Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian akibat

kanker pada kalangan perempuan di negara-negara ekonomi berkembang.

Ada sekitar 13 juta kasus baru kanker payudara di seluruh dunia setiap

tahunnya. Di Indonesia sendiri tercatat oleh WHO sebanyak 21,98%

wanita meninggal dunia akibat kanker payudara.1,2

Mastektomi adalah pengobatan operatif untuk kanker payudara.

Tujuan dari operasi ini adalah untuk mengangkat seluruh payudara,

termasuk puting susu dan menghilakann area dinding dada pada sisi yang

terkena. Mastektomi mungkin direkomendasikan untuk beberapa alasan,

misalnya: jika kanker terletak di belakang puting susu atau pada puting

susu, jika kanker menempati sebagian besar payudara, jika kanker

berkembang di lebih dari satu area pada dada dan jika kanker kambuh

pada payudara yang sama.1,3

Nyeri kronis setelah operasi payudara telah diketahui menjadi

masalah selama bertahun-tahun. Rasa nyeri sering bersifat neuropatik dan

umumnya menyerang payudara ipsilateral, aksila, dan lengan. Sejumlah

faktor risiko telah ditemukan terkait dengan perkembangan rasa nyeri,

termasuk usia muda, variabel demografis, nyeri pra operasi di dada /

payudara, nyeri di lokasi lain, variabel psikologis, operasi yang dilakukan,

tingkat keparahan nyeri akut, radiasi, kemoterapi, terapi hormonal,

1
ketakutan kekambuhan, dan polimorfisme genetik. Nyeri kronis bisa

menjadi sumber kecacatan dan tekanan psikologis yang cukup besar. Pada

pasien yang menjalani studi diagnostik, prosedur bedah, dan perawatan

lainnya untuk kanker payudara, rasa nyeri yang menetap adalah beban

tambahan bagi individu yang telah menderita psikososial dan tekanan

medis.4,5

Diperkirakan lebih dari 50% wanita menderita nyeri kronis setelah

operasi kanker payudara. Peuckmann et al melaporkan 29% atau lebih dari

1300 pasien mengalami nyeri kronik 5 tahun setelah operasi payudara.

Gärtner et al melakukan survey pada lebih dari 300 orang wanita yang 2

sampai 3 tahun telah melakukan operasi payudara, dan menemukan bahwa

47% mengalami nyeri setelah operasi payudara dimana 13% mengalami

nyeri kronik.5

Nyeri neuropatik adalah jenis nyeri yang paling umum dan

mungkin berasal dari kanker payudara, operasi kanker payudara dan

perawatan non-bedah. Sindrom nyeri yang berhubungan dengan operasi

timbul sebagai nyeri pada bekas luka operasi, yaitu pada dinding dada dan

lengan atas.3

Amitriptyline merupakan golongan antidepresan trisiklik yang

umumnya dipandang sebagai pengobatan pilihan pertama untuk nyeri

neuropatik. Namun, pada beberapa studi telah digunakan capsaicin.6

Penelitian menggunakan Amitriptyline telah dilakukan oleh Kalso

et al pada tahun 1995 secara acak, double-blind, kontrol-plasebo dan

2
percobaan silang untuk nyeri neuropatik setelah operasi kanker payudara.

Pada penenlitian tersebut dilaporkan bahwa penurunan nyeri secara

signifikan lebih baik dengan amitriptyline dibandingkan plasebo, dan 8

dari 15 pasien melaporkan penurunan intensitas nyeri paling sedikit 50%;

Lima dari pasien ini, tidak ingin melanjutkan pengobatan setelah

percobaan berakhir karena efek samping. Pada penelitian oleh Max et al

pada tahun 1992 disimpulkan bahwa amitriptyline efektif menurunkan

nyeri setelah operasi payudara pada daerah bekas luka parut dan lengan

ipsilateral. Pasien dengan respons yang baik mendapatkan efek samping

yang kurang dibandingkan mereka yang memiliki respons buruk .4,6

Penelitian efektivitas Amitriptyline pra-bedah terhadap nilai Visual

Analogue Scale pada pasien Mastektomi di Indonesia sendiri masih sangat

minim. Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji lebih lanjut efek

pemberian Amitriptyline 10 mg pra-bedah terhadap pasien mastektomi di

RS. Ibnu Sina Makassar.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana efektivitas pemberian Amitriptyline 10 mg pra-bedah

terhadap nilai Visual Analogue Scale (VAS) pada pasien Pascabedah

Mastektomi di RS. Ibnu Sina Makassar?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum :

Mengetahui efektivitas Amitriptyline 10 mg pra-bedah terhadap

nilai VAS pada pasien Pascabedah Mastektomi di RS. Ibnu Sina Makassar

3
1.3.2 Tujuan Khusus :

1) Mengetahui distribusi pasien Pascabedah Mastektomi yang diberikan

Amitriptyline 10 mg pra-bedah dan yang tidak diberikan

Amitriptyline 10 mg pra-bedah di RS. Ibnu Sina Makassar.

2) Mengetahui distribusi nilai VAS 1 jam dan 24 jam pada pasien

pascabedah Mastektomi di RS. Ibnu Sina Makassar.

3) Melihat pengaruh Pemberian Amitriptyline 10 mg pra-bedah terhadap

nilai VAS pada pasien Pascabedah Mastektomi 1 jam setelah operasi

di RS. Ibnu Sina Makassar

4) Melihat pengaruh Pemberian Amitriptyline 10 mg pra-bedah terhadap

nilai VAS pada pasien Pascabedah Mastektomi 24 jam setelah operasi

di RS. Ibnu Sina Makassar

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini dilakukan sebagai penerapan mata kuliah Metodologi

Penelitian. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu menambah

pengalaman serta masukkan pengetahuan tentang efektivitas pemberian

Amitriptyline 10 mg pra-bedah terhadap nilai VAS pada pasien Pascabedah

Mastektomi di RS. Ibnu Sina Makassar

1.4.2 Manfaat bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

masyarakat mengenai penggunaan Amitriptyline 10 mg pra-bedah

4
terhadap nilai VAS pada pasien Pascabedah Mastektomi di RS. Ibnu Sina

Makassar

1.4.3 Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan

tambahan mengenai efektivitas Amitriptyline 10 mg pra-bedah terhadap

nilai VAS pada pasien Pascabedah Mastektomi di RS. Ibnu Sina Makassar.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MASTEKTOMI

Mastektomi pertama dikenalkan oleh Halsted dan Meyer pada

pertengahan tahun 1890an. Mastektomi dipublikasikan sebagai perawatan

standar kanker payudara oleh William Stewart Halsted di Rumah Sakit

John Hopkins pada saat itu. Pada saat yang hampir bersamaan, Willy

Meyer di New York juga mempublikasikan pengalamannya mengerjakan

mastektomi radikal. Halsted mencapai hasil yang baik dengan angka

kekambuhan lokal/local reccurencerate sekitar 3% dan local regional

control reccurence rate 20 % dalam kurun waktu 3 tahun tanpa satu pun

yang mengalami mortalitas akibat operasi.7

Pengobatan bedah standar untuk kanker payudara selama 30 tahun

terakhir adalah Modifikasi Radikal Mastektomi (MRM). Hal ini

melibatkan pengangkatan keseluruhan payudara, bersama dengan penutup

tipis yang melapisi otot pectoralis, dan sebagian besar kelenjar getah

bening yang terletak di bawah lengan. Sayatan biasanya ukuran 15- 20 cm

(6-9 inci) dan dibuat dalam mode melintang (sisi ke sisi atau horizontal)

kecuali tumor terletak lebih tinggi. Otot-otot dinding dada tidak diangkat.

Puting dan areola diangkat tetapi masih menyisakan sebagian kulit yang

utuh. Simple mastektomi atau total mastektomi berarti bahwa ahli bedah

6
akan mengangkat seluruh payudara, tetapi tidak mengangkat kelenjar

getah bening di bawah lengan.8

Ada dua jenis tipe mastektomi, yaitu :

1) Total (simple) Mastektomi

Dokter bedah menyingkirkan seluruh payudara. Terkadang, dokter

bedah juga mengeluarkan satu atau lebih kelenjar getah bening di

bawah lengan.9

Sumber : NCI. Surgery Choices For Women with


DCIS or Breast Cancer

2) Modifikasi Radikal Mastektomi

Dokter bedah akan menyingkirkan seluruh payudara, sebagian

besar kelenjar getah bening di bawah lengan dan lapisan otot dada.9

Sumber : NCI. Surgery Choices For Women with


DCIS or Breast Cancer

7
2.2 NYERI

2.2.1 Definisi

Menurut The International Association for the Study of Pain

(IASP), nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial

atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Definisi nyeri

tersebut menjelaskan konsep bahwa nyeri adalah produk kerusakan

struktural, bukan saja respons sensorik dari suatu proses nosisepsi

(berkenaan dengan reseptor untuk nyeri yang disebabkan oleh cedera

jaringan tubuh; cedera tersebut dapat berasal dari rangsang fisik, seperti

rangsang mekanik, termal, atau listrik, atau dari rangsang kimia seperti

adanya toksin atau kelebihan zan nontoksik), harus dipercaya seperti yang

dinyatakan penderita, tetapi juga merupakan respons emosional yang

didasari atas pengalaman termasuk pengalaman nyeri sebelumnya.10

2.2.2 Mekanisme Nyeri

2.2.2.1 Jalur Nyeri

1) Transduksi

Proses dimana stimulus noxious diubah ke impuls elektrikal pada

ujung nervus. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan fisik

kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima

ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh

8
(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni).

Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau

trauma lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana

prostaglandin inilah yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-

reseptor nosiseptif dan dikeluarkan zat-zat mediator nyeri seperti

histamin, serotonin yang akan menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan

ini dikenal sebagai sensitisasi perifer.11,1212,13

2) Transmisi

Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai lanjutan

proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke

medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi

sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan

sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama

membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan visceral

serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan

emosi. Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps

interneuron dengan saraf-saraf berdiameter besar dan bermielin.

Selanjutnya impuls disalurkan ke thalamus dan somatosensoris di

cortex cerebri dan dirasakan sebagai persepsi nyeri.11,12,13

3) Modulasi

Proses perubahan transmisi nyeri yang terjadi disusunan saraf pusat

(medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem

analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri

9
yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses

asenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin,

endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada

kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai

pintu dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri

untuk analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi

seseorang terhadap nyeri berbeda – beda.11,12,13

4) Persepsi

Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses

tranduksi, transmisi dan modulasi yang pada akhirnya akan

menghasilkan suatu proses subjektif yang dikenal sebagai persepsi

nyeri, yang diperkirakan terjadi pada talamus dengan korteks sebagai

diskriminasi dari sensorik.11,12,13

2.2.2.2 Sensitasi Perifer

Cedera atau inflamasi jaringan akan menyebabkan munculnya

perubahan lingkungan kimiawi pada akhir nosiseptor. Sel yang rusak akan

melepaskan komponen intraselulernya seperti adenosine trifosfat, ion

𝐾 + , pH menurun, sel inflamasi akan menghasilkan sitokin, kemokin dan

growth faktor. Beberapa komponen diatas akan langsung merangsang

nosiseptor (nociceptor activators) dan komponen lainnya akan

menyebabkan nosiseptor menjadi lebih hipersensitif terhadap rangsangan

berikutnya (nociceptor sensitizers).

10
Sumber : Multimodal Regiments for Acute Pain Management - Prof. A. Husni Tanra,
Department of Anesthesiology, Faculty of Medicine Hasanuddin University

Komponen sensitisasi, misalnya prostaglandin 𝐸2 akan mereduksi

ambang aktivasi nosiseptor dan meningkatkan kepekaan ujung saraf

dengan cara berikatan pada reseptor spesifik di nosiseptor. Berbagai

komponen yang menyebabkan sensitisasi akan muncul secara bersamaan,

penghambatan hanya pada salah satu substansi kimia tersebut tidak akan

menghilangkan sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer akan menurunkan

ambang rangsang dan berperan dalam meningkatkan sensitivitas nyeri di

tempat cedera atau inflamasi.14,15

2.2.2.3 Sensitasi Sentral

Sensitisasi sentral merupakan peningkatan respon dari medula

spinalis setelah stimulus berbahaya yang berkepanjangan. Hal ini

mempengaruhi hampir semua bagian dari jalur nyeri termasuk komponen

sentral seperti talamus dan korteks. Stimulus intensitas rendah

menghasilkan respon yang lebih baik karena sensitisasi ini. Sensitisasi ini

dikaitkan dengan perubahan pada medulla spinalis yang mengarahkan ke

11
peningkatan ukuran bidang ekspansi dan persepsi bahkan rangsangan tidak

menyakitkan dapat menjadi menyakitkan.16

2.2.3 Nyeri Pascabedah Mastektomi

2.2.3.1 Nyeri Kronik

Dalam makalah asli tentang nyeri kronik pasca bedah, Crombie

dkk. mengusulkan definisi sebagai berikut:

1) Rasa nyeri harus berkembang setelah operasi

2) Nyeri harus minimal 2 bulan lamanya.

3) Penyebab lain dari rasa nyeri harus disingkirkan, seperti kambuhnya

keganasan atau infeksi

4) Kemungkinan nyeri masih berlanjut dari penyakit sebelumnya perlu

dieksplorasi lebih dalam dan disingkirkan.17

Nyeri kronik pasca bedah timbul akibat konsekuensi adanya inflamasi

atau lebih sering akibat manifestasi dari nyeri neuropati karena adanya

saraf utama yang terluka akibat operasi. Jika terjadi cedera pada saraf saat

operasi, komponen nyeri neuropatik dapat segera berkembang dan

bertahan jika tidak ada rangsangan berbahaya perifer atau peradangan

perifer yang sedang berlangsung.18

2.2.3.2 Nyeri Neuropatik

The International Association for the Study of Pain (IASP)

mendefinisikan nyeri neuropatik sebagai nyeri yang disebabkan oleh

12
penyakit atau kerusakan sistem saraf perifer atau sentral, atau disebabkan

adanya disfungsi sistem saraf. Gejala khas pada nyeri neuropatik adalah,

pasien seringkali tidak dapat menggambarkan dengan jelas tentang

kualitas nyerinya.

Umumnya, pasien menggambarkan nyeri yang lain dari biasanya.

Kualitas nyerinya terasa aneh, dan dapat dirasakan sebagai rasa terbakar,

menusuk, ngilu, berdenyut, atau pegal serta dapat disertai oleh disestesia,

yaitu adanya sensasi abnormal yang tidak nyaman. Atau berupa rasa

terbakar, rasa tertusuk, atau rasa tersengat listrik yang timbul spontan

maupun oleh sentuhan, dan dapat berlangsung lebih lama dari sentuhan itu

sendiri.19

Patofisiologi nyeri neuropatik secara umum dapat dibagi dalam

lima kategori : 1) timbulnya impuls ektopik pada serabut saraf aferen

primer; 2) interaksi antar serabut saraf; 3) sensitasi sentral; 4) disinhibisi

(kegagalan mekanisme inhibisi normal) dan 5) plastisitas (perubahan –

perubahan degeneratif yang menyebabkan penghantaran impuls).

Disamping itu, setelah cedera pada saraf terjadi peningkatan ekspresi ion,

terutama saluran natrium, dan peningkatan jumlah reseptor. Hal inilah

yang menyebabkan menurunnya ambang potensial aksi dan aktivitas

spontan pada saraf aferen primer yang mengalami kerusakan.19,20

13
2.2.4 Penilaian Nyeri

Yang paling banyak diketahui Visual Analogue Scale (VAS) dan

Numeric Rating Scale (NRS) adalah penilaian derajat nyeri yang telah

disepakati bersama dan memiliki tingkat sensitifitas yang sama dalam

penilaian nyeri akut pascabedah. Keduanya berfungsi sangat baik dalam

menginterpretasikan perasaan subjektif pasien terhadap intensitas nyeri

yang dirasakan.

VAS terdiri dari garis lurus titik akhir mendefinisikan batas 'tidak

ada rasa nyeri' dan ‘sangat nyeri’. Pasien diminta untuk menandai tingkat

rasa nyerinya pada garis antara dua titik akhir. Jarak antara 'tidak ada rasa

nyeri’ dengan tanda pasien mendefinisikan nyeri subjek pasien.

Sumber : Haefeli Mathius, Achim Elfering. Pain Assessment. Department


of Psychology,
University of Berne, Berne. 2005 Switzerland

Keuntungan dapat mengukur keadaan rasa nyeri dan perubahan

situasi klinis, alat yang tervalidasi untuk mengukur nyeri akut dan kronis,

alat yang tervalidasi untuk penelitian, bisa juga digunakan untuk

mengukur mood, distress dan mual . Kekurangan tidak dapat mengukur

semua aspek rasa nyeri, pasien mungkin merasa kesulit untuk

menghubungkan rasa nyeri mereka pada garis.12,16,21,22

14
2.3 AMITRIPTYLINE

2.3.1 Deskripsi

Amitriptyline adalah salah satu pilihan lini utama dari golongan

antidepresan trisiklik yang memiliki efek sedatif dan sering diresepkan

untuk pasien yang mengalami gejala depresi. Amitriptyline, juga telah

digunakan untuk terapi pengobatan nyeri neuropatik dan inflamasi seperti

fibromyalgia, sindrom kelelahan kronis, migrain, irritable bowel

syndrome, dan nyeri wajah atipikal.23,24

Tricyclic antidepressants (TCAs) adalah antidepresan yang paling

banyak dipelajari untuk pengobatan nyeri neuropatik dan merupakan

pilihan utama dalam pengobatan armamentarium. Antidepresan ini

menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin pada sinaps, tapi

tugasnya berbeda-beda sesuai dengan struktur kimianya. Amina tersier

(misalnya, amitriptyline, doxepin, imipramine) menghambat serotonin ke

tingkat yang lebih besar dari norepinefrin. Sebaliknya, amina sekunder

(misalnya, desipramine, nortriptyline) memiliki efek yang lebih jelas pada

norepinefrin. Sementara beberapa penulis melaporkan efikasi kira-kira

sama antara dua subclass ini namun saran lain menyarankan bahwa amina

tersier agak lebih efektif daripada amina sekunder.25

15
Tabel 2.1 Perbedaan Antidepresan untuk nyeri neuropatik

Sumber : Sansone RA, Sansone LA. Pain, pain, go away: antidepressants and pain
management. Psychiatry (Edgmont). 2008;5(12):16-19.

2.3.2 Farmakodinamik

Amitriptyline menghambat transportasi norepinefrin dan

menghambat reuptake serotonin. Amitriptyline memiliki afinitas selektif

untuk reseptor α1. Amitriptyline juga memblokir saluran natrium, histamin

dan kalsium.16

2.3.3 Farmakokinetik

Semua golongan TCA secara cepat diserap setelah pemberian oral

dan berikatan sangat kuat dengan protein plasma albumin, 90-95% pada

konsentrasi plasma terapeutik. TCA mengikat jaringan ekstravascular

yang menyumbang volume sangat besar 10 − 501 𝑘𝑔−1 . Inaktivasi terjadi

16
sebagian besar melalui enzim CYP450 dengan demetilasi dari TCA tersier

ke metabolisme amino sekunder, hidroksilasi kemudian glukoronidasi dan

ekskresi pada urin. Konsentrasi plasma pada efek terapeutik biasanya

antara 50 dan 300 𝑛𝑔 𝑚𝑙 −1 (berat molekul, antara 263-314). Waktu

paruhnya umumnya 24 jam tetapi pada kasus amitriptyline 31- 46 jam.26,27

2.3.4 Dosis

Amitriptyline tersedia dalam bentuk tablet 10 dan 25 mg, dan

dalam bentuk larutan injeksi 100 mg/10 ml. Dosis permulaan 75 mg

sehari. Dosis ini kemudian ditinggikan sampai timbul efek terapeutik,

biasanya antara 150 mg - 300 mg sehari.28

2.3.5 Efek Samping

Dosis kurang dari 20 mg / kgBB tidak mungkin berakibat fatal atau

menyebabkan komplikasi parah namun variasi individu dalam penyerapan,

pengikatan protein dan metabolism dapat membatasi prediksi yang

bermakna. Adapun jika terjadi efek samping obat dapat menyebabkan

aritmia jantung dan kejang. Namun kejadian ini sangat jarang dijumpai.27

17
2.4 KERANGKA TEORI

Operasi Mastektomi
Mekanisme Nyeri :

1. Transduksi
Stimulus pada saraf perifer ditangkap oleh
nosiseptor
Kerusakan Jaringan 2. Transmisi
Penghantaran impuls nyeri dari nosiseptor ke
medulla spinalis hingga ke thalamus
3. Modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri di medulla
spinalis dan otak melibatkan dua jalur yaitu;
jalur ascendens dan jalur descendens
Nyeri Pascabedah Mastektomi : 4. Persepsi
Hasil akhir dari proses transduksi, transmisi
1. Nyeri Kronik dan modulasi
2. Nyeri Neuropati

Penatalaksanaan Nyeri
menggunakan Anti Depresan Penilaian Nyeri menggunakan
golongan Trisiklik Visual Analogue Scale (VAS)
(Amitriptyline)

18
2.5 KERANGKA KONSEP

Amitriptyline 10 mg

1. Umur
2. Jenis Kelamin
Mastektomi
3. ASA I - II
4. Lama Operasi

VAS
Tekanan Darah

Nadi

Pernapasan

Suhu

Keterangan :

: Variabel independen

: Variabel dependen

: Variabel Perancu

: Variabel Kontrol

HIPOTESIS

1) H0 : Pemberian Amitriptyline 10 mg pra-bedah tidak efektif terhadap

penurunan nilai VAS pada pasien pascabedah Mastektomi

2) Ha : Pemberian Amitriptyline 10 mg pra-bedah efektif terhadap

penurunan nilai VAS pada pasien pascabedah Mastektomi

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Jenis penelitian karya tulis ilmiah ini merupakan jenis

eksperimental jenis Intact-Group Comparison dimana terdapat satu

kelompok yang digunakan untuk penelitian, tetapi dibagi dua yaitu;

setengah kelompok untuk eksperimen (yang diberi perlakuan) dan

setengah untuk kelompok kontrol (yang tidak diberi perlakuan) dan

menggunakan metode case control.

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral dan Ruang Rawat

Inap RS. Ibnu Sina Makassar.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian yaitu bulan September - Desember 2017

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian mencakup seluruh pasien yang menjalani

operasi Mastektomi di RS. Ibnu Sina Makassar.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya. Sampel penelitian

20
diambil dari populasi yang memenuhi kriteria penelitian di RS. Ibnu Sina

Makassar.

3.4 TEKNIK SAMPLING

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara pupossive sampling,

dengan rumus :

(𝑍1−𝛼/2 )2 𝑝𝑞𝑁
𝑛= 2
𝑑 (𝑁 − 1) + (𝑍1−𝛼/2 )2 𝑝𝑞

(1,645)2 𝑥 0,015𝑥0,985𝑥244
=
(0,1)2 𝑥243 + (1,645)2 𝑥0,015𝑥0,985

=4

Ket :

n = Jumlah sampel

p = Proporsi subyek (1,5% = 0,015)

q = 1-p (0,985)

d = Tingkat presisi (10% = 0,1)

Z = Tingkat kepercayaan 90% (1,645)

N = Banyaknya populasi (244)

Jadi total sampel yang digunakan adalah 8 dimana dibagi menjadi

2 kelompok, yaitu kelompok 1 (kelompok yang tidak diberikan

Amitriptyline 10 mg) atau kelompok perlakuan dan kelompok 2

(kelompok yang diberikan Amitriptyline 10 mg) atau kelompok kontrol.

21
3.5 KRITERIA SAMPEL

3.5.1 Kriteria inklusi

1) Pasien dewasa laki-laki atau perempuan usia 18 - 65 tahun

2) Status fisik ASA I - II

3) Dilakukan anestesi umum

4) Bersedia mengikuti prosedur penelitian

3.5.2 Kriteria eksklusi

1) Wanita hamil

2) Tidak bersedia mengikuti prosedur penelitian

3.5.3 Kriteria Drop Out

1) Syok selama menjalani operasi dan pasca operasi

2) Penghentian uji klinik dihentikan jika memiliki derajat VAS (Visual

Analog Scale) sangat tinggi sehingga diberikan analgetik rescue.

3.6 DEFINISI OPERASIONAL

3.6.1 Amitriptyline 10 mg

Amitriptyline merupakan obat anti depresan golongan trisiklik.

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat ambilan kembali

neurotransmiter di otak.

3.6.2 VAS

VAS merupakan alat yang digunakan untuk menilai derajat nyeri

seseorang yang berupa sebuah garis lurus seperti mistar penggaris dimulai

22
dari angka 0 dan diakhir dengan angka 10. Adapaun interpretasi VAS

yaitu sebagai berikut :

0 : tidak nyeri.

1 : nyeri sangat ringan, hampir tidak terasa.

2 : nyeri ringan, pasien masih bias tertawa dan bercerita.

3 : nyeri masih ringan, lebih nyeri dari 2, pasien masih biasa

tersenyum.

4 : nyeri sedang, pasien mulai diam-diam.

5 : nyeri sedang, lebih nyeri dari 4, pasien mulai nampak murung.

6 : nyeri sedang, pasien tampak murung dan merintih kesakitan.

7 : nyeri berat dengan muka cemberut dan pasien sekali-sekali

berteriak kesakitan.

8 : lebih nyeri dari 7, pasien terus berteriak kesakitan.

9 : pasien berteriak kesakitan sambil menangis.

10 : nyeri sangat hebat, pasien berteriak, meraung-raung kesakitan

sambil menangis dan sulit dikendalikan

3.6.3 Operasi Mastektomi

Operasi pengangkatan payudara yang terdiri dari dua jenis yaitu

Simple (total) Mastektomi dan Modified Radical Mastectomy (MRM).

23
3.6.4 Status Fisik ASA

ASA physical status classification system


Last approved by the ASA House of Delegates on October 15, 2014

Tabel 3.1 Klasifikasi ASA

Klasifikasi ASA DEFINISI

ASA I Pasien sehat

ASA II Pasien dengan gangguan sistemik ringan

ASA III Pasien dengan gangguan

sistemik yang parah

ASA IV Seorang pasien dengan

penyakit sistemik berat yang merupakan ancaman


konstan bagi kehidupan pasien tersebut

ASA V Seorang pasien sekarat yang tidak diharapkan untuk


bertahan hidup tanpa operasi

ASA VI Seorang pasien mati otak menyatakan organnya


diambil

untuk tujuan donor

24
3.7 ALUR PENELITIAN

Sampel Penelitian

Kelompok 1 (perlakuan) Kelompok 2 (kontrol)

(Diberikan Amitriptyline) (Tidak diberikan Amitriptyline)

Pemberian Amitriptyline 10 mg Tidak diberikan Amitriptyline 10 mg


pra-bedah pra-bedah

Operasi Mastektomi dan Anastesi yang


sama

Pasca bedah Mastektomi

Penilaian derajat Nyeri


menggunakan VAS pada jam ke-1,
dan jam ke-24 setelah pasca
bedah mastektomi

3.8 INSTRUMEN PENELITIAN


3.8.4 Alat dan Bahan

 VAS

 Quitioner

 Alat Tulis

25
 Amitriptyline 10 mg

3.8.5 Cara Kerja

1) Setelah mendapat persetujuan penelitian, pasien terpilih diberikan

penjelasan tentang maksud dan prosedur penelitian. Bila setuju pasien

menandatangani lembar persetujuan tindakan (informed consent)

2) Sebelum menjalani operasi pasien dipersiapkan sesuai prosedur rutin

3) Pasien diberikan Amitriptyline 10 mg per oral

4) Pasien menjalani prosedur anestesi umum yang sama dan tindakan

operasi. Catat waktu yang dibutuhkan untuk menjalani operasi hingga

selesai.

5) Setelah operasi selesai, kemudian diukur skor nyeri dengan VAS.

3.9 TEKNIK PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA

3.9.4 Pengolahan Data


Data yang diperoleh telah dilakukan pemeriksaan kebenaran,

editing, dikoding, ditabulasi, dan dimasukkan ke dalam komputer. Jenis

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat

dan analisis bivariat. Untuk mempermudah analisis data, peneliti

menggunakan program SPSS v.22. Adapun tahapan analisis data yang

dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Analisis univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan dan

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.

26
Analisis univariat dilakukan dengan menggambarkan distribusi

frekuensi dan presentase yang disajikan dalam bentuk tabulasi dan

grafik. Menganalisa secara deskriptif dengan menghitung distribusi

dan frekuensi setiap variabel penelitian. Variabel independen terdiri

dari pemberian Amitriptyline 10 mg, sedangkan variabel dependen

yaitu nilai VAS.

2) Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

memiliki perbedaan yang signifikan. Analisa bivariat dilakukan untuk

melihat adanya hubungan antara variabel bebas (Amitriptyline)

dengan variabel terikat (Nilai VAS) dan untuk melihat kemaknaan

antara variabel tersebut. Variabel bebas dalam penelitian ini

menggunakan skala numerik dan varibel terikat juga berupa skala

ordinal. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program

komputer yaitu Microsoft Office Excel 2011 dan SPSS V.22 for iOS.

3.9.5 Penyajian Data


Data yang telah diolah selanjutnya disusun dan disajikan dalam

bentuk table dan grafik ddisertai penjelasan

27
BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Profil Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit “ IBNU SINA“ adalah Rumah Sakit Swasta milik

Yayasan Badan Wakaf UMI. Sebelumnya bernama Rumah Sakit “ 45 “

milik Yayasan Andi Sose yang didirikan berdasarkan keputusan Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan No. 6783/DK-

IJSK/TV.1/X188, tanggal 5 oktober 1988 dan pada hari Senin tanggal 16

Juni 2003 telah dilakukan penyerahan kepemilikan dari Yayasan Andi

Sose kepada Yayasan Badan Wakaf UMI, yang ditandatangani oleh ketua

Yayasan Andi Sose yaitu Dr. H. Andi Sose dan ketua Yayasan badan

Wakaf UMI bapak Prof. Dr. Abdurrahman A. Basalamah SE.MSI.

Berdasarkan atas hak kepemilikan tersebut, maka Rumah Sakit “Ibnu

Sina“ kemudian direnovasi dan dioperasionalkan.

Berdasarkan surat permohonan dan Ketua Yayasan badan

Wakaf UMI, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan

menerbitkan surat Izin Penyelenggaraan Rumah Sakit No. 6703A/DK-

IV/PTS-TKJ2/IX/2003, tanggal 23 September 2003, tentang pemberian

Izin Uji Coba penyelenggaraan Rumah Sakit “Ibnu Sina” yang terletak

dijalan Letnan Jendral Urip Sumoharjo Km.5 No.264 Makassar.

Berhubung Karena Surat Izin Uji Coba penyelenggaraan Rumah

sakit dan dinas Kesehatan propinsi Sulawesi Selatan hanya berlaku 1

28
tahun, maka berdasarkan surat pemohonan YBW UMI, menteri

kesehatan RI menerbitkan Surat Izin penyelenggaraan Rumah Sakit,

tanggal 26 September 2006. Nomor YM.02.04.3.5.4187 tentang

pemberian Izin Penyelenggaraan Kepada YBW UMI No.43 tanggal akte

Notaris 7 november 1994 dengan alamat jalan Kakatua no. 27 Makassar

untuk menyelenggarakan Rumah sakit “ Ibnu Sina “ dengan alamat jalan

Urip Sumoharjo Km.5 Makassar, berlaku selama 5 (lima) tahun, terhitung

tanggal 26 september 2005 s/d 26 September 2010.

Gambar 4.1. Rumah Sakit Umum Ibnu Sina Makassar

4.2. Visi dan Misi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar

1.2.1. Visi

“ Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dengan pelayanan Kesehatan

yang Islami ekselen dan terkemuka di Indonesia.”

29
4.2.2 Misi

1. Melaksanakan dan megembangkan pelayanan kesehatan unggul

yang menjunjung tinggi moral dan etika (Misi Pelayanan

Kesehatan)

2. Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan kedokteran dan

professional kesehatan lainnya (Misi pendidikan)

3. Melangsungkan pelayanan dakwah dan bimbingan spiritual

kepada penderita dan pengelolaan Rumah Sakit ( Misi dakawah )

4. Mengupayakan perolehan finansial dari berbagai keiatan Rumah

Sakit ( Misi Finansial )

5. Meningkatkan kesejahteraan pegawai (Misi kesejahteraan)

4.2.3 Nilai

1. Amanah ( jujur, berdedikasi dan bertanggung jawab )

2. Professional ( kompetensi dan etika )

3. Akhlaqul qarimah ( menjaga silaturrahmi, saling menghargai dan

kepedulian yang tinggi )

4.2.4 Motto

“ Hati Tulus melayani “

4.3. Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar

4.3.1 Gedung

RS. Ibnu Sina mempunyai luas tanah 18.008 m dengan luas gedung

12.025 m yang terdiri atas :

30
a. Gedung UGD, ICU, ICCU, kamar operasi ( 2 lantai )

b. Gedung perawatan dan administrasi ( 5 lantai )

c. Gedung poliklinik Umum, Poliklinik Spesialis dan Klinik

Spesialis Konsultan (2 lantai)

1.3.2 Sarana Kesehatan

1) Fasilitas

a. Instalasi Rawat darurat

b. Instalasi rawat Intensif

c. Instalasi radiologi

d. Instalasi Laboratorium

e. Instalasi Farmasi

f. Instalasi gizi

g. Instalasi rehabilitasi Medik

h. Instalasi pemelihraraan sarana Rumah Sakit

i. Instalasi pemulasaran jenazah

2) Rawat jalan

Instalasi rawat jalan adalah unit pelayanan yang

menyediakan fasilitas dan penyelenggarakan kegiatan pelayanan

rawat jalan dan terdiri dari poliklinik umum, dan beberapa

poliklinik spesialis dalam berbagai bidang disiplin ilmu

kedokteran klinis.

31
a. Poliklinik Penyakit Dalam

Pelayanan pada polilinik penyakit dalam meliputi pelayanan

rujukan penyakit dalam dan poliklinik umum, gawat darurat

maupun rujukan dan Luar rumah Sakit Ibnu Sina. Termasuk

penyakit Kardiologi, penyakit paru – paro dan lain-lain.

b. Poliklinik Bedah

Poliklinik bedah memberikan pelayanan berbagai bedah

meliputi bedah umum, bedah digestive, bedah tumor, bedah

saraf, bedah orthopedi, bedah urologi, dan bedah plastik.

c. Poliklinik Penyakit Anak

d. Poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan

e. Poliklinik Penyakit saraf

f. Poliklinik Penyakit THT

g. Poliklinik Penyakit mata

h. Poliklinik Penyakit kulit dan Kelamin serta Pelayanan

kosmetik

i. Poliklinik Penyakit Gigi dan Mulut

j. Poliklinik Konsultasi gizi

k. Poliklinik umum

3) Rawat Inap

a. Ruang Perawatan Nifas

b. Ruang perawatan bayi

c. Ruang Perawatan Umum

32
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Variabel yang Diteliti

(Univariat)

Tabel 5.1. Distribusi Nilai VAS 1 Jam Setelah Operasi

Jumlah (n) Persentase (%)

Tidak Nyeri 2 25

Nyeri Sangat Ringan 6 75

Total 8 100

Sumber : data primer diolah dengan SPSS 22, 2017

Tabel 5.1. menunjukkan bahwa dari 8 jumlah pasien Mastektomi

yang menjadi sampel, terdapat 2 pasien (25%) yang mengalami tidak nyeri

dan 6 pasien (75%) yang mengalami nyeri sangat ringan 1 jam setelah

operasi Mastektomi.

33
Grafik 5.1. Distribusi Nilai VAS 1 Jam Setelah Operasi

80%
70%
60%
50%
40% 75%
30%
20%
10% 25%
0%
Tidak Nyeri Nyeri Sangat Ringan

Sumber : data primer diolah dengan SPSS 22, 2017

Tabel 5.2. Distribusi Nilai VAS 24 Jam Setelah Operasi

Jumlah (n) Persentase (%)

Nyeri Sangat Ringan 2 25

Nyeri Ringan, Tertawa 2 25

Nyeri Ringan, Tersenyum 4 50

Total 8 100

Sumber : data primer diolah dengan SPSS 22, 2017

Tabel 5.2. menunjukkan bahwa dari 8 jumlah pasien Mastektomi

yang menjadi sampel, terdapat 2 pasien (25%) yang mengalami nyeri

sangat ringan 1 jam setelah operasi, 2 pasien (25%) yang mengalami nyeri

ringan, tertawa dan 4 pasien (50%) yang mengalami nyeri ringan,

tersenyum.

34
Grafik 5.2. Distribusi Nilai VAS 24 Jam

60%

50%

40%

30%
50%
20%

25% 25%
10%

0%
Nyeri Sangat Ringan Nyeri Ringan, Tertawa Nyeri Ringan,
Tersenyum

Sumber : data primer diolah dengan SPSS 22, 2017

Tabel 5.3. Distribusi Pemberian Amitriptyline 10 mg

Jumlah (n) Persentase (%)

Tidak 4 50

Ya 4 50

Total 8 100

Sumber : data primer diolah dengan SPSS 22, 2017

Tabel 5.3. menunjukkan bahwa dari 8 jumlah pasien Mastektomi

yang menjadi sampel, terdapat 4 pasien (50%) yang tidak diberikan

Amyitriptyline 10 mg dan 4 pasien (50%) yang diberikan Amitriptyline 10

mg.

35
Grafik 5.3. Distribusi Pemberian Amitriptyline 10 mg
60%

50%

40%

30%
50% 50%
20%

10%

0%
Ya Tidak

Grafik 5.3. Distribusi Pemberian Amitriptyline 10 mg

5.1.2 Analisis Perbandingan Antara Variabel yang Diteliti (Bivariat)

Tabel 5.4. Analisis Pemberian Amitriptyline 10 mg Terhadap

Nilai VAS 1 Jam Setelah Operasi

Pemberian Nilai VAS 1 Jam Setelah Operasi Total P


Amitriptyline
10 mg Tidak Nyeri Nyeri Sangat
Ringan

N % N % N % 1,000

Tidak 1 12,5 3 37,5 4 50

Ya 1 12,5 3 37,5 4 50

Total 2 25 6 75 8 100

Sumber : Data primer Analisa Mann-Whiteney diolah dengan SPSS 22, 2017

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 8 orang pasien Mastektomi

yaitu 4 orang yang tidak diberikan Amitriptyline 10 mg dan 4 orang yang

36
diberikan Amitriptyline 10 mg yang menjadi sampel penelitian, pada

pasien yang tidak diberikan Amitriptyline 10 mg terdapat 1 orang (12,5%)

yang merasakan tidak nyeri dan 3 orang (37,5%) yang merasakan nyeri

sangat ringan. Sedangkan pada pasien yang diberikan Amitriptyline 10 mg

terdapat 1 orang (12,5%) yang merasakan tidak nyeri dan 3 orang (37,5%)

yang merasakan nyeri sangat ringan.

Berdasarkan hasil analisis uji perbandingan pada tabel 5.4.

menunjukan bahwa antara pasien yang diberikan Amitriptyline 10 mg

dengan pasien yang tidak diberikan Amitriptyline 10 mg pada pasien post

operasi Mastektomi di RS. Ibnu Sina Makassar, diperoleh nilai p = 1,000

(lebih besar dari nilai 𝛼 = 0,05).

Grafik 5.4. Persentase Nilai VAS 1 Jam Setelah Operasi Mastektomi

40.00% 37.50% 37.50%

35.00%

30.00%

25.00%

20.00%

15.00% 12.50% 12.50%

10.00%

5.00%

0.00%
Tidak Ya

Tidak Nyeri Nyeri Sangat Ringan

Sumber : Data primer Analisa Mann-Whiteney diolah dengan SPSS 22, 2017

37
Tabel 5.5 Analisis Pemberian Amitriptyline 10 mg Terhadap Nilai VAS

24 Jam Setelah Operasi

Pemberian Nilai VAS 24 Jam Setelah Operasi Total P

Amitriptyline
Nyeri Sangat Nyeri Nyeri Ringan,
10 mg
Ringan Ringan, Tersenyum

Tertawa

N % N % N % N % 0,119

Tidak 0 0 1 12,5 3 37,5 4 50

Ya 2 25 1 12,5 1 12,5 4 50

Total 2 25 2 25 4 50 8 100

Sumber : Data primer Analisa Mann-Whiteney diolah dengan SPSS 22, 2017

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 8 orang pasien Mastektomi

yaitu 4 orang yang tidak diberikan Amitriptyline 10 mg dan 4 orang yang

diberikan Amitriptyline 10 mg yang menjadi sampel penelitian, pada

pasien yang tidak diberikan Amitriptyline 10 mg tidak terdapat orang (0%)

yang merasakan nyeri sangat ringan, 1 orang (12,5%) yang merasakan

nyeri ringan namun masih bisa tertawa dan 3 orang (37,5%) yang

merasakan nyeri ringan namun masih bisa tersenyum. Sedangkan pada

pasien yang diberikan Amitriptyline 10 mg terdapat 2 orang (25%) yang

merasakan nyeri sangat ringan, 1 orang (12,5%) yang merasakan nyeri

38
ringan namun masih bisa tertawa dan 1 orang (12,5%) yang merasakan

nyeri ringan namun masih bisa tersenyum.

Berdasarkan hasil analisis uji perbandingan pada tabel 5.5.

menunjukan bahwa antara pasien yang diberikan Amitriptyline 10 mg

dengan pasien yang tidak diberikan Amitriptyline 10 mg pada pasien post

operasi Mastektomi di RS. Ibnu Sina Makassar, diperoleh nilai p = 0,119

(lebih besar dari nilai 𝛼 = 0,05).

Grafik 5.5. Persentase Nilai VAS 24 Jam Setelah Operasi Mastektomi

40% 37.50%
35%
30% 25%
25%
20%
15% 12.50% 12.50% 12.50%
10%
5% 0%
0%
Tidak Ya

Nyeri Sangat Ringan Nyeri Ringan, Tertawa


Nyeri Ringan, Tersenyum

Sumber : Data primer Analisa Mann-Whiteney diolah dengan SPSS 22, 2017

39
Tabel 5.6. Hasil nilai VAS Pada Responden post operasi 1 jam dan 24

jam

Inisial VAS Ket

Post op 1 jam Post op 24 Jam

H 1 1 Perlakuan

N 1 1 Perlakuan

S 0 3 Perlakuan

A 1 2 Perlakuan

R 1 3 Kontrol

Ha 0 2 Kontrol

Hr 1 3 Kontrol

L 1 3 Kontrol

Sumber : Data primer, 2017

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 2 pasien yang

diberikan perlakuan Amitriptyline 10 mg mengalami nilai VAS yang tetap

yaitu 1 pada saat post operasi 1 jam dan 1 pada saat post operasi 24 jam,

sedangkan pada semua pasien yang tidak diberikan Amitriptyline 10 mg

memiliki nilai VAS yang meningkat pada saat 1 jam setelah operasi dan

24 jam setelah operasi.

40
5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis statistik, efektivitas pemberian

Amitriptyline 10 mg pra bedah terhadap nilai VAS pada pasien pasca

bedah Mastektomi di RS Ibnu Sina Makassar setelah 1 jam operasi

menunjukkan bahwa nilai p=1,000 (p>0,05) yang berarti tidak ada

perbedaan yang bermakna antara pasien yang diberikan Amitriptyline 10

mg pra bedah dengan pasien yang tidak diberikan Amitriptyline 10 mg pra

bedah. Sedangkan efektivitas pemberian Amitriptyline 10 mg pra bedah

terhadap nilai VAS pada pasien pasca bedah Mastektomi di RS Ibnu Sina

Makassar setelah 24 jam operasi menunjukkan bahwa nilai p=0,119

(p>0,05) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara pasien

yang diberikan Amitriptyline 10 mg pra bedah dengan pasien yang tidak

diberikan Amitriptyline 10 mg pra bedah.

Dari data statistik, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna pada nilai VAS 1 jam setelah operasi pada

pasien yang diberikan Amitriptyline 10 mg dan yang tidak diberikan

Amitriptyline 10 mg, hal ini dapat disebabkan karena efek obat anestesi

umum pada saat proses pembedahan masih bekerja sehingga nilai VAS

pasien kontrol maupun perlakuan masih sama. Sesuai dengan definisi dari

anestesi umum yaitu tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible)29. Efek dari

obat anestesi ini tergantung dari obat masing – masing obat. Ada yang

berefek 30 menit sampai 5 jam.

41
Pada 24 jam setelah operasi, juga tidak terdapat perbedaan yang

bermakna secara statistik antara pasien yang diberikan Amitriptylne 10 mg

dengan pasien yang tidak diberikan 10 mg. Namun, secara klinis dapat

dilihat bahwa pasien yang diberikan Amitriptyline 10 mg memiliki nilai

VAS lebih baik daripada pasien yang tidak diberikan Amitriptyline 10 mg.

Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya, mekanisme kerja obat

Amitriptyline dapat menghambat nyeri di otak melalui pengambilan

kembali monoamine seperti serotonin dan norepinefrin ke dalam terminal

saraf dan menghambat modulasi nyeri pada jalur descenden29.

Pemberian Amitriptyline 10 mg diberikan pada pasien sebagai obat

premedikasi dimana bertujuan untuk meredakan kecemasan dan ketakutan

sebelum pasien operasi. Pada umumnya persiapan anestesia diawali

dengan persiapan psikologis/mental bagi pasien yang akan diberi anestesi.

Kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stress

yang dirasakan oleh banyak orang yang akan menjalani operasi. Tindakan

operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang biasa

menimbulkan kecemasan, oleh karena itu berbagai kemungkinan buruk

bisa terjadi yang akan membahayakan pasien. Kecemasan biasanya

berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang harus dijalani

pasien dan juga ancaman terhadap keselamatan jiwa akibat prosedur

pembedahan dan tindakan pembiusan.31,32

Semua respons individual terhadap stres yang baru secara langsung

atau tidak langsung dipengaruhi oleh hipothalamus. Hipothalamus

42
menerima masukan mengenai stressor fisik maupun emosi dari hampir

semua daerah di otak dan dari banyak reseptor diseluruh tubuh. Sebagai

respons, hipothalamus secara langsung mengaktifkan sistem saraf

simpatis, mengeluarkan CRH untuk merangsang sekresi ACTH dan

kortisol, dan memicu pengeluaran vasopresin. Sekresi aldosteron

ditingkatkan oleh pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldos-teron.

Medula adrenal yang mengeluarkan hormon epinefrin dan nonepinefrin

berperan aktif pada peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.33,34

Beel dan Grantham (2001) menyebutkan bahwa nyeri adalah

pengalaman yang multidimensional dengan lima komponen yaitu : afektif,

behavior, kognitif, sensorik, dan fisiologi. Dimensi afektif adalah dimensi

yang berhubungan dengan respon emosi akibat nyeri seperti cemas, takut,

depresi dan tidak berpengharapan. Pasien-pasien yang sering mengalami

kondisi depresi atau gangguan psikologis lainnya, akan lebih mudah

mengalami nyeri yang sangat jika dibandingkan dengan pasien lainnya.35

Amitriptyline adalah salah satu pilihan lini utama dari golongan

antidepresan trisiklik yang memiliki efek sedatif dan sering diresepkan

untuk pasien yang mengalami gejala depresi. Antidepresan ini

menghambat reuptake serotonin dan norepinefrin pada sinaps, tapi

tugasnya berbeda-beda sesuai dengan struktur kimianya. Amina tersier

(misalnya, amitriptyline, doxepin, imipramine) menghambat serotonin ke

tingkat yang lebih besar dari norepinefrin.23,24,25

43
Dengan penggunaan Amitriptyline 10 mg sebagai obat premedikasi

diharapkan tingkat kecemasan pasien sebelum operasi menjadi berkurang

sehingga nyeri pascabedah mastektomi dapat teratasi dengan nilai VAS

yang rendah.

Pada penelitian ini pasien yang melakukan tindakan operasi

Mastektomi tidak semua menggunakan teknik pembedahan yang sama.

Pada beberapa pasien, ada yang menggunakan teknik Simple Mastektomi

dimana seluruh payudara akan diangkat dan terkadang beserta satu atau

dua kelenjar getah bening dan adapula yang menggunakan teknik Modified

Radical Mastectomy dimana seluruh payudara dan sebagian besar kelenjar

getah bening serta lapisan di atas otot dada akan diangkat9 sehingga nyeri

yang dihasilkan akan berbeda – beda pula sesuai dengan besarnya luas

jaringan yang terluka.

Amitriptyline merupakan Tricyclic antidepressants (TCAs) yang

paling banyak dipelajari untuk pengobatan nyeri neuropatik25. Pada pasien

pascabedah mastektomi, nyeri yang paling sering timbul yaitu nyeri

neuropatik dimana adanya saraf utama yang terluka akibat operasi. Jika

terjadi cedera pada saraf saat operasi, komponen nyeri neuropatik dapat

segera berkembang dan bertahan jika tidak ada rangsangan berbahaya

perifer atau peradangan perifer yang sedang berlangsung dan berlanjut

menjadi nyeri kronik.18

44
Dalam makalah asli tentang nyeri kronik pasca bedah, Crombie

dkk. mengusulkan definisi sebagai berikut:

1) Rasa nyeri harus berkembang setelah operasi

2) Nyeri harus minimal 2 bulan lamanya.

3) Penyebab lain dari rasa nyeri harus disingkirkan, seperti

kambuhnya keganasan atau infeksi

4) Kemungkinan nyeri masih berlanjut dari penyakit sebelumnya

perlu dieksplorasi lebih dalam dan disingkirkan.17

Pada proses penelitian, peneliti menilai derajat nyeri pasien

pascabedah mastektomi pada saat 1 jam dan 24 jam setelah operasi dimana

nyeri pasien masih dikategorikan sebagai nyeri akut pascabedah

mastektomi. Oleh karena itu, efek kerja obat Amitriptyline 10 mg masih

belum terasa oleh pasien.

Pada penelitian ini pasien yang melakukan tindakan operasi

Mastektomi tidak semua menggunakan teknik pembedahan yang sama.

Pada beberapa pasien, ada yang menggunakan teknik Simple Mastektomi

dimana seluruh payudara akan diangkat dan terkadang beserta satu atau

dua kelenjar getah bening dan adapula yang menggunakan teknik Modified

Radical Mastectomy dimana seluruh payudara dan sebagian besar kelenjar

getah bening serta lapisan di atas otot dada akan diangkat9 sehingga nyeri

yang dihasilkan akan berbeda – beda pula sesuai dengan besarnya luas

jaringan yang terluka.

45
Penilaian derajat nyeri menggunakan VAS bersifat subjektif dari

pasien sehingga interpretasi nyeri masing-masing pasien dapat berbeda-

beda.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan agar mendapat data yang

akurat, namun demikian adanya berbagai keterbatasan yang bersifat teknis

maupun non teknis, maka perlu dikemukakan beberapa hal berkaitan

dengan keterbatasan yang muncul dalam penelitian ini, diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Kurangnya jumlah sampel penelitian

b. Keterbatasan waktu membuat penelitian yang

mengakibatkan kurang maksimalnya hasil penelitian

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

46
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Distribusi pasien Pascabedah Mastektomi yang diberikan Amitriptyline 10

mg pra-bedah berjumlah 4 pasien dan yang tidak diberikan Amitriptyline

10 mg pra-bedah berjumalah 4 pasien di RS. Ibnu Sina Makassar.

2. Distribusi nilai VAS 1 jam pascabedah Mastektomi menunjukan 2 pasien

dengan nilai VAS 0 (tidak nyeri) dan 6 pasien dengan nilai VAS 1 (nyeri

sangat ringan) dan distribusi nilai VAS 24 jam pascabedah Mastektomi

menunjukkan 2 pasien dengan nilai VAS 1 (Nyeri sangat ringan), 2 pasien

dengan nilai VAS 2 (nyeri ringan, tertawa) dan 4 pasien dengan nilai VAS

3 (nyeri ringan, tersenyum) di RS. Ibnu Sina Makassar.

3. Pengaruh Pemberian Amitriptyline 10 mg pra-bedah terhadap nilai VAS

pada pasien Pascabedah Mastektomi 1 jam setelah operasi di RS. Ibnu

Sina Makassar menunjukkan bahwa terdapat 1 pasien dengan nilai VAS 0

(tidak nyeri) dan 3 pasien dengan nilai VAS 1 (nyeri sangat ringan)

4. Pengaruh Pemberian Amitriptyline 10 mg pra-bedah terhadap nilai VAS

pada pasien Pascabedah Mastektomi 24 jam setelah operasi di RS. Ibnu

Sina Makassar menunjukkan bahwa terdapat 2 orang pasien dengan nilai

VAS 1 (nyeri sangat ringan), 1 orang dengan nilai VAS 2 (nyeri ringan,

tertawa), dan 1 orang dengan nilai VAS 3 (nyeri ringan, tersenyum).

5. Secara klinis, pemberian Amitriptyline 10 mg pra-bedah efektif untuk

menurunkan nyeri pada pasien pascabedah mastektomi di RS. Ibnu Sina

Makassar.

47
6.2 Saran

1. Diperlukan jumlah sampel yang lebih banyak agar dapat

memperlihatkan hasil yang lebih baik.

2. Diperlukan waktu yang lebih lama untuk menilai derajat nyeri

menggunakan VAS agar penilaian dapat semaksimal mungkin.

3. Mengingat keterbatasan peneliti, maka pada penelitian selanjutnya

agar melakukan penelitian menggunakan variable atau faktor yang

belum tercakup pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Yang X, Zhu C, Gu Y. The prognosis of breast cancer patients after

mastectomy and immediate breast reconstruction: a meta-analysis. PLoS

One. 2015

2. World Health Organization. 103,100. Cancer Ctry Profiles. 2014:22-23.

48
3. Hospital C, William C, Hospital H, et al. Information for Patients.

4. Jung BF, Ahrendt GM, Oaklander AL, Dworkin RH. Neuropathic pain

following breast cancer surgery: Proposed classification and research

update. Pain. 2003

5. Brummett CM. Chronic pain following breast surgery. Tech Reg Anesth

Pain Manag. 2011

6. Kalso E, Tasmuth T, Neuvonen PJ. Amitriptyline effectively relieves

neuropathic pain following treatment of breast cancer. Pain.

1996.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8740607.

7. Harahap WA. Pembedahan Pada Tumor Ganas Payudara. 2015;38.

8. Handbook: S of the following programs provided information for this,

Comprehensive Cancer Center Breast Care Center Patient Education,

Surgical Oncology, Physical Therapy, Plastic and Reconstructive Surgery

MO and RO. Breast Cancer Surgery at the University of Michigan

Comprehensive Cancer Center.

9. NCI. Surgery Choices For Women with DCIS or Breast Cancer. 2012.

10. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses

Penyakit. Jakarta: EGC; 2006.

11. Jensen MP, Martin SA, Cheung R. The meaning of pain relief in a clinical

trial. J Pain. 2005

49
12. Jensen MP, Chen C, Brugger AM. Interpretation of visual analog scale

ratings and change scores: A reanalysis of two clinical trials of

postoperative pain. J Pain. 2003

13. Woolf CJ. Pain: Moving from Symptom Control toward Mechanism-

Specific Pharmacologic Management. Ann Intern Med. 2004

14. Schug SA, Fry RA. Continuous regional analgesia in comparison with

intravenous opioid administration for routine postoperative pain control.

Anaesthesia. 1994

15. Schug SA, Palmer GM, Scott DA, Halliwell R, Trinca J. Acute pain

management: scientific evidence, fourth edition, 2015. Med J Aust. 2016

16. Gupta R. Pain Management: Essential Topics for Examinations.; 2014

17. Mccartney CJL. Chronic Pain after Surgery epidemiology of chronic pain

after what is chronic pain after. Third Edition. Elsevier Inc.

18. Management P. Chronic Post-surgical Pain Chronic Post-surgical Pain.

2003;21(January):1-9.

19. Costigan M, Scholz J, Woolf CJ. Neuropathic pain. Annu Rev Neurosci.

2009;(32):1-32. doi:10.1146/annurev.neuro.051508.135531.Neuropathic.

20. Costigan M, Belfer I, Griffin RS, et al. Multiple chronic pain states are

associated with a common amino acid-changing allele in KCNS1. Brain.

2010

50
21. Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM, et al. Assessment of pain. Br J

Anaesth. 2008

22. Haefeli M, Elfering A. Pain assessment. Eur Spine J. 2006

23. Barbui C, Hotopf M. Amitriptyline v. the rest: Still the leading

antidepressant after 40 years of randomised controlled trials. Br J

Psychiatry. 2001

24. Cordero MD, Moreno-Fernández AM, Gomez-Skarmeta JL, et al.

Coenzyme Q10 and alpha-tocopherol protect against amitriptyline toxicity.

Toxicol Appl Pharmacol. 2009

25. Sansone RA, Sansone LA. Pain, pain, go away: antidepressants and pain

management. Psychiatry (Edgmont). 2008;5(12):16-19.

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2729622&tool

=pmcentrez&rendertype=abstract.

26. Gillman PK. Tricyclic antidepressant pharmacology and therapeutic drug

interactions updated. Br J Pharmacol. 2007

27. Kerr GW, McGuffie a C, Wilkie S. Tricyclic antidepressant overdose: a

review. Emerg Med J. 2001

28. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafriadi.

Farmakologi Dan Terapi Edisi 4.; 1995.

29. Mowat, Ian Johnson, Donald. Acute Pain Management Part 2 Assessment

51
And Management Anaesthesia Tutorial Of The Week 295 30 Th September

2013 Royal Perth Hospital , Australia. 2013

30. Muhaiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Anestesiologi. Jakarta : Bagian

Anestesiologi dan terapi Intesif FKUI.

31. Paryanto. Perbedaan tingkat kecemasan pasien pre operatif Selama

menunggu jam operasi antara ruang rawat inap dengan ruang persiapan

operasirRumah sakit ortopedi surakarta [Skripsi]. Surakarta ; Universitas

Muhammadiyah Surakarta;2009.

32. Kaplan HI, Sadock BJ, Greb JA. Kaplan – sadock synopsis psikitri. Edisi 2.

Tanggerang: BINARUPA AKSARA, 2010; p.19.

33. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC,

2001.p.659-61.

34. Takhasi T, Ikeda
Tsukasaki T, Nakama Daisuke, kameda T. Anxiety,

reactivity, and social stress-induced cortisol elevation in humans. Japan;

2005.p.351-4.

34. Brod J, Fence V, Hegi K, Jikka J. During acute emosional stress ( mental

arithmetic) in Normotensive and hypertensive subjects. Clin Sic. 1959.18.

269-279.

35. Lumbantoruan Septa, Ikhsanuddin Ahmad Harahap. Hubungan Intensitas

Nyeri Dengan Stres Pasien Osteoartritis Di Rsup H. Adam Malik Medan.

Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Keperawatan Medikal Bedah

52
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

53
54

Anda mungkin juga menyukai