Anda di halaman 1dari 5

Pemeriksaan Status Mental

A. Deskripsi Umum
Adalah gambaran tentang penampilan pasien dan kesan fisik secara keseluruhan yang
dicerminkan oleh sikap, postur perawakan, pakaian, perawatan diri dan dandanan. Hal lain yang
perlu dinilai adalah apakah tampak sesuai usia, tampak sehat atau sakit, tenang, bingung, tidak
ramah, kekanak-kanakan, sikap saat berbicara, kesadarannya baik secara neurologis (compos
mentis sampai koma), psikologis (menciut atau berubah), ataupun kesadaran secara sosial (baik
atau tidak), dan tingkah laku saat wawancara (terdapatnya tik, stereotipi, mannerisme, agitasi,
melawan, hiper/hipoaktivitas, stupor, dsb.). Semua hal diatas haruslah diperhatikan saat
wawancara dengan melakukan observasi terhadap pasien secara teliti (Grebb et al., 2007).
1. Penampilan
Merupakan pemeriksaan suatu gambaran tentang penampilan pasien dan kesan fisik secara
keseluruhan, seperti yang dicerminkan dari postur, pakaian, dan dandanan. Pemeriksa dapat
menilai segala hal mulai dari tubuh, postur, ketenangan, pakaian, dandanan, rambut, kuku,
dan sebagainya. Istilah umum yang digunakan untuk mengggambarkan penampilan antara
lain tampak sehat, sakit, agak sakit, seimbang, kelihatan tua, kelihatan muda, kusut, seperti
anak-anak, dan kacau. Tanda kecemasan yang mungkin tampak juga harus dicatat, misalnya
tangan yang lembab, keringat pada dahi, postur tegang, atau mata melebar (Grebb et al.,
2007; Lyn et al., 2004).
Catat pula jenis kelamin pasien, usia, ras, dan latar belakang etnis. Perhatikan juga postur,
aktivitas pasien, pakaian pasien apakah sesuai usia atau tidak.Mencatat waktu dan tanggal
wawancara juga penting, terutama karena status mental dapat berubah seiring waktu,
misalnya pada delirium. Lihat bagaimana pasien pertama kali muncul saat memasuki tempat
periksa. Perhatikan apakah sikap ini telah berubah di lain waktu, misalnya menjadi lebih
santai. Jika kegelisahan jelas sebelumnya, perhatikan apakah pasien masih tampak gugup.
Rekam apakah pasien telah mempertahankan kontak mata sepanjang wawancara atau
menghindari kontak mata sebanyak mungkin, memindai ruangan atau menatap lantai atau
langit-langit.
Penampilan biasanya tidak termasuk pemeriksaan secara tradisional, tetapi sangat penting
untuk menilai adanya kemungkinan konflik, kepribadian, relasi objek, fungsi ego, dan aspek
lainnya yang secara psikodinamik menjadi tambahan untuk menyampaikan kesan
keseluruhan dari pasien secara pribadi. Pada penampilan, perhatian terutama ditujukan
kepada adanya keistimewaan atau keanehan hingga sekecil-kecilnya sehingga orang ketiga
akan mudah mengenali apa yang dilukiskan secara rinci (Ibrahim, 2006).
2. Perawatan
Perawatan diri dapat dilihat dan dikategorikan ke dalam baik, sedang, cukup, atau buruk.
Disini juga perlu diamati apakah pasien dapat merawat dirinya sendiri ataukah perlu
bantuan orang lain (Lyn et al., 2004).
3. Pembicaraan
Bicara adalah gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa, atau dengan
kata lain merupakan komunikasi melalui penggunaan kata-kata dan bahasa. Pemeriksa
harus mengamat karakteristik saat pasien berbicara. Yang dinilai dalam hal bicara ini adalah
kuantitas dan kualitasnya. Yang dimaksud kuantitas adalah jumlah pembicaraan, apakah
pasien banyak atau sedikit bicara saat pemeriksaan. Sedangkan secara kualitas dapat dilihat
dari isi bicaranya, apakah memberikan informasi yang banyak atau sedikit. Dari segi
kecepatan, perhatikan apakah pasien berbicara dengan cepat atau lambat. Disamping itu
juga perlu diperhatikan adanya gangguan dalam berbicara misalnya : disartria, dypsoprody,
gagap, gangguan pada afasia ,dsb (Grebb et al., 2007; Lyn et al., 2004).
Catat informasi tentang semua aspek pembicaraan pasien, termasuk volume berbicara
selama pemeriksaan. Memperhatikan tanggapan pasien untuk menentukan bagaimana
menilai pembicaraan mereka adalah penting. Beberapa hal yang perlu diingat selama
wawancara adalah apakah pasien mengangkat suara mereka ketika merespons, apakah
balasan pertanyaan adalah jawaban satu kata atau elaboratif, dan seberapa cepat atau
lambat mereka berbicara. Merekam kecepatan spontan pasien ini kaitannya dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan terbuka (Brannon, 2013).
Pasien dapat digambarkan sebagai senang berbicara, suka mengomel, fasih, pendiam, tidak
spontan, atau berespon normal terhadap petunjuk dari pewancara. Dalam bicara, pasien
mungkin cepat atau lambat, tertekan, ragu-ragu, emosional, dramatik, monoton, keras,
berbisik, bersambungan, terputus-putus, atau mengomel (Grebb et al., 2007).
4. Psikomotor
Psikomotor merupakan kombinasi antara aktivitas fisik dan emosional. Psikomotor
merupakan gerakan yang ditentukan oleh proses psikis yang berbeda dengan yang
disebabkan oleh penyebab ekstrapsikis atau organic. Aspek psikis yang meliputi rangsangan,
motivasi, keinginan, dorongan, naluri, dan hasrat yang dinyatakan dalam perilaku atau
aktivitas motoric seseorang (Ibrahim, 2006)
Pemeriksaan ini difokuskan pada aspek kuantitatif maupun kualitatif dari perilaku pasien.
Yang termasuk di dalamnya adalah manerisme, tiks, gerakan isyarat, kedutan, perilaku
stereotipik, echopraxia, hiperaktivitas, agitasi, melawan, fleksibilitas, rigiditas, cara berjalan,
dan ketangkasan. Harus digambarkan pula bila terdapat kegelisahan, meremas-remas
tangan, melangkah, atau manifestasi fisik lainnya. Retardasi psikomotor atau perlambatan
pergerakan tubuh secara umum juga harus dicatat. Dapat dilaporkan apakah pasien
hipoaktif, normoaktif, atau hiperaktif (Grebb et al., 2007 ; Lyn et al., 2004).
5. Sikap
Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat digambarkan sebagai bekerjasama, bersahabat,
penuh perhatian, tertarik, datar, menggoda, bertahan, merendahkan, kebingungan, apatis,
bermusuhan, bermain-main, menyenangkan, mengelak, atau berlindung. Tiap kata sifat
lainnya dapat digunakan (Grebb et al., 2007).
Lihat apakah pasien bermusuhan dan defensif atau ramah dan kooperatif. Perhatikan
apakah pasien tampaknya waspada dan apakah pasien tampaknya santai dengan proses
wawancara atau tampak tidak nyaman. Bagian pemeriksaan ini sangat didasarkan pada
pengamatan (Lyn et al., 2004).
B. Kesadaran
Kesadaran adalah isi dari pikiran atau fungsi mental dimana seseorang mengetahui atau
menginsyafinya. Kesadaran adalah salah satu bagian dari teori topografi Freus. Kesadaran
adalah persepsi yang dirubah oleh emosi dan fikirannya sendiri. Kesadaran juga dapat
didefinisikan sebagai keadaan berfungsinya indera khusus (Ibrahim, 2006)
1. Kuantitatif
Kesadaran secara kuantitatif dapat diukur dengan GCS ( Glasgow Coma Scale ), yaitu
sebagai berikut.
a. Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1) : tidak ada respon
b. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
c. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsangnyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol


E…V…M… Selanjutnya nilai tersebut dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi
adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Setelah dilakukan
scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis (GCS: 15-14)
Apatis (GCS: 13-12)
Somnolen(11-10)
Delirium (GCS: 9-7)
Sporo coma (GCS: 6-4)
Coma (GCS: 3)).
2. Kualitatif
Secara kualitatif pemeriksa dapat melihat apakah kesadaran pasien berubah atau tidak
berubah.

C. Alam Perasaan
1. Mood
Mood didefinisikan sebagai emosi yang meresap dan terus menerus yang mewarnai
persepsi seseorang akan dunia. Kata sifat yang sering digunakan untuk menggambarkan
mood adalah depresi, kecewa, mudah marah, cemas, marah, meluap-luap, euforik, kosong,
bersalah, terpesona, sia-sia, merendahkan diri sendiri, ketakutan, dan membingungkan.
Mood yang labil, bermakna bahwa mood berfluktuasi atau berubah dengan cepat antara
hal-hal yang ekstrim (Grebb et al., 2007).
Pemeriksa dapat mengajukan pertanyaan seperti "Bagaimana perasaan Anda hampir setiap
hari?" untuk memicu respon. Jawaban Bermanfaat termasuk yang secara khusus
menggambarkan suasana hati pasien, seperti "depresi", "cemas," "baik," dan "lelah."
Tanggapan yang kurang membantu dalam menentukan suasana hati pasien secara memadai
termasuk "OK," "kasar," dan "tidak tahu." Membangun informasi yang akurat berkaitan
dengan suasana hati tertentu, jika suasana hati telah reaktif atau tidak, dan jika suasana hati
telah stabil atau tidak stabil juga membantu (Brannon, 2013).
2. Afek
Afek dapat didefinisikan sebagai respon emosional pasien yang tampak. Afek dapat
disimpulkan oleh pemeriksa dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan macam
perilaku ekspresif. Afek mungkin sejalan dengan mood dan bisa juga tidak sejalan. Afek
digambarkan sebagai dalam rentang normal, terbatas, tumpul, atau datar. Di dalam rentang
afek yang normal, terdapat variasi dalam ekspresi wajah, irama suara, penggunaan tangan
dan pergerakan tubuh. Jika afek terbatas, terdapat penurunan jelas di dalam rentang dan
intensitas ekspresi. Demikian juga pada afek tumpul, ekspresi emosional menurun lebih
jauh. Untuk mendiagnosis afek datar, dokter harus tidak menemukan tanda ekspresi afektif,
suara pasien harus monoton, wajah harus imobil (Grebb et al., 2007).
Keadaan afektif didefinisikan sebagai emosi yang menetap, berlangsung lama, internal, dan
mempengaruhi persepsi / perilaku seseorang tentang dunia sekitarnya. Secara objektif
dapat dilihat dari cara berbicaranya, ekspresi wajahnya, gerak-gerik tubuhnya, nada
suaranya apakah euthym, dysthym, hiperthym, hipothym, dsb (Maramis, 2009).
Afek dapat dideskripsikan dengan istilah luas (menular), euthymic (normal), mengerut
(terbatas variasi), tumpul (variasi minimal), dan datar (tidak ada variasi). Seorang pasien
yang afeknya luas mungkin begitu ceria dan penuh tawa yang sulit untuk menahan diri dari
tersenyum ketika melakukan wawancara. Afek pasien ditentukan oleh pengamatan yang
dilakukan oleh pewawancara selama wawancara. Afek pasien dicatat menjadi tidak sesuai
jika tidak ada hubungan jelas antara apa pasien katakan dan emosi yang diungkapkan
(Brannon, 2013).
Afek meupakan tanda obyektif yang ditemukan pada pemeriksaan status psikiatri, berbeda
dengan mood yang merupakan pengalaman / perasaan subyektif yang dilaporkan oleh
penderita.Afek disebut datar apabila tidak terdapat ekspresi perasaan, muka tidak berubah
dan suara monoton. Pada afek tumpul, ekspresi perasaan sangat kurang.
Afek sempit adalah keadaan dimana ekspresi perasaan berkurang tetapi tidak seberat afek
tumpul. Sedangkan afek luas adalah menunjukkan keadaan normal dimana semua perasaan
diekspresikan penuh.
3. Keserasian
Mood dan afek dianggap tidak serasi (in appropriate) apabila terdapat ketidak cocokan yang
menyertai pikiran atau pembicaraan. Misalnya pasien ttertawa pada waktu menceritakan
bahwa semua orang sedang dalam ketakutan. Kesesuaian respon emosional pasien dapat
dipertimbangkan di dalam masalah pasien (Grebb et al., 2007).
4. Empati
Empati adalah respons emosional secara eksternal, yang tampak pada saat wawancara,
emosi yang sesaat / jangka pendek; tampak dari reaksi yang timbul setelah membicarakan
sesuatu hal. (Maramis, 2009).

Daftar Pustaka

Lyn S. Bickley, Peter G. Szilagyi, Barbara Bates (2004). Guide to Physical Examination and History Taking
8th Edition. Lippincott William & Wilkins.
Brannon GE (2013). History and Mental Examination. http://emedicine.medscape.com/article/293402-
overview - Diakses Agustus 2015.
Grebb, Kaplan JA, Harold I, Sadock BJ (2007). Kaplan and Sadock. Behavioural Sciences Clinical
psychiatry, Tentth Edition. Maryland: William & Wilkins.
Ibrahim N (2006). Symptomatologi Psikiatri. Surakarta: Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.
Maramis WF (2005). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai