimianya, obat-obatan antipsokotik dibagi menjadi golongan
fenotiazin misalnya Chlorpromazin (CPZ), dan golongan nofenotizin misalnya
haloperidol. Sedangkan menurut cara kerjanya terhadap reseptor dopamin dibagi menjadi
Dopamin reseptor Antagonis (DA) atau antipsikotik tipikal (misalnya haloperidol,CPZ)
dan Serotonin Dopamin Antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal (misalnya risperidon,
clozapin, olanzapin). Obat-obat atypikal semakin berkembang dan makin menjadi pilihan
karena efek klinis yang diperoleh setara dengan obat-obat typikal disertai efek samping
yang jauh lebih ringan.
Efek samping :
Efek samping dapat dikelompokkan menjadi efek samping neurologis dan
nonneurologis. Efek samping neurologis akut berupa akatisia(kondisi yang secara
subyektif dirasakan oleh penderita berupa perasaan tidak nyaman, gelisah dan merasa
harus selalu menggerak-gerakkan tungkai terutama kaki, gelisah dengan gejala-gejala
kecemasan dan atau agitasi), distonia akut (kekakuan dan kontraksi otot secara tiba-tiba,
biasanya mengenai otot leher, lidah, muka dan punggung,rasa tebal di lidah atau kesulitan
menelan) dan parkinsonism (acute extrapyramidal syndome, ditandai dengan
bradikiniesia, tremor, rigiditas,muka topeng, postur tubuh kaku, gaya jalan seperti robot).
Dapat pula terjadi efek samping berupa SNM (Syndroma Neuroleptik Maligna) yang
merupakan kondisi emergensi karena dapat mengancam kelangsungan hidup pasien. Pada
kondisi kronis atau efek samping pengobatan jangka panjang dapat dilihat kemungkinan
terjadinya tardif diskinesia.
Dosis antipsikotik
(mg/hari)
Antipsikotika typikal 1. 2.
Haloperidol 5 – 20 tablet (0.5, 1 mg, 1.5 mg, 2 mg, 5 mg) injeksi short acting (5 mg/mL),
Aripriprazol 10 – 30 tablet (5 mg, 10 mg, 15 mg), tetes (1 mg/mL), discmelt (10 mg, 15 mg),
Olanzapin 10 – 30 tablet (5 mg, 10 mg), zydis (5 mg, 10 mg), injeksi (10 mg/mL)
Quetiapin 300 - 800 tablet IR (25 mg, 100 mg, 200 mg, 300 mg), tablet XR (50 mg, 300 mg,
400 mg)
2. Antidepresan
Antidepresan adalah kelompok obat-obat yang heterogen dengan efek utama dan
terpenting adalah untuk mengendalikan gejala depresi. Disamping itu juga digunakan
untuk beberapa indikasi lain seperti gangguan cemas dan lain lain.
Cara kerja
Depresi terjadi karena rendahnya kadar serotonin di pasca sinaps. Secara umum
antidepresan bekerja pada sistem neurotransmitter serotonin dengan cara meningkatkan
jumlah serotonin di pasca sinaps. Golongan trisiklik dan tetrasiklik nersifat serotonergik
dengan menghambat ambilan kembali neurotansmitter yang dilepsa dipasca sinaps tetapi
tidak selektif, dengan demikian kemungkinan muncul berbagai efek samping yang tidak
diharapkan dapat terjadi. Sementara SSRI bekerja dengan cara yang sama dan hambatan
bersifat selektif hanya terhadap neurotranmitter serotonin (5HT2). Kelompok MAOI
bekerja di presinap dengan cara menghambat enzim yang memecah serotonin sehingga
jumlah serotonin yang dilepas ke celah sinap bertambah dan dengan demikian yang
diteruskan ke pasca sinap juga akan bertambah.
Efek Samping
Trisklik dan MAOI : antikolinergik(mulut kering, retensi urin, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG, hipotensi
SSRI : nausea, sakit kepala
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic syndrome dengan
gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium, confusion dan
disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:
• Gastric lavage
• Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
• Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat diulangi
setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.
• Monitoring EKG
3. Antiansietas
Antiansietas adalah kelompok obat-obat yang dipergunakan terutama untuk
mengatasi kecemasan dan juga biasanya memiliki efek sedasi, relaksasi otot dan
antiepileptik.
Klasifikasi :
Derivat benzodiazepine: diazepam, loazepam, clobazam, alprazolam
Derivat barbiturat : fenobarbital
Secara umum obat-obat antiansietas bekerja di reseptor GABA. Benzodiazepin
menghasilkan efek terapi dengan cara pengikatan spesifik terhadap reseptor GABA.
Efek samping yang paling dirasakan adalah rasa mengantuk, sakit kepala, nafsu
makan meningkat, mudah terjadi toleransi dan dependensi dalam pemberian dosis besar
dan dalam waktu lama, serta gejala putus zat bila obat dihentikan secara tiba-tiba.
ECT merupakan salah satu jenis terapi fisik yang merupakan pilihan untuk indikasi
terapi pada beberapa kasus gangguan psikiatri. Indikasi utama adalah depresi berat dengan
gejala psikotik.
Metode :
ECT dilakukan dengan cara memberikan aliran listrik pada otak melalui 2 elektrode
yang ditempatkan pada bagian temporal kepala.Aliran listrik tersebut akan menimbulkan
kejang kejang seperti kejang yang timbul pada epilepsi granmal.
Persiapan
Persiapan pasien : Sebelum ECT dilakukan, pasien perlu dipersiapkan dengan cermat
meliputi :
Pemeriksaan jantung dan kondisi fisik pasien
Informed consent
Puasa minimal 6 jam sebelum ECT dilakukan
Perhiasan, jepit rambut atau gigi palsu dilepas dahulu
Bantuan perawat untuk mencegah terjadinya luksasi/fraktursaat terjadi kejang
Persiapan alat :
Mesin ECT lengkap
Kasa basah untuk pelapis elektrode
Tabung dan masker oksigen
Penghisap lendir
Obat-obat
Karet pengganjal gigi agar lidah tidak tergigit
Tempat tidur datar dengan alas papan
Penatalaksanaan :
Pasien tidur tanpa bantal dengan pakaian longgar
Bantalan gigi dipasang
Perawat memegang rahang bawah/kepala, bahu, pinggul dan lutut
Dokter memberikan aliran lisrik melalui 2 elektrode yang ditempelkan di pelipis
Akan terjadi kejang tonik terlebih dahulu, diikuti kejang klonik dan kemudian akan
terjadi fase apneu beberapa saat sebelum akhirnya bernafas seperti biasa. Fase apneu ini
sangat penting diperhatikan, tidak boleh terlalu lama. Pasca ECT, biasanya pasien tersadar
dalam keadaan bingung, mengalami disorientasi bahkan amnesia. Perlu distimulasi dengan
cara mengajak berkomunikasi, membantu memulihkan orientasi dan ingatannya secara
bertahap.
HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN
Membangun raport
Ekkehard Othmer dan Sieglinde Othmer mendefenisikan perkembangan rapport meliputi
enam strategi :
Menempatkan pasien dan pewawancara dalam ketentraman
Menemukan nyeri pasien dan mengekspresikan perasaan empati
Mengevaluasi atau menilai insight dan menjadi sekutu
Menunjukkan keahlian
Membangun wibawa sebagai dokter dan ahli terapi
Menyeimbangkan peran sebagai pendengar yang empati, seornag ahli dan yang
berwenang
Dalam satu survey terhadap 700 pasien, pasien pada umumnya sepakat banyak dokter
yang tidak punya waktu atau keinginan untuk mendengarkan dan mempertimbangkan
perasaan mereka,dokter tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap masalah
emosional dan latar belakang sosial mereka, dan dokter meningkatkan ketakutan mereka
dengan memberikan penjelasan dalam bahasan teknis.
Mengevaluasil tekanan dalam kehidupan awal pasien membantu sikiater memahami
pasien lebih baik. Reaksi emosional, sehat atau tidak sehat, adalah hasil dari saling
mempengaruhi seara terus menerus faktor biologis, sosiologis dan psikologis.
Empati
Empati adalah kemampuan dalam menyelami perasaan orang lain tanpa harus
tenggelam di dalamnya. Empati adalah kemampuan dalam mendengarkan perasaan orang
lain tanpa harus larut .Empati adalah suatu cara meningkatkan hubungan. Ini adalah
karakteristik penting dari psikiater, tetapi bukan kapasitas manusia universal. Ketidak
mampuan untuk memahami secara normal apa yang orang lain rasakan muncul sebagai akibat
gangguan kepribadian tertentu, seperti antisosial dan gangguan kepribadian narsistik.
Meskipun empati mungkin dapat diciptakan, hal itu dapat difokuskan dan diperdalam
melalui pelatihan, observasi, dan refleksi diri. Seorang dokter yang empatik dapat
mengantisipasi apa yang dirasakan sebelum diucapkan dan sering dapat membantu pasien
mengungkapkan apa yang mereka rasakan, nonverbal, seperti postur tubuh dan ekspresi
wajah.
Transferensi
Transferensi secara umum didefenisikan sebagai seperangkat harapan, keyakinan, dan
respon emosional yang membawa pasien ke hubungan dokter pasien. Hal ini tidak selalu
didasarkan pada siapa dokternya atau bagaimana dokter bertindak ke dalam realitas, tetapi
lebih pada pengalaman berulang pasien dengan memiliki figur berkuasa dan penting lainnya
sepanjang hidupnya. Sikap pasien terhadap dokter cenderung menjadi pengulangan sikap ia
terhadap tokoh-tokoh yang memiiki kekuasaan.
Countertransferensi
Seperti pasien yang membawa sikap transferensi dalam hubungan dokter pasien,
dokter sendiri sering memiliki reaksi countertransferens kepada pasien mereka.
Countertransferensi dapat mengambil bentuk perasaan negatif yang mengganggu hubungan
dokter pasien, tetapi juga dapat mencakup reaksi positif, ideal atau reaksi erotis. Sama seperti
pasien memiliki harapan untuk dokter misalnya kompetensi, kurangnya ekploitasi,
objektivitas, kenyamanan dan dokter sering memiliki harapan pada pasien yang tidak disadari
atau tak terucapkan.
Model ini hanya panduan, salah satunya tidak lebih unggul dari yang lain, dokter mungkin
akan menggunakan semua model pendekatan dengan satu pasien selama sau kunjungan.
DAFTAR PUSTAKA
AAAA Kusumawardhani dkk, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI, 2010, Jakarta
Arum Kartika Dewi, Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah,
2015, Semarang
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, PPDGJ III, Departemen
Kesehatan, 1993, Jakarta
Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2, Airlangga University Press, 2009, Surabaya
Theodorus Singara, Kumpulan Bahan Ajar Diagnostik Klinik Psikiatri I, 2013, Makassar