Dengan pertimbangan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor: 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan mendesak untuk segera dilakukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif, Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor: 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
3 Alasan pemerintah mengeluarkan Perppu nomor 2 tahun 2017 :
1. UU no 17 tahun 2013 tidak merumuskan detail mengenai ajaran-ajaran
yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. 2. UU yg lama tidak membahas penyelesaian masalah hukum secara cepat. 3. Pembuatan UU baru membutuhkan waktu yang cukup lama, padahal situasinya harus diselesaikan.
Dalam Perppu ini ditegaskan, bahwa Organisasi Kemasyarakatan yang
selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Perppu ini, Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera,
atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan; menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas; dan/atau menggunakan nama, lambang, bendera atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik. Bagoes Adhi Rifaldi 1606952710
Adapun kelemahan dari munculnya Perppu no 2 thn 2017:
1. Peran pemerintah dimata masyarakat menjadi sangat dominan (diktator).
2. Subyektifitas negara menghilangkan kebebasan-kebebasan lain yang sebenarnya sudah ada regulasinya. 3. Merombak tatanan hukum dan dianggap pemerintah terlalu otoritarianisme. 4. Rakyat melihat adanya ketidakpastian hokum dan dapat menimbulkan kegaduhan2 baru. 5. Menimbulkan kondisi yang tidak nyaman dalam suatu kelompok masyarakat untuk mengaspirasikan pendapatnya.
Melalui perppu ini pemerintah memang dapat mempercepat proses pembubaran
ormas yang bersimpangan dengan undang-undang ormas sebelumnya, dapat menghilangkan paham yang menyimpang seperti menolak negara pancasia. Dengan langkah seperti ini pemerintah juga menunjukan sikap yang jelas dan tegas. Dengan satu alasan bahwa untuk merevisi uu sebelumnya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sedangkan dinamika yang ada di masyarakat sebagaimana yang terjadi sekarang sangatlah dinamis sehingga membuat pemerintah harus segera mengambil langkah.
Namun seharusnya pemerintah melakukan tindakan yang berkaca dengan
tatanan Pancasila yaitu Demokrasi dan melakukan sebuah diskusi musyawarah dengan klarifikasi kedua pihak (ormas dan pemerintah) untuk saling menyampaikan pendapat. Contohnya padasaat UUD 1945 sedang membahas apakah setelah merdeka Indonesia akan menganut sistem kerajaan atau republic, salah satu dari mereka yaitu Bapak Sukiman yang pernah menjadi Perdana Mentri tahun 1992 menyampaikan pendapat dan menguraikan tentang khilafat di dalam Islam. Menurut ajaran Islam sistem khilafat itu lebih dekat dengan sistem republic daripada sistem kerajaan. Uraian dari Sukiman ini dapat diterima oleh anggota BPUPKI yang menghendaki Indonesia untuk menjadi Negara Kerajaan.