Anda di halaman 1dari 4

Terapi radiasi, di dalam Fisika Kesehatan/ Radiation therapy, in the Health

Physics

Terapi radiasi, , di dalam Fisika Kesehatan

(Sumber/ source: Hani, Ahmadi Ruslan.2007. Fisika Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendika
Press.)

Prinsip dasar terapi radiasi adalah menimbulkan kerusakan pada jaringan tumor sebesar
mungkin, dengan kerusakan seminimal mungkin pada jaringan normal di sekitar tumor. Hal ini
dapat dicapai dengan penyinaran langsung pada tumor dari berbagai arah, sehingga diperoleh
dosis maksimum pada tumor tersebut. Dalam melakukan terapi radiasi perlu memperhatikan
faktor sebagai berikut:
i. Jenis radiasi: sinar X voltage, uranium, radium, 60Co, dan sebagainya.
ii. Jenis sel: sel embrional atau bukan.
iii. Lingkungan sel: apakah terjamin adanya penyaluran darah di sekitar sel tersebut atau tidak.
iv. RBE: RBE sangat tinggi (lebih dari satu) mempunyai kemampuan mematikan sel lebih
besar.

1) Perencanaan Terapi Radiasi. Sebelum dilakukan terapi radiasi perlu adanya perencanaan yang
baik sehingga dalam pelaksanaan terapi radiasi dapat memberikan hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan terapi radiasi adalah:
menetapkan letak dan luas tumor, teknik penyinaran dan distribusi dosis, toleransi jaringan.

a) Menetapkan Letak dan Luas Tumor. Tumor yang dangkal dapat diraba sehingga mudah
menentukan luas tumor. Untuk tumor yang letaknya di dalam tubuh perlu dibuat foto Rontgen
agar dapat menentukan letak dan luas tumor sehingga arah penyinaran dapat ditentukan.
Penentuan letak tumor ini sangat menentukan jenis energi radiasi yang akan digunakan. Tumor
yang letaknya pada kulit dapat disinari dengan voltage rendah atau menengah, sedangkan yang
terletak di bawah kulit menggunakan voltage tinggi dan yang terletak jauh dibawah kulit seperti
ovarium, bronchus dan oesafogus perlu melakukan terapi super voltage. Klasifikasi radioterapi
sebagai berikut:
i) Terapi voltage rendah: 50 KV
ii) Terapi voltage menengah: 100-140 KV
iii) Terapi voltage tinggi: 200-400 KV
iv) Terapi super voltage: >>1000KV
Energi radiasi berbanding langsung dengan voltage, makin tinggi energi suatu radiasi makin
besar pula daya tembusnya.
b) Teknik penyinaran dan distribusi dosis. Teknik penyinaran sangat penting oleh karena sangat
berkaitan dengan distribusi dosis pada tumor. Melalui teknik penyinaran yang baik, distribusi
dosis pada tumor dapat merata dan lebih tinggi daripada dosis jaringan sekitarnya. Berdasarkan
letak tumor maka teknik penyinaran terbagi dalam:
i) Menggunakan satu lapangan, digunakan untuk tumor yang tidak dalam, kira-kira 2-3 cm di
bawah kulit.
ii) Menggunakan beberapa lapangan atau terapi dengan teknik rotasi, biasanya dikerjakan pada
tumor yang letaknya dalam di bawah kulit. Berdasarkan distribusi dosis yang hendak di capai
maka teknik penyinaran di bagian dalam dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu:
a. Teknik terapi lapangan tetap (Ficed Field Therapy), digunakan agar tumor dapat dosis yang
merata dan lebih tinggi daripada jaringan tumor. Yang tergolong dalam teknik terapi lapangan
tetap adalah:
 Satu lapangan, untuk tumor yang letaknya dangkal
 Dua lapangan dengan menggunakan:
i. Corss fire technic, sinar difokuskan pada suatu titik di bawah tumor
agar dosis maksimum jatuh pada tumor karena dosis maksimum terletak di atas titik tersebut.
ii. Teknik tangensial, dipakai pada penyinaran suatu tumor dengan
tujuan agar jaringan di bawah tumor mendapat radiasi sedikit mungkin. Misalnya penyinaran
karsinoma (kanker mamma), jaringan paru di bawahnya sedikit mendapatkan radiasi.
 Tiga lapangan berhadap-hadapan (opposing field), digunakan untuk mendapatkan dosis
maksiumum pada tumor dengan mempergunakan tiga lapangan yang berhadapan. Misalnya
penyinaran terhadap karsinoma.(kanker oesofagus)
b. Teknik rotasi, dapat dikerjakan pada sudut 120 derajat, 180 derajat dan 360 derajat. Untuk sudut
kurang dari 360 derajat prosentase dosis maksmimumnya tidak dapat lagi terdapat pada titik
pusat rotasi melaikan aka berpindah ke arah sinar datang dan terletak di sebelah atas titik pusat
rotasi, sehingga tumor harus berada di sebelah atas titik pusat rotasi.
Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa prosentase maupun distribusi radiasi sangat
tergantung pada ukuran lapangan penyinaran, besar sudut rotasi, dan bentuk permukaan bagian
tubuh yang mendapat penyinaran.
c) Toleransi jaringan sehat. Batas toleransi jaringan sehat harus diperhatikan pada penyinaran
untuk menghindari terjadinya dosis yang berlebihan atau radionekrosis (kematian sel karena
sinar radiologi) pada jaringan sehat. Semakin kecil lapangan penyinaran, maka toleransi jaringan
semakin tinggi, begitu sebaliknya.

2) Metode Radioterapi. Ada tiga metode radioterapi, yaitu:


a) Radioterapi jarak jauh (Megavoltage therapy) menggunakan sinar X dengan supervoltage
(megavoltage) di maan sumber radiasi berada di luar tubuh.
b) Radioterapi jarak dekat (Brachy teraphy), menggunakan radium atau gas radon radioaktif di
mana sumber radiasi terletak di permukaan atau di tanamkan di dalam tumor dalam bentuk biji
material.
c) Penggunaan radioisotope untuk terapi secara sistemik dalam tubuh menggunakan zat radioaktif
yang mengikuti dalam peredaran dara dan akan mencapai sasaran yang akan dituju. Isotop 131I
digunakan untuk pengobatan kanker thyroid, sedangkan emmisi beta yang murni dari 32P untuk
pengobatan Polisitemia vera (kelebihan sel darah merah) sehingga dapat mengurangi produksi
sel darah merah.

3) Proteksi Radiasi
Bahaya radiasi sinar X maupun sinar gamma dari zat radium yang dapat menimbulkan kerusakan
pada jaringan tubuh. Untuk menghindari efek yang merugikan tubuh manusia dan makhluk
biologis yang diakibatkan oleh radiasi pengion, perlu dilakukan tindakan perlindungan (proteksi)
terhadap radiasi. Tentu saja dalam menerima radiasi ada batas tertentu yang masih dapat ditolerir
oleh berbagai jaringan, misal tangan dan kaki boleh menerima lebih banyak radiasi daripada
organ gonad dan lensa mata yang sangat peka/ sensitif terhadap radiasi. Efek kronis dari radiasi
dapat timbul beberapa tahun kemudian. Misalnya kanker kulit atau kanker darah (leukimia)
timbul setelah 10-20 tahun kemudian akibat suatu occupational exposure (pekerjaan penyinaran).
Salah satu usaha yang dilakukan oleh International Commisioun Radiological Protection (ICRP)
untuk menghindari bahaya radiasi maka ditentukan dosis maksimum yang dapat diperkenankan
sebagai pedoman dalam proteksi radiasi, yaitu Maximum Permissible Dose (MPD). Nilai MPD
ini telah beberapa kali mengalami perubahan. Oleh karena proteksi radiasi tidak saja ditinjau dari
sudut efek somatis saja, tetapi juga efek genetis. Dosis maksimum yang diperkenankan bagi
pekerja radiasi berbeda dengan masyarakat umum. Bagi masyarakat umum tidak memakai MPD,
akan tetapi diganti dengan dosis limit (batas dosis). Maksud dari pemakaian dosis limit untuk
memperoleh standarisasi dalam pelaksanaan proteksi pada pemakaian sumber radiasi sehingga
masyarakat tidak mungkin mendapatan radiasi yang membahayakan. Nilai batas dosis untuk
masyarakat ialah 1/10 dari pada MPD bagi pekerja radiasi.

(Dosis Maksimum yang Diperkenankan Bagi pekerja radiasi)


a) Pekerja Radiasi, Pertama: seluruh tubuh, sumsum, tulang kelenjar kelamin; kedua: kulit, tulang
dan kelenjar thyroid; ketiga, tangan lengan bagian bawah dan pangkal kaki; keempat: bagian lain
dari tubuh.
b) MPD, Pertama: 5 rem dalam 1 tahun atau 3 rem dalam 3 bulan. Dosis seluruhnya tidak melebihi
5 rem (N-18) rem. N=umur; kedua, 30 rem dalam 1 tahun; ketiga, 75 rem dalam 1 tahun;
keempat,15 rem dalam 1 tahun.

(Batas Dosis Maksimum yang diperkenankan bagi masyarakat)


a) Pekerja Radiasi: pertama, seluruh tubuh, sumsum, tulang kelenjar kelamin; kedua, kult, tulang
dan kelenjar thyroid; ketiga, tangan lengan bagian bawah dan pangkal kaki; keempat, bagian lain
dari tubuh.
b) MPD: Pertama, 0,5 rem dalam 1 tahun atau 0,3 rem dalam 3 bulan; kedua, 3 rem dalam 1 tahun,
anak di bawah umur 16 tahun:1,5; ketiga, 7,5 rem dalam 1 tahun; keempat, 1,5 rem dalam 1
tahun.

Proteksi radiasi bagi orang yang berhubungan langsung dengan sumber pengion dibagi dalam
beberapa golongan, yaitu:
a) Proteksi radiasi terhadap penderita dengan terapi radiasi . pada terapi dosis tertentu yang
diberikan kepada penderita, jaringan sehat sekitarnya perlu mendapat perlindungan sebaiknya.
Pada penyinaran sekitar mata, mata harus mendapat perlindungan dengan menggunakan tumah
hitam lead eye shield agar lensa mata terhindar dari kerusakan. Pada penyinaran tuor tidak ganas
dan terhadap anak perlu hati-hati dengan jumlah dosis yang diberikan, tidak diperkenankan
dilakukan berulang kali penyinaran oleh karena radiasi bersifat karsinogen/ penyebab kanker.
b) Proteksi terhadap pekerja diagnostik radiologi. Pekerja diagnostik radiologi mendapat radiasi
dari tabung sinar X. Untuk menghindari sinar X dapat dibuat sekecil mungkin 50% tanpa
mengganggu informasi edis yang diperlukan. Faktor yang perlu diperhatikan dalam proteksi
terhadap pekerja adalah:
i. Filter/ infiltration, penyaringan/ filter sangat berguna untuk mengurangi intensitas sinar
X yang dihaslkan oleh tabung sinar X. Uumnya setiap unit sinar X harus mempunyai filter Al
setebal 3mm, jika tidak maka energi rendah sinar X yang seharusnya dihilangkan oleh filter akan
mencapai pada tubuh sehingga tubuh akan lebih banyak menerima radiasi yang tidak diperlukan.
ii. Kollimator, merupakan cela yang berfungsi mengatur luas (area) dari berkas sinar X
yang diperlukan. Menurut NEXT (Nationwide Evaluation of X ray Trends), perbandingan antara
luas berkas sinar dengan luas lempeng film yang ideal adalah lebih kecil dari satu. Oleh sebab itu
untuk proteksi radiasi, kollimator harus diatur agar berkas sinar X yang diterima oleh tubuh
secukupnya.
iii. Kualitas film, apabila digunakan kualitas film yang kurang sensitif akan diperoleh
gambaran yang kurang jelas sehingga diperlukan sinar X yang lebih keras agar diperoleh
gambaran yang jelas, hal ini dapat menimbulkan radiasi yang semakin besar.
iv. Distribusi dari hasil luas penyinaran, ini dapat diperoleh dengan mengukur total radiasi
penderita, hasil luas penyinaran berkaitan dengan perkalian penyinaran dalam Roentgen dan luas
penyinaran dalam cm2(Rap). Selain apa yang disebut di atas, setiap pegawai yang berkecimpung
dengan sinar X maupun operator harus memakai led apron dan berdiri di belakagn dari arah
sinar. Harus memakai film badge sehingga jumlah dosis yang diterima dapat diketahui dan
apabila ada kesalahan pada kelainan dalam proteksi dapat segera diselidiki. Petugas dilarang
memegang tabung radium atau jarum radium dengna tangan, melainkan harus mempergunakan
alat pemegang khusus yaitu long handled forcep. Tidak diperkenankan menggunakan sarung
tangan berlapis timah hitam pada waktu bekerja dengan radium oleh karena sinar gamma hasl
pancaran radium dengan mudah dapat menembusnya. Menurut hukum kuadrat terbalik “Invers
Square Law”: “dosis radasi berbanding langsung dengan jumlah radium serta lamanya waktu
bekerja dan berbanding terbalik dengna jarak radium”. Hukum ini berlaku bagi mereka yang
menggunakan radium untuk radiasi. Terapi pada penderita dengan terapi internal radiation yaitu
menggunakan radioisotope yang dimasukkan ke dalam tubuh yang sakit.
Tndakan yang perlu dilakukan untuk mencegah radiasi terhadap petugas yaitu:
a) Penderita harus tinggal dalam satu ruangan khusus.
b) Perawat jangan terlalu lama berdekatan dengan sumber radiasi.
c) Pada waktu membersihkan pendertia, jangan terlalu dekat dengan sumber radiasi.
d) Menggunakan pakaian pelindung.
e) Pasien yang secara permanen/ tetapi ditanamkan bahan radioaktif ke dalam tubuhnya, atau yang
menerima terapi 131I harus berada di rumah sakit sampai intensitas rdiasi di sekitar pasien
tersebut mencapai tingkat keselamatan.
f) Kotoran penderita harus ditampung pada suatu tempat dan dibuang pada tempat tertentu.

Anda mungkin juga menyukai