Anda di halaman 1dari 5

A.

Definisi Motivasi
Banyak teori yang mengemukakan tentang motivasi. Berikut dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul pada
diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu. Atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok
orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Motivasi berawal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai “daya penggerak
yang telah menjadi aktif”. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila
kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan/mendesak (Sardiman, 2005: 73).
Motivasi memiliki banyak persamaan makna atau beberapa istilah memiliki makna
seperti Motivasi dalam berbagai literatur, seperti needs, drives, wants, interests, desires.
Motivasi merupakan perilaku yang akan menentukan kebutuhan (needs) atau wujud
perilaku mencapai tujuan (Yamin, 2003: 82).
Menurut Gleitman yang dikutip oleh Mahmud (2010: 100), pengertian dasar
motivasi ialah keadaan internal orrganisme-baik manusia ataupun hewan-yang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini motivasi berarti pemasok
daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah. Sedangkan menurut Sumadi
Suryabrata (2011: 70), motif adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong
individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai sesuatu tujuan.
Dalam hal ini motif bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat
disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat disaksikan.
Mc Donald dalam Wasty Soemanto (1990: 191), memberikan pengertian motivasi
yakni, suatu perubahan tenaga di dalam diri/pribadi seseorang yang ditandai oleh
dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan, Purwanto (1998: 60)
mengemukakan bahwa motif ialah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk
bertindak melakukan sesuatu. Selain itu, Ahmad Thontowi (1993: 68), juga
mengemukakan bahwa tindakan belajar yang bermotif dapat dikatakan sebagai tindakan
belajar yang dilakukan oleh anak didik yang di dorong oleh kebutuhan yang dirasakannya
sehingga tindakan itu tertuju ke arah suatu tujuan yang diidamkan.
Menurut Mc. Donald dikutip Sardiman A.M (2005: 73-74), motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan
Mc. Donald ini mengandung 3 elemen penting:
1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu
manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di
dalam system “neuropsikological” yang ada pada organisme manusia karena
menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam
diri manusia).
2. Motivasi ditandai dengan munculnya rasa/feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini
motivasi relevan dengan persoalan-persoalan, afeksi, dan emosi yang dapat
menentukan tingkah laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini
sebenarnya merupakan respons suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi memang muncul
dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena terangsang/terdorong adanya
unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.

HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PEMELAJARAN (LEARNING) DAN


KINERJA (PERFORMANCE)

Motivasi dapat memengaruhi apa yang kita pelajari, kapan kita belajar, dan bagaimana
cara kita belajar (Schunk, 1995). Murid yang termotivasi memelajari sebuah topic
cenderung melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang diyakininya akan membantu
dirinya belajar, seperti memperhatikan pelajaran secara seksama, secara mental
mengorganisasikan dan menghafal materi yang harus dipelajari, mencatat untuk
memfasilitasi aktivitasi belajar berikutnya, memeriksa level pemahamannya, dan
meminta bantuan ketika dirinya tidak memahami materi tersebut (Zimmerman, 2000).
Secara kolektif, berbagai aktivitas ini meningkatkan pemelajaran.

Sedangkan, murid yang tidak termotivasi untuk belajar, usaha-usaha belajarnya


cenderung tidak sesistematis murid yang termotivasi untuk belajar. Ia mungkin tidak
memperhatikan selama jam pelajaran berlangsung, serta tidak mengorganisasikan
ataupun menghafal materi. Pencatatan mungkin dilakukan secara tidak teratur
(sembarangan) ataupun tidak dilakukan sama sekali. Ia mungkin tidak memonitor level
pemahamannya atau pun tidak meminta bantuan ketika ia tidak memahami materi yang
sedang diajarkan. Hanya sedikit mengherankan apabila kualitas pembelajaran memburuk.

Ide pokoknya adalah motivasi menghasilkan suatu hubungan resiprokal dengan


pemelajaran dan kinerja; yakni, motivasi memengaruhi pemelajaran dan kinerja, dan hal-
hal yang dilakukan dan dipelajari oleh murid memengaruhi motivasinya (Pintrich, 2003;
Schunk, 1995). Ketika murid mencapai tujuan pemelajaran, pencapaian tujuan
menginformasikan kepadanya bahwa dirinya mempunyai kemampuan prasyarat untuk
belajar. Keyakinan ini memotivasinya untuk menetapkan berbagai tujuan menantang
yang baru. Para murid yang termotivasi untuk belajar sering kali mendapati bahwa,
segera sesudah diri mereka termotivasi untuk belajar, maka secara intrinsic termotivasi
melanjutkan aktivitas belajarnya.

Metode Pengukuran (methods of assessment)

Motivasi dapat diukur dengan berbagai cara, misalnya, melalui observasi langsung, penilaian
skala oleh individu lain, dan pelaporan diri (Table 1.3). masing-masing metode ini dibahas satu
per satu.

Table 1.3-Metode Pengukuran Motivasi

Kategori Definisi
Observasi langsung Contoh-contoh perilaku dari pilihan tugas, usaha, kegigihan
Penilaian skala oleh individu lain Penilaian yang dilakukan oleh pengamat terhadap murid
pada berbagai karakteristik yang mengindikasikan motivasi
Pelaporan diri Penilaian individu mengenai dirinya sendiri
kuesioner Penilaian skala tertulis pada items (unit-unit pertanyaan),
atau jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan
wawancara Respons lisan terhadap pertanyaan-pertanyaan
Ingatan kembali yang terstimulasi Ingatan kembali tentang berbagai pemikiran yang menyertai
kinerja diri pada berbagai waktu
Penyuaraan pemikiran Verbalisasi pemikiran, tindakan, dan emosi diri sambil
mengerjakan sebuah tugas
dialog Percakapan diantara dua atau lebih individu

Pelaporan Diri

Pelaporan diri menangkap penilaian dan pernayataan individu mengenai dirinya sendiri.
Kuesioner; wawancara, ingatan kembali yang terstimulasi, penyuaraan pemikiran, dan dialog
(kurang lebih diurutkan dari yang paling tidak alami hingga yang paling alami) merupakan
bentuk-bentuk instrument pelaporan diri.

Kuesioner menyajikan responden dengan items atau berbagai pertanyaan yang


menanyakan tindakan dan keyakinan dirinya. Responden mungkin ditanyakan perihal jenis
aktivitas yang dilakukannya dan seberapa sering atau seberapa lama ia melakukan aktivitas
tersebut (misalnya, “Apa yang kamu suka lakukan selama waktu luangmu?” “berapa menit kamu
belajar semalam?”). biasanya, responeden melakukan penilaian skala numeric sesuai dengan
perasaan dan keyakinannya (“pada sebuah skala berisi 5 angka penilaian, yang berkisar dari 1
(rendah) hingga 5, berikanlah nilai tentang seberapa kamu yakin bahwa kamu dapat memelajari
cara menambahkan angka-angka penyebut berbeda.”) atau menjawab pertanyaan terbuka
(“bagaimana biasanya perasaanmu ketika kamu sedang berada di sekolah?”). instrumen persepsi
control dari Skinner et al. (1990) merupakan sebuah contoh kuesioner pelaporan diri, begitu pula
Motivated Strategies for Leraning Questionnarie (Pintrich, Garcia, & McKeachie, 1993). Pada
MSLQ, murid menilai setiap item pada sebuah skala berisi 7 angka penilaian, yang berkisar dari
sama sekali tidak benar tentang diri saya (1) hingga sangat benar tentang diri saya (7).

Wawancara merupakan sebuah bentuk kuesioner, yakni pewawancara menyampaikan


berbagai pertanyaan atau ide yang hendak didiskusikan, lalu partisipan mejawab secara lisan.
Zimmerman dan Martines-Pons (1990) mengembangkan sebuah wawancara tentang aktivitas
belajar berbasis pengaturan diri untuk menyelidiki berbagai strategi belajar berbasis pengaturan
diri (misalnya, pengevaluasian diri, pengorganisasian dan transformasi informasi, penetapan
tujuan dan perencanaan, pencarian informasi, pemeliharaan catatan). Selama berlangsungnya
wawancara ini, digambarkan konteks belajar yang berbeda-beda (misalnya, “ketika mengerjakan
sebuah tes di sekolah, apakah kamu mempunyai metode tertentu agar memperoleh jawaban
benar sebanyak mungkin?” “bagaimana dengan sebuah pertanyaan tes yang sulit?”). terkait
setiap konteks, murid merinci berbagai metode yang akan digunakannya. Zimmerman dan
Martinez-Pons menskor jawaban-jawban murid, mengkategorikan jawaban-jawaban dan
menghitung respons yang ada di dalam berbagai kategori. Mereka menemukan bahwa
penggunaan strategi pengaturan diri berkorelasi positif dan signifikan dengan keefektifan diri
murid pada mata pelajaran matematika dan mata pelajaran verbal/bahasa.

Anda mungkin juga menyukai