Anda di halaman 1dari 11

TINJAUAN PUSTAKA

ULKUS DM

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Kepaniteraan Klinis
Ilmu Penyakit Bedah di RSUD Tidar Magelang

Diajukan kepada :
dr. Isti Sad Aryanti, Sp. B

Disusun oleh :
Rianti
20130310092

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
1. Definisi

Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi
ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat
abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. (Roza et al, 2015).
Ulkus kaki diabetik adalah luka yang dialami oleh penderita diabetes pada area kaki
dengan kondisi luka mulai dari luka superficial, nekrosis kulit, sampai luka dengan
ketebalan penuh (full thickness) , yang dapat meluas kejaringan lain seperti tendon, tulang
dan persendian, jika ulkus dibiarkan tanpa penatalaksanaan yang baik akan mengakibatkan
infeksi atau gangrene. Ulkus kaki diabetic disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
kadar glukosa darah yang tinggi dan tidak terkontrol, neuropati perifer atau penyakit arteri
perifer. Ulkus kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi utama yang paling merugikan
dan paling serius dari diabetes melitus, 10% sampai 25% dari pasien diabetes berkembang
menjadi ulkus kaki diabetik dalam hidup mereka (Fernando, et al., 2014; Frykberg, et
al.,2006; Rowe, 2015; Yotsu, et al., 2014).

2. Epidemiologi
Prevalensi kejadian ulkus kaki diabetes pada penderitadiabetes melitus adalah antara
4-10% dan diestimasikan seumur hidup penderita dapat mengalami ulkus kaki hingga 25%
(Singh, Armstrong &Lipsk, 2005; Sumpio, 2000).
Laki-laki menjadi faktor predominan berhubungan dengan terjadinya ulkus. Menurut
Prastica dkk pasien ulkus diabetikum yang diteliti di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang adalah
laki-laki (56,3%).Seratus pasien penyakit DM dengan ulkus diabetikum, ditemukan 58%
adalah pasien penyakit DM yang telah menderita penyakit DM lebih dari 10 tahun (Roza,
2015).

3. Etiologi
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi.
Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau menurunkan sensasi
nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi
otot tungkai sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan
mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam
jarak tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati.Ulkus diabetik bisa menjadi gangren kaki diabetik. Penyebab gangren pada penderita
DM adalah bakteri anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas,
yang disebut gas gangren. (Desalu et al, 2011).

4. Faktor resiko
Identifikasi faktor risiko penting, biasanya diabetes lebih dari 10 tahun, laki-laki, kontrol
gula darah buruk, ada komplikasi kardiovaskular, retina, dan ginjal. Hal-hal yang meningkatkan
risiko antara lain neuropati perifer dengan hilangnya sensasi protektif, perubahan biomekanik,
peningkatan tekanan pada kaki, penyakit vaskular perifer (penurunan pulsasi arteri dorsalis pedis),
riwayat ulkus atau amputasi serta kelainan kuku berat (waspadji, 2011).

Luka timbul spontan atau karena trauma, misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet
akibat sepatu atau sandal sempit dan bahan yang keras. Luka terbuka menimbulkan bau dari gas
gangrene dan bila dibiarkan dapat mengakibatkan osteomyelitis (kartika, 2017)

5. Patofisiologi
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemi,
neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa daah tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik
neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom. Neuropati sensorik biasanya
cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik
dan termal, sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi
kaki juga hilang. Neuropati motoric mempengaruhi semua otot, mengakibatkan penonjolan
abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas seperti hammer toe dan hallux
rigidus. Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan
tekanan plantar kaki dan mudah terjadi ulkus (tellechea et al, 2010).

Neuropati autonomy ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan
pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan timbulnya
fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut juga dapat karena
penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi
menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot.Penderita diabetes juga
menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan
menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan
kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai
dari ujung kaki atau tungkai. Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat dengan
aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak di dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi
otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka
lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes.
Proses angiopati pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
perifer tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai berkurang. DM
yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis
arteri) pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki terganggu
dan nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum. (tellechea et al, 2010).

Peningkatan HbA1C menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit
terganggu, sehingga terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen mengakibatkan
kematian jaringan yang selanjutnya menjadi ulkus. Peningkatan kadar fibrinogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga sirkulasi darah
melambat dan memudahkan terbentuknya trombus (gumpalan darah) pada dinding pembuluh
darah yang akan mengganggu aliran darah ke ujung kaki (kartika, 2017).
6. Klasifikasi
Ulkus diabetikum dibedakan atas 2 kelompok yaitu :

1.Ulkus neuropatik
Kaki teraba hangat dan perfusi masih baik dengan pulsasi masih teraba, keringat
berkurang, kulit kering dan retak
2. Ulkus neuroiskemik
Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa rambut, ada
atrofi jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain mungkin tidak ada karena
neuropati

Klasifikasi Kaki Diabetes


Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas
untuk mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes. Dengan klasifikasi ini akan dapat ditentukan
kelainan yang dominan, vaskular, infeksi, atau neuropatik dengan ankle brachial index
(ABI), filament test, nerve conduction study, electromyography (EMG),autonomic testing,
sehingga pengelolaan lebih baik.

Derajat 0
Simptom pada kaki seperti nyeri
Derajat 1
Ulkus superfisial
Derajat 2
Ulkus dalam
Derajat 3
Ulkus sampai mengenai tulang
Derajat 4
Gangren telapak kaki
Derajat 5
Gangren seluruh kaki

Klasifikasi Texas sedikit lebih kompleks karena melihat 2 parameter, yaitu: kedalaman dan
komplikasi. Berdasarkan kedalaman: grade 0 (kulit intak), grade 1 (ulkus superfisial mencapai
dermis atau hipodermis), grade2 (ulkus dalam mencapai tendon atau kapsul), dan grade3 (ulkus
dalam mencapai tulang atau sendi). Berdasarkan komplikasi: stage A (luka bersih), stageB (luka
terinfeksi), stage C (iskemi), dan stage D (infeksi dan iskemi). untuk mengevaluasi ulkus dengan
atau tanpa infeksi dapat menggunakan kriteria pedis (Perfusion, Extent, Depth, Infection,
sensation).
7. Penatalaksanaan

Manajemen ulkus DM dilakukan secara komprehensif melalui upaya; mengatasi penyakit


(commorbidity), menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar
selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah
elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi. Penyakit diabetes melitus melibatkan sistem multi
organ yang akan mempengaruhi penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia,
gangguan kardiovaskular (stroke, penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan lainnya
harus dikendalikan.

1.Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus kaki diabetic. Debridemen
dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka.
Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga
yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi
dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).
- Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiologis, ultrasonic
laser, dan sebagainya, dalam,rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen
secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada
permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein. Contohnya,
kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering
dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.

- Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini
melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan
jaringan nekrotik.

- Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan
debridemen bedah adalah untuk.
a. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
b. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
c.Menghilangkan jaringan kalus,
d.Mengurangi risiko infeksi lokal

2.Mengurangi Beban Tekanan (off loading)


Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki,
istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu
boot ambulatory.
3.Perawatan Luka
Perawatan luka moderen menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka dalam
keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar
luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan
permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam
keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa jenis
dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium
alginate, foam, kompres anti mikroba dan sebagainya.
4.pengendalian infeksi
Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya didapatkan infeksi bakteri multipel,
anaerob, dan aerob. Antibiotik harus selalu sesuai dengan hasil biakan kuman dan resistensinya.
Lini pertama antibiotik spektrum luas, mencakup kuman gram negatif dan positif (misalnya
sefalosporin), dikombinasi dengan obat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazole)
5. tindakan bedah
Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat ringannya ulkus diabetes melitus.
Tindakan bedah dapat berupa insisi dan drainage, debridemen, amputasi, bedah revaskularisasi,
bedah plastik atau bedah profilaktik.

8. Prognosis
Prognosis bergantung pada berbagai faktor yang terlibat dalam patofisiologi,
komplikasi, dan penyakit yang menyertai.
DAFTAR PUSTAKA

Desalu OO, Salawu FK, Jimoh AK, Adekoya AO, Busari OA, Olokoba AB, et al. Diabetic foot
care: Self reported knowledge and practice among patients attending three tertiarty hospital in
Nigeria. Ghana Med J. 2011; 45(2): 60-5

Fernando, M. E., Crowther, R. G., Pappas, E., Lazzarini, P. A., Cunningham, M., et al. (2014).
Plantar Pressure in Diabetic Peripheral Neuropathy Patients with Active Foot Ulceration, Previous
Ulceration and No History of Ulceration: A Meta-Analysis of Observational Studies. PLoS ONE
9(6): e99050. doi:10.1371/journal.pone. 0099050 diakses pada 20 januari 2018 dari
www.prorequest.com .

Frykberg, R. G., Zgonis, T., Armstrong, D. G., Driver, V. R., Giurini. J. M., Kravitz, S. R. (2006).
Diabetic foot disorders: A clinical practice guideline (2006 revision). Journal of Foot and Ankle
Surgery, 45(S5), S1–S66 diakses pada 27 januari 2016 dari www.jfas.org

Kartika, R, W. Pengelolaan gangrene kaki diabetic. 2017. CDK-248/ vol. 44 no. 1 th. 2017 : hal
18.

Roza, et al. 2015. Faktor Risiko Terjadinya Ulkus Diabetikum pada Pasien Diabetes Mellitus yang
Dirawat Jalan dan Inap di RSUP Dr. M. Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang. Jurnal Kesehatatan
Andalas: Vol 4, No 1.

Singh, N., Armstrong, D. G., Lipsky, B. A. (2005). Preventing foot ulcers in patients with diabetes.
Journal of the American Medical Association, 293(2),217–228 diakses pada 20 januari 2018 dari
http://jama.jamanetwork.com/journal.aspx

Tellechea A, Leal E, Veves A, Carvalho E. Inflammatory and angiogenic abnormalities in diabetic


wound healing: Role of neuropeptides and therapeutic perspective. The Open Circulation and
Vascular 2010;3:43-55

Yotsu, R. R., et al. (2014). Comparison of characteristics and healing course of diabetic foot ulcers
by etiological classification: Neuropathic, ischemic, and neuro-ischemic type. Journal of Diabetes
and Its Complications, 28 :528–535 diakses pada 20 januari 2016 dari www.proquest.com

Anda mungkin juga menyukai