Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN


MASALAH BPH PADA LANSIA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI BESAR BANJARBARU

Tanggal 4 Februari – 9 Februari 2019

Oleh:

Pravella Melinda, S.Kep


NIM. 1730913320056

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN
MASALAH BPH PADA LANSIA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI BESAR BANJARBARU

Tanggal 4 Februari – 9 Februari 2019

Oleh :

Pravella Melinda, S. Kep


NIM. 1730913320056

Banjarbaru, Februari 2019

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Kurnia Rachmawati, S.Kep., Ns., M.NSc Laily Ariyani, S.Kep, Ns


NIK. 1990 2014 1 139 NIP. 19791208 200604 2 026
KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA
A. Konsep Keperawatan Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Menurut WHO (1969) keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling
berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Menurut
Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan. Undang – Undang No. 10 Tahun 1992
menyebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
suami, istri atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya.
Menurut Friedman (1998), definisi keluarga adalah dua atau lebih individu
yang tergabung karena ikatan tertentu, saling membagi pengalaman dan melakukan
pendekatan emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari
keluarga. BKKBN (1999) mengatakan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih
yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan,
memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah :
1. Unit terkecil masyarakat dan Terdiri atas dua orang atau lebih.
2. Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah dan Mempunyai ikatan
emosional.
3. Hidup dalam satu rumah tangga.
4. Di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga.
5. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga.
6. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing.
7. Menciptakan dan mempertahankan suatu budaya tertentu.
2. Tipe Keluarga
1. Menurut Maclin, 1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga, yaitu
:
a. Keluarga Tradisional
1) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-
anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama.
2) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya dengan
satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah, atau
ditinggalkan.
3) Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau
tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.
4) Bujang dewasa yang tinggal sendiri
5) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah,
istri tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau bekerja.
6) Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau
anggota yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah
geografis.
b. Keluarga non tradisional
1) Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak
menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).
2) Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak
3) Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama
hidup bersama sebagai pasangan yang menikah
4) Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu
pasangan monogamy dengan anak-anak, secara bersama
menggunakan fasilitas, sumber dan mempunyai pengalaman yang
sama.
2. Menurut Allender dan Spradley (2001)
a. Keluarga tradisional
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami,
istri, dan anak kandung atau anak angkat
2) Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek,
nenek, paman, dan bibi
3) Keluarga dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa
anak
4) Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
dengan anak kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena
perceraian atau kematian.
5) Single adult yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dariseorang
dewasa saja
6) Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri
yang berusia lanjut.
b. Keluarga non tradisional
1) Commune family yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah
hidup serumah
2) Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak
hidup bersama dalam satu rumah
3) Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup bersama
dalam satu rumah tangga.
3. Menurut Carter dan Mc Goldrick (1988) dalam Setiawan dan Darmawan
(2005)
1) Keluarga berantai (sereal family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita
dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga
inti
2) Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami
dan hidup secara bersama-sama
3) Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan..
3. Ciri-Ciri Keluarga
a. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota
keluarga
b. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga
mempunyai keterbatasan dalam mejalankan fungsi dan tugasnya masing-
masin.
c. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga mempunyai
peranan dan fungsinya masing-masing.
4. Struktur Keluarga
Menurut Johan R dan Leny R (2010) menyatakan struktur keluarga yang
ada di Indonesia, yaitu:
a. Patrilineal yaitu keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah.
b. Matrilineal yaitu keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal yaitu sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
ibu.
d. Patrilokal yaitu sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
suami.
e. Keluarga kawinan yaitu hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena
adanya hubungan dengan suami atau istri.
Dalam buku Asuhan Keperawatan keluarga Suprajitno (2004) menyatakan
tentang struktur keluarga, gambaran keluarga melaksanakan fungsi keluarga, yaitu:
a. Pola dan proses komunikasi dapat dikataan berfungsi apabila jujur, terbuka,
melibatkan emosi, dapat menyelesaikan konflik keluarga serta adanya hierarki
kekuatan. Pola komunikasi dalam keluarga dikatakan akan berhasil jika
pengirim pesan (sender) yakin mengemukakan pesannya, isi pesan jelas dan
berkualitas, dapat menerima dan memberi umpan balik, tidak bersifat asumsi,
berkomunikasi sesuai. Sebaliknya, seseorang menerima pesan (receiver) dapat
menerima pesan dengan baik jika dapt menjadi pendengan yang baik, memberi
umpan balik dan dapat memvalidasi pesan yang diterima.
b. Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial
yang diberikan baik peran formal maupun informal.
c. Struktur kekuatan adalah kemampuan individu untuk mengontrol dan
mempengaruhi atau merubah perilaku orang lain yang terdiri dari legitimate
power (hak), referen power (ditiru), expert power (keahlian), reward power
(hadiah), coercive power (paksaan) dan affektif power.
d. Nilai keluarga dan norma adalah sistem ide-ide, sikap dan keyakinan yang
mengikat anggota keluarga dalam budaya tertentu sedangkan norma adalah
pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu.
Adapun struktur keluarga menurut Friedman, yaitu:
a. Struktur peran keluarga, formal dan informal
b. Nilai/norma keluarga, norma yang diyakini oleh keluarga berhubungan dengan
kesehatan
c. Pola komunikasi keluarga, bagaimana komunikasi antara orang tua-anak, ayah-
ibu, & anggota lain
d. Struktur kekuasaan keluarga, kemampuan mempengaruhi dan mengendalikan
orang lain untuk kesehatan
5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi Afektif
Yaitu berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan dasar
kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Anggota keluarga mengembangkan gambaran dirinya yang
positif, peranan yang dimiliki dengan baik dan rasa penuh kasih sayang.
b. Fungsi Sosialisasi
Yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang
menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial.
c. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber
daya manusia.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
semua anggota keluarga, seperti kebutuhan makanan, tempat tinggal dan
lain sebagainya.
e. Fungsi Perawatan kesehatan
Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan/atau merawat anggota
keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan
kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan
keluarga yang dilaksanakan. Keluarga dapat melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
6. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga
Terdapat 3 macam tipe pemegang kekuasaan dalam suatu keluarga, yaitu :
a. Patriakal: yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah
pihak ayah.
b. Matriakal: yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah
pihak ibu.
c. Equalitarian: yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu.
7. Tahapan-tahapan Perkembangan Keluarga
a. Pasangan baru (keluarga baru)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan perempuan
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
(psikologis) keluarga masing-masing :
1) Membina hubungan intim yang memuaskan
2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial
3) Mendiskusikan rencana memiliki anak
b. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan samapi kelahiran
anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan :
1) Persiapan menjadi orang tua
2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan
sexual dan kegiatan keluarga
3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan

c. Keluarga dengan anak pra-sekolah


Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat
anak berusia 5 tahun :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal,
privasi dan rasa aman
2) Membantu anak untuk bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang
lain juga harus terpenuhi
4) Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar
keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar)
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap yang paling
repot)
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak
d. Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun dan berakhir
pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota
keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk :
1) Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan
2) Mempertahankan keintiman pasangan
3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga
e. Keluarga dengan anak remaja
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai
6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orangtuanya.
Tujuan keluarga ini adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab
serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih
dewasa :
1) Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab,
mengingat remaja sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya
2) Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
3) Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindari
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga
f. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir
pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung
dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga
dan tetap tinggal bersama orang tua :
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2) Mempertahankan keintiman pasangan
3) Membantu orangtua suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua
4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
g. Keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal :
1) Mempertahankan kesehatan
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan
anak-anak
3) Meningkatkan keakraban pasangan
h. Keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu
pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal damapi
keduanya meninggal :
1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
2) Adaptasi dengan peruabahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik
dan pendapatan
3) Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
5) Melakukan life review (merenungkan hidupnya).
8. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan yang
tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usaianya yang terlalu
muda
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga
kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas
kesehatan yang ada.
9. Istilah dalam keluarga
a. Keluarga Sejahtera
Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada
Tuhan YME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan
antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
1) Prasejahtera
Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau
belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan,
kesehatan dan KB
2) Sejahtera I
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal,
tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan
akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat
tinggal, dan transportasi.
3) Sejahtera II
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial
psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti
kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi
4) Sejahtera III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan
pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi
masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan
materi, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat
5) Sejahtera III plus
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan
pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan
berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial
yang tinggi.
10. Peran Perawat Keluarga
a. Pendidik
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar
keluarga dapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri dan
bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan keluarga.
b. Koordinator
Diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang
komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk mengatur
program kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang
tindih dan pengulangan.
c. Pelaksana
Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik
maupun di rumah sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung.
Kontak pertama perawat kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit.
Perawat dapat mendemonstrasikan kepada keluarga asuhan keperawatan yang
diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat melakukan asuhan langsung kepada
anggota keluarga yang sakit
d. Pengawas kesehatan
Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan home visite atau
kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian
tentang kesehatan keluarga.
e. Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi masalah
kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat kepada perawat, maka hubungan
perawat-keluarga harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan
dapat dipercaya
f. Kolaborasi
Perawat komunitas juga harus bekerja dama dengan pelayanan rumah sakit
atau anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga
yang optimal
g. Fasilitator
Membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan
derajat kesehatannya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka
perawat komunitas harus mengetahui sistem pelayanan kesehatan (sistem rujukan,
dana sehat, dll)
h. Penemu kasus
Mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak terjadi ledakan
atau wabah
i. Modifikasi lingkungan
Perawat komunitas juga harus dapat mamodifikasi lingkungan, baik lingkungan
rumah maupun lingkungan masyarakat, agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.
11. Tingkat Kemandirian
Tingkat kemandirian keluarga (Depkes, 2006)
1. Keluarga mandiri tingkat I
a. Menerima petugas perawatan kesehatan kom
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan
2. Keluarga mandiri tingkat II
a. Menerima petugas perawatan kesehatan. Kom
b. Menerima pelayanan keperawatan yang dibrikan sesuai dengan rencana
Keperawatan
c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar
d. Melakuka perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan
3. Keluarga mandiri tingkat III
a. Menerima petugas perawatan kes. Kom
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar
d. Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang di anjurkan
e. Memanfaatkan fasilitas yankes secara aktif
f. Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif
4. Keluarga mandiri Tingkat IV
a. Menerima petugas perawatan kes.kom
b. Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan
rencana keperawatan
c. Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar
d. Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
f. Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif
g. Melaksanakan tindakan promotif secara aktif
A. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum,
seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas.
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai
oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual
(Efendi, 2009).

B. Batasan Lansia
1. Klasifikasi Lanjut Usia (Maryam, dkk. 2008) :
a. Pralansia (prasenilis) : seorang yang berusia 45-59 tahun
b. Lanjut usia : seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lanjut usia resiko tinggi : seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
d. Lanjut usia potensial : lanjut usia yang masih mampu melakukan
pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lanjut usia tidak potensial : lanjut usia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2. Karakteristik Lanjut Usia Menurut Budi Anna Keliat (1999) :
a. Berusia lebih dari 60 tahun
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladptif
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

C. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


1. Perubahan fisik
a. Sel : Jumlahnya lebih sedikit, ukurannya lebih besar , TBW (jumlah
cairan tubuh berkurang) dan cairan intra seluler menurun, menurunnya
proporsi protein di otak, ginjal, otot darah dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b. Sistem Persarafan : Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak tiap
individu berkurang setiap hari), respon dan waktu untuk bereaksi
lambat, atropi saraf panca indra (berkurangnya penglihatan,
pendengaran, pencium & perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin), kurang sensitif terhadap
sentuhan.
c. Sistem Pendengaran : Prebiakusis (hilangnya kemampuan untuk daya
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap suara nada tinggi,
suara yg tidak jelas, sulit mengerti kata-kata) 50% terjadi pada usia >
65 tahun, atropi membran tympani, menyebabkan otosklerosis
(kekakuan pada tulang bagian dalam), terjadinya pengumpulan
cerumen dapat mengeras karena peningkatan keratin, pendengaran
bertambah menurun pada lansia yang mengalami ketegangan
jiwa/stress.
d. Sistem Penglihatan : Lensa lebih suram (kekeruhan lensa) menjadi
katarak, kornea lebih berbentuk sferis (bola kecil), respon terhadap
sinar menurun, daya adaptasi terhadap gelap lebih lambat, hilangnya
daya akomodasi mata, lapang pandang menurun, sulit membedakan
warna biru dan hijau pada skala.
e. Sistem Kardiovaskuler : Elastisitas dinding aorta menurun, katup
jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun sehingga
menurunnya kontraksi dan volume jantung, kehilangan elastisitas
pembuluh darah, oksigenisasi tidak adekuat, mengakibatkan pusing
mendadak, tekanan darah cenderung tinggi karena meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
f. Sistem Respirasi : Otot - otot pernafasan kehilangan kekuatan (lemah)
dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas silia, elastisitas paru
berkurang, kapasitas residu meningkat, menarik nafas berat, dan
kedalaman bernafas menurun O2 arteri menurun menjadi 75
mmHg; CO2 arteri tidak berganti kemampuan untuk batuk berkurang,
kemampuan dinding, dada & kekuatan otot pernafasan menurun sejalan
dengan tambah usia.
g. Sistem Genitourinari : Ginjal mengecil dan nefron atropi, aliran darah
ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus berkurang; kurangnya
kemampuan mengkonsentrasi urin; berat jenis urin menurun,
proteinuria (+1), otot-otot vesika urinaria melemah, kapasitasnya
menurun 200ml sedangkan frekuensi buang air kecil meningkat. Pada
pria lansia, vesika urinari sulit dikosongkan akibatnya meningkatkan
retensi urin. Prostat membesar (dialami 75% pria usia 65 tahun keatas),
atropi vulva, selaput lendir kering, elastisitas menurun, permukaan
lebih licin, perubahan warna. Seksual intercourse masih.
h. Sistem Reproduksi : Menciutnya ovari dan uterus, atropi payudara,
pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meski ada
penurunan secara berangsur-angsur, selaput lendir vagina menurun,
permukaan lebih halus, sekresi berkurang, reaksi sifatnya alkali,
perubahan- perubahan warna, dorongan seksual masih.
i. Sistem Gastrointestinal : Kehilangan gigi, karena kesehatn gigi buruk
atau gizi buruk, indra pengecap menurun, iritasi kronis selaput lendir,
atropi indra pengecap, hilangnya sensisitifitas saraf pengecap di lidah
tentang rasa manis, asin, dan pahit, dilambung, sensisitifitas rasa lapar
menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan juga menurun,
peristaltik lemah sehingga biasa timbul konstipasi, daya absorbsi
terganggu.
j. Sistem Endokrin : Produksi hormon menurun, termasuk hormon tiroid,
aldosteron, kelamin (progesteron, estrogen, testosteron), menurunnya
aktivitas tiroid, menurunnya BMR= basal metabolic rate, fungsi
paratiroid & sekresinya tidak berubah.
k. Sistem Integumen : Kulit keriput, akibat kehilangan jaringan lemak,
permukaan kulit kasar dan bersisik, (kaku, rapuh dan keras), karena
kehilangan proses keratinisasi, perubahan ukuran dan bentuk - bentuk
sel epidermis, menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme
proteksi kulit menurun : Produksi serum menurun, gangguan
pigmentasi kulit. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu,
rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas,
akibat menurunnya cairan & vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih
lambat, kuku pudar dan kurang bercahaya, kuku jari menjadi keras dan
rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar
keringat berkurang jumlah dan fungsi.
l. Sistem Muskuloskeletal : Tulang kehilangan density (cairan), makin
rapuh, kifosis, pinggang, lutut dan jari pergelangan, pergerakannya
terbatas, Discus intervertebralis menipis, menjadi pendek (tingginya
berkurang), persendian membesar dan kaku, tendon mengerut dan
mengalami sklerosis, atropi serabut otot bergerak menjadi lambat, otot-
otot kram dan tremor, otot polos tidak begitu terpengaruh.
2. Perubahan psikososial
a. Pensiun : produktivitas dan identitas – peranan (kehilangan finansial,
kehilangan status, kehilangan relasi)
b. Sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup
d. Penyakit kronis dan ketidakmampuan
e. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap body
image, perubahan kepribadian yang drastis.
3. Perubahan mental
a. Faktor-faktor yang pengaruhi perubahan mental : Perubahan fisik,
organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, herediter,
lingkungan.
b. Perubahan kepribadian yang drastis
c. Ungkapan tulus perasaan individu
d. Tidak senang pada perubahan
e. Berkurangnya ambisi dan kegiatan
f. Kecenderungan egosentris, perhatian menurun
g. Berkurangnya adaptasi untuk kebiasaan baru
h. Berkurangnya kemampuan nyatakan sopan santun
i. Merasa kadang tidak diperhatikan atau dilupakan
j. Cenderung menyendiri, bermusuhan
k. Mudah tersinggung akibat egoisme atau reaksi kemunduran ingatan
l. Tidak memperhatikan kebersihan, penampilan
m. Kegiatan seksual berlebihan atau perilaku tidak senonoh
n. Orientasi terganggu, bingung, sering lupa, hilang dan tersesat
o. Lupa meletakan barang, menuduh orang mencuri
p. Gelisah, delirium pada malam hari
q. Disorientasi waktu
r. Pola tidur berubah (tidur seharian atau sulit tidur di malam hari)
s. Mengumpulkan barang yang tidak berharga
4. Perubahan memori
a. Kenangan jangka panjang : berjam-jam sampai berhari
b. Kenangan jangka pendek atau seketika : 0-10 menit, kenangan buruk.
5. IQ (Intellgetia Quotion)
a. Tidak berubah degan informasi matematika dan perkataan verbal
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor,
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan - tekanan
dari faktor waktu.
6. Perkembangan spiritual
a. Maslow, 1970 : Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam
kehidupannya.
b. Murray & Zenner, 1970: Lansia makin matur dalam kehidupan
keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak di
kehidupan sehari-hari.
c. Folwer,1970: lansia 70 tahun àUniversalizing, pada tingkat ini adalah
berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai
dan keadilan.
D. Penyakit Yang Umum Terjadi Pada Lansia
1. Masalah Fisik Sehari-Hari Yang Sering Ditemukan Pada Lansia
a. Mudah jatuh
b. Mudah lelah, disebabkan oleh : Faktor psikologis, Gangguan organis,
Pengaruh obat
c. Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol, penyakit
metabolisme, dehidrasi, dsb.
d. Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb.
e. Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan
jantung, gangguan sistem respiratorius, overweight, anemia
f. Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis, psikologis
g. Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal
jantung, kurang vitamin B1, penyakit hati, penyakit ginjal,
kelumpuhan, dsb.
h. Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia, osteoporosis,
osteoartritis, batu ginjal, dsb.
i. Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis, fraktur/dislokasi, saraf
terjepit
j. Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan saluran
cerna, faktor sosio-ekonomi
k. Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih,
saluran kemih, kelainan syaraf, faktor psikologis
l. Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus besar,
kelainan rektum
m. Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa
berkurang, katarak, glaukoma, infeksi mata
n. Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian menyebabkan
kekacauan mental
o. Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan
psikogenik (depresi, irritabilitas)
p. Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit gigi,
dsb
q. Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena ganguan
sirkulasi darah lokal, ggn syaraf umum dan lokal
r. Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal ginjal,
hepatitis kronis, alergi
2. Karakteristik penyakit lansia di Indonesia
a. Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis,
osteoartritis
b. Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia,
angina, cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia.
c. Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
d. Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal
Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia
e. Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas
f. Penyakit Pernafasan, misalnya asma, TB paru
g. Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/kanker.
h. Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer,
parkinson, dan sebagainya.

I. TINJAUAN TEORI BPH


A. Definisi/Pengertian BPH
- Hipertrofi prostat adalah perbesaran kelenjar prostat yang membesar,
memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat
aliran keluar urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter.
Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti menunjukkan adanya
keterlibatan hormonal. Kondisi ini yang umum terjadi pada pria diatas
usia 50 tahun (Pierce & Neil, 2006).
- BPH adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan dimana terjadi
pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat;
pertumbuhan tersebut di mulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa
dan pembesaran bagian periuretral akan menyebakan obstruksi leher
kandung kemih dan urertra pars prostatika yang mengakibatkankan
berkurangnya aliran kemih dari kandung kemih (Price & Wilson, 2006)
- BPH merupakan pertumbuhan berlebihan dari prostat yang bersifat
jinak dan bukan kanker, dimana yang umumnya diderita oleh
kebanyakan pria pada waktu meningkatnya usia sehingga dinamakan
penyakit orang tua. Perbesaran dari kelenjar ini lambat laun akan
mengakibatkan penekanan pada saluran urin sehingga menyulitkan
berkemih (Rahardja, 2010).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa BPH merupakan keadaan dimana terjadi


pembesaran pada kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada
leher kandung kemih dan menyumbat aliran urine keluar. Kondisi ini
umumnya terkait dengan proses penuaan dan terjadi pada pria di atas usia
50 tahun.
B. Epidemiologi
Hipertrofi prostat jinak (benign prostatic hypertrophy/BPH) ditandai
dengan pembesaran kelenjar prostat dan sangat sering ditemukan, muncul
pada > 50% pria berusia > 60 tahun dan 80% pada pria berusia > 80 tahun
(Davey, 2002). BPH merupakan persoalan yang dialami oleh kurang lebih
30% populasi kulit putih Amerika yang berusia di atas 50 tahun dengan
gejala sedang hingga berat (Mitchell et al, 2008).
Prostat adalah organ tubuh yang paling sering terkena penyakit pada
pria berusia di atas 50 tahun. Satu proses patologis yang paling banyak
ditemukan adalah hipertrofi protat jinak (benign prostatic hypertrophy,
BPH). Setidaknya 70% pria beursia 70 tahun mengalami BPH, 40% di
antaranya mengalami beberapa gejala obstruksi aliran keluar kandung
kemih. Usia merupakan faktor risiko untuk BPH. Data menunjukkan bahwa
pria ras kulit hitam yang memiliki risiko yang lebih tinggi tampaknya berada
pada status sosial ekonomi dan fasilitas kesehatan yang buruk (Heffner,
2005).
Di Indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua
setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya,
diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun,
dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita
penyakit BPH ini. Selanjutnya, 5% pria Indonesia sudah masuk ke dalam
lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat dari 200 juta jumlah
penduduk Indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan
yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira 5 juta, maka dapat secara
umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2,5 juta pria Indonesia menderita
penyakit BPH (Heffner, 2005).
C. Penyebab/Faktor Presdiposisi
Menurut Pakasi (2009) penyebab pasti BPH sampai sekarang belum
diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada
hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah
proses penuaan. beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
a. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
b. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi
stroma dan epitel.
c. Peningkatan Dehidrotestosteron (DHT)
Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim
5α-reduktase diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan
prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk
dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat
dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan
dengan reseptor membentuk DHT-Reseptor kompleks. Kemudian
masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA untuk menyebabkan
sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel (Hardjowidjoto, 2000).
d. Apoptosis
Kematian sel berakibat terjadinya kondensasi dan fragmentasi sel. Sel
yang telah mati tersebut akan difagositosis sel sekitarnya dan
didegradasi oleh enzim lisosom. Hal ini, menyebabkan pertambahan
massa prostat.
D. Patofisiologi
Dihidrotestosteron (DHT) adalah metabolit hormone testosterone
yang merupakan mediator pokok pertumbuhan kelenjar prostat. Hormone
ini disintesis di dalam kelenjar prostat dari hormone testosterone yang
beredar dalam darah, dimana proses tersebut terjadi melalui kerja enzim 5α-
reduktase, tipe 2. Walaupun DHT terlihat sebagai factor trofik utama yang
memediasi hyperplasia kelenjar prostat, hormone estrogen juga ikut terlibat.
Interaksi stroma-epitel yang dimediasi oleh factor-faktor pertumbuhan
peptide juga memberikan kontribusinya. Gejala klinis obstruksi traktus
urinarius inferior terjadi karena kontraksi kelenjar prostat yang dimediasi
oleh otot polos pada kelenjar tersebut. Tegangan otot polos kelenjar prostat
dimediasi oleh adenoreseptor α1 yang hanya terdapat di dalam stroma
kelenjar prostat (Mitchell et al, 2008).
Secara makroskopik, pembesaran kelenjar terjadi karena adanya
nodul-nodul dengan ukuran bervariasi dalam zona transisi (daerah
periuretral) (Mitchell et al, 2008). Hiperplasia prostatika adalah
pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat.
Pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi
yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.
Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa
dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Prostat tersebut mengelilingi
uretra, dan pembesaran bagian peri uretral akan menyebabkan obstruksi
leher vesika urinaria dan uretra pars prostatika, yang mengakibatkan
berkurangnya aliran urine dari vesika urinaria. Penyebab BPH
kemungkinan berkaitan dengan penuaan dan disertai dengan perubahan
hormon. Dengan penuaan, kadar testosteron serum menurun dan kadar
esterogen serum meningkat. Terdapat teori bahwa rasio esterogen/androgen
yang lebih tinggi akan merangsang hiperplasia jaringan prostat (Price and
Wilson, 2005).
E. Klasifikasi
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradiasi, yaitu (Sjamsuhidayat
& De Jong, 2005) :
a. Derajat 1
Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (digital rectal
examination) atau colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa
urine kurang dari 50 ml.
b. Derajat 2
Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml tetapi
kurang dari 100 ml.
c. Derajat 3
Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin
lebih dari 100 ml.
d. Derajat 4
Apabila sudah terjadi retensi urine total.
F. Gejala Klinis
Kompleks gejala obstruktif dan iritatif mencangkup peningkatan
frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan,
abdomen tegang, volume urine menurun, dan harus mengejan saat
berkemih, aliran urine tidak lancar, dribling (keadaan dimana urine terus
menetes setelah berkemih), rasa seperti kandung kemih tidak kosong
dengan baik, retensi urine akut (bila lebih dari 60 ml urine tetap berada
dalam kandung kemih setelah berkemih), dan kekambuhan infeksi saluran
kemih. Pada akhirnya, dapat terjadi azotemia (akumulasi produk sampah
nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urine kronis dan volume residu
yang besar. Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan,
anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik
(Smeltzer, 2001).
Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah gabungan dari hal-hal
berikut dalam derajat yang berbeda-beda yaitu sering berkemih, nokturia,
urgensi (kebelet), urgensi dengan inkontinensia, tersendat-sendat,
mengeluarkan tenaga untuk mengalirkan kemih, rasa tidak puas saat
berkemih, inkontinensia overflow, dan kemih yang menetes setelah
berkemih. Kandung kemih yang teregang dapat teraba pada pemeriksaan
abdomen, dan tekanan suprapubik pada kandung kemih yang penuh akan
menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat diraba sewaktu pemeriksaan
rectal untuk menilai besarnya kelenjar (Price and Wilson, 2005).
G. Pemeriksaan Fisik
a. Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi
sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok – septik.
b. Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra
simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya
ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya residual urin.
c. Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur
uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
d. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
e. Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
a) Derajat I = beratnya  20 gram.
b) Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
c) Derajat III = beratnya  40 gram.

H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji laboratorium yang dilakukan mencakup pemeriksaan:
- Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum (SC) untuk
menyingkirkan gagal ginjal
- Urinalisis dan biakan urine untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih
b. Pielografi intravena (IVP) atau US biasanya tidak dilakukan pada pria
dengan hasil normal pada pemeriksaan laboratorium sederhana.
Pemeriksaan ini dicadangkan untuk pasien dengan hematuria atau
dicurigai mengidap hidronefrosis.
c. Urodinamik dengan uroflowmetry dan sistometri dapat menilai makna
BPH. Pada pemeriksaan ini, pasien berkemih dan berbagai pengukuran
dilakukan. Pada uroflowmetry, pasien berkemih minimal 150 mL,
kemudian laju maksimal aliran urin dicatat.
d. USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,
volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual
urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral
dan supra pubik.
e. Sistouretroskopi biasanya dicadangkan untuk pasien yang mengalami
hematuria dengan sebab yang belum diketahui setelah dilakukan IVP
atau US atau praoperasi telah dilakuan untuk pasien yang memerlukan
TURP.
Skor gejala, perkiraan volume prostat, dan pengukuran antigen spesifik-
prostat dalam serum dapat membantu memperkirakan perkembangan
BPH.

I. Prognosis
Sebagian besar pasien memiliki kualitas hidup yang sangat bagus setelah
prostatektomi (baik endoskopik maupun terbuka) (Grace and Borley, 2007).
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari
gejala yang dialaminya. Sekitar 10-20% akan mengalami kekambuhan
penyumbatan dalam 5 tahun (Schwartz, 2000).
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada riwayat penyakit dahulu, klien dengan hipertensi memiliki riwayat
peningkatan tekanan darah. Dengan riwayat keluarga dengan hipertensi yang
sama juga ditemukan. Secara otomatis ditemukan riwayat meminum obat
antihipertensi. Pengkajian untuk klien yang sedang menjalankan terapi obat
antihipertensi adalah sebagai berikut :
1. Dapatkan tanda – tanda vital, bandingkan dengan tekanan darah
sebelumnya, informasikan hasinya kepada klien.
2. Periksa elektrolit serum, laporkan hasilnya.
3. Periksa bunyi paru klien apakah terdapat ronkhi. Karena ada obat yang
memicu retensi natrium dan air.
4. Catat haluaran urine, laporkan jumlahnya.
5. Periksa angota gerak apakah ada edema (Muttaqin, 2009).

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan keluarga mengenal masalah penyakit hipertensi
berhubungan dengan ketidaktahuan tentang gejala hipertensi
2. Ketidakefektifan keluarga dalam mengambil keputusan dalam
melaksanakan tindakan yang tepat untuk segera berobat kesarana
kesehatan bila terkena hipertensi berhubungan dengan kurang
pengetahuan klien/keluarga tentang manfaat berobat kesarana kesehatan
3. Ketidakefektifan merawat anggota keluarga yang sakit berhubungan
dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit hipertensi, cara
perawatan dan sifat penykit hipertensi.
4. Ketidakefektifan memelihara lingkungan rumah yang dapat
mempengaruhi kesehatan keluarga berhubungan dengan tidak dapat
melihat keuntungan dan manfaat pemeliharaan lingkungan serta
kitidaktahuan tentang usaha pencegahan penyakit hipertensi.
5. Ketidakmampuan menggunakan sumber yang ada di masyarakat guna
memelihara kesehatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien
dan keluarga tersedianya fasilitas kesehatan seperti JPS.,dana sehat dan
tidak memahami manfaatnya.

Adapun diagnosa keperawatan yang berhubungan pengaturan diet pada klien


hipertensi adalah :
1. Ketidaktahuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu penyebab
terjadinya hipertensi adalah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
cara pengaturaan diet yang benar.
2. Ketidaksanggupan keluarga memilih tindakan yang tepat dalam
pengaturan diet bagi penderita hipertensi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang cara pengaturan diet yang benar.
3. Ketidakmampuan untuk penyediaan diet khusus bagi klien hipertensi
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara
pengolahan makanan dalam jumlah yang tepat.
4. Ketidakmampuan meenyediakan makanan rendah garam bagi penderita
hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan kebiasaan
sehari-hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
garam
5. Ketidaktahuan menggunakan manfaat tanaman obat keluarga
berhubungan dengan kurangnya pengetahan tentang manfaat tanaman obat
tersebut.

C. Perencanaan
Rencana tindakan dari masing –masing diagnosa keperawatan khusus
diet pada klien hipertensi adalah :
1. Ketidakmampuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu penyebab
terjadinya hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang cara pengaturan diet yang benar.
a. Tujuan
Keluarga mampu mengenal cara pengaturan diet bagi anggota keluarga
yang menderita penyakit hipertensi.
b. Kriteria hasil
1) Keluarga mampu menyebutkan secara sederhana batas pengaturan
diet bagi anggota kelurga yng menderita hipertensi.
2) Keluarga dapat memahami danmampu mengambil tindakan sesuai
anjuran.
c. Rencana tindakan
1) Beri penjelasan kepada keluarga cara pengaturan diet yang benar
bagi penderita hipertensi.
2) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga ,bagaiman caranya
menyediakan makan-makanan rendah garam bagi penderita
hipertensi .
d. Rasional
1) Dengan diberikan penjelasan diharapkan keluarga menimbulkan
peresepsi yang negatip sehingga dapat dijadikan motivasi untuk
mengenal masalah khususnya nutrisi untuk klieh hiperetensi
2) Dengan diberikan penjelasan keluarga mampu menyajikan makanan
yang rendah garam.
2. Ketidakmampuan dalam mengambil keputusan untuk mengatur diet
terhadap anggota keluarga yang menderita hipertensi berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan keluarga tentang manfaat dari pengaturan diet
a. Tujuan
Keluarga dapat memahami tentang manfaat pengaturan diet untuk klien
hipertensi
b. Kriteria hasil
1) Keluarga mampu menjelaskan tentang manfaat pengaturan diet bagi
klien hiperetensi
2) Keluarga dapat menyediakan makanan khusus untuk klien hipertensi
c. Rencana tindakan
1) Beri penjelasan kepada keluarga tentang manfaat pengaturan diet
untuk klien hipertensi.
2) Beri penjelasan kepada keluarga jenis untuk klien hipertensi.
d. Rasionalisasi
1) Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mampu
melaksanakan cara pengaturan diet untuk klien hipertensi
2) Keluarga diharapkan mengetahui jenis makanan untuk penderita
hipertensi.
3. Ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan diet khusus bagi penderita
hipertensi berhubungan kurangnya pengetahuan tentang cara pengolahan
makanan dalam jumlah yang benar .
a. Tujuan
Keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk penderita hipertensi.
b. Kriteria hasil
1) Kilen dan keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk
penderita hipertensi.
2) Keluarga mampu menyajikan makanan dalam jumlah yang tepat
bagi klien hipertensi.
c. Rencana tindakan
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga cara pengolahan
makanan untuki klien hipertensi.
2) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh klien hipertensi.
3) Beri contoh sederhana kepada klien dan keluarga untuk memnbuat
makanan dengan jumlah yang tepat.
d. Rasionalisasi.
1) Dengan diberikan penjelasan diharapkanklien dan keluarga dapat
cara pengolahan makanan untuk klien hipertensi.
2) Diharapkan klien dapat mengkonsumsi makanan sesuai yang
dianjurkan.
3) Dengan diberikan contoh sederhana caara membuat makanan dalam
jumlah yang tepat kilen dan keluarga mampu menjalankan
/melaksanakaannya sendiri.
4. Ketidakmampuan menyediakan makanan rendah garam bagi penderita
hipertensi berhubungan dengan kurang pengetahuan dan kebiasaan sehari-
hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam.
a. Tujuan
Seluruh anggota keluarga membiasakan diri setiap hari mengkonsumsi
makanan yang rendah garam.
b. Kriteria Hasil
1) Klien dan keluarga dapat menjelaskan manfaat makanan yang
rendah garam
2) Klien dan keluarga dapat menjelaskan jenis makanan yang banyak
mengandung garam.
3) Klien dan keluarga mau berubah kebiasaan dari mengkonsumsi
makanan yang banyak mengandung garam.
c. Rencana Tindakan
1) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga tentang pengaruh garan
terhadap klien hipertensi.
2) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jenis makana yang
banyak mengandung garam.
3) Beri motivasi kepada klien dan keluarga bahwamereka mampu
untuk merubah kebiasaan yang kurang baik tersebut yang didasari
padea niat dan keinginan untuk merubah.
d. Rasional
1) Diharapkan klien dan keluarga memahami dan mengerti tentang
pengaruh garam terhadap klien hipertensi
2) Diharapkan klien dan keluarga dapat menghindari makanan yang
banyak mengandung garam.
3) Dengan diberi motivasi diharapkan klien dan kelarga mau merubah
sikapnya dari yang tidak sehat menjadi sehat
5. Ketidakmampuan menggunakan sumber pemanfaatan tanaman obat
keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan guna dari tanaman
obat keluarga.
a. Tujuan
Diharapkan klien dan keluarga mampu memanfaatkan sumber tanaman
obat keluarga.
b. Kriteria hasil
Klien dan keluarga dapat menyebutkan tanaman obat yang dapat
membantu untuk pengobatan hipertensi
c. Rencana tindakan
1) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga manfaat Toga.
2) Beri penjelasan kepada klien keluarga macam dan jenis tumbuhan
/tanaman yang dapat membantu menurunkan tekanan darah
3) Anjurkan kepada kepada klien dan keluarga agar berusaha memiliki
tanaman obat keluarga .
d. Rasional
1) Agar klien dan keluarga dapat memahami manfaat Toga.
2) Klien dan keluarga dapat mengetahui jenis tanaman yang dapat
menurunkan tekanan darah.
3) Dengan memiliki Toga sendiri klien dapat mengkonsumsi tanaman
obat tersebut kapan saja diperlukan.
e. Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan pada anggota keluarga yang
menderita hipertensi sesuai rencana yang telah disusun.
Pada peleksanaan asuhan keperawatan keluarga dapat dilaksanakan
antara lain :
1) Deteksi dini kasus baru.
2) Kerja sama lintas program dan lontas sektoral
3) Melakukan rujukan
4) Bimbingan dan penyuluhan.
( Pedoman Kerja Puskesmas, 1992)

D. Evaluasi
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai (out
put) dan penilaian selalu berkaitan dengan tujuan.Evaluasi juga dapat
meliputi penilaian input dan porses.
Evaluasi sebagai suatu proses yang dipusatkan pada beberapa dimensi ;
1. Bila evaluasi dipusatkan pada tujuan kita memperhatikan hasil dari
tindakan keperawatan.
2. Bila evaluasi digunakan pada ketepatgunaan (effisiensi), maka dimensinya
dapat dikaitkaan dengan biaya.,waktu,tenaga dan bahan.
3. Kecocokan (Apprioriatenes) dari tindakan keperawatan adalah
kesanggupan dari tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah.
4. Kecukupan (Adecuacy) dari tindakan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC.

Smeltzer, Suzanne; and Benda G Bare. (2008), Buku Saku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Dep Kes RI, 2010. Diet Rendah garam, Pozi Pusat Dep Kes RI, Jakarta.

Mansjoer Arief. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media


Aesculapius

Maryam, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika

Soeparman dkk, 2007, Ilmu Penyakit dalam, Jilid 1, edisi 2. UI Press, Jakarta.

Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, vol.2. Jakarta
: FKUI

Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga


University Pers.

Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC

Anda mungkin juga menyukai