Anda di halaman 1dari 14

Analisis Potensi Daerah Kabupaten Brebes Melalui LQ, Shift Share,

Tipologi Klaster, Indexs Williamson, Indexs Entrophy Theil, dan


Skalogram Tahun 2011

PAPER

NAMA : NUR BUDI SETIAWAN

NIM : 7111411020

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dengan pembatasan administatif
dari tingkat paling rendah hingga tingkat tertinggi. Dalam masa otonomi daerah saat ini
setiap daeah diberi kewenangan untuk mengelola daerahnya sendiri sesuai dengan potensi
dan kemampuan daerah tersebut. Adapun tujuan otonomi daerah tersebut adalah untuk
meningkatkan pelayanan public melalui demokratisasi pemberdayaan masyarakat dan
pemanfaatan potensi daerah yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam pengertian otonomi daearah terdapat dua pandangan yang menjiwai makna otonomi
yaitu legal self suffiency dan actual independence. Dengan demikian, otonomi dalam
pembangunan egional merupakan hak mengurus rumah tangga sendiri dalam satu daerah
otonom. Hak tersebut bersumber dari wewenang pemerintah pusat yang diserahkan kepada
daerah, yang dalam pelaksanaannya lebih membeikan tekanan pada prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemeataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi
dan keragaman daerah (Sarundajang, 1998 dalam Joko Christanto, 2002).
Keragaman potensi dan kondisi kewilayahan dapat memicu konflik antar sektor yang
dapat memberikan dampak positif maupun negatif dalam masyarakat. Salah satu masalah
yang timbul adalah adanya pembangunan yang tidak merata, sehingga ada daerah yang cepat
pembangunnya dan ada pula daeah yang sangat lambat pembangunnya. Dalam hal inilah
pemerintah perlu merumuskan kebijakan pembangunan regional. Menurut Sjafrizal (2008),
untuk merumuskan kebijakan pembangunan regional yang baik dan terarah, perlu ditetapkan
sasaran yang ingin dicapai. Ada 2 alternatif sasaran kebijakan pembangunan regional, yaitu :
a) Mewujudkan kemakmuran wilayah (Place Prosperity). Dalam hal ini kondisis umum
yang diinginkan sebagai hasil dari pembangunan adalah terwujudnya kondisi fisik
daerah yang maju meliputi prasarana dan sarana, perumahan dan lingkungan
pemukiman, kegiatan ekonomi masyarakat, fasilitas pelayanan sosial dibidang
pendidikan dan kesehatan, kualitas lingkungan hidup dan lain-lain.
b) Mewujudkan kemakmuran masyarakat (People Prosperity). Tekanan utama
pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada pembangunan penduduk setempat.
Dalam kaitan dengan hal ini, program dan kegiatan lebih banyak diarahkan pada
peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam bentuk pengembangan pendidikan,
peningkatan pelayan kesehatan masyarakat dan peningkatan penerapan teknologi tepat guna.
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mewajibkan seluruh daerah
memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW sebagai rencana struktur tata ruang
betujuan untuk pemerataan pembangunan wilyah dan menghindari terjadinya pemusatan
kegiatan yang berlebihanagar terjamin keserasian untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang
sesuai dan seimbang dengan pola pemanfaatan tata ruang seoptimal mungkin dengan
penyebaran prasarana dan sarana sosial dan kecenderungan yang berlaku di lapangan.
Menurut Erman Rustiadi (227) secara spesifik penataan ruang dilakukan sebagai :
1. Optimasi pemanfaatan sumberdaya
2. Alat dan wujud pemeataan sumber daya dengan asas pemerataan, keberimbangan dan
keadilan
3. Menjaga kelanjutan (sustainability) pembangunan.
Salah satu karakteristik penting dari konsep perencanaan wilayah adalah
mempetimbangkan sebanyak mungkin variasi kondisi sosial ekonomi daerah ke dalam
perencanaan. Untuk dapat merumuskan strategi, kebijaksanaan dan peencanaan
pembangunan wilayah sesuai dengan kondisi sosial ekonomi daerah setempat, penerapan
konsep Wilayah Pembangunan meupakan alat perencana yang bermanfaat (Sjafrizal, 2008).
Kabupaten Brebes memliki jumlah Penduduk 1.739.421 ribu jiwa yang terdiri dari 17
wilayah kecamatan dengan karakteristik ekonomi berbeda dengan berbagai potensi ekonomi
di masing-masing kecamatan. Dengan lima kecamatan yang langsung berbatasan dengan laut
jawa (pesisir), tujuh kecamatan yang berada di wilayah dataran tinggi (pegunungan) dan
lima kecamatan lainnya menyebar di dataran rendah sedang dan tinggi. Dengan kondisi
tesebut, maka keadaan perekonomian kecamatan di wilayah Kabupaten Brebes sangat
bervaiasi. PDRB dan jumlah penduduk masing-masing kecamatan di Kabupaten Brebes dapat
dilihat dalam Tabel 1.1.
TABEL 1.1
PDRB DAN JUMLAH PENDUDUK
MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN
BREBES
Jumlah
Kecamatan PDRB Penduduk

Salem 234,842,233 57,228

Bantarkawung 260,449,820 87,744

Bumiayu 504,807,326 96,230

Paguyangan 584,069,001 96,702

Sirampog 235,361,353 61,619

Tonjong 262,707,453 65,556

Larangan 309,928,698 137,686

Ketanggungan 446,652,384 133,788

Banjarharjo 293,305,647 119,235

Losari 278,757,963 120,874

Tanjung 434,408,141 92,096

Kersana 100,987,415 58,103

Bulakamba 466,685,713 162,173

Wanasari 316,474,826 140,758

Songgom 156,940,749 68,078

Jatibarang 366,793,311 83,932

Brebes 527,705,826 157,623

Jumlah Total 5,780,877,860 1,739,425


Sumber : BPS kabupaten Brebes 2011
Ketidakmerataan pembangunan daerah dapat dilihat dari perbedaan jumlah dan jenis
fasilitas pelayanan yang terdapat dalam daerah tersebut. Perbedaan yang sangat mencolok
dalam ketersediaan fasilitas pelayanan dapat menunjukkan bahwa terdapat daerah yang kurang
mengalami pertumbuhan baik sosial maupun ekonomi. Kurang memadainya fasilitas
pelayanan akan mendorong lambatnya pertumbuhan satu daerah. Pada Tabel 1.2 dapat
diketahui jumlah dan jenis fasilitas pelayanan yang terdapat pada masing-masing kecamatan di
Kabupaten Brebes.
TABEL 1.2
JUMLAH DAN JENIS FASILITAS PELAYANAN BERDASARKAN
KECAMATAN DI KABUPATEN BREBES

Jumlah Jmlh Tempat Jml Jumlah


Kecamatan Sekolah Ibadah Kesehatan Total

Salem 213 334 21 568


Bantarkawung 213 487 21 721
Bumiayu 230 537 19 786
Paguyangan 167 531 14 712
sirampog 137 338 13 488
Tonjong 149 403 15 567
Larangan 147 411 13 571

ketanggungan 182 536 21 739


Banjarharjo 144 422 27 593
Losari 138 383 25 546
Tanjung 106 259 22 387
Kersana 82 183 13 278
Bulakamba 186 446 24 656
Wanasiri 161 331 22 514
Songgom 95 242 10 347
Jatibarang 104 214 27 345
Brebes 208 461 35 704
Sumber : BPS kabupaten Brebes 2011

B. Permasalahan
Perbedaan potensi alam dapat memicu konflik antar sektor dalam proses
pembangunan dan dapat menimbulkan dampak baik positif ataupun negatif bagi kelompok
masyarakat tertentu secara keseluruhan. Disamping itu, perbedaan potensi daerah ditiap-tiap
kecamatan dapat menyebabkan adanya daerah tertentu yang menikmati sendiri hasil
penggunan sumber daya tersebut. Dengan adanya masalah-masalah tersebut akan timbul
ketimpangan wilayah. Kabupaten Brebes merupakan salah satu kabupaten yang memiliki
ketimpangan wilayah yang tinggi. Hal tersebut dapat diketahui dari PDRB Kabupaten.
Dimana ada berberapa kecamatan yang mendominasi PDRB Kabupaten dan ada juga
kecamatan yang memiliki PDRB yang jauh lebih kecil. Ketimpangan tesebut ditengarai
disebabkan oleh ketidaktepatan penetapan Satuan Wilayah Pembangunan di Kabupaten
Brebes. Untuk lebih memahami topik yang akan dibahas dalam penelitian ini maka akan
dimunculkan pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa potensi daerah yang dapat dikembangkan di tiap-tiap kecamatan di Kabupaten
Brebes ?
2. Bagaimana interaksi antar kecamatan di Kabupaten Brebes ?
3. Bagaimana kekuatan interaksi antar kecamatan dan pusat pertumbuhan di Kabupaten
Brebes tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menjelaskan bagaimana kondisi, potensi
dan pemasalahan wilayah yang ada di Kabupaten Brebes serta menganalisis bagaimana
Wilayah Pembangunan dapat ditetapkan sebagai kebijakan pembangunan daerah di
Kabupaten Brebes secara teoritis dan sesuai dengan permasalahan yang ada di kabupaten
tersebut. Secara ringkas tujuan penelitian ini antara lain:
1. Menganalisis potensi ekonomi yang dapat dikembangkan ditiap-tiap kecamatan di
Kabupaten Brebes.
2. Menganalisis kekuatan interaksi antar kecamatan di Kabupaten Brebes.
3. Mengetahui kecamatan apa yang dapat ditetapkan sebagai pusat Satuan Wilayah
Pembangunan atau kutub petumbuhan untuk mendorong pembangunan wilayah di
sekitar pusat petumbuhan tersebut di Kabupaten Brebes.
4. Mengetahui Satuan Wilayah Pembangunan mana saja yang dapat ditetapkan
berdasarkan potensi daerah tiap kecamatan, kekuatan interaksi antar kecamatan dan
pusat pertumbuhan di Kabupaten Brebes tersebut ?
5. Kesesuain hasil analisis dan kaidah perencanaan dengan Satuan Wilayah
Pembangunan yang sudah ditetapkan.
D. Manfaat Penelitian
Selain sebagai sarana dan proses pembelajaran mengenai pembangunan wilayah, juga
diharapkan penelitian ini dapat membawa manfaat-manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan pembangunan daerah di
Kabupaten Brebes agar kebijaksanaan pembangunan dapat dilakukan secara tepat
sesuai kondisi dan potensi wilayah.selain itu, akan mempemudah pemerintah untuk
mengkoordinasikan pelaksanaan pembangunan daerah pada Wilayah Pembangunan
masing-masing yang bermuara pada pertumbuhan wilayah yang lebih merata di
bawah control pemerintah daerah.
2. Memberikan masukan tetang analisis pembangunan wilayah di tempat penelitian,
sehingga dapat dijadikan tambahan ilmu dalam pembangunan regional dan juga
sebagai referensi bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
3. Memberikan gambaran secara langsung tentang bagaimana teori yang diterima
selama mengikuti perkuliahan dapat diterapkan dalam dunia praktek dan dapat
memperluas wawasan tentang konsep pembangunan wilayah.

E. Kajian Teori
Dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa keluar
wilayah baik ke wilayah lain dalam Negara maupun ke luar negeri. Pada dasarnya kegiatan
ekspor adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang
mendatangkan uang dari luar wilayah karena kegiatan basis. Analisis basis dan non basis
pada umumnya didasarkan atas nilai tambah ataupun lapangan pekerjaan. Semua kegiatan
lain yang bukan kegiatan basis temasuk ke dalam kegiatan sektor jasa atau pelayanan atau
disebut juga sektor non basis. Sektor non basis digunakan untuk memenuhi kebutuhan lokal,
sehingga permintaan sektor non basis tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendapatan tersebut.
Cara memilih kegiatan basis dan non basis menurut Robinson Tarigan (2004) antara lain :
1. Metode langsung, yang dilakukan dengan survei langsung kepada pelaku usaha
kemana mereka memasarkan barang yang diproduksi dan darimana mereka membeli
bahan kebutuhan untuk mengasilkan produk tersebut. Kemudian akan ditentukan
berapa persen produk yang dijual ke luar wilayah dan yang dipasarkan kedalam
wilayah.
2. Metode tidak langsung, yang dilakukan dengan menggunakan asumsi atau disebut
juga metode asumsi. Dalam metode ini berdasarkan kondisi wilayah tersebut (data
sekunder) ada kegiatan yang diasumsikan sebagai kegiatan basis dan non basis.
Kegiatan yang mayoritas produknya dijual ke luar wilayah dianggap sebagai sektor
basis jika mayoritas produk hanya dijual ke dalam wilayah, maka disebut sebagai
sektor non basis.
3. Metode campuran, yang merupakan gabungan dari metode langsung dan metode
tidak langsung.
4. LQ (Location Quotient), yaitu metode yang membandingkan porsi lapangan kerja
atau nilai tambah untuk sektor tertentu di wilayah local dibandingkan dengan porsi
lapangan kerja atau nilai tambah untuk sector yang sama secara nasional.
5. Analisis Shift-Share. Metode ini menggambarkan kinerja sektor-sektor di suatu
wilayah dibandingkan dengan kinerja perekonomian nasional. Dengan demikian
dapat ditemukan adanya pergeseran dari hasil pembangunan perekonomian daerah
jika daerah itu memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam
perekonomian nasional.
6. Indeks Williamson, Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk
menganalisis seberapa besarnya kesenjangan antarwilayah/daerah adalah dengan
melalui perhitungan indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan
menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per
daerah.
7. Indeks Entropy Theil (IET), Indeks ketimpangan regional Theil tersebut dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan
regional antarwilayah atau regional. Indeks entrophy Theil memungkinkan untuk
membuat perbandingan selama kurun waktu tertentu. Indeks ini juga dapat
menyediakan secara rinci dalam subunit geografis yang lebih kecil, yang pertama
akan digunakan untuk menganalisis kecenderungan konsentrasi geografis selama
periode tertentu dan yang kedua juga penting ketika kita mengkaji gambaran yang
lebih rinci mengenai kesenjangan/ketimpangan spasial.
Rahrdjo Adisasmita (2005) mengatakan bahwa bertambah banyaknya kegiatan basis
dalam suatu wilayah akan menambah arus pendaptan ke dalam wilayah yang besangkutan,
yang selanjutnya menambah permnitaan terhadap barang atau jasa di dalam wilayah tersebut,
sehingga pada akhirnya akan timbul kenaikan volume kegiatan non basis dan sebaliknya,
berkurangnya aktivitas basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir
ke dalam suatu wilayah, sehingga akan menyebabkan turunnya permintaan produk dari
aktivitas non basis.
PEMBAHASAN

1. Anslisis LQ
Dari hasil analisis LQ menunjukan bahwa kabupaten Brebes memiliki 3 Sektor
Unggulan komparatif yaitu Sektor Pertanian, Sektor Pertambangan, dan Sektor listrik ( lihat
Lampiran Table 2.1 )artinya ketiga sektor tersebut hanya bisa memenuhi kebutuhan didalam
wilayahnya saja. Hal itu terbukti jika kita melihat kembali struktur geografis Kabupaten
Brebes yang kebanyakan daerahnya yang subur akan pertanian terutama subsektor
holtikultura yakni bawang merah, serta subsector peternakan yakni telor asin. Selain sector
pertanian ada sector lainnya seperti pertambangan, hal ini dikarenakan sebagian besar
wilayah merupakan dataran tinggi sehingga menghasilkan banyak hasil bumi didalamnya.
Jika dilihat dari perkacamatannya ada beberapa Kecamatan Bumiayu yang
menyumbang paling besar karena memiliki 7 sektor keunggulan komparatif dibandingkan
dengan Kecamatan-kecamatan lainnya seperti Kecamatan Losari, Kecamatan Wanasari, dan
Kecamatan Brebes yang hanya mampu menyumbang 6 sektor, sedangkan Kecamatan
Kersana, Kecamatan Banjarharo, Kecamatan Ketanggungan, dan Kecamatan Jatibarang
masing-masing menyumbang 5 sektor dan 4 sektor, kemudian yang lainnya rata-rata 3 sektor,
kecuali untuk Kecamatan Paguyangan yang hanya terdapat 1 sektor unggulan ( lihat
Lampiran Tabel 2.2 sampai 2.18 ). Jadi dengan melihat hasil analisis tersebut dapat diketahui
bahwa terjadi ketimpangan antar wilayah.

2. Aalisis Shift-Share
Dari hasil SS untuk Kabupaten Brebes menunjukan bahwa ada 4 sektor yang
memiliki keunggulan kompetitif yaitu sector pertanian, sector industry pengolahan, sector
listrik, dan sector keuangan persewaan perusahaan ( lihat Lampiran Tabel 3.1 ). Hal ini
menunjukan bahwa sector yang memiliki keunggulan kompetitif ini mampu bersaing dengan
daerah lain, ada beberapa factor yang menyebabkan kabupaten brebes ini memiliki 4 sektor
unggulan kompetitif. Pertama keadaan geografis, seperti yang dijelaskan pada alat analisis
pertama bahwa keadaan geografis Kabupaten Brebes sangatlah strategis yaitu daerah pesisir
dan pegunungan. Kedua yaitu kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Brebes. Dan yang
ketiga banyaknya industry-industry pengolahan yang mampu bersaing dengan daerah lain
seperti industry pengolahan yang berbahan dasar pertanian.
Dan untuk masing-masing kecamatan sendiri Kecamatan Salem, Kecamatan
Bumiayu, Kecamatan Paguyangan yang memiliki 6 dan 7 sektor keunggulan kompetitif
sedangkan Kecamatan Losari, Kecamatan Kersana, dan Kecamatan Bantarkawung masing-
masing memiliki 5 sektor unggulan kompetitif, dan sisanya antara 4 sampai 2 sektor
unggulan ( lihat Lampiran Tabel 3.2 sampai 3.18 ). jika kita melihat kelapangan bahwa
perbedaan antara kecamatan yang satu dengan yang lain sudah sering terjadi pasalnya setiap
wilayah memiliki keadaan geografis dan social yang berbeda-beda oleh sabab itu tiap-tiap
daerah memiliki keunggulan baik itu kompetitif maupun komperatif yang berbeda-beda.

3. Analisis Tipology Klaster


Hasil dari analisis LQ dan SS untuk Kabupaten Brebes memiliki 2 sektor unggulan
dan 3 sektor potensial, yaitu sector unggulan yang terdiri dari sector pertanian, dan sector
listrik, sedangkan sector potensial terdiri dari sector pertambangan, sector industry
pengolahan dan sector keuangan perusahaan. Untuk sector unggulan sudah dijelaskan pada
alat analisis pertama dan kedua yaitu dengan adanya perbedaan struktur geografis dimana
Kabupaten Brebes terdiri dari 2 wilayah yaitu pesisir pantai dan pegunungan sehingga begitu
banyaknya pertanian, dan Kabupaten Brebes sendiri merupakan daerah yang Berbasis
Pertanian jadi bukan tidak mungkin jika Kabupaten Brebes memiliki sector unggulan
Pertanian, sedangkan untuk sector listrik sendiri hanya ada 2 Kecamatan yang memilikinya
yaitu Kecamatan Bumiayu dan Jatibarang, kedua Kecamatan itu menjadi pusat PLTN
terbesar di Kabupaten Brebes sehingga sudah sepantasnya Kabupaten Brebes meiliki sector
unggulan Listrik. Dan untuk sector Potensial sendiri Kabupaten Brebes masih dalam tahap
Pengembangan terutama pada sector industry pengolahan.
Sedangkan hasil analisis untuk tiap-tiap Kecamatan dapat diperoleh bahwa ada
beberapa wilayah yang memiliki 4 sektor unggulan, 3 sektor unggulan, 2 sektor unggulan, 1
sektor unggulan, bahkan tidak sama sekali memiliki sector unggulan ( lihat Gambar 1.1 )
Gambar 1.1

4. Analisis Indexs Williamson


Kesenjangan pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten Brebes dilakukan dengan
menggunakan Indeks Williamson. Rumus dari Indeks Williamson adalah sebagai berikut:

Keterangan
CVw = Indeks Williamson
Fi = Jumlah penduduk kecamatan ke-i (jiwa)
N = Jumlah penduduk Brebes (jiwa)
Yi = PDRB per kapita kecamatan ke-i (Rupiah)
͞y = PDRB per kapita rata-rata Kabupaten Brebes (Rupiah)

Indeks ketimpangan Williamson yang diperoleh terletak antara 0 (nol) sampai 1 (satu).
 Jika ketimpangan Williamson mendekati 0 maka ketimpangan distribusi pendapatan
antar Kecamatan di Kabupaten Brebes adalah rendah atau pertumbuhan ekonomi
antara daerah merata.
 Jika ketimpangan Williamson mendekati 1 maka ketimpangan distribusi pendapatan
antar Kecamatan di Kabupaten Brebes adalah tinggi atau pertumbuhan ekonomi
antara daerah tidak merata.

Kabupaten Brebes tahun 2011 memiliki ketimpangan williamson sebesar 0,33 (


mendekati 0 ), maka berdasarkan ketentuan ketimpangan williamson , pada tahun 2011 di
Kabupaten Brebes terajadi ketimpangan distribusi yang Rendah yaitu terjadinya
pertumbuhan ekonomi antara daerah yang merata.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya ketimpangan :
1) migrasi penduduk produktif yang memiliki skill/terdidik ke daerah-daerah yang telah
berkembang, karena disana mereka dapat memperoleh upah/gaji yang lebih besar
2) investasi cenderung berlaku di daerah yg telah berkembang karena faktor market, dll,
dimana keuntungan relatif lebih besar demikian pula risiko kerugian relatif lebih kecil
pada umumnya
3) kebijakan pemerintah cenderung mengakibatkan terkonsentrasinya social dan
ekonomic capital di daerah yang telah berkembang karena kebutuhan yg lebih besar.

5. Analisis Skalogram
Dari data BPS tahun 2011 dapat diketahui bahwa ada beberapa daerah yang memiliki
fasilitas yang lengkap atau bahkan sebaliknya, ketimpangan fasilitas yang terjadi adalah
karena kurangnya perhatian dari pemerintah setempat, ada beberapa wilayah kecamatan yang
memiliki fasilitas lengkap bahkan ada juga beberapa kecamatan yang memiliki fasilitas yang
tidak lengkap dan bahkan terbelakang. Berikut gambar 1.2 yang menunjukan wilayah
kecamatan yang memiliki fasilitas lengkap ataupun tidak.

Gambar 1.2

Keterangan :
Hirarki Hijau = Daerah Fasilitas Lengkap
Hirarki Kuning = Daerah Fasilitas sedang/tidak banyak dan tidak kurang
Hirarki Biru = Daerah terbelakang

Dari Gambar 1.2 menunjukan bahwa ada 4 wilayah yang memiliki fasilitas lengkap
yaitu Kecamatan Bantarkawung, Bumiayu, Ketanggungan, dan Paguyangan, sedangkan
sebaliknya ada 3 wilayah terbelakang yaitu Kecamatan Kersana, Jatibarang, dan Songgom,
Wilayah yang lainnya memiliki Fasilitas sedang. Dari hasil analisis ini menunjukan bahwa
terjadi ketimpangan antar daerah atau tidak meratanya fasilitas yang di berikan oleh
pemerintah kepada daerah-daerahnya.
6. Analisis Indeks Entropy Theil (IET)
Indeks ketimpangan regional Theil tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan regional antarwilayah atau regional.
Indeks entrophy Theil memungkinkan untuk membuat perbandingan selama kurun waktu
tertentu. Indeks ini juga dapat menyediakan secara rinci dalam subunit geografis yang lebih
kecil, yang pertama akan digunakan untuk menganalisis kecenderungan konsentrasi geografis
selama periode tertentu dan yang kedua juga penting ketika kita mengkaji gambaran yang
lebih rinci mengenai kesenjangan/ketimpangan spasial.

Sama hanya dengan Indeks Willamson, Indeks Entrophy Theil berkisar antara 0 <
IET < 1, di mana semakin mendekati nol artinya wilayah tersebut semakin tidak timpang.
Sedangkan bila mendekati satu maka semakin timpang wilayah yang diteliti.
Kabupaten Brebes tahun 2011 memiliki ketimpangan Theil sebesar 0,55 ( mendekati
1 ), maka berdasarkan ketentuan ketimpangan Theil , pada tahun 2011 di Kabupaten Brebes
terajadi ketimpangan distribusi yang cukup tinggi yaitu terjadinya pertumbuhan ekonomi
antara daerah yang tidak merata.

Anda mungkin juga menyukai