Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


CHF

Oleh :
Santri Mardiana
1740901001

PROCEPTOR CO PROCEPTOR

Ns. Deoni Vioneery, S.Kep. M.Kep Ns. Hendry Gustin, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan
tanda dan gejala dari beberapa penyakit diantaranya ; hipertensi, penyakit
jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus, dan penyakit
vaskuler perifer (Markus 2001). Stroke adalah serangan otak yang timbul
secara mendadak dimana terjadi gangguan fungsi otak sebagian atau
menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh karena sumbatan
atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak sehingga menyebabkan sel-sel
otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat makanan dan akhirnya dapat
terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif singkat. (Yayasan Stroke
Indonesia 2009).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Stroke
Hemoragik (SH) adalah penurunan neurologis otak yang terjadi secara
mendadak yang disebabkan gangguan aliran darah ke otak akibat pecahnya
pembuluh darah otak.

B. Etiologi
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
1. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
2. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry),
rupture malformasi arteriovena (MAV), trauma.
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.

1
C. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan
berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur
dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi
aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah
yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga
dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur
otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau
ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini
sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme
pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh
hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya
akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka
bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah
beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan
kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi.
Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami
proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006). Perdarahan subaraknoid sering
dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai
sirkulus wilisi.
Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan
terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan
neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang
mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang
lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi sebagian dari 3

2
ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna. Timbulnya penyakit ini
mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung beberapa
menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering
terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah,
penurunan kesadaran, dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam
cairan serebrospinal (bila perdarahan
besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75%
akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena
meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis,
dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan
darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer
serebri masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis
yang nyata. Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5
ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat
aneurisma yang pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai
lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).

3
D. Pohon masalah
Hipertensi/ terjadi perdarahan

aneurisma

Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak

Vasospasme arteri

Menyebar ke hemisfer otak

Perdarahan serebri TIK Nyeri

Hipertensi/ terjadi perdarahan

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia

anoksia Aktifitas elektrolit terhenti

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam Na+ dan H2O masuk ke sel

Acidosis lokal Edema intrasel

Pompa Na+ gagal Edema Ekstrasel

Nekrosis jaringan dan edema Perfusi jaringan serebral

4
Kematian progresif sel otak
(defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang otak Lesi di Med. Spinalis

Kerusakan Nerves I-XII Lesi upper & lower


Gangguan bicara/penglihatan,
motor neuron
Nekrosis jaringan dan edema
Gangguan eliminasi urin
Kesulitan mengunyah & menelan,
refleks batuk
Defisit perawatan diri
Gangguan persepsi sensori

Gangguan komunikasi verbal Resiko gangguan nutrisi Gangguan mobilisasi

Resiko ketidakefektifan jalan nafas

Tirah baring lama

Resiko gangguan integritas kulit

5
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:
1. Pengaruh terhadap status mental:
a. Tidak sadar : 30% - 40%
b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang
terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
a. Nyeri spontan pada kepala
b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia
c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,
emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan

6
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi

F. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid
intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan
dengan adanya proses imflamasi.
6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
adanya daerah lesi yang spesifik.
7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis
serebral.
8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

7
G. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi (Sylvia dan Lorraine 2006).

8
H. Proses keperawatan
1. Pengkajian data keperawatan
a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000).
d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995).
e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000).
f. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal.
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan: a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral. b) Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan
kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. c)
Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. d)
Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena

9
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, e)
Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot, f) Pola hubungan dan peran:
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi
dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif. h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori
klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/
sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i) Pola
reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari
beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata nilai dan kepercayaan:
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara :
kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara/afasia: tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integument:
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher:

10
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).
4) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat
bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia
atau retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan
nervus cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik:Hampir selalu terjadi kelumpuhan/
kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf
Misbach, 1999).

11
2. Analisa Data
No DATA PROBLEM ETIOLOGI DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Subyektif (S) : Gangguan rasa nyaman; Peningkatan TIK Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan
1. Klien mengatakan nyeri nyeri dengan peningkatan TIK
kepala dengan pengkajian
P,Q,R,S,T.
Obyektif (O) :
1. Klien tampak mengerutkan
muka dan memegang kepala.
2. Tangan tampak
menggenggam erat.
2. Subyektif (S) : Gangguan perfusi Perdarahan intracerebral Gangguan perfusi jaringan otak yang
1. jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intracerebral

Obyektif (O) :
1. Penurunan kesadaran
2. Kelemahan/kelumpuhan.
3. Hasil tes diagnostik
3. Subyektif (S) : Gangguan mobilitas Hemiparese/hemiplagia Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
1. Klien mengatakab tidak fisik hemiparese/hemiplagia
mampu
bergerak/menggerakan
ekstermitas.

12
Obyektif (O) :
1. Hanya terbaring di tempat
tidur.
2. Aktivitas dibantu

4. Subyektif (S) : Gangguan persepsi Penurunan sensori, Gangguan persepsi sensori berhubungan
1. Klien mengatakan kabur sensori. penurunan penglihatan dengan penurunan sensori, penurunan
melihat tulisan/kata-kata penglihatan
Obyektif (O) :.
1. Visus mata menurun.
2. Kurang konsentrasi
5. Subyektif (S): Gangguan komunikasi penurunan sirkulasi darah angguan komunikasi verbal berhubungan
1. verbal otak dengan penurunan sirkulasi darah otak
Obyektif (O):
1. Bicara pelo/afasia
2. Verbalisasi tidak sesuai
3. Bicara gagap
Subyektif (S): Resiko gangguan nutrisi Kelemahan otot Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan
1. Perubahan sensasi rasa mengunyah dan menelan kelemahan otot mengunyah dan menelan
6. Obyektif (O):
1. Kesulitan/ tidak mamapu
menelan dan mengunyah

13
7. Subyektif (S): Kurangnya pemenuhan hemiparese/hemiplegi Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang
1. Klien mengatakan belum perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
melakukan personal hiegine
Obyektif (O):
1. Bau badan
2. Badan kotor, pakaian tidak
rapih
3. Tidak mampu melakukan
ADL
8. Subyektif (S): Resiko gangguan Tirah baring lama Resiko gangguan integritas kulit yang
1. Klien mengatakan sulit integritas kulit berhubungan tirah baring lama
menggerakan anggota
tubuhnya
Obyektif (O):
1. Klien hanya berada di tempat
tidur.
2. Tidak mampu mobilisasi
9. Suyektif (S): Resiko ketidakefektifan Penurunan refleks batuk Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas
1. Klien mengatakan sulit bersihan jalan nafas dan menelan yang berhubungan dengan penurunan refleks
menelan batuk dan menelan
Obyektif (O):
1. Batuk inefektif
2. Tirah baring lama

14
10. Subyektif (S): Gangguan eliminasi uri Lesi pada upper motor Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri)
1. (inkontinensia urin) neuron yang berhubungan dengan lesi pada upper
Obyektif (O): motor neuron
1.

3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN DAN
TUJUAN
1. Gangguan perfusi jaringan otak 1. Berikan penjelasan kepada keluarga klien 1. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
yang berhubungan dengan tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan penyembuhan.
perdarahan intracerebral. akibatnya.
Tujuan: setelah melakukan 2. Anjurkan kepada klien untuk bed rest 2. Untuk mencegah perdarahan ulang.
tindakan keperawatan selama total
3X24 jam perfusi jaringan otak 3. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan 3. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
tercapai maksimal ditandai kelain tekanan intrakranial tiap dua jam secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
dengan: 4. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 4. Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan
1. Klien tidak gelisah dengan letak jantung (beri bantal tipis) drainage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
2. Tidak ada keluhan nyeri 5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk 5. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kepala, mual, kejang. dan mengejan berlebihan kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.
3. GCS 456 6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan
6. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat
4. Pupil isokor, reflek cahaya batasi pengunjung

15
(+) 7. Kolaborasi dengan tim dokter dalam meningkatkan kenaikan TIK.
5. Tanda-tanda vital normal pemberian terapi cairan intravena dan 7. Memperbaiki sel yang masih viable dan mengobati
obat-obatan sesuai program dokter. perdarahan yang ada di otak.

2. Diagnosa Keperawatan : 1. Kaji tingkat nyeri yang dialami 1. Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami
Gangguan rasa nyaman Nyeri pasien. pasien.
berhubungan dengan nyeri 2. Berikan posisi yang nyaman, 2. Untuk mendukung mengurangi rasa nyeri.
berhubungan dengan peningkatan usahakan situasi ruangan yang
TIK . tenang.
Tujuan: Rasa nyaman pasien 3. Alihkan perhatian pasien dari rasa 3. Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat
terpenuhi. nyeri. melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
Kriteria hasil : 4. Kolaborasi berikan obat-obat 4. Analgetik mengurangi nyeri pasien,penurunan TIK
Nyeri berkurang atau hilang. analgetik dan penurun TIK. membuat nyeri berkurang.
3. Diagnosa Keperawatan : 1. Ubah posisi klien tiap 2 jam 1. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat
Gangguan mobilitas fisik 2. Ajarkan klien untuk melakukan latihan sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
berhubungan dengan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak 2. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan
hemiparese/hemiplagia. sakit. otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
Tujuan: setelah melakukan 3. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas 3. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya
tindakan keperawatan Klien yang sakit bila tidak dilatih untuk digerakkan.
mampu melaksanakan aktivitas 4. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk 4. Membantu mobilisai klien.
fisik sesuai dengan latihan fisik klien.
kemampuannya dengan kriteria
hasil:

16
1. Tidak terjadi kontraktur sendi.
2. Bertabahnya kekuatan otot.
3. Klien menunjukkan tindakan
untuk meningkatkan
mobilitas.
4. Diagnosa Keperawatan: 1. Tentukan kondisi patologis klien 1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
Gangguan persepsi sensori gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
baerhubungan dengan penurunan 2. Kaji gangguan penglihatan terhadap 2. Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan
sensori penurunan penglihatan. perubahan persepsi. disorientasi klien
Tujuan: setelah melakukan 3. Latih klien untuk melihat suatu obyek 3. Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi.
tindakan keperawatan selama dengan telaten dan seksama.
2X24 jam terjadi peningkatan 4. Observasi respon perilaku klien, seperti 4. Untuk mengetahui keadaan emosi klien.
persepsi sensorik secara optimal menangis, bahagia, bermusuhan,
dengan kriteria hasil: halusinasi setiap saat.
1. Adanya perubahan 5. Berbicaralah dengan klien secara tenang 5. Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap
kemampuan yang nyata. dan gunakan kalimat-kalimat pendek. masalah dapat dimengerti.
2. Tidak terjadi disorientasi
waktu, tempat, orang.

5. Diagnosa Keperawaratan: 1. Berikan metode alternatif komunikasi, 1. Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
Gangguan komunikasi misal dengan bahasa isarat. kemampuan klien.
verbal berhubungan dengan 2. Antisipasi setiap kebutuhan klien saat 2. Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang
penurunan sirkulasi darah berkomunikasi. lain.

17
otak. 3. Bicaralah dengan klien secara pelan dan 3. Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
Tujuan: Setelah melakukan gunakan pertanyaan yang jawabannya komunikasi.
tindakan keperawatan selam “ya” atau “tidak”.
3X24 jam, Proses 4. Anjurkan kepada keluarga untuk tetap 4. Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi
komunikasi klien dapat berkomunikasi dengan klien. yang efektif.
berfungsi secara optimal 5. Hargai kemampuan klien dalam 5. Memberi semangat pada klien agar lebih sering
dengan kriteria hasil: berkomunikasi. melakukan komunikasi.
1. Terciptanya suatu 6. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk 6. Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik
komunikasi dimana latihan wicara. dan benar.
kebutuhan klien dapat
dipenuhi.
2. Klien mampu merespon
setiap berkomunikasi
secara verbal maupun
isarat.
6. Diagnosa Keperawatan: 1. kemampuan dan tingkat 1. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
Kurangnya perawatan diri kekurangan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan secara individual.
berhubungan dengan perawatan diri.
hemiparese/hemiplegi. 2. Beri motivasi kepada klien untuk 2. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
Tujuan: setelah melakukan tetap melakukan aktivitas dan beri terus-menerus.
tindakan keperawatan bantuan dengan sikap sungguh.
selama 1X24 jam 3. Hindari melakukan sesuatu untuk 3. Melatih kemandirian klien untuk memepertahankan
Kebutuhan perawatan diri klien yang dapat dilakukan klien harga diri dan meningkatkan pemulihan.

18
klien terpenuhi dengan sendiri, tetapi berikan bantuan
kriteria hasil: sesuai kebutuhan.
1. Klien dapat melakukan 4. Berikan umpan balik yang positif 4. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian
aktivitas perawatan diri untuk setiap usaha yang dilakukan serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
sesuai dengan atau keberhasihan.
kemampuan klien. 5. Kolaborasi dengan ahli 5. Memberikan bantuan yang mantap untuk
fisioterapi/okupasi. mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi
kebutuhan.
7. Diagnosa Keperawatan: 1. Tentukan kemampuan klien dalam 1. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan
Resiko gangguan nutrisi mengunyah, menelan dan reflek batuk. pada klien.
kurang dari kebutuhan 2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi 2. Klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
tubuh berhubungan dengan pada waktu, seama dan sesudah makan.
kelemahan otot mengunyah 3. Pasang NGT dan berikan makanan 3. Menjaga intake nutrisi tetap adekuat.
dan menelan. lewat NGT jika klien tidak mampu
Tujuan: setelah melakukan mengunyah dan menelan.
tindakan keperawatan 4. Berikan makan dengan berlahan pada 4. Membantu dalam melatih kembali sensori dan
selama 3X24 jam tidak lingkungan yang tenang. meningkatkan kontrol muskuler.
terjadi gangguan nutrisi, 5. Anjurkan klien menggunakan sedotan 5. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan
dengan kriteria hasil: meminum cairan. merunkan resiko terjadinya tersedak.
1. Berat badan dapat
dipertahankan/ditingkatk
an.
2. Hb dan albumin dalam

19
batas normal.
8. Diagnosa Keperawatan: 1. Berikan penjelasan kepada klien dan 1. Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
Resiko terjadinya keluarga tentang sebab dan akibat terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
ketidakefektifan bersihan ketidakefektifan jalan nafas.
jalan nafas berhubungan 2. Rubah posisi tiap 2 jam sekali 2. Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran
dengan menurunnya refleks pernafasan.
batuk dan menelan, 3. Berikan intake yang adekuat (2000 cc 3. Air yang cukup dapat mengencerkan secret.
imobilisasi. per hari)
Tujuan: Setelah melakukan 4. Observasi pola dan frekuensi nafas 4. Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan
tindakan keperawatan nafas
selama 3X24 jam Jalan 5. Auskultasi suara nafas 5. Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas.
nafas tetap efektif ditandai 6. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan 6. Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan
dengan: keadaan umum klien. paru-paru
1. Klien tidak sesak nafas.
2. Tidak terdapat ronchi,
wheezing ataupun
suara nafas tambahan.
3. Tidak retraksi otot
bantu pernafasan.
4. Pernafasan teratur, RR
16-20 x per menit.
9. Diagnosa Keperawatan: 1. Anjurkan untuk melakukan latihan 1. Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
Resiko gangguan integritas ROM (range of motion) dan mobilisasi

20
kulit berhubungan dengan jika mungkin.
tirah baring lama. 2. Rubah posisi tiap 2 jam 2. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
Tujuan: setelah melakukan 3. Gunakan bantal air atau pengganjal 3. Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
tindakan keperawaran yang lunak di bawah daerah-daerah menonjol.
selama 3X24 Klien mampu yang menonjol
mempertahankan keutuhan 4. Lakukan massage pada daerah yang 4. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
kulit dengan kriteria hasil: menonjol yang baru mengalami tekanan
1. Klien mau pada waktu berubah posisi
berpartisipasi terhadap 5. Observasi terhadap eritema dan 5. Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
pencegahan luka. kepucatan dan palpasi area sekitar
2. Klien mengetahui terhadap kehangatan dan pelunakan
penyebab dan cara jaringan tiap merubah posisi.
pencegahan luka. 6. Jaga kebersihan kulit dan seminimal 6. Mempertahankan keutuhan kulit.
3. Tidak ada tanda-tanda mungkin hindari trauma, panas
kemerahan atau luka. terhadap kulit.

10. Diagnosa Keperawatan: 1. Identifikasi pola berkemih dan 1. Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari
Gangguan eliminasi urin kembangkan jadwal berkemih sering distensi kandung kemih yang berlebih
(incontinensia uri) 2. Ajarkan untuk membatasi masukan 2. Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu
berhubungan dengan cairan selama malam hari. mencegah enuresis.
kehilangan tonus kandung 3. Ajarkan teknik untuk mencetuskan 3. Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung
kemih, kehilangan kontrol refleks berkemih (rangsangan kutaneus kemih.
sfingter, hilangnya isarat dengan penepukan suprapubik, 4. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk

21
berkemih. manuver regangan anal). menampung volume urine sehingga memerlukanuntuk
Tujuan: setelah melakukan 4. Bila masih terjadi inkontinensia, lebih sering berkemih.
tingdakan keperawatan kurangi waktu antara berkemih pada
selama 3X24 jam Klien jadwal yang telah direncanakan.
mampu mengontrol 5. Berikan penjelasan tentang pentingnya 5. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi
eliminasi urinya dengan hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per saluran perkemihan dan batu ginjal.
kriteria hasil: hari bila tidak ada kontraindikasi).
1. Klien akan melaporkan
penurunan atau
hilangnya inkontinensia.
2. Tidak ada distensi
bladder.

22
Referensi

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical
management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc

Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi X. Jakarta: EGC

D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach,
An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia

Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa


Keperawatan, EGC; Jakarta

Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih


bahasa, Brahm U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.

Rasyid,M. 2001. Unit Stroke; manajemen stroke komprehensif. Jakarta: Balai


penerbit FKUI

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah


Saraf Indonesia, Surabaya.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical


Nursing.9th. Philadelphia: Lippincott

Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke Indonesia. Edisi November
2009.

Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK-UI.
Jakarta. Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,


Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Utami, I. M. 2004. Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita
Stroke Di Rsud Kabupaten Kudus Tahun 2002. (http: //skripsi
fkm.undip.ac.id/index.php)

23

Anda mungkin juga menyukai