Anda di halaman 1dari 9

A.

Konsep Dasar Teori

1. Pengertian

Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh
protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer,
2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa
spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal
125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari
genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit
Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).

2. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi
yaitu,
a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/
vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang
cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum
(demam tiap 24-48 jam).
c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam
tiap hari empat).
d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di
Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan
tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies
plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari,
Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

1
3. Jenis-jenis malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya
antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai
dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi
komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit.
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang
berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2
kromatin inti (Double Chromatin).
Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium
Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan
banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi
trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka
komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water
Fever).
b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil
dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua
sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium
malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk
gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.
Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan
punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun
dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan
akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya
mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai
untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau

2
ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria
disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4
tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi
dan terjadi pada malam hari.
d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya
lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun
seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit
ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit,
kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan
gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak
demam setiap 72 jam.
Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria
tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia,
splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

4. Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti
mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies
Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang
bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002, hal 103).
Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap
darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .

3
g. Lebih senang hidup di daerah rawa

5. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni).
Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk-
bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap
oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan
dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang
menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk
(Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid.
Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk,
sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai
ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi
intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis
demam. (Mansjoer, 2001, hal. 409).
b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat
manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam peredaran darah yang untuk
selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami
pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak
dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer
primer.” Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari.
Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah.
Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di hancurkan di
limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel
eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari
sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit.
Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut

4
“ekso-eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit
yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah,
penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing
yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama
yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.

6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut
Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada
Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas
demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72
jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan
demam periodik.
Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara
berurutan :
1) Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan
selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit
sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
2) Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 40oC atau
lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok
(tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama
dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa
sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

5
b. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa
mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan
jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa
infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan
pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang
membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat
umbilicus dan fossa iliaca dekstra.
c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia
karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit
normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena
depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).
d. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin
dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus
antara lain :
1) Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi
pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua
bilirubin yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di
sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut
dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000, hal. 571).

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis

6
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam
penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan
sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan
untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis
definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah
penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan
diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara
pemeriksaan satu hari.
Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi
dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume
3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
4) Identifikasi spesies plasmodium
5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya
digunakan sebagai dasar pemilihan obat.
b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine
orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik
pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi
acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat
sebagai instrumen hitung parasit.
c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit
plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium
teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim
immunoassay.

7
d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium
dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan
eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis
plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:
a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan
mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul
dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)
b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari).
Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam).
Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan
kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).
c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal
sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/
hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari

9. Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi
pada penyakit malaria adalah :
a. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila
dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau
setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran,
kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.

8
b. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl.
Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal
diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan
kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.
d. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan
meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya
disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
e. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun (< style="font-weight: bold;">B. Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai