Anda di halaman 1dari 8

MRI pada Diagnosis Torsio Testis Inkomplit

G T Gotto, MD1, S D Chang, MD2 dan Mark K Nigro, MD1


1Departmen Sains Urologi, Universitas British Columbia, Vancouver, British Columbia, Kanada
2Departmen Radiologi, Universitas British Columbia, Vancouver, British Columbia, Kanada

Abstrak

Kami menyajikan sebuah kasus nyeri subakut dan pembesaran testis kiri. Scrotal Doppler
Ultrasound mengungkap terjadinya pembesaran testis kiri dengan aliran warna intratestikular yang
simetris secara bilateral. Contrast-enhanced MRI memperlihatkan adanya torsio testis yang mana
telah dibuktikan melalui pembedahan. Bagi kami, ini adalah laporan pertama pada penggunaan
contrast-enhanced MRI dalam diagnosis torsio testis inkomplit.

Torsio testis inkomplit sulit untuk didiagnosis disebabkan penampakannya yang subakut
disertai dengan tanda dan gejala yang tidak spesifik. Hanya penurunan vaskularisasi intratestikular
yang mana merupakan hasil pencitraan yang dapat ditemukan, dan penurunan vaskularisasi
intratesticular yang samar sering sulit untuk dideteksi pada Color Doppler Ultra Sound (CDUS).
Terdapat angka negatif palsu yang cukup tinggi dalam diagnosis torsio inkomplit menggunakan
CDUS.1 Temuan yang memberi kesan diantaranya termasuk aliran yang asimetris dan indeks
resistif dengan aliran diastolik yang menurun atau terbalik pada testis yang terkena.2,3 MRI telah
dievaluasi bagi penegakan diagnosis patologi skrotum dan testis dalam variasi yang luas, termasuk
massa pada testis, trauma testis dan epididimoorkitis. Namun, tidak terdapat laporan pada literatur
tentang penggunaan contrast-enhanced MRI dalam diagnosis preoperatif torsio testis inkomplit

Laporan Kasus
Seorang laki-laki 30 tahun dirujuk ke seorang dokter ahli urologi untuk pemeriksaan nyeri
testis kiri subakut disertai pembengkakan yang telah berlangsung selama 6 minggu. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan laki laki tersebut sehat afebris disertai pembesaran yang lunak
minimal pada testis kiri dengan letak yang normal dan tidak teraba adanya massa. Tidak ditemukan
adanya kelunakan epididimis dan testis kontralateral normal. Refleks kremaster ditemukan pada

1
kedua testis. Tidak ada bukti hernia, hidrokel atau varikokel. Hasil urinalisis dalam batas normal
dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hitung jumlah leukosit yang normal dan negatif
tumor marker seperti AFP, hCG dan LDH.
Color Doppler Ultra Sonography (CDUS) skrotum mengungkapkan adanya pembesaran
homogen testis kiri, dengan echogenicity yang normal, tidak ada lesi fokal dan aliran warna yang
simetris bilateral (Gambar 1). Penyebab gejala pada pasien tidak jelas pada ultrasound sehingga
dilanjutkan dengan MRI. MRI memperlihatkan bahwa testis kiri (4.2 x 3.9 x 3.2 cm) mengalami
pembesaran dibandingkan dengan testis kanan (3.6 x 2.2 x 2.1 cm), namun kedua testis tampak
homogen pada gambaran prekontras T1 dan T2, dan tidak ditemukan adanya lesi fokal
intratestikular. Epididimis juga tampak normal. Selama administrasi gadolinium, penyangatan
(enhancement) gadolinium di testis kiri sangat jelas menurun jika dibandingkan dengan testis
kanan dan terlihat jelas corda spermatika testis kiri yang terpuntir. Eksplorasi bedah telah
mengkonfirmasi ditemukannya deformitas bell clapper bilateral dan testis kiri yang bengkak
namun dapat diselamatkan, dengan torsio inkomplit corda sprematika kiri. Orkidopeksi bilateral
telah dilakukan dan gejala pasien reda setelah operasi.

2
(a)

(b)

Gambar 1. Doppler Ultrasound menunjukan (a) sebuah testis kiri yang membesar (4.9 x 6.3 x 5.6 x 2.6 cm)
dengan ekotekstur homogen dan tidak ada lesi intra testicular. Aliran warna terlihat dan tampak simetris terhadap
(b) testis kanan dengan ukuran normal (3.6 x 6.2 x 2.6 x 2.1 cm)

3
(a)

(b)

4
(c)

(d)
Gambar 2. Gambar MR (a) Axial T2 dan (b) T1 weighted menunjukkan intensitas sinyal dikedua testis T2
homogen tinggi dan T1 homogen intermediet (panah). (c) Gambar MRI T1-weighted aksial selama administrasi
gadolinium IV memperlihatkan penurunan penyangatan dari testis kiri (panah) dibandingkan testis kanan (mata
panah). (d) Gambar MRI T1 wieghted koronal menunjukan torsio korda spermatika kiri (panah)

5
Diskusi
Telah dibuktikan bahwa CDUS adalah modalitas pencitraan terbaik bagi evaluasi awal
patologi skrotum atau testis.9-12 Sejauh ini, CDUS adalah modalitas pencitraan inisial yang
tersering digunakan dalam evaluasi pasien dengan dugaan torsio testis. Namun, baku emas
diagnosis torsio testis adalah tetap eksplorasi bedah. Torsio testis inkomplit sangat menantang
untuk didiagnosis secara pre operatif, namun harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding
untuk nyeri testicular subakut dan atau pembengkakan.
Keutamaan dari mencari struktur korda yang terputar pada gray-scale ultrasound telah
dianjurkan pada banyak studi di kalangan pediatri.13,14 Arce et al14, memperlihatkan struktur corda
yang terputar divisualisasikan dengan grey-scale ultrasound pada semua 6 pasien yang telah
terbukti mengalami torsio testis secara bedah, meskipun penampakan aliran warna intratestikular
pada CDUS mengindikasikan diagnosis torsio testis inkomplit.
Sebuah studi retrospektif tentang dynamic contrast-enhanced MRI dalam evaluasi torsio
testis pada 39 pasien menghasilkan sensitivitas sebesar 100 %, spesifitas sebesar 93 % dan nilai
prediksi negatif sebesar 96%. Penulis berkesimpulan bahwa MRI memiliki manfaat yang kurang
dalam evaluasi torsio intermiten, namun tidak menyelidiki kegunaannya pada pasien dengan
dugaan torsio inkomplit.7
Trambert et al8 adalah yang pertama memikirkan bahwa penampakkan torsion knot dan
whirlpool patterns pada MRI non kontras, berasal dari corda spermatika yang terpuntir,
mengasilkan akurasi 100% dalam diagnosis torsio testis inkomplit dengan nyeri skrotum subakut.
Belum ada studi dalam literatur tentang penggunaan MRI dalam diagnosis torsio testis
inkomplit yang mengevaluasi pola penyangatan kontras. Pada laporan kasus ini, kami secara jelas
menunjukkan bahwa penyangatan kontras gadolinium di MRI mungkin dapat berkurang bahkan
pada torsio testis inkomplit dengan aliran warna yang tampak simetris bilateral pada CDUS. Kami
juga memperlihatkan bahwa visualisasi langsung dari struktur korda yang terputar adalah
memungkinkan, dan dapat memberikan dukungan tambahan bagi diagnosis torsio testis inkomplit.
Penemuan bermakna lain adalah peningkatan ukuran testis akibat obstruksi aliran keluar vena.
Serra et al15 melakukan analisis biaya MRI dalam manajemen secara klinis dan sonografi,
lesi scrotum yang belum dapat disimpulkan. Kelompok ini memperlihatkan bahwa MRI
memperbaiki rencana manajemen pada lebih dari 50% dari pasien tersebut, menghasilkan
penghematan biaya sebesar $534-730 USD per pasien. Beberapa dari pasien ini terdiagnosis torsio

6
testis, namun studi ini sangat membantu penggunaan MRI dalam evaluasi patologi skrotum yang
belum dapat dijelaskan.

Kesimpulan
Kesimpulan, contrast-enhanced MRI dapat digunakan dalam diagnosis torsio testis
inkomplit ketika temuan klinis dan ultrasound kurang jelas.

7
Daftar Pustaka

1. Sanelli PC, Burke BJ, Lee L. Color and spectral Doppler sonography of partial torsion of
the spermatic cord. AJR Am J Roentgenol 1999;172:49–51.
2. Dogra VS, Sessions A, Mevorach RA, Rubens DJ. Reversal of diastolic plateau in partial
testicular torsion. J Clin Ultrasound 2001;29:105–8.
3. Dogra VS, Bhatt S, Rubens DJ. Sonographic evaluation of testicular torsion. Ultrasound
Clin 2006;1:55–66.
4. Baker LL, Hajek PC, Brukhard TK, Dicapua L, Landa HM, Leopold GR, et al. MR imaging
of the scrotum: pathologic conditions. Radiology 1987;163:93–8.
5. Seidenwurm D, Smathers RL, Ko RK, Carrol CL, Bassett J, Hoffman AR. Testes and
scrotum: MR imaging at 1.5 T. Radiology 1987;164:393–8.
6. Thurnher S, Hricak H, Carroll PR, Pobiel RS, Filly RA. Imaging the testis: comparison
between MR imaging and US. Radiology 1988;167:631–6.
7. Terai A, Yoshimura K, Ichioka K, Ueda N, Utsunomiya N, Kohei N, et al. Dynamic
contrast-enhanced subtraction magnetic resonance imaging in diagnostics of testicular
torsion. Urology 2006;67:1278–82.
8. Trambert MA, Mattrey RF, Levine D, Berthoty DP. Subacute scrotal pain: evaluation of
torsion versus epididymitis with MR imaging. Radiology 1990;175:53–6.
9. Hricak H, Filly RA. Sonography of the scrotum. Invest Radiol 1983;18:112–21.
10. Carroll BA, Gross DM. High-frequency scrotal sonography. AJR Am J Roentgenol
1983;140:511–5.
11. Leopold GR, Woo VL, Scheible FW, Nachtsheim D, Gosink BB. High resolution
ultrasonography of scrotal pathology. Radiology 1979;131:719–22.
12. Bree RL, Hoang DL. Scrotal ultrasound. Radiol Clin North Am 1996;34:1183–205.
13. Baud C, Veyrac C, Couture A, Ferran JL. Spiral twist of the spermatic cord: a reliable sign
of testicular torsion. Pediatr Radiol 1998;28:950–4.
14. Arce JD, Corte´s M, Vargas JC. Sonographic diagnosis of acute spermatic cord torsion.
Pediatr Radiol 2002;32:485–91.
15. Serra AD, Hricak H, Coakley FV, Kim B, Dudley A, Morey A, et al. Inconclusive clinical
and ultrasound evaluation of the scrotum: impact of magnetic resonance imaging on patient
management and cost. Urology 1998;51:1018–21.

Anda mungkin juga menyukai