PENDAHULUAN
Kala III (tiga) persalinan adalah periode antara kelahiran bayi hingga pemisahan dan
pengeluaran plasenta. Salah satu komplikasi mayor yang dapat terjadi pada kala III adalah
retensio plasenta, yang merupakan sebuah faktor kontribusi mayor terhadap terjadinya
perdarahan postpartum dan inversio uteri. Kala III persalinan ini sering terabaikan karena
kegembiraan yang timbul setelah lahirnya bayi. Myometrium retroplasenta harus berkontraksi
untuk memungkinkan plasenta terlepas dari bantalannya dan keluar. Pada sebagian besar kasus,
plasenta akan terlepas spontan dari tempat implantasinya dalam waktu beberapa menit pertama
setelah bayi dilahirkan. Penyebab keterlambatan pelepasan ini tidak selalu jelas, namun cukup
sering terjadi akibat kontraksi dan relaksasi yang tidak memadai. Pelepasan plasenta secara
manual merupakan tatalaksana efektif yang paling umum dilakukan terhadap retensio plasenta.
Tatalaksana retensio plasenta, yaitu manual plasenta, adalah sebuah prosedur invasif yang
melibatkan risiko infeksi yang tinggi, belum terdapat tatalaksana farmakologis untuk retensio
plasenta yang telah terbukti dapat mengurangi akan kebutuhan dilakukannya manual plasenta.
RETAINED PLACENTA: ANAESTHETIC CONSIDERATIONS,
Manual removal of the placenta,
Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Abnormalitas pada Kala Tiga Persalinan. Dalam
: Obstetri Williams (Edisi Bahasa Indonesia), Edisi 18. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta, 1995 ; 480-87
Retensio plasenta secara global merupakan penyebab perdarahan postpartum parah dan
pada wilayah tanpa akses pelayanan obstetrik yang memadai sering berakibat fatal. Dua hingga
tiga persen kejadian mengindikasikan bahwa jutaan wanita menderita perdarahan postpartum
sebagai akibat dari retensio plasenta tiap tahunnya. Retensio plasenta merupakan penyulit dari
sekitar 2% persalinan di seluruh dunia dan merupakan penyebab signifikan dari mortalitas dan
morbiditas maternal. Di Negara berkembang mortalitas terkait retensio plasenta dapat
mencapai sekitar 10%. Meskipun demikian, penyebab retensio plasenta secara pasti masih
belum diketahui dan belum terdapat tatalaksana yang bersifat preventif dan non invasif.
Terdapat sebuah kebutuhan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang jelas dan
menginvestigasi apakah terdapat karakteristik yang bersifat biokimia dan struktural terkait
gangguan yang masih kurang begitu dimengerti penyebabnya ini. THESIS
BAB II
RETENSIO PLASENTA
Anatomi
Pembentukan plasenta
Pada hari 8-9, perkembangan trofoblas sangat cepat, dari selapis sel tumbuh menjadi
berlapis-lapis. Terbentuk rongga-rongga vakuola yang banyak pada lapisan sinsitiotrofoblas
(selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling berhubungan. Stadium ini disebut stadium
berongga (lacunar stage). Pertumbuhan sinsitium ke dalam stroma endometrium makin dalam
kemudian terjadi perusakan endotel kapiler di sekitarnya, sehingga rongga-rongga sinsitium
(sistem lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu, membentuk sinusoid-sinusoid. Peristiwa
ini menjadi awal terbentuknya sistem sirkulasi uteroplasenta / sistem sirkulasi feto-maternal. 4
Sementara itu, di antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan selapis sel selaput Heuser,
terbentuk sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas dan membentuk jaringan
penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm ekstraembrional. Bagian yang berbatasan
dengan sitotrofoblas disebut mesoderm ekstraembrional somatopleural, kemudian akan
menjadi selaput korion (chorionicplate). Bagian yang berbatasan dengan selaput Heuser dan
menutupi bakal yolk sac disebut mesoderm ekstraembrional splanknopleural. Menjelang akhir
minggu kedua (hari 13-14), seluruh lingkaran blastokista telah terbenam dalam uterus dan
diliputi pertumbuhan trofoblas yang telah dialiri darah ibu. Meski demikian, hanya sistem
trofoblas di daerah dekat embrioblas saja yang berkembang lebih aktif dibandingkan daerah
lainnya.
Di dalam lapisan mesoderm ekstraembrional juga terbentuk celah-celah yang makin
lama makin besar dan bersatu, sehingga terjadilah rongga yang memisahkan kandung kuning
telur makin jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom ekstraembrional
(extraembryonal coelomic space) atau rongga korion (chorionic space)
Definisi
Definisi retensio plasenta yang paling umum adalah keadaan dimana plasenta belum lahir
lebih dari 30 menit setelah janin lahir. Dalam referensi lain, disebut retensio plasenta apabila
plasenta belum lahir dalam waktu satu jam setelah bayi lahir. Definisi retensio plasenta dan
waktu pelepasan plasenta bervariasi di berbagai Negara. Periode waktu optimal antara
kelahiran bayi hingga kelahiran plasenta cukup bervariasi antara kurang dari 30 menit hingga
lebih dari 60 menit. FULLTEXT, Malahayati
Etiologi
Epidemiologi
Retensio plasenta berkaitan baik dengan morbiditas dan mortalitas maternal. Di negara
industri, angka mortalitas dari retensio plasenta telah menurun secara substansial. Di UK
sebagai contoh, kematian maternal akibat retensio plasenta pada tahun 1920 sama dengan
jumlah seluruh kematian maternal yang terjadi saat ini yaitu 7.5 per 100.000 kelahiran
hidup. Di Negara berkembang, angka kematian kasus dari retensio plasenta cukup tinggi,
berkaitan dengan hubungannya yang kuat terhadap terjadinya perdarahan postpartum. Pada
keadaan ini, ibu dihadapkan pada risiko yang lebih besar terhadap anemia dan malnutrisi
sebelum persalinan dan dengan transportasi yang kurang efisien menuju pusat pelayanan
kesehatan dimana persalinan di rumah berkontribusi pada hasil yang lebih buruk. Retensio
plasenta merupakan penyebab tersering kedua perdarahan post partum setelah atonia uteri
dan merupakan indikasi tersering untuk transfuse darah postpartum. FULLTEXT
Patofisiologi
Pada awal kehamilan, kadar alfafetoprotein serum ibu mungkin meningkat. Perdarahan
antepartum sering terjadi, tetapi pada sebagian besar kasus, perdarahan sebelum pelahiran
disebabkan adanya plasenta previa yang menyertai. Invasi miometrium oleh vilus plasenta
di tempat bekas jaringan parut ruptur uteri sebelum persalinan. 1 Namun, pada wanita yang
kehamilanya berlanjut sampai aterm, persalinan kemungkinan besar akan normal apabila
tidak ada plasenta previa atau jaringan parut uterus yang terlibat.1 Bila plasenta belum lepas
sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka
akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta
mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan.
Klasifikasi
Faktor Risiko
Secara umum terdapat peningkatan insidensi retensio plasenta dan manual plasenta yang
dapat dijelaskan melalui etiologi dan faktor risiko retensio plasenta. Faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi peningkatan risiko terjadinya retensio plasenta adalah antara lain
usia ibu di atas 35 tahun, riwayat retensio plasenta sebelumnya, persalinan prematur dan
grande multipara. Selain hal tersebut juga terdapat studi yang memperlihatkan terjadi
peningkatan risiko retensio plasenta pada ibu dengan IMT yang tinggi. Riwayat aborsi
sebelumnya juga dianggap sebagai faktor risiko terjadinya retensio plasenta. Faktor risiko
potensial lain adalah riwayat persalinan melalui tindakan seksio caesaria. Temuan ini telah
diinvestigasi pada studi-studi sebelumnya namun dengan hasil yang beragam. Beberapa
studi mengemukakan bahwa SC meningkatkan risiko retensio plasenta, sedangkan
sementara yang lain tidak.
FULLTEXT, Manual removal of the placenta
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA