Anda di halaman 1dari 2

4.2.1.

Perbandingan Kadar Glukosa Awal dan Akhir

Grafik 4.2.1. Perbandingan Kadar


Glukosa Awal dan Akhir
8
7
6
Kadar Gula (%

5
4
3 %S awal
2 %S akhir
1
0
0 2 4 6 8
Variabel

Pada percobaan, kadar glukosa yang didapat pada awal praktikum dalam air perasan kulit pisang
kepok adalah 5,47 % dan pada kulit pisang ambon adalah 6,84%. Kadar glukosa akhir setelah
fermentasi pada variabel 1, 2, 3, 4, 5, 6 berturut-turut adalah 3,57%, 1,22%, 3,35%, 2,05%, 3,77%,
1,77%. Penurunan kadar glukosa ini disebabkan karena berkurangnya nutrien glukosa dan sukrosa
(sumber gula) sebagai sumber carbon Acetobacter xylinum dalam media. Acetobacter xylinum
mampu mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut
membentuk matriks yang dikenal dengan nata. Medium untuk produksi selulosa harus mengandung
konstituen kimia yang memenuhi kebutuhan elemen massa sel dan produk serta harus dapat
memasok energi secukupnya untuk sintesis dan pemeliharaan.

(JURNAL “Pengaruh Penambahan Kadar Gula dan Kadar Nitrogen terhadap Ketebalan, Tekstur, dan
Warna Nata de Coco”, Della Edria, Mario Wibowo, Elvita K)

4.2.2. Perbandingan pH yang diguanakan pada variabel 2 dengan variabel 4.

Hasil percobaan, menunjukkan bahwa kadar glukosa yang dihasilkan pada variabel 2 dengan pH 5
adalah 2,63

% sedangkan pada variabel 4 dengan pH 4 adalah 2,05%. Menurut referensi jurnal yang kami
temukan pH optimum pembuatan nata de banana skin adalah 4. Pada pH tersebut pertumbuhan
bakteri terseleksi yang menyebabkan Acetobacter Xylinum semakin sedikit mendapatkan mikroba
lain dalam hal mendapatkan nutrien dari media untuk pertumbahannya. Selain itu, pada pH tersebut
Acetobacter Xylinum unggul terhadap bakteri lain terutama bakteri pembusuk yang mengganggu
pertumbuhan nata. Sehingga kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa lebih
banyak pada kondisi pH 4 (optimum) dan menyebabkan kadar glukosa dalam media lebih rendah
dari pH 5.
JURNAL TEKNOLOGI PROSES, “Pemanfaatan Kulit Limbah Pisang sebagai Membran Selulosa” oleh
Siswarni M.Z

http://eprints.undip.ac.id/3468/1/Makalah_Nata__pdf.pdf

4.2.3. Perbandingan Suhu Inkubasi

Pada percobaan kami, variabel tempat inkubasi dilakukan pada almari laboratorium dan inkubator.
Suhu ruangan almari merupakan suhu ruangan pada umumnya yaitu kurang lebih 30 derajat celcius
dan suhu inkubator yang digunakan adalah 36 derajat celcius. Menurut referensi yang kami dapat
suhu optimum pada fermentasi nata adalah 28-31 derajat celcius (suhu ruangan) dan ini merupakan
suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Pada temperatur ini juga dihasilkan nata
yang tebal. Pada percobaan kami suhu pada variabel 1, 2, 4,6 adalah suhu ruangan sehingga di
dapatkan persen glukosa yang rendah karena Acetobacter xylinum banyak mempolimerisasi glukosa
menjadi sellulosa dengan baik. Sedangkan suhu pada variabel 3 dan 5 adalah 36 derajat celcius,
sehingga pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum terhambat. Hal ini menyebabkan polimerisasi
glukosa menjadi selulosa menjadi sedikit dan kadar glukosa dalam media lebih banyak.

JURNAL , “Pembuatan Film Selulosa dari Nata de Pina” oleh Iskandar, dkk.

http://engineering-system.blogspot.com/2010/05/pembuatan-nata-dari-limbah-kulit-
pisang_03.html

Anda mungkin juga menyukai