Anda di halaman 1dari 12

Plasma osmolalitas (mOsm/kg) =[Na+] x 2 + BUN + Glukosa

2,8 18
Dimana [Na+] dinyatakan dlm mEq/L dan BUN dan Glukosa dinyatakan dalam
mg/dl. Urea merupakan osmol yang tidak efektif dikarenakan sangat mudah menembus
membran sel dan oleh karenanya biasanya diabaikan dari perhitungan ini:
Osmolalitas plasma efektif =[Na+] x 2 + Glukosa
18
Nilai normal osmolalitas plasma bervariasi antara 280 sampai 290 mOsm/kg.
Diperkirakan konsentrasi sodium plasma menurun sebanyak 1 mEq/L untuk tiap 62
mg/dL peningkatan konsentrasi glukosa. Ketidaksesuaian antara pengukuran dan
perhitungan osmolalitas menyebabkan timbulnya osmolal gap. Osmolal gap yang
signifikan menunjukkan tingginya konsentrasi yang abnormal dari molekul aktif secara
osmotik yang berada dalam plasma, seperti ethanol, manitol, methanol, ethylene glikol,
atau isopropyl alkohol. Gap osmolal juga dapat terlihat pada pasien dengan gagal ginjal
kronik (didukung retensi dari sebagian kecil solute), pasien dengan ketoasidosis
(sebagai hasil dari tingginya konsentrasi badan keton), dan pada pasien yang banyak
menerima glisin (misalnya saat reseksi prostate transurethtral). Osmolal gap dapat juga
terlihat pada pasien dengan hiperlipidemia atau hiperproteinemia. Protein dan lipid
dalam plasma secara signifikan mempunyai kontribusi terhadap volume plasma;
meskipun [Na+] plasma menurun. [Na+] dalam cairan plasma (osmolalitas plasma yang
sebenarnya) adalah normal. Kandungan air dalam plasma normalnya hanya 93% dari
volumenya; 7% terdiri dari plasma lemak dan protein.1

1. Jenis Cairan dan Indikasinya


Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu kombinasi
kedua-duanya. Solusi cairan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan berat
molekul rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid berisi ion
dengan berat molekul tinggi seperti protein atau glukosa. Cairan koloid menjaga
tekanan oncotic koloid plasma dan sebagian besar ada di intravascular, sedangkan
cairan kristaloid dengan cepat didistribusikan keseluruh ruang cairan extracellular.
a. Kristaloid

1
Cairan kristaloid merupakan cairan untuk resusitasi awal pada pasien dengan
syok hemoragik dan septic syok seperti pasien luka bakar, pasien dengan trauma
kepala untuk menjaga tekanan perfusi otak, dan pasien dengan plasmaphersis dan
reseksi hepar. Jika 3-4 L cairan kristaloid telah diberikan, dan respon hemodinamik
tidak adekuat, cairan koloid dapat diberikan.1
Ada beberapa macam cairan kristaloid yang tersedia. Pemilihan cairan
tergantung dari derajat dan macam kehilangan cairan. Untuk kehilangan cairan
hanya air, penggantiannya dengan cairan hipotonik dan disebut juga maintenance
type solution. Jika hehilangan cairannya air dan elektrolit, penggantiannya dengan
cairan isotonic dan disebut juga replacement type solution. Dalam cairan, glukosa
berfungsi menjaga tonisitas dari cairan atau menghindari ketosis dan hipoglikemia
dengan cepat.
Anak- anak cenderung akan menjadi hypoglycemia(< 50 mg/dL) 4-8 jam
puasa. Wanita mungkin lebih cepat hypoglycemia jika puasa (> 24 h) disbanding
pria.
Kebanyakan jenis kehilangan cairan intraoperative adalah isotonik, maka
yang biasa digunakan adalah replacement type solution, tersering adalah Ringer
Laktat. Walaupun sedikit hypotonic, kira-kira 100 mL air per 1 liter mengandung
Na serum 130 mEq/L, Ringer Laktat mempunyai komposisi yang mirip dengan
cairan extraselular dan paling sering dipakai sebagai larutan fisiologis. Laktat yang
ada didalam larutan ini dikonversi oleh hati sebagai bikarbonat. Jika larutan salin
diberikan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan dilutional acidosis
hyperchloremic oleh karena Na dan Cl yang tinggi (154 mEq/L): konsentrasi
bikarbonat plasma menurun dan konsentrasi Clorida meningkat.
Larutan saline baik untuk alkalosis metabolic hipokloremik dan
mengencerkan Packed Red Cell untuk transfusi. Larutan D5W digunakan untuk
megganti deficit air dan sebagai cairan pemeliharaan pada pasien dengan restriksi
Natrium. Cairan hipertonis 3% digunakan pada terapi hiponatremia simptomatik
yang berat. Cairan 3 – 7,5% disarankan dipakai untuk resusitasi pada pasien dengan
syok hipovolemik. Cairan ini diberikan lambat karena dapat menyebabkan
hemolisis.1
Dua penelitian terbaru (satu bangsal, 8 lainnya dalam perawatan kritis)
membandingkan salin dengan kristaloid (Ringer's lactate) tidak menemukan
perbedaan yang signifikan antar kelompok, namun pasien yang menerima IvF

2
secara seimbang menunjukkan insiden yang lebih rendah terhadap kejadian
gangguan ginjal yang merugikan dalam waktu 30 hari.3

b. Koloid
Aktifitas osmotic dari molekul dengan berat jenis besar dari cairan koloid
untuk menjaga cairan ini ada di intravascular. Walaupun waktu paruh dari cairan
kristaloid dalam intravascular 20-30 menit, kebanyakan cairan koloid mempunyai
waktu paruh dalam intravascular 3-6 jam. Biasanya indikasi pemakaian cairan
koloid adalah :
1) Resusitasi cairan pada pasien dengan deficit cairan intravascular yang berat
( misal : syok hemoragik ) sampai ada transfusi darah.
2) Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat atau keadaan dimana
Kehilangan protein dalam jumlah besar seperti luka bakar. Pada pasien luka
bakar, koloid diberikan jika luka bakar >30% dari luas permukaan tubuh
atau jika > 3-4 L larutan kristaloid telah diberikan lebih dari 18-24 jam
setelah trauma.

Beberapa klinisi menggunakan cairan koloid yang dikombinasi dengan


kristaloid bila dibutuhkan cairan pengganti lebih dari 3-4 L untuk transfuse. Harus
dicatat bahwa cairan ini adalah normal saline ( Cl 145 – 154 mEq/L ) dan dapat
juga menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik. Koloid sintetik termasuk
Dextrose starches dan gelatin. Gelatin berhubungan dengan histamine mediated-
allergic reaction dan tidak tersedia di United States.Dextran terdiri dari Dextran 70
( Macrodex ) dan Dextran 40, yang dapat meningkatkan aliran darah mikrosirkulasi
dengan menurunkan viskositas darah. Pada Dextran juga ada efek antiplatelet.
Pemberian melebihi 20 ml/kg/hari dapat menyebabkan masa perdarahan
memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat juga bersifat antigenic
dan anafilaktoid ringan dan berat dan ada reaksi anafilaksis. Dextan 1 ( Promit )
sama dengan Dextran 40 atau dextran 70 untuk mencegah reaksi anafilaxis
berat.;bekerja seperti hapten dan mengikat setiap antibody dextran di sirkulasi.
Hetastarch (hydroxyetil starch) tersedia dalam cairan 6 % dengan berat
molekul berkisar 450.000. Molekul-molekul yang kecil akan dieliminasi oleh
ginjal dan molekul besar dihancurkan pertama kali oleh amylase. Hetastarch sangat
efektif sebagai plasma expander dan lebih murah disbanding albumin.. Lebihjauh,

3
veolar adalah tanda-tanda dari overload cairan.1,3

2. Terapi Cairan
Bagi praktisi kesehatan, banyak rekomendasi maupun guideline yang ada untuk
memudahkan dalam pengambilan keputusan dalam pemberian terapi intravena. UK
National Institute for Health and Care Excellence (NICE) merekomendasikan untuk
menilai 5 R yang terdiri dari :
 Resuscitation (Resusitasi) - diberikan bolus kristaloid 500 ml selama <15 menit
yang mengandung 130-154 mmol/L natrium. Pertimbangkan 4-5% larutan
albumin (HAS) pada sepsis berat dan hindari tetrastarch untuk resusitasi.
 Routine Maintenance (Pemeliharaan rutin) - berikan IvF yang mengandung 25-
30 ml kg/ hari air dan sekitar 1 mmol/kg/hari natrium, kalium dan klorida. 50-
100 g/ hari glukosa juga harus diberikan untuk membatasi pemecahan ketosis.
Pembatasan cairan harus dipertimbangkan untuk pasien yang berusia lanjut atau
menderita gangguan ginjal / jantung.

4
 Replacement (Penggantian) – hitung defisit dan kelebihan cairan serta
kehilangan elektrolit, untuk tambahan perawatan rumatan
 Redistribusi - hitung distribusi cairan abnormal (mis. kehilangan cairan di
ruang ketiga).
 Reassessment (Penilaian ulang) - Semua pasien yang terus menerima cairan IV
perlu pemantauan rutin. Hal ini harus mencakup penilaian ulang setidaknya
setiap hari status klinis cairan, nilai-nilai laboratorium (urea, kreatinin dan
elektrolit) dan grafik keseimbangan cairan, bersama dengan pengukuran berat
badan dua kali seminggu. Jika pasien telah menerima cairan IV yang
mengandung konsentrasi klorida lebih besar dari 120 mmol / l (misalnya,
natrium klorida 0,9%), pantau konsentrasi serum klorida setiap hari. Jika pasien
mengalami hiperkloremia atau asidemia, periksa kembali resep cairan IV dan
nilai status asam-basanya . Pertimbangkan pemantauan yang lebih jarang untuk
pasien yang stabil.

Pedoman serupa telah ada diciptakan oleh lembaga lain, seperti Pedoman
Konsensus Inggris tentang Terapi Cairan Intravena untuk Pasien Bedah Dewasa
(GIFTASUP). Contoh rekomendasi termasuk penggunaan larutan kristaloid seimbang
untuk menghindari asidosis hiperkloremik, menghindari waktu puasa pra operasi yang
lama advokasi terapi hemodinamik yang diarahkan pada tujuan dan rekomendasi untuk
pasien yang menderita cedera ginjal akut (AKI).3

Kebutuhan Pemeliharaan Normal

Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi dengan
cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi gastrointestinal,
keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan pemeliharaan normal
dapat diestimasi dari :

Estimasi kebutuhan cairan pemeliharaan.

Berat kebutuhan
10 kg pertama 4 ml/kg/jam
10-20 kg kedua 2 ml/kg/jam
Masing-masing kg > 20 kg 1 ml/kg/jam

5
Contoh: berapa kebutuhan cairan pemeliharaan untuk anak 25 kg? Jawab:
40+20+5=65 ml/jam

Preexisting Deficit

Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan
menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat
diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa.

Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya (40+20+50)ml/jam x 8 jam atau 880 ml.
( Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal)

Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperative.


Perdarahan preoperative, muntah , diuresis dan diare sering dihubungkan. mengarahkan
dan janga waktu prosedur yang berhub. dg pembedahan [itu]. Pembagian kembali
fluids-often [yang] internal [disebut/dipanggil] " spacing"-can ketiga menyebabkan
pergeseran cairan raksasa(masive) dan intravascular penghabisan menjengkelkan.
Traumatized, dibuat marah/dikobarkan, atau kena infeksi/menyebar jaringan/tisu
([seperti/ketika] terjadi dengan membakar, pembedahan berhub. dg pembedahan luka-
luka/kerugian luas, atau radang selaput perut) dapat menyita sejumlah [yang] besar
mengalir dalam interstitial [ruang;spasi] nya dan kaleng translocate mengalir ke
seberang serosal permukaan ( ascites) atau ke dalam bowel satuan cahaya. Hasil adalah
suatu peningkatan wajib di (dalam) suatu nonfunctional komponen extracellular
kompartemen, [sebagai/ketika/sebab] cairan ini tidak siap berimbang dengan sisa dari
kompartemen [itu]. Pergeseran Cairan ini tidak bisa dicegah dengan restriksi cairan dan
kompartemen cairan intrasel dan extrasel fungsional. Disfungsi s sebagai hasil dari
hypoxia dapat menyebabkan peningkatan volume cairan intracel, juga lebih jauh
kompartemen extrasel yang fungsional. Pada akhirnya, hilangnya cairan limfe mungkin
terjadi selama diseksi retroperitoneal luas.

Penggantian Cairan Intraoperatif

Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian deficit
cairan preoperative seperti halnya kehilangan cairan intraoperative ( darah, redistribusi
dari cairan, dan penguapan). Pemilihan jenis cairan intravena tergantung dari prosedur
pembedahan dan perkiraan kehilangan darah. Pada kasus kehilangan darah minimal dan
adanya pergeseran cairan, maka maintenance solution dapat digunakan. Untuk semua

6
prosedur yang lain Ringer Lactate biasa digunakan untuk pemeliharaan cairan. Idealnya,
kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid untuk
memelihara volume cairan intravascular ( normovolemia) sampai bahaya anemia
berberat lebih (dibanding) resiko transfusi. Pada kehilangan darah dapat diganti dengan
transfuse sel darah merah. Transfusi dapat diberikan pada Hb 7-8 g/dL (hematocrit 21-
24%).

Hb <7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport Oksigen tetap
normal. Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang tua dan penyakit yang berhubungan
dengan jantung dan paru-paru. Batas lebih tinggi mungkin digunakan jika diperkirakan
ada kehilangan darah yang terus menerus. Dalam prakteknya, banyak dokter memberi
Ringer Laktat kira-kira 3-4 kali dari banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid
dengan perbandingan 1:1 sampai dicapai Hb yang diharapkan. Pada keadaan ini
kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red blood cell.

Average blood volumes.

Age Blood Volume


Neonates
Premature 95 Ml/Kg
Full-Term 85 Ml/Kg
Infants 80 Ml/Kg
Adults
Men 75ml/Kg
Woman 65 Ml/Kg

Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan


perkiraan volume darah. Pasien dengan hematocrit normal biasanya ditransfusi hanya
setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka. Sebenarnya tergantung
daripada kondisi pasien] dan prosedur dari pembedahan . Perlu diketahui jumlah darah
yang hilang untuk penurunan hematocrit sampai 30%, dapat dihitung sebagai berikut:

7
 Estimasi volume darah
 Estimasi volume sel darah merah ( RBCV) hematocrit preoperative (
RBCVpreop).
 Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga volume
darah normal .
 Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika . hematocrit 30%;
RBCVlost= RBCVpreop-RBCV30%.
 Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

Contoh

Seorang perempuan 85 kg mempunyai suatu hematocrit preoperatif 35%. Berapa


banyak jumah darah yang hilang untuk menurunkan hematocritnya sampai 30%?

Volume Darah yang diperkirakan= 65 mL/kg x 85 kg= 5525 ml.


RBCV35%= 5525 x 35%= 1934 mL.
RBCV30%= 5525 x 30%= 1658 mL
Kehilangan sel darah merah pada 30%= 1934- 1658= 276 mL.
Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 276 mL= 828 mL.

Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien kehilangan
darah melebihi 800 ml. Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan
hematocrit hingga 24% ( hemoglobin< 8.0 g/dL), tetapi ini diperlukan untuk
menghitung banyaknya darah yang hilang,contoh pada penyakit jantung dimana
diberikan transfusi jika kehilangan darah 800 mL .

Redistribusi dan evaporasi kehilangn cairan saat pembedahan.

DERAJAT DARI TRAUMA JARINGAN PENAMBAHAN CAIRAN


MINIMAL (contoh hernioraphy) 0 – 2 ML/KG
SEDANG ( contoh cholecystectomy) 2 – 4 ML/KG
BERAT (contohreseksi usus) 4 – 8 ML/KG

8
Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut: ( 1) satu unit sel darah merah
sel akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit 2-3% (pada orang dewasa);
dan ( 2) 10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 3g/dL dan
hematocrit 10%.

Menggantikan hilangnya cairan redistribusi dan evaporasi

Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat
manipulasi dan pembedahan, dapat digolongkan menurut derajat trauma jaringan.
Kehilangan cairan tambahan ini dapat digantikan menurut, berdasar pada apakah trauma
jaringan adalah minimal, moderat, atau berat. Ini hanyalah petunjuk, dan kebutuhan
yang sebenarnya bervariasi pada masing-masing pasien.1

Goal-directed haemodynamic therapy (GDHT)


Kelompok intervensi kompleks yang bertujuan meningkatkan pengiriman oksigen
dan perfusi jaringan. Intervensi ini dapat digunakan baik di departemen operasi & unit
perawatan intensif. Dengan meningkatkan pengiriman oksigen secara perioperatif,
untuk mengatasi periode peningkatan permintaan, mortalitas dan tingkat hasil yang
merugikan dapat menguntungkan. Ada beberapa teknik untuk memfasilitasi GDHT.
Pada dasarnya terdiri dari beberapa bentuk monitor cardiac output non-invasif atau
minimal invasif yang memungkinkan pengukuran berbagai nilai hemodinamik, yang
dapat ditargetkan untuk tujuan yang telah ditentukan melalui titrasi IvF dan obat
vasoaktif.3

Terapi cairan pada pasien Sepsis


Syok septik, saat ini, menuntut resusitasi dini dan agresif pada saat yang sama
dengan kontrol sumber infeksi. Sebuah percobaan pada 263 pasien gawat darurat
menyarankan bahwa resusitasi dini, dititrasi ke titik akhir fisiologis, meningkatkan
mortalitas pada syok septik.Percobaan yang sama ini menetapkan bahwa volume yang
lebih besar, volume awal kristaloid (~5 liter) dalam 6 jam pertama diperlukan untuk
memperbaiki syok. Selain itu, pemantauan hemodinamik invasif mengungkap
sekelompok pasien yang syoknya mungkin tidak kelihatan bagi klinisi.8

9
Early goal-directed fluid therapy (EGDT)
Early Goal-Directed Therapy (EGDT) yang dikembangkan oleh Rivers et al
pada tahun 2001 merupakan komponen penting dalam protokol sebelumnya. Rivers et
al mengevaluasi efikasi dari EGDT pada 263 pasien dengan infeksi dan hipotensi atau
kadar serum laktat ≥ 4 mmol/L yang dilakukan randomisasi dan diberikan resusitasi
standar atau EGDT (133 kontrol dengan 130 EGDT) di ruang IGD sebelum dipindahkan
ke ruang ICU. Selama 6 jam di ruang IGD, pasien dengan terapi EGDT mendapatkan
terapi cairan, transfusi darah, dan inotropik lebih banyak dibandingkan grup kontrol.
Kemudian, selama 6 – 72 jam di ruang ICU setelah mendapatkan terapi EGDT,
kelompok pasien ini memiliki tingkat ScvO2 dan pH yang lebih tinggi dengan kadar
laktat dan defisit basa yang lebih rendah. Skor disfungsi organ lebih baik secara
signifikan pada kelompok pasien EGDT. Hal ini juga berhubungan dengan masa inap
rumah sakit yang lebih singkat dan penurunan komplikasi kardiovaskular seperti henti
jantung, hipotensi, dan gagal nafas akut.9
Komponen penting sebagai pedoman pasien sepsis yang masih hidup, menargetkan
tekanan vena sentral, MAP atau saturasi oksigen vena sentral. Namun, baru-baru ini,
tiga uji kunci terkontrol acak telah mempertanyakan validitas pendekatan ini. Resusitasi
cairan cepat dengan penilaian ulang yang sering tampaknya menjadi prinsip utama yang
mendasarinya.3

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan CE, Mikhart MS MM. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 6th
ed. McGraw Hill; 2018.

2. Maher W, Macnab R. Regulation of fluid and electrolyte balance. Anaesth


Intensive Care Med. 2018;19(5):245-248. doi:10.1016/j.mpaic.2018.02.012

3. Slattery J, Lobaz S. Fluid management. Surg (United Kingdom). 2019;37(8):415-


423. doi:10.1016/j.mpsur.2019.05.005

4. Mangku, dr, Sp. An. KIC & Senapathi, dr SA. Buku Ajar Ilmu Anestesi Dan
Reanimasi. Jakarta: PT. Indeks.; 2010.

5. RD M. Miller’s Anesthesia. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013.

6. DE L. Anesthesiology. 2nd ed. Virginia: The McGraw- Hills Companies.; 2012.

7. RK S. Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice. 3rd ed.


Indiana: Wolters Kluwer Health.; 2015.

8. Dorman T, De Backer D. Surviving Sepsis Guidelines A Continuous Move


Toward Better Care of Patients With Sepsis. JAMA - J Am Med Assoc.
2017;317(8):807-808. doi:10.1007/s00134

9. Irvan I, Febyan F, Suparto S. Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline


Terbaru. JAI (Jurnal Anestesiol Indones. 2018;10(1):62.
doi:10.14710/jai.v10i1.20715

11
12

Anda mungkin juga menyukai