Anda di halaman 1dari 19

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Sakit sedang/ Gizi kurang/Composmentis

Status kesadaran

Kuantitatif : GCS 15 (E4M6V5)

Kualitatif : Composmentis

Berat Badan : 40 kg

Tinggi Badan : 155 cm

IMT : 16,6 kg/m2 (Underweight)

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 82x/menit

Pernapasan : 24x/menit,

Suhu : 36,50C (Aksila)


Kepala

Bentuk : normocephal, rambut hitam dan tidak


THT
mudah dicabut
Telinga : bentuk normal, simetris, lubang
Ekspresi : meringis
lapang, serumen (-/-)
Simetris wajah : simetris
Hidung : bentuk normal, sekret (-/-)
Mata
Bibir : normal, sianosis (-), pucat (-)
Eksoptalmus/enoptalmus : (-) Tonsil : T1-T1 hiperemis (-)

Gerakan : segala arah Faring : hiperemis (-)

Tekanan bola mata : tdk diperiksa Palatum : Ikterus (-)

Lidah : kotor(-), tremor(-)


Kelopak mata : edema palpebra (-)
Mukosa mulut : stomatitis (-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Leher : simetris, pembesaran KGB tidak ada,
Sklera : ikterik (-/-)

Kornea : jernih

Pupil : bulat, isokor 2,5 mm/2,5 mm


Thoraks
Inspeksi
Jantung
Bentuk : simetris kiri dan kanan Inspeksi : ictus cordis tidak
Sela iga dalam batas normal
tampak
Pembuluh darah tidak ada kelainan
Sela iga : tidak ada retraksi Palpasi : Thrill tidak teraba
Palpasi Perkusi : batas jantung kanan
Fremitus raba : menurun pada hemithorax dekstra
Nyeri tekan : (-) ICS IV line parasternalis dextra,
Perkusi batas kiri jantung ICS V linea
Paru kiri : sonor
Paru kanan : sonor midclavicularis sinistra
Batas paru – hepar : ICS V-VI Auskultasi : S1/S2 murni reguler,
Batas paru belakang kanan : ICS IX belakang kanan
Batas paru belakang kiri : ICS X belakang kiri murmur tidak ada.
Auskultasi
Bunyi nafas : vesikuler
Bunyi tambahan : ronchi +/- wheezing -/-
Abdomen
• Inspeksi : bentuk cembung, tidak distensi, ikut
gerak napas
• Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal.
• Palpasi : Nyeri tekan epigastrium, Murphy sign
(-)

Hepar dan Lien tidak teraba.


• Perkusi : Timpani
• Lain–lain : Nyeri ketok Costovertebra (-)
Ektremitas
• Akral teraba hangat, turgor kulit baik. Edema
pretibial dan dorsum pedis (-).
Darah Rutin (12/11/18) Nilai Rujukan
WBC 14.400/µL 4.000 – 10.000
Lym% 12,0 % 20 – 40
Neu% 81,4% 50 - 70
RBC 4.770.000 4.200.000– 5.400.000
Hb 11,6 g/dl 12.0 – 16.0
HCT 34,3% 34.0 –45.0
MCV 71,9 fL 80.0 – 95.0
MCH 24,3 pg 25.6 – 32.2
MCHC 33,8 g/dl 32.2 – 35.5
PLT 563.000/uL 150.000 – 400.000
Pemeriksaan GeneXpert (13/11/18)
Analyte Analyse Probe check
Ct EndPt
name result result
Probe D 21,8 193 Positif Pass

Probe C 21,1 210 Positif Pass

Probe E 22,6 117 Positif Pass

Probe B 22.3 108 Positif Pass

SPC 25,0 283 NA Pass

Probe A 20,7 125 Positif Pass

QC-1 0.0 0 Negatif Pass

QC-2 0.0 0 Negatif Pass


Kimia Darah (12/11/18) Nilai Rujukan
SGPT 9 < 34
SGOT 7 < 27
Ureum 12 16-48
Kreatinin 0.9 0,51 – 0,95
Foto Thoraks
Kesan :
• TB Paru
• Abses Paru
PENDAHULUAN
Semua lesi di parenkim paru dengan proses supurasi yang disebabkan oleh mikroorganisme
piogenik disebut abses paru. Abses paru lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut karena
peningkatan kejadian penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi disfagia dan aspirasi.
Kejadian abses paru yang paling sering adalah sebagai komplikasi pneumonia aspirasi yang
disebabkan oleh mikroorganisme anaerob, yaitu Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella
pneumoniae, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, spesies Nocardia dan spesies
jamur
DEFINISI
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik
pada jaringan paru yang terlokalisir sehingga
membentuk kavitas yang berisi nanah (pus/nekrotik
debris) dalam parenkim paru pada satu lobus atau lebih
yang disebabkan oleh infeksi mikroba.
EPIDEMOLOGI
 Berdasarkan jenis kelamin abses paru
lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Abses paru
lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut
karena peningkatan kejadian penyakit
periodontal dan peningkatan prevalensi
disfagia dan aspirasi. Namun,
serangkaian kasus abses paru di pusat
perkotaan dengan prevalensi tinggi
alkoholisme melaporkan rata-rata
penderita abses paru berusia 41 tahun.
ETIOLOGI Bakteri Anaerob
 Bacteriodes melaninogenus

 Bacteriodes fragilis

 Peptosireptococcus species

 Bacillus Intermedius

 Fusobacterium nucleatum

 Microaerophilic streptococcus

Bakteri Anaerob
 Gram positif (Staphylococcus aureus,
Streptococcus microaerophilic,
Streptococcus pyogenes, Streptococcus
pneumonia)
 Gram negatif (Klebsiella pneumonia,
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
Haemophilus Influenza, Actinomyces
Species, Gram negative bacilli)
PATOFISIOLOGI
Pertahanan
Aspirasi Tubuh Infeksi
menurun

Pneumonia
Abses Nekrosis
Aspirasi
Insert an image

DIAGNOSIS
Gejala Klinis Pemfis Penunjang
 Suhu badan meningkat sampai 40°C  Laboratorium
 Malaise
Leukositosis 10.000 - 30.000/mm3
 perkusi terdengar redup dengan
 Demam LED meningkat > 58 mm/1 jam
suara napas bronkial Abses lama dapat terjadi anemia
 Batuk  Biasanya juga akan terdengar suara Sputum : mencari penyebab
 Nyeri pleuritik ronkhi • Radiologi

 Sesak  pergerakan dinding dada tertinggal


pada tempat lesi
 Anemis
Radiologi
X-RAY CT-Scan

Potongan aksial dari CT-Scan Thorax, menggambarkan multilokular


(A) Abses paru yang besar dengan air-fluid level di bagian distal pada suatu
karsinoma hilus. Lobus kanan atas kolaps disertai dengan emfisema sebagai
abses dengan double air-fluid level
kompensasi. (B) Tampak penebalan pada fissura obliq yang bersebelahan
dengan abses (panah).
Non-Operatif
1. Postural
2. Antibiotik
• Stafilokokus : penicilinase-resistant penicillin atau
sefalosporin generasi pertama
• Staphylococus aureus yang methicillin resistant :
vankomisin
• Nocardia pilihannya adalah sulfonamide 3x1 gram
oral
PENATALAKSANAAN • Amubik diberikan metronidazol 3x750 mg

Tindakan Operatif
 Lobektomi merupakan prosedur paling sering,
sedangkan reseksi segmental biasanya cukup
untuk lesi-lesi yang kecil.
 Pneumoektomi diperlukan terhadap abses
multipel atau gangren paru yang refrakter
terhadap penanganan dengan obat-obatan.
 Drainase perkutan via kateter
The Power of PowerPoint | thepopp.com 17
Daftar Pustaka
1. Darmanto R. Respirologi. Edisi:I. Jakarta; EGC; 2009. Hal.143.
2. Rasyid A. Abses paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editors. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. hal.2323-2327.
3. Djojodibroto RD. Abses paru. Dalam: Respirologi (Respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007. hal.143-4.
4. Kumar R, Cotran S, Robbind L. Buku Ajar Patologi. Vol.2. Edisi 7. Jakarta:EGC; 2007. hal. 556
5. Alsagaff, Hodd. Mukty, H. Abdul(ed). Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press.
2005. Hal 136-140
6. Luhulima JW. Systema respiratorium. Makassar: Bagian Anatomi FK Unhas; 2004. hal.1, 159
7. Jardins TD. The cardiopulmonary system. In: Cardiopulmonary Anatomy and physiology, essentials in
respiratory care. Fourth edition. USA: Delmar; 2002. p.45, 47.
8. Hagan JL, Hardy JD. Lung abscess revisited. Ann. Surg. 1983; 197 (6). 756-60
9. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S,
editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006. hal.988-93

THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai