Anda di halaman 1dari 29

1.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ergonomi
1. Definisi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Latin, yaitu Ergon (kerja) dan
Nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang
aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara
anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan
desain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi,
efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat
kerja, di rumah, dan tempat rekreasi (Kussiono,2004).

Tujuan utama dari ergonomi adalah upaya memperbaiki performa kerja


manusia seperti keselamatan kerja disamping untuk mengurangi energi
kerja yang berlebihan serta mengurangi datangnya kelelahan yang
terlalu cepat dan menghasilkan suatu produk yang nyaman, enak di
pakai oleh pemakainya (Tarwaka,2004).

Disamping itu, ergonomi juga memberikan peranan penting dalam


meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya :
desain suatu sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada
sistem kerangka dan otot manusia, desain stasiun kerja untuk alat
peraga visual. Hal itu adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual
dan postur kerja, desain suatu perkakas kerja untuk mengurangi
kelelahan kerja, desain suatu peletakan instrumen dan sistem
pengendali agar didapat optimasi dalam proses transfer informasi
dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan meminimumkan
resiko kesalahan, serta supaya didapatkan optimasi, efisiensi kerja dan
hilangnya resiko kesehatan akibat metode kerja yang kurang tepat
(Tarwaka, 2004).

2. Risiko karena Kesalahan Ergonomi


Ergonomi memperhatikan :
 Bagaimana orang mengerjakan pekerjaannya

1
 Bagaimana posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika
bekerja
 Peralatan apa yang mereka gunakan
 Apa efek dari faktor-faktor diatas bagi kesehatan dan kenyamanan
 pekerja
Pekerjaan dan tempat kerja dapat menimbulkan cedera dan luka pada
tubuh. Untuk menghindari cedera, pertama-tama yang dapat kita
lakukan adalah mengidentifikasi resiko. Setelah resiko diidentifikasi,
kemudian mencari jalan untuk menghilangkannya (Tarwaka, 2004).

Tabel 1. Risiko karena kesalahan ergonomi (Tarwaka,2004)


Faktor Resiko Definisi Jalan Keluar
Pengulangan Menjalankan gerakan Desain kembali cara kerja
Yang Banyak yang sama untuk
berulang-ulang mengurangi jumlah
pengulangan
gerakan atau meningkatkan
waktu
jeda antara ulangan, atau
menggilirnya dengan
pekerjaan lain
Beban Berat Beban fisik yang Mengurangi gaya yang
berlebihan diperlukan
selama kerja (menarik, untuk melakukan kerja,
memukul, mendesain
mendorong). Semakin kembali cara kerja,
banyak menambah
daya yang harus jumlah pekerja pada
dikeluarkan, pekerjaan
semakin berat beban bagi tersebut, menggunakan
tubuh. peralatan
mekanik.
Postur Yang Menekuk atau memutar Mendesain cara kerja dan
Kaku bagian peralatan
tubuh yang dipakai hingga postur
tubuh
selama kerja lebih nyaman
Beban Statis Bertahan lama pada satu Mendesain cara kerja untuk
postur menghindari terlalu lama
sehingga menyebabkan bertahan
kontraksi pada satu postur, memberi
otot kesempatan untuk
mengubah posisi.
Tekanan Tubuh tertekan pada suatu Memperbaiki peralatan
permukaan atau tepian yang ada untuk
menghilangkan tekanan,
atau memberikan bantalan
Getaran Menggunakan peralatan Mengisolasi tangan dari

2
yang bergetar getaran
Dingin Atau Dingin mengurangi daya Atur suhu ruangan, beri
Panas Yang raba, arus darah, insulasi pada tubuh.
Ekstrim kekuatan, dan
keseimbangan. Panas
menyebabkan kelelahan
Organisasi Termasuk bekerja dengan Beban kerja yang layak,
Kerja Yang irama mesin, istirahat istirahat yang cukup,
Buruk yang tidak cukup, pekerjaan yang
kerja yang monoton, bervariasi, otonomi
beberapa pekerjaan yang individu
harus dikerjakan dalam
satu waktu

3. Cedera yang Umumnya Terjadi karena Ergonomi

Tabel 2. Cedera yang umumnya terjadi karena ergonomi (Tarwaka,


2004)
Cedera Gejala Penyebab
Bursitis : Rasa sakit dan Berlutut, tekanan
meradangnya bengkak pada
kantung antara pada tempat cedera siku, gerakan bahu
tulang dengan yang
kulit, atau tulang berulang-ulang
dengan tendon.
Dapat terjadi di
lutut,
siku, atau bahu.
Sindroma Gatal, sakit, dan kaku Membengkokkan
pergelangan pada jari-jemari, pergelangan
tangan : tekanan terutama di malam berulang-
pada syaraf yang hari ulang. Menggunakan
melalui alat yang bergetar.
pergelangan tangan Kadang diikuti
dengan
tenosynovitis
Ganglion: kista Begkak bundar, keras, Gerakan tangan yang
pada sendi atau dan kecil yang berulang-ulang
pangkal tendon. biasanya tidak
Biasanya menimbulkan sakit
dibelakang tangan
atau
pergelangan
Tendonitis : Rasa sakit, bengkak, Gerakan yang
radang pada daerah dan berulang-
antara otot dan merah di tangan, ulang
tendon pergelangan, dan/atau
lengan. Kesulitan

3
menggerakan tangan.
Tenosynovitis : Sakit, bengkak, sulit Gerakan yang
radang pada tendon menggerakan tangan. berulang-
dan/atau pangkal ulang dan berat.
tendon Dapat
disebabkan oleh
peningkatan kerja
yang
tiba-tiba, atau
pengenalan
pada proses baru
Tegang pada leher Rasa sakit di leher dan Menahan postur
atau bahu: radang bahu yang kaku
pada tendon dan
atau pangkal
tendón
Gerakan jari yang Kesulitan Gerakan berulang-
tersentak: radang menggerakkan ulang. Terlalu lama
pada tendon jari dengan pelan, mencengkam,
dan/atau dengan terlalu keras atau
pangkal tendon di atau tanpa rasa sakit terlalu
jari sering

4. Keluhan Muskuloskeletal
Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang sering terjadi
adalah keluhan muskuloskeletal. Keluhan muskuloskeletal adalah
keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang
mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot
menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama
akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan
tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan
dengan keluhan muskuloskeletal disorders atau cedera pada sistem
muskuloskeletal.

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua


yaitu:
1. Keluhan sementara yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis namun demikian keluhan tersebut akan
segera hilang apabila pembebanan dihentikan

4
2. Keluhan menetap, yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit
pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai industri telah banyak dilakukan dan
hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan
adalah otot rangka yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari,
punggung, pinggang dan otot-otot bawah. Di antara keluhan otot
skleletal tersebut yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian
pinggang (low back pain) (Widyastuti,2009).

5. Faktor Risiko yang Meningkatkan Risiko Muskuloskeletal


Ada 4 faktor yang meningkatkan terjadinya keluhan muskuloskeletal:
 Tekanan/gaya pada otot yang berlebihan
 Awkward Posture (postur kerja yang tidak benar)
 Terjadinya pengulangan-pengulangan pekerjaan pada satu otot
 Lamanya paparan yang diterima oleh otot

Gambar 1. Faktor risiko yang meningkatkan risiko muskuloskeletal


(Widyastuti,2009)

6. Upaya Mengurangi Risiko Muskuloskeletal


Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit, nyeri, pegal-pegal dan
lainnya pada sistem otot (muskuloskeletal) seperti tendon, pembuluh
darah, sendi, tulang, syaraf dan lainnya yang disebabkan oleh aktivitas
kerja. Keluhan muskuloskeletal sering juga dinamakan MSD

5
(Musculoskeletal Disorder), RSI (Repetitive Strain Injuries), CTD
(Cumulative Trauma Disorders) dan RMI (Repetitive Motion Injury).

Keluhan MSD yang sering timbul pada pekerja industri adalah nyeri
punggung, nyeri leher, nyeri pada pergelangan tangan, siku dan kaki.
Ada 4 faktor yang dapat meningkatkan timbulnya MSD yaitu posture
yang tidak alamiah, tenaga yang berlebihan, pengulangan berkali-kali,
dan lamanya waktu kerja (OHSCOs, 2007). Level MSD dari yang
paling ringan hingga yang berat akan menggangu konsentrasi dalam
bekerja, menimbulkan kelelahan dan pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas.

Untuk itu diperlukan suatu upaya pencegahan dan minimalisasi


timbulnya MSD di lingkungan kerja. Pencegahan terhdap MSD akan
memperoleh manfaat berupa, penghematan biaya, meningkatkan
produktivitas dan kualitas kerja serta meningkatkan kesehatan,
kesejahteraan dna kepuasan kerja karyawan.

OHSCOs memberikan panduan tahapan untuk melakukan program


pencegahan MSD di lingkungan kerjayang meliputi:
1. Membangun pondasi menuju sukses
Untuk melakukan program pencegahan MSD diperlukan penetapan
komitmen oleh manajemen, menentukan tujuan pelaksanaan,
sasaran dan ruang lingkup pelaksanaan, membuat aturan dan
tanggung jawab pada seluruh lapisan karyawan, membentuk komite
pelaksana dan bergabung dengan organisasi kesehatan dan
keselamatan kerja.

2. Mengidentifikasi faktor -faktor yang menimbulkan MSD dan faktor


lainnya yang terkait.
Proses identifikasi dilakukan dengan menanyakan kepada pekerja
gangaguan MSD yang dialami, menanyakan jenis tugas yang sulit
dan menyebabkan ketidaknyamanan, mengevaluasi catatan
kecelakaan kerja yang pernah terjadi, mengamati jenis pekerjaan
yang membutuhkan waktu yang lama, pengulangan, tenaga dan

6
postur kerja serta menggunakan instrument-instrumen pencegahan
MSD.

3. Lakukan evaluasi faktor-faktor yang menyebabkan MSD


Evaluasi faktor-faktor yang telah ditemukan dengan melibatkan
pekerja untuk mencari akar masalahnya dan buat kesepakatan
untuk melakukan tindakan perbaikan.

4. Memilih dan melaksanakan program perbaikan untuk pencegahan


MSD
Lakukan perubahan metode kerja, menata ulang peralatan dan area
kerja untuk mengurangi resiko MSD, Libatkan karyawan untuk
memberikan ide-ide agar sistem kerja menajdi lebih baik dan
gunakan ide yang dianggap baik, hati hati memilih solusi yang
pertama kali karena solusi tersebut disebut desain yang ergonomis.

5. Evaluasi kesuksesan penerapannya dan lakukan peningkatan secara


berkelanjutan
Tanyakan kepada pekerja apakah perubahan yang dilakukan
memberikan dampak yang lebih baik dan memberika rasa nayaman
dalam bekerja. Tingkatkan dan ulangi penerapan setelah 3 -6 bulan.

6. Menyebarluaskan kesuksesan pencegahan MSD


Umumkan hasil yang telah dicapai dan usaha-usaha yang telah
dilakukan dalam pencegahan MSD kepada seluruh pekerja dan
semua departemen (Wichaksana, 2009).

B. Low Back Pain (LBP)


1. Definisi Low Back Pain (LBP)
LBP adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini
terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di
daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran
nyeri ke arah tungkai dan kaki. LBP yang lebih dari 6 bulan disebut
kronik (Sadeli & Tjahjono, 2001).

2. Anatomi Punggung Belakang

7
Tubuh manusia terdiri dari berbagai sistem, diantaranya adalah sistem
rangka, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernafasan,
sistem saraf, sistem penginderaan, sistem otot, dll. Sistem-sistem
tersebut saling terkait antara satu dengan yang lainnya dan berperan
dalam menyokong kehidupan manusia. Akan tetapi dalam ergonomi,
sistem yang paling berpengaruh adalah sistem otot, sistem rangka dan
sistem saraf. Ketiga sistem ini sangat berpengaruh dalam ergonomi
karena manusia yang memegang peran sebagai pusat dalam ilmu
ergonomik/ person centered ergonomics (Moore, 2002).

Gambar 2. Anatomi tubuh manusia (Snell, 2005)

Punggung merupakan struktur penyanggah sekaligus penghubung tubuh


bagian atas dengan bagian bawah. Komponen utama punggung adalah
tulang belakang, yang tersusun atas ruas-ruas tulang belakang, mulai
dari bagian leher sampai tulang ekor.

8
Gambar 3. Anatomi tulang belakang (Snell, 2005)

Struktur Tulang Belakang


(1) Tulang belakang cervical: terdiri atas 7 tulang yang memiliki
bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus
(bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek kecuali
tulang ke-2 dan ke-7. Tulang ini merupakan tulang yang
mendukung bagian leher.
(2) Tulang belakang thorax: terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal
sebagai tulang dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung
dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan memutar dapat terjadi pada
tulang ini.
(3) Tulang belakang lumbal: terdiri atas 5 tulang yang merupakan
bagian paling tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat
dari tulang yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi
dan ekstensi tubuh dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat
yang kecil.
(4) Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya tidak
memiliki celah dan bergabung (intervertebral disc) satu sama
lainnya. Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung
dengan bagian panggul.
(5) Tulang belakang coccyx: terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung
tanpa celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan

9
sacrum tergabung menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang
yang kuat.

Pada tulang belakang terdapat bantalan yaitu intervertebral disc yang


terdapat di sepanjang tulang belakang sebagai sambungan antar tulang
dan berfungsi melindungi jalinan tulang belakang. Bagian luar dari
bantalan ini terdiri dari annulus fibrosus yang terbuat dari tulang rawan
dan nucleus pulposus yang berbentuk seperti jeli dan mengandung
banyak air. Dengan adanya bantalan ini memungkinkan terjadinya
gerakan pada tulang belakang dan sebagai penahan jika terjadi tekanan
pada tulang belakang seperti dalam keadaan melompat. Jika terjadi
kerusakan pada bagian ini maka tulang dapat menekan syaraf pada
tulang belakang sehingga menimbulkan kesakitan pada punggung
bagian bawah dan kaki. Struktur tulang belakang ini harus
dipertahankan dalam kondisi yang baik agar tidak terjadi kerusakan
yang dapat menyebabkan cidera (Cailliet, 2005).

3. Epidemiologi Low Back Pain


LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di negara-
negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi pernah
mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi tahunannya
bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence rata-rata 30%
(Tjahjono,2001). Setiap tahun prevalensi LBP dilaporkan sebesar 15-
45%, sedangkan insiden terjadinya LBP sekitar 10-15%. Angka
kejadian LBP terbanyak didapatkan pada usia 35-55 tahun, dan tidak
ada perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan. LBP
merupakan salah satu dari sepuluh penyebab penderita datang
berkunjung ke dokter. Hasil penelitian yang dilakukan oleh PERDOSSI
(Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002
menemukan prevalensi penderita LBP sebanyak 15,6% (Fajrin, 2009).

4. Etiologi Low Back Pain

10
a) Diskogenik
Sindroma radikuler biasanya disebabkan oleh suatu hernia nucleus
pulposus yang merusak saraf-saraf disekitar radiks. Diskus hernia
ini bisa dalam bentuk suatu protrusio atau prolaps dari nucleus
pulposus dan keduanya dapat menyebabkan kompresi pada radiks.
Lokalisasinya paling sering di daerah lumbal atau servikal dan
jarang sekali pada daerah torakal.

Nucleus terdiri dari megamolekul proteoglikan yang dapat


menyerap air sampai sekitar 250% dari beratnya. Sampai dekade
ketiga, gel dari nucleus pulposus hanya mengandung 90% air dan
akan menyusut terus sampai dekade keempat menjadi kira-kira
65%. Nutrisi dari anulus fibrosis bagian dalam tergantung dari
difusi air dan molekul-molekul kecil yang melintasi tepian
vertebra. Hanya bagian luar dari anulus yang menerima suplai
darah dari ruang epidural. Pada trauma yang berulang
menyebabkan robekan serat-serat anulus baik secara melingkar
maupun radial. Beberapa robekan anular dapat menyebabkan
pemisahan lempengan, yang menyebabkan berkurangnya nutrisi
dan hidrasi nucleus. Perpaduan robekan secara melingkar dan
radial menyebabkan massa nucleus berpindah keluar dari annulus
lingkaran ke ruang epidural dan menyebabkan iritasi ataupun
kompresi akar saraf (Cohen, K. 2007).

b) Non-diskogenik
Biasanya penyebab LBP yang non-diskogenik adalah iritasi pada
serabut sensorik saraf perifer, yang membentuk n.iskiadikus dan
bisa disebabkan oleh neoplasma, infeksi, proses toksik atau
imunologis, yang mengiritasi n.iskiadikus dalam perjalanannya dari
pleksus lumbosakralis, daerah pelvik, sendi sakro-iliaka, sendi
pelvis sampai sepanjang jalannya n. iskiadikus/ neuritis n.
iskiadikus (Cohen, K. 2007).

5. Faktor Risiko Terjadinya Low Back Pain


Beberapa faktor risiko menyebabkan LBP adalah :

11
a) Sikap tubuh dan desain tempat kerja
Sikap dengan posisi menunduk terlalu lama dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan sakit punggung. Posisi statis, terus
menerus akan menyebabkan otot-otot menjadi spasme dan akan
merusak jaringan lunak.
Sikap duduk yang baik adalah (Lutam, B. 2005):
(1) Tidak menghalangi pernafasan.
(2) Tidak menghambat sistem peredaran darah.
(3) Tidak menghalangi gerak otot atau menghalangi fungsi
organ-organ dalam tubuh.
b) Faktor getaran
Mekanisme dan prevalensi keluhan akibat pengaruh getaran tidak
banyak diketahui. Suatu pegangan alat yang begetar dapat
mempengaruhi gerakan kontraksi otot dalam rangka menstabilkan
tangan tersebut dan alat dengan demikian dapat menimbulkan efek
lebih pada punggung dan leher.
c) Faktor psikososial
Stres dapat menyebabkan otot menjadi tegang sehingga merupakan
faktor psikososial terhadap pekerjaan dan gangguan daerah
punggung
d) Faktor Indvidu
 Faktor umur
Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada
tulang dan keadaan ini mulai terjadi disaat seseorang berusia 30
tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa
kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan
parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas
pada tulang dan otot menjadi berkurang. Semakin tua seseorang,
semakin tinggi risiko orang tersebut tersebut mengalami
penurunan elastisitas pada tulang, yang menjadi pemicu
timbulnya gejala LBP. Bahwa pada umumnya keluhan
muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu 25-65
tahun. Pada usia 35, kebanyakan orang memiliki episode
pertama mereka kembali sakit (Trimunggara, 2010).
 Faktor jenis kelamin
Laki–laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap
keluhan nyeri pinggang sampai dengan 60 tahun, namun pada

12
kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi
timbulnya keluhan nyeri pinggang, karena pada wanita keluhan
ini sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus
menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat
menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan
hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri
pinggang. Pada peneltian sebelumnya menunjukkan bahwa rata-
rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60% dari
kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan
kaki yang menyatakan bahwa perbandingan keluhan otot antara
pria dan wanita adalah 1:3 (Tarwaka, 2004).
 Faktor risiko kebiasaan olahraga
Banyak faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani
seseorang, salah satunya gaya hidup seperti konsumsi makanan,
pola aktivitas, dan kebiasaan merokok. 80% kasus nyeri tulang
punggung disebabkan karena buruknya tingkat kelenturan
(tonus) otot atau kurang berolah raga (Meliala, 2004).
 Faktor status gizi
Diet yang tidak seimbang menyebabkan obesitas sehingga akan
meningkatkan insiden terjadinya gangguan musculoskeletal,
terutama pada punggung bawah karena lumbal merupakan titik
mobilitas dari punggung. Berat badan yang berlebihan
menyebabkan tonus otot abdomen lemah, sehingga pusat
gravitasi seseorang akan terdorong ke depan dan menyebabkan
lordosis lumbalis, akan bertambah yang kemudian menimbulkan
kelelahan pada otot.
 Faktor risiko rokok
Dalam laporan resmi Badan Kesehatan Dunia (WHO), jumlah
kematian akibat merokok tiap tahun adalah 4,9 juta dan
menjelang tahun 2020 mencapai 10 juta orang per tahunnya.
Hubungan yang signifikan antar kebiasaan merokok dengan
keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang
memerlukan pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu,

13
merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan
mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat
terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang (Trimunggara,
2010).
 Faktor masa kerja
Masa kerja adalah faktor yang berkaitan dengan lamanya
seseorang bekerja disuatu perusahaan. Terkait dengan hal
tersebut, nyeri punggung merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan
bermanifestasi. Jadi semakin lama waktu bekerja atau semakin
lama seseorang terpajan faktor risiko maka semakin besar pula
risiko untuk mengalaminya.
 Faktor bersandar saat bekerja
Bekerja dalam posisi duduk dengan sandaran yang tepat
memberikan keuntungan yakni kurangnya kelelahan pada kaki,
terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya
pemakaian energi dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi
darah (Trimunggara,2010)

6. Patologi Low Back Pain


Keluhan utama pada pasien LBP yaitu nyeri dan keterbatasan aktivitas
fungsional terutama yang berhubungan dengan mobilitas lumbal. Nyeri
merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan pada tubuh, baik aktual
maupun potensial yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut,
sehingga nyeri dapat bervariasi berdasarkan intensitasnya (ringan,
sedang, berat), kualitasnya (tajam, terbakar, tumpul), durasinya
(transient, intermitten, persisten), dan penjalarannya (superficial,
profundus, lokal, difus) (Meliala, 2004).

7. Hubungan Manusia Bekerja Dengan Waktu


a) Waktu bekerja dan istirahat
Bekerja adalah pengerahan tenaga dan penggunaan organ tubuh
secara terkoordinasi. Pengerahan ini berbeda menurut sifat-sifat
pekerjaan, fisik, mental dan sosial namun demikian kualitatif
bekerja adalah sama yaitu bertambahnya aktivitas persarafan,

14
menegangnya otot-otot, bebasnya adrenalin, meningkatnya
perdarahan ke dalam organ-organ yang perlu bekerja, lebih
dalamnya pernafasan lebih cepatnya jantung dan nadi, bertambah
tingginya tekanan darah, meningkatnya kebutuhan akan tenaga,
serta pembebasan lemak dan gula ke dalam darah. Waktu bekerja
dan istirahat dipengaruhi oleh beban kerja, cara kerja, lingkungan
kerja dan syarat kerja. Sebenarnya jika faktor-faktor pekerjaan
sangat luas sifatnya, pengaturan waktu bekerja dan istirahat yang
tepat adalah individual (Suma’mur, 2009).

b. Lamanya bekerja
Lama bekerja dalam hubungan pelaksanaan tugas dan
pemeliharaan keadaan tubuh tetap bertalian dengan pekerjaan
sewaktu-waktu menurut beban kerja, pekerjaan dalam sehari,
seminggu, dan lain-lain. Lamanya seseorang bekerja sehari secara
baik pada umumnya 6-8 jam dan sisanya untuk istirahat atau
kehidupan keluarga dan masyarakat.

Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu biasanya disertai


menurunnya efisiensi, timbulnya kelelahan, penyakit dan
kecelakaan. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa
pengurangan jam kerja dari 8¾ ke 8 jam disertai meningkatnya
efisiensi hasil per waktu dengan kenaikan produktivitas 3%-10%.
Kecendrungan ini lebih terlihat pada pekerjaan yang dilakukan
dengan tangan. Dalam hal lamanya kerja melebihi ketentuan-
ketentuan yang ada, perlu di atur waktu istirahat khusus dengan
mengadakan organisasi kerja secara khusus pula. Pengaturan yang
demikian bertujuan agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani
serta rohani dapat dipertahankan (Suma’mur, 2009).

c) Istirahat
Telah diuraikan sebelumnya bahwa secara fisiologis istirahat sangat
perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja. Waktu istirahat tidak
saja perlu bagi kegiatan fisik saja tetapi juga untuk pekerjaan

15
mental yang memerlukan aktivitas saraf. Sebagai contoh adalah
pekerjaan repetitif yang memerlukan waktu-waktu istirahat.
Terdapat 4 jenis istirahat, yaitu :
(1) Istirahat secara spontan, yaitu istirahat pendek setelah
pembebanan.
(2) Istirahat curian, yaitu istirahat yang terjadi jika beban kerja tak
dapat diimbangi oleh kemampuan kerja.
(3) Istirahat oleh karena ada pertalian dengan proses kerja
tergantung dari peralatan atau prosedur-prosedur kerja.
(4) Istirahat yang di tetapkan, yaitu istirahat atas dasar ketentuan
undang-undang ketenagakerjaan tentang pengaturan waktu
kerja (pasal 79, ayat 2) yaitu istirahat antara jam kerja,
sekurang-kurangnya ½ jam setelah bekerja selama 4 jam
bekerja terus menerus (Suma’mur, 2009).

8. Pemeriksaan Low Back Pain


a) Inspeksi :
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang
membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya
lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya
lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral
(Lubis, 2003).

Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:


(1) Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
(2) Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali
menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen
intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan
ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga
menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.

(3) Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan


menyebabkan nyeri pada tungkai, karena adanya ketegangan
pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio
sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut

16
dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang
tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).

(4) Lokasi biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh


membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke
depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri
pada tungkai yang ipsilateral menandakan pada sisi yang
sama.

(5) Nyeri LBP pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa


muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis
atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.

b) Palpasi
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya
(psychological overlay).

Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan


nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan
jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil
melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat
diraba adanya ketidak-rataan pada palpasi di tempat/level yang
terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis
dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan
neurologis.

Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu


berguna pada diagnosis LBP dan juga tidak dapat dipakai untuk
melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma kauda ekuina
atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama
menunjukkan adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2
dan L3. Refleks tumit predominan dari S1.

17
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila
ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper
motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat
membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.

Pemeriksaan motoris: harus dilakukan dengan seksama dan harus


dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris
yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang
mempersarafinya.

Pemeriksaan sensorik: Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif


karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang keliru,
tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan
lokalisasi lesi sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik
lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding
motoris (Lubis, 2003).

Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri


pingggang meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeletal.
Pemeriksaan neurologi meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah,
kekuatan dan refleks-refleks.
a) Motorik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
(1) Berjalan dengan menggunakan tumit
(2) Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit
(3) Jongkok dan gerakan bertahan (seperti mendorong
tembok)
b) Sensorik
(1) Nyeri dalam otot
(2) Rasa gerak
c) Refleks
Refleks yang harus diperiksa adalah refleks di daerah achilles
dan patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan
untuk mengetahui lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.
d) Test-test
a) Test Lassegue
Pada tes ini, pertama telapak kaki pasien (dalam posisi 0 0)
didorong ke arah muka kemudian setelah itu tungkai

18
pasien diangkat sejauh 400 dan sejauh 900. Percobaan ini
untuk merenggangkan nervus ischiadicus dan radiks-
radiksnya. Penderita dalam posisi terlentang dan tidak
boleh tegang (Harsono, 2009).

Gambar 3. Tes Lassegue

b) Test Patrick
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan di pinggang
dan pada sendi sakroiliaka. Tindakan yang dilakukan
adalah fleksi, abduksi, eksorotasi dan ekstensi.

Gambar 4. Tes Patrick

c) Test Kebalikan Patrick


Dilakukan gerakan gabungan dinamakan fleksi, abduksi,
endorotasi, dan ekstensi meregangkan sendi sakroiliaka.
Test Kebalikan Patrick positif menunjukkan kepada
sumber nyeri di sakroiliaka.

c) Pemeriksaan Penunjang Low Back Pain

19
 X-ray
X-ray adalah gambaran radiologi yang mengevaluasi tulang,
sendi, dan luka degeneratif pada spinal. Gambaran x-ray
sekarang sudah jarang dilakukan, sebab sudah banyak
peralatan lain yang dapat meminimalisir waktu penyinaran
sehingga efek radiasi dapat dikurangi. X-ray merupakan tes
yang sederhana, dan sangat membantu untuk menunjukan
keabnormalan pada tulang. Seringkali X-ray merupakan
penunjang diagnosis pertama untuk mengevaluasi nyeri
punggung, dan biasanya dilakukan sebelum melakukan tes
penunjang lain seperti MRI atau CT scan. Foto x-ray dilakukan
pada posisi anteroposterior (AP), lateral, dan bila perlu oblique
kanan dan kiri.

Gambar 5. Hasil foto lumbar spine

 Myelografi
Myelografi adalah pemeriksan x-ray pada spinal cord dan
canalis spinal. Myelografi merupakan tindakan infasif, yaitu
cairan yang berwarna medium disuntikan ke kanalis spinalis,
sehingga struktur bagian dalamnya dapat terlihat pada layar
fluoroskopi dan gambar x-ray. Myelogram digunakan untuk
diagnosa pada penyakit yang berhubungan dengan diskus
intervertebralis, tumor spinalis, atau untuk abses spinal.

20
Gambar 6. Hasil foto spinal cord

 CT (Computed Tomography) Scan dan MRI (Magnetic


Resonance Imaging)
CT-scan merupakan tes yang tidak berbahaya dan dapat
digunakan untuk pemeriksaan pada otak, bahu, abdomen,
pelvis, spinal, dan ekstemitas. Gambar CT-scan seperti
gambaran X-ray 3 dimensi.

MRI dapat menunjukkan gambaran tulang belakang yang lebih


jelas daripada CT-scan. Selain itu MRI menjadi pilihan karena
tidak mempunyai efek radiasi. MRI dapat menunjukkan
gambaran tulang secara sebagian sesuai dengan yang
dikehendaki. MRI dapat memperlihatkan diskus
intervertebralis, nerves, dan jaringan lainnya pada punggung.

21
Gambar 7. Hasil lumbar spine

 Electro Miography (EMG) / Nerve Conduction Study (NCS)


EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang
digunakan untuk pemeriksaan saraf pada lengan dan kaki.

EMG / NCS dapat memberikan informasi tentang :


(1) Adanya kerusakan pada saraf
(2) Lama terjadinya kerusakan saraf (akut atau kronik)
(3) Lokasi terjadinya kerusakan saraf (bagian proksimalis atau
distal)
(4) Tingkat keparahan dari kerusakan saraf
(5) Memantau proses penyembuhan dari kerusakan saraf
Hasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi
kondisi fisik pasien dimana mungkin perlu dilakukan tindakan
selanjutnya yaitu pembedahan.
9. Penatalaksanaan dan Pencegahan Low Back Pain
a) Terapi konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf,
memperbaiki kondisi fisik pasien dan melindungi dan
meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. 90%
pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya sisanya yang
membutuhkan pembedahan.
Terapi konservatif untuk LBP, meliputi :
 Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan
tekanan intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari.
Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot melemah.
Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktivitas
biasa. Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan
menyandarkan punggung, lutut dan punggung bawah pada
posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral
akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan
aproksimasi jaringan yang meradang.
 Medikamentosa
o Analgetik dan NSAID
o Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot

22
o Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik
biasa. Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan
ketergantungan

o Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi


kontroversi namun dapat dipertimbangkan pada kasus
LBP berat untuk mengurangi inflamasi.

o Analgetik ajuvan: dipakai pada LBP kronis

b) Terapi fisik
1. Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi
pelvis tidak terbukti bermanfaat. Penelitian yang
membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah
baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam
kecepatan penyembuhan.
2. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi
inflamasi dan spasme otot. Pada keadaan akut biasanya
dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat
edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas
maupun dingin.
3. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada LBP akut namun
dapat digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi
akut atau nyeri pada LBP kronis. Sebagai penyangga korset
dapat mengurangi beban pada diskus serta dapat
mengurangi spasme.
4. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal
pada punggung seperti jalan kaki, naik sepeda atau
berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan.

23
Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik,
kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan
latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon
sehingga aliran darah semakin meningkat.
5. Latihan kelenturan
Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya
vertebra lumbosakral tidak sepenuhnya lentur. Keterbatasan
ini dapat dirasakan sebagai keluhan “kencang”. Latihan
untuk kelenturan punggung adalah dengan membuat posisi
meringkuk seperti bayi dari posisi terlentang. Tungkai
digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan
posisi knee-chest, panggul diangkat dari lantai sehingga
punggung teregang, dilakukan fleksi bertahap punggung
bawah bersamaan dengan fleksi leher dan membawa dagu
ke dada. Dengan gerakan ini sendi akan mencapai rentang
maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali
gerakan, 2 kali sehari.
6. Latihan penguatan
(1) Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki
ke depan dan belakang dari posisi berbaring.
(2) Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring
lutut ditekuk dan kembali diluruskan dengan tumit tetap
menempel pada lantai (menggeser tumit).
(3) Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi
telentang, dengan lutut dan punggung fleksi, kaki
bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan
pada lantai dan panggul diangkat pelan-pelan dari
lantai, dibantu dengan tangan yang bertumpu pada
lantai. Latihan ini untuk meningkatkan lordosis
vertebra lumbal.
(4) Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan
jarak 10-20 cm, kemudian punggung menekan dinding
dan panggul direnggangkan dari dinding sehingga

24
punggung menekan dinding. Latihan ini untuk
memperkuat muskulus kuadriseps.

(5) Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot


hamstring penting karena otot hamstring yang kencang
menyebabkan beban pada vertebra lumbosakral
termasuk pada anulus diskus posterior, ligamen dan
otot erector spinae. Latihan dilakukan dari posisi
duduk, kaki lurus ke depan dan badan dibungkukkan
untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan ini
dapat dilakukan dengan berdiri.

(6) Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri


dengan seimbang pada 2 kaki, kemudian berjinjit
(mengangkat tumit) dan kembali seperti semula.
Gerakan ini dilakukan 10 kali.

(7) Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan


menekuk satu lutut, meluruskan kaki yang lain dan
mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20 cm dan tahan
selama 1-5 detik. Turunkan kaki secara perlahan.
Latihan ini diulang 10 kali.

c) Terapi operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi
pada saraf sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang.
Tindakan operatif pada LBP harus berdasarkan alasan yang kuat
yaitu berupa: (Suryamiharja, 2000).
(1) Defisit neurologik memburuk.

(2) Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).

(3) Paresis otot tungkai bawah.

10.Pencegahan

25
Cara pencegahan terjadinya low back pain dan cara mengurangi nyeri
apabila LBP telah terjadi dapat dilakukan sebagai berikut (Kaufmann,
2000):
a) Latihan Punggung Setiap Hari
(1) Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras.
Tekukan satu lutut dan gerakkanlah menuju dada lalu tahan
beberapa detik. Kemudian lakukan lagi pada kaki yang lain.
Lakukanlah beberapa kali.
(2) Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu
luruskanlah ke lantai. Kencangkanlah perut dan bokong lalu
tekanlah punggung ke lantai, tahanlah beberapa detik
kemudian relaks. Ulangi beberapa kali.
(3) Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki
berada flat di lantai. Lakukan sit up parsial, dengan melipatkan
tangan di tangan dan mengangkat bahu setinggi 6 -12 inci dari
lantai. Lakukan beberapa kali.
b) Berhati-hati saat mengangkat
(1) Gerakanlah tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum
mengangkatnya.
(2) Tekukan lutut, bukan punggung, untuk mengangkat benda
yang rendah.
(3) Peganglah benda dekat perut dan dada. Tekukan lagi kaki saat
menurunkan benda.
(4) Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda.
c) Lindungi punggung saat duduk dan berdiri.
(1) Hindari duduk di kursi yang empuk dalam waktu lama.
(2) Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja,
pastikan bahwa lutut sejajar dengan paha. Gunakan alat Bantu
(seperti ganjalan/ bantalan kaki) jika memang diperlukan.
(3) Jika memang harus berdiri terlalu lama, letakkanlah salah satu
kaki pada bantalan kaki secara bergantian. Berjalanlah sejenak
dan mengubah posisi secara periodik.
(4) Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut dapat tertekuk dengan
baik tidak teregang.
(5) Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga
pada saat duduk dikursi.
d) Tetaplah aktif dan hidup sehat

26
(1) Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang
nyaman dan sepatu berhak rendah.
(2) Makanlah makanan seimbang, diet rendah lemak dan banyak
mengkonsumi sayur dan buah untuk mencegah konstipasi.
(3) Tidurlah di kasur yang nyaman.
(4) Hubungilah petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau
terjadi trauma.

III. KESIMPULAN

1. Eergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam


lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
engineering, manajemen dan desain/perancangan.
2. Tujuan utama dari ergonomi adalah upaya memperbaiki performa kerja
manusia seperti keselamatan kerja disamping untuk mengurangi energi kerja
yang berlebihan serta mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat dan
menghasilkan suatu produk yang nyaman, enak di pakai oleh pemakainya.
3. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang sering terjadi adalah
keluhan muskuloskeletal.
4. LBP adalah nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat merupakan
nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya.
5. Cara pencegahan terjadinya low back pain dan cara mengurangi nyeri apabila
LBP telah terjadi dapat dilakukan sebagai berikut (Kaufmann, 2000):
 Latihan Punggung Setiap Hari
 Berhati-hati saat mengangkat
 Lindungi punggung saat duduk dan berdiri.
 Tetaplah aktif dan hidup sehat

DAFTAR PUSTAKA

27
Cailliet R. 2005. Cervical And Neck Pain. 3nded. FA Davis Co. Philadelphia.

Cohen K. 2007. Nyeri Punggung Bawah. Medicastore. Bandung.

Dr. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Fajrin I. 2009. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Low Back Pain karena
Spondylosis Lumbal dengan Infra Red, Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation dan Terapi Latihan William Flexion Exercise. Surakarta.

Judith A. Kaufmann. 2000. Low Back Pain : Diagnosis and Management in


Primary Care. Dalam Lippncott’s Primary Care Practice, Vol.3 Number 4.
Philadelphia: Lippincott William & William Inc.

Kusiono. 2004. Beberapa Faktor Ergonomi yang Berhubungan dengan Keluhan


Nyeri Punggung Bawah pada Pengemudi Angkutan Kota Jurusan
Gunungsari-Celincing (PP): http://www.journal.UNNES.ac.id. Diakses
pada tanggal 16 Mei 2010. Yogyakarta.

Lubis I. Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala L, Nyeri


Punggung Bawah, Kelompok Studi Nyeri Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. Jakarta, 2003.

Lutam B. 2005. Analisis Nyeri Punggung Dengan Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Pada Pekerja Wanita Di Penjahitan Pakaian PT. X Gunung
Putri Bogor 2005. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Meliala. 2004. Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah.


http://www.kalbe.co.id/index.php?mn=news&tipe=detail=17713. Diakses
tanggal 22 Juli 2013.

Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. EGC. Jakarta.

OHSCOs. 2007. Musculoskeletal DisorderPrevention Guidelines for Ontario.


Canada.

28
Repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4921/BAB%20I%20-
VI.docx?sequence=2 diakses tanggal 6 Juni 2015.

Sadeli HA dan Tjahjono B. 2001. Nyeri Punggung Bawah. dalam: Nyeri


Neuropatik, Patofisioloogi dan Penatalaksanaan. Editor: Meliala L,
Suryamiharja A, Purba JS, Sadeli HA. Perdossi, 2001:145-167.

Snell, Richard S,. 2005. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih
bahasa Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.

Suma’mur PK. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).


Jakarta: Sagung Seto.

Suryamiharja A, dalam Meliala L. Penuntun Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik.


Edisi Kedua. Medikagama Press. Yogyakarta, 2000.

Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan


Produktivitas. Penerbit UNIBA Press; 2004. Surakarta.

Trimunggara. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain


pada Kegiatan Mengemudi Tim Ekspedisi PT. Enseval Putera Megatrading
Jakarta Tahun 2010. Jurnal Ergonomi Indonesia. Jakarta.

Wichaksana. 2009. Peran Ergonomi dalam Pencegahan Akibat Kerja. Jurnal


Ergonomi Indonesia. Jakarta.

Widyastuti R. 2009. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan Beban Angkat


Terhadap Kelelahan Musculoskeletal. Gema Teknik Vol 2: 28-29.

29

Anda mungkin juga menyukai