Anda di halaman 1dari 27

PENILAIAN NON TES ( WAWANCARA )

WAWANCARA (INTERVIEW)
A. Pengertian
Wawancara atau interview merupakan salah satu alat penilaian non tes yang digunakan
untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan tanya jawab
sepihak, atau dengan kata lain wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan
yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka,
dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Dikatakan sepihak karena pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dalam kegiatan wawancara itu hanya berasal dari pihak
pewawancara saja, sementara responden hanya bertugas sebagai penjawab (Pertanyaan
hanya diajukan oleh subjek evaluasi). Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data
dengan cara mengajukan pertanyaaan secara lisan kepada sumber data dan sumber data juga
memberikan jawaban secara lisan juga. Secara umum yang dimaksud dengan wawancara
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan
tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah
ditentukan. Wawancara adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat
dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan anak bimbing pada
saat tertentu yang memerlukan bantuan. (Arifin, 1998:44). Wawancara adalah suatu teknik
penilain yang dilakukan dengan jalan percakapan (dialog) baik secara langsung (face to face
relition) secara langsung apabila wawancara itu dilakukan kepada orang lain misalnya kepada
orang tuanya atau kepada temannya.
B. Tujuan wawancara
Menurut Zainal (2009) ada 3 tujuan dalam melaksanakan wawancara yakni :
1. Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau situasi dan
kondisi tertentu.
2. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah.
3. Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu.
C. Wawancara sebagai Alat Penilaian
Sebagai alat penilaian, wawancara dapat dapat digunakan untuk menilai hasil dan
proses belajar. Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara,
yakni:
 Tahap awal pelaksanaan wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi wawancara.
Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak merasa takut,
dan ia terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan benar atau jujur.
 Penggunaan pertanyaan, setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-
pertanyaan sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan
sistematis berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.
 Pencatatan hasil wawancara, hasil wawancara sebaiknya dicatat saat itu juga supaya tidak
lupa.
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara. Pedoman ini
disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara.
2. Setelah mengetahui tujuannya, tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari wawancara
tersebut.
3. Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk bersetruktur ataukah
bentuk terbuka
4. Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan bentuk wawancara.Ada baiknya dibuat pula
pedoman mengolah dan menafsirkan hasil wawancara, baik pedoman wawancara terpimpin
atau untuk wawancara bebas.
Hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara:
1. Menjaga hubuangan yang baik, rahasia peserta didik harus dijaga dengan baik.
2. Batasi waktu dalam wawancara.
3. Mencatat semua hasil wawancara
D. Jenis - Jenis Wawancara
 Menurut Responden Interview
Dibagi menjadi dua yaitu interview langsung dan tidak langsung. Interview langsung
terjadi apabila interview langsung dilakukan dengan interviewee. Sedangkan interview tidak
langsung terjadi apabila interview dilakukan untuk mendapatkan data mengenai individu
yang lain.
 Menurut Prosedur Interview
Dibagi menjadi dua yaitu interview terstruktur dan tidak terstruktur. Interview
terstruktur adalah interview yang pertanyaaan-pertanyaan interview yang diajukan sudah
direncanakan secara rinci dan jelas dan dijadikan sebagai pedoman interview (interview
guide). Sedangkan interview tidak terstruktur adalah interview yang pertanyaaan-pertanyaan
interview yang diajukan tidak direncanakan secara rinci dan jelas, hanya memuat pokok-
pokoknya saja.
 Menurut Situasi Interview
Dibagi menjadi dua yaitu interview formal dan informal. Interview formal terjadi apabila
interview dilakukan di sebuah tempat formal dan bersifat resmi. Sedangkan interview
informal terjadi apabila dilakukan bukan di sebuah tempat formal dan bersifat tidak resmi,
seperti percakapan biasa.
 Menurut Perencanaan Interview
Dibagi menjadi dua yaitu interview berencana dan insidental. Interview berencana
dilaksanakan apabila interview direncanakan waktu dan tempatnya. Sedangkan interview
incidental dilaksanakan secara kebetulan apabila ada kesempatan mengadakan interview.
E. Format Wawancara
Gunarsah (2003:38-39) mengungkapkan ada lima tahapan struktur wawancara sebagai
berikut :
1. Rapport
Ditandai dengan ucapan berbasa basi seperti: Apa Kabar? Tahap ini diikuti dengan rencana
yang akan dilakukan terhadap dan dengan klien, serta membawa klien merasa enak
menghadapi pewawancara. Acap kali penting menerangkan tujuan dari wawancara dan apa
yang konselor bisa dan tidak bisa melakukan.
2. Pengumpulan Data
Tahap untuk merumuskan masalah dan mengidentifikasikan hal-hal yang bisa dilakukan dan
diberikan kepada klien. Mengetahui alasan mengapa klien sampai datang untuk wawancara
dan bagaimana klien menilai atau memandang masalahnya.
3. Menentukan Hasil Sesuai dengan Arah Kemana Klien Inginkan.
Mengetahui apa yang dikehendaki klien dan bagaimana kelak kalau persoalan sudah diatasi.
Tahap yang penting bagi pewawancara untuk mengetahui apa yang dikehendaki klien dan
yang senada atau tidak bertentangan dengan apa yang secara rasional dipikirkan oleh
pewawancara.
4. Mengemukakan Macam - Macam Alternatif Penyelesaian Masalah.
Diarahkan pada apa yang klien tentukan setelah menentukan dari macam-macam alternatif.
Seringkali melibatkan penelaahan yang panjang mengenai dinamika-dinamika pribadinya
dan merupakan tahapan yang berlangsung paling lama.
5. Generalisasi dan Pengalihan Proses Belajar.
Untuk memungkinkan klien mengubah cara berpikirnya, proses belajarnya, perasaannya dan
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Wawancara ini jelas sudah berfungsi sebagai
proses konseling itu sendiri. Kelima tahapan wawancara ini dapat disingkat
dengan lima pertanyaan sederhana dan singkat sebagai berikut :
1. Apa Kabar?
2. Apa Masalahnya?
3. Apa yang anda inginkan akan terjadi?
4. Apa yang bisa kita lakukan mengenai hal itu?
5. Apakah Anda mau melakukan hal itu?
F. Fungsi Wawancara
Fungsi wawancara pada dasarnya dapat digolongkan kedalam tiga golongan besar:
1. Sebagai Metode Primer, apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data,
atau sebagai metode diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metode-metode
pengumpulan data lainnya.
2. Sebagai Metode Pelengkap, jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari informasi-informasi
yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain.
3. Sebagai Kriterium, metode wawancara digunakan orang untuk menguji kebenaran dan
kemantapan suatu datum yang telah diperoleh dengan cara lain, seperti observasi, test,
kuesioner dan sebagainya. Digunakan untuk keperluan semacam itu metode wawancara akan
menjadi batu pengukur atau kriterium
G. Keuntungan wawancara yaitu :
1. Wawancara dapat memberikan keterangan keaadan pribadi hal ini tergantung pada hubungan
baik antara pewawancara dengan objek
2. Wawancara dapat dilaksanakan untuk setiap umur dan mudah dalam pelaksaannya
3. Wawancara dapat dilaksanakan serempak dengan observasi
4. Data tentang keadaan individu lebih banyak diperoleh dan lebih tepat dibandingkan dengan
observasi dan angket.
5. Wawancara dapat menimbulkan hubungan yang baik antara si pewawancara dengan objek.
H. Kelemahan wawancara sebagai alat penilaian :
1. Keberhasilan wawancara dapat dipengaruhi oleh kesediaan, kemampuan individu yang
diwawancarai
2. Kelancaran wawancara dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar pelaksaan wawancara
3. Wawancara menuntut penguasaan bahasa yang baik dan sempurna dari pewawancara
4. Adanya pengaruh subjektif dari pewawancara dapat mempengaruhi hasil wawancara
I. Langkah - Langkah Pengembangan Wawancara.
a. Merumuskan tujuan
b. Merumuskan kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai
c. Menyusun kisi-kisi
d. Menyusun pedoman wawancara
e. Menyusun Lembaran penilaian
J. Contoh Wawancara
Tujuan : Memperoleh informasi mengenai cara belajar siswa dirumah
Bentuk : Bebas
Responden : Siswa yang memperoleh prestasi yang tinggi.
Nama siswa :……………….
Kelas :……………….
Jenis kelamin :……………….
Pertanyaan, jawaban siswa, komentar dan kesimpulan hasil wawancara:
1. Kapan dan berapa lama anda belajar dirumah?
2. Bagaimana anda mempersiapkan diri untuk balajar secara efektif?
3. Seandainya anda mengalami kesulitan dalam mempelajarinya, usaha apa yang
anda lakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut?
Contoh II:
1) Apakah mahasiswa mengalami kesulitan memahami petunjtuk baik arahan dari dosen atau
petunjuk dari dalam LKS?
…………………………………………………………………………….
2) Pada saat mengalami kesulitan apakah mahasiswa berusaha betanya kepada teman lain atau
kepada dosen?
……………………………………………………………………………
3) Apakah bimbingan guru selalu dibutuhkan mahasiswa agar dapat memahami materi
pelajaran?
……………………………………………………………………………
4) Apakah mahasiswa mempunyai buku paket atau referensi yang berhubungan dengan materi
yang sedang dibahas?
……………………………………………………………………………
5) Apakah mahasiswa selalu mengerjakan tugas-tugas dari dosen?
……………………………………………………………………………
6) Apakah materi pelajaran dirasakan mahasiswa tidak ada manfaatnya dalam kehidupannya
kelak?
……………………………………………………………………………
7) Apakah mahasiswa di luar jam ataupun di rumah berusaha belajar dengan teman yang lain?
……………………………………………………………………………
8) Apakah menurut mahasiswa lingkunga di sekolah (di dalam dan di luar kelas) kondusif untuk
belajar?
……………………………………………………………………………
9) Apakah orang tua mahasiswa di rumah menyuruh untuk belajar?
……………………………………………………………………………
10) Apakah mahasiswa mempunyai keinginan untuk keluar dari kesulitan yang dihadapinya?

……………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Arifin,Zaenal (2009), Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Arniatiu (2010). Evaluasi Pembelajaran. Makalah Perkuliahan. Padang : Non- Publikasi.
Bahri Djamarah, Saiful (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT.
Rineka Cipta,
Daryanto (2008), Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sudijono,Anas (2009) Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Fuadi, Athok. Sistem Pengembangan Evaluasi. (Ponorogo Press, 2006).
Nana Sudjana. 1989. Penilaian hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya

PENDAHULUAN

Pada tulisan kali ini saya akan coba mengulas sedikit mengenai aspek-aspek penting mengenai
sikap dan prilaku dalam wawancara umum pekerjaan. Sebelum saya jelaskan uraiannya, perlu
di ketahui bahwa bahasa tubuh seseorang atau Gestur adalah suatu bentuk komunikasi non-
verbal dengan aksi tubuh yang terlihat mengkomunikasikan pesan-pesan tertentu, baik sebagai
pengganti bicara atau bersamaan dengan paralel atau rangkaian kata-kata.
Gestur mengikutsertakan pergerakan dari tangan, wajah, atau bagian lain dari tubuh. Gestur
membebaskan individu untuk mengkomunikasikan berbagai bentuk perasaan dan pandangan,
dari menghina, kebencian, marah, senang, tanda kesepakatan atau menyutujui dan kasih
sayang. Terkadang bersamaan dengan bahasa tubuh dengan tambahan perkataan saat
berbicara.
Jadi berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa tubuh atau gestur
merupakan satu bentuk komunikasi non verbal dengan aksi tubuh yang menghantarkan pesan-
pesan tertentu yang mengikut sertakan pergerakan dari tangan, wajah, atau bagian lain dari
tubuh yang mengekspresikan bentuk kesan dan pesan dari seseorang yang seringkali dengan
tambahan perkataan saat berbicara.
Dari penjelasan di atas, bisa sedikit menggambarkan bahwa sikap tubuh atau gestur seseorang
saat melakukan wawancara pekerjaan, bisa sangat menentukan proses keberhasilan dalam
menghadapi sesi tes wawancara, karena pada dasarnya setiap manusia dalam melakukan
aktifitas apapun pasti melakukan rangkaian gerakan, begitu juga saat wawancara.

PEMBAHASAN
Menurut Dra. Lydia Indira., Mpsi dan Dra. Esiyanera., MM selaku dosen pengajar dari Fakultas
Psikologi Universitas Jayabaya sekaligus praktisi yang dipercayakan dalam melakukan
kegiatan wawancara pekerjaan, saat di tanyakan mengenai aspek-aspek apa yang meyakinkan
pewawancara menerima hasil interview dalam wawancara, serta aspek -aspek yang
meyakinkan pewawancara untuk menerima intervee dalam wawancara pekerjaan
mengemukakan bahwa ada beberapa aspek penilaian yang menentukan hasil wawancara yaitu
:
1.Kesan pertama : Kesan pertama meliputu aspek-aspek prilaku dari
1.Cara melangkah atau berjalan.
2.Sikap pertama atau atitude.
3.Bahasa tubuh atau gestur.

1.Cara Berjalan
Kesan pertama yang di kemukakan di sini yaitu saat intervee masuk ke dalam ruangan
wawancara. Saat intervee masuk aspek yang di perhatikan di sini adalah cara melangkah atau
cara berjalan subjek. Karena cara berjalan orang yang antusias atau bersemangat berbeda
dengan orang yang kurang bersemangat. Orang yang semangat menunjukan langkah berjalan
panjang atau melangkah ringan dengan ketegasan. Berbeda dengan orang yang kurang antusias
menunjukan langkah setengah-setengah dengan kata lain langkah kaki yang berat.
Jadi cara melangkah seseorang saat memasuki ruangan interview sudah mencerminkan sikap
mental seseorang dalam menghadapi sesi yang akan di laksanakan, dalam arti siap
melaksanakan wawancara.

2.Sikap Pertama atau Atitude


Di sini yang di lihat adalah sikap bersalaman subjek saat menghampiri peawancara. Dari cara
bersalaman dapat di ketahui atau di rasakan energi yang di miliki dalam diri seseorang. Cara
bersalaman orang yang semangat, hangat dan bersahabat berbeda dengan orang yang kurang
bersemangat, kurang hangat dan kurang bersahabat atau terbuka.
Perbedaannya diketahui dari cara memegang tangan dalam berjabat tangan, karena orang yang
bersemangat dalam bersalaman biasanya dari genggaman tangannya erat tidak terlalu kuat juga
tidak terlalu lemah, tekanan genggaman tidak keras atau menyakiti tangan yang di genggam,
serta tegas dalam menarik tangan ke atas dan ke bawah. Jadi dari sikap bersalaman seseorang
seperti ini mengesankan sikap yang percaya diri, bersemangat, bersahabat atau terbuka
sehingga dapat di rasakan serta di artikan oleh intervewer.
Adapun sikap yang dapat di toleransi oleh pewawancara saat intervee tidak dapat bersalaman
dikarenakan perbedaan faktor budaya tertentu yang tidak mewajibkan salaman sebagai sesuatu
aktifitas yang baku.

3.Bahasa Tubuh Atau Gestur


Gestur ini di lihat saat intervee untuk pertama kalinya mengambil sikap untuk duduk. Yang di
lihat di sini adalah cara duduk subjek apakah dia mengecilkan atau mengerucutkan badan atau
duduk dengan posisi sikap yang normal atau biasa-biasa saja.
Orang yang duduk dengan posisi badan mengerucut di tambah posisi kepala yang menunduk
menunjukan sikap yangkurang percaya diri sehingga bisa di artikan gugup sehingga
mengesankan bahwa subjek tidak siap untuk mengadapi sesi wawancara yang akhirnya
menrunkan nilai subjek itu sendiri. Jadi berbeda dengan orang yang mengambil sikap duduk
yang normal yang berarti tidak merasa terintimidasi atau tertekan dengan keadaan situasi yang
ada di sekelilingnya.

2.Penampilan Fisik : penampilan fisik meliputi aspek-aspek


1.Potongan rambut.
2.Penampilan berpakaian.
1.Potongan rambut
Potongan rambut seseorang menunjukan ciri kepribadian individu, karena potongan rambut
memberi kesan kehidupan atau gaya hidup orang tersebut. Jika subjek perempuan yang
memiliki rambut panjang yang kusut datang tanpa mengikat rambutnya, akan mempengaruhi
proses penilaian wawancara, apalagi jenis pekerjaan yang di butuhkan menuntut pekerja
unutuk rapih, bersih.
2.Penampilan berpakaian
Penampilan berpakaian di sini tergantung oleh jenis wawancara pekerjaan apa yang di
laksanakan. Tetapi pada umumnya dalam menghadapi proses wawancara pekerjaan, peserta
pada umumnya di wajibkan untuk datang dengan berpakaian rapih.
3.Gestur atau sikap tubuh meliputi
1.Sikap duduk.
2.Sikap badan.
3.Mimik wajah.

1.Sikap duduk
Sikap duduk dilihat saat sesi wawancara berlangsung apakah subjek gelisah, sabar atau tidak
dalam proses wawancara ini. Subjek yang mulai gelisah akan menunjukan sikap yang kurang
betah seperti menunjukan ketidaknyamanan sehingga sering mengganti posisi atau berpindah
posisi saat duduk. Misalnya keresahan terlihat saat subjek memindahkan posisi kursi untuk
maju atau mundur, posisi pinggul di geser ke kiri, kanan, atau bahkan menujukan kekakuan
dalam posisi duduk.
Dari posisi ini dapat di simpulkan bahwa subjek kurang siap untuk melakukan proses
wawancara, merasa tertekan dengan situasi yang ada sehingga selalu berganti-ganti posisi saat
duduk, kurang percya diri atau menampilkan kekakuan sehingga menyulitkan subjek untuk
menjawab pertanyaan serta mengganggu pewawancara untuk mendapatkan informasi yang di
perlukan.

2.Sikap badan
Posisi atau sikap badan orang yang percaya diri atau sikap badan normal berbeda dengan sikap
badan yang ingin mendominasi atau menguasai juga berbeda dengan sikap badan orang yang
kurang terbuka atau percaya diri. Hal ini sangat berpengaruh terhadap nilai subjek saat
wawancara berlangsung.
Sikap badan orang yang percaya diri saat wawancara berlangsung seperti duduk dengan santai
dengan posisi badan tegap, posisi lengan terbuka dengan tangan terletak di atas meja sehingga
memberi kesan bahwa subjek tidak tertekan dengan keadaan lingkungan yang ada sehingga
cepat dalam memberikan respon-respon dari pertanyaan yang di ajukan.Bila seseorang tidak
percaya diri atau ragu-ragu sering kali melakukan gerakan-gerakan tubuh yang kurang di
perlukan atau tidak sesuai dengan bahasa tubuh dari respon yang sebenarnya, misalnya tangan
memegang kancing baju, memegang rambut, atau memegang-megang benda disekitarnya,
mengatur baju atau mengatur posisi duduk.
Berbeda dengan sikap badan yang ingin mendominasi atau menguasai misalnya posisi kaki di
panggku di atas lutut dengan posisi badan menarik ke belakang disertai tangan menangku dada
atau posisi lengan terbuka dengan tangan terletak di atas meja disertai posisi badan yang di
condongkan ke depan memberikan kesan yang kurang baik terhadap nilai subjek karena posisi
seperti itu bisa di artikan seperti posisi mempertahankan diri jika tangan memangku dada
(menutup diri), atau kaki yang di pangku di atas lutut di sertai kepala yang di tarik ke belakang
yang di miringkan ke kiri atau ke kanan mengesankan menyepelekan hal yang di hadapi yang
akan mempengaruhi hasil dalam wawancara.

3.Mimik wajah
Mimik wajah menujukan ekspresi atau perasaan yang di rasakan oleh sujbek. Namun yang
paling penting dari mimik wajah adalah eye kontak atau kontak mata langsung antara
interviewer dan interviee.Mata yang menatap langsung pewawancara atau interviewer
merupakan bagian dari sikap yang percaya diri, sebaliknya bila tatapan mata yang tidak teratur
seperti menatap ke atas, ke bawah atau kesamping kanan atau kiri memberikan arti tidak
percaya diri atau ragu-ragu.
Orang yang berani menatap mata lawan bicaranya secara langsung secara otomatis
membutuhkan keberanian eksta karena mempertahankan durasi kontak tatapan dengan lawan
bicara apalagi saat menghadapi wawancara pekerjaan, sehingga mengesankan bahwa dia yakin
dengan apa yang dikatakannya, yang akan mempengaruhi nilai seseorang dalam proses
wawancara.

4.Respon verbal dan kognitif meliputi


1.Intonasi suara.
2.Respon pertanyaan dan pernyataan.
3.Konsep diri.

1.Intonasi suara
Inonasi suara perlu di perhatikan ketika proses wawancara berlangsung, karena intonasi dari
nada suara orang yang percaya diri berbeda dengan intonasi suara orang yang kurang percaya
diri.
Orang yang percaya diri berbicara dengan nada suara yang tidak terlalu besar atau keras, tidak
juga terlalu kecil serta penekanan dari setiap intonasi makna atas setiap kata-kata dan kalimat
terdengar dengan jelas serta proses penyampaian pesan atau informasi yang terjadi berlangsung
dengan lancar tanpa adanya pengulangan-pengulangan terhadap kalimat yang di ucapkan.
Sebaliknya berbeda dengan intonasi suara orang yang kurang percaya diri.

2.Respon pertanyaan dan pernyataan


Respon terhadap pertanyaan dan pernyataan terhadap respon pertanyaan sangat mempengaruhi
situasi wawancara yang berlangsung, karrena terkait dengan penggalian informasi yang di
perlukan untuk tujuan wawancara dalam menarik kesimpulan yang diperlukan terhadap hasil
wawacara yang berlangsung. Dalam wawancara, pewawancara atau interviewer
memperhatikan setiap jawaban dari pertanyaan yang di ajukan oleh pewawancara apakah
dimengerti oleh subjek serta apakah jawaban dari subjek sesuai (masuk akal) dengan
pertanyaan yang di maksut.

Dari jawaban-jawaban yang di utarakan intervee dapat dilihat respon serta dinamika atau
konsep berpikir dari subjek, yang membantu interviewer untuk menilai dan menarik
kesimpulan yang di butuhkan untuk keperluan wawancara.

3.Konsep diri
Konsep diri yang jelas sangat membantu intervee dalam menghadapi sesi wawancara, karena
dalam konsep diri terdapat aspek motivasi dan pola berpikir seseorang. Jika subjek termotivasi
untuk bekerja di dalam perusahaan yang di inginkan maka secara tidak langsung dia akan
mencari tahu informasi-informasi umum mengenai perusahaan tersebut.
Seringkali pewawancara akan menanyakan pertanyaan misalnya apakah yang anda ketahui
tentang perusahaan ini, jika subjek dapat menjawab pertanyaan tersebut, itu menandakan
bahwa subjek memiliki keingintahuan mengenai perusahaan atau institusi tersebut. Tetapi jika
subjek tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut, bisa di artikan bahwa subjek kurang
memiliki ketertarikan untuk mengetahui kejelasan bidang dari institusi atau perusahaan
tersebut.
Terkadang untuk mengetahui rutinitas dalam rentang kekosongan yang dialami oleh subjek,
interviewer menanyakan pertanyaan misalnya hal-hal apa saja yang anda lakukan untuk
mengisi kekosongan sejak anda lulus tahun 2012 hingga tahun 2014 ini. Hal apa saja yang anda
kerjakan dalam rentang waktu dua tahun ini. Jika subjek menjawab pertanyaan dengan kurang
jelas (menganggur Pak atau Bu) maka akan sangat mempengaruhi hasil kesimpulan penilaian
interviewer terhadap intervee.

KESIMPULAN
Jadi dari hasil wawancara terhadap pewawancara, dapat di simpulkan bahwa aspek-aspek yang
meyakinkan pewawancara menerima hasil interview dalam wawancara, serta aspek -aspek
yang meyakinkan pewawancara untuk menerima intervee dalam wawancara pekerjaan meiputi
bagian-bagian seperti kesan pertama, penampilan fisik, gestur atau sikap tubuh serta respon
verbal dan kognitif intervee atau individu yang di wawancara yang mempengaruhi kesimpulan
pewawancara untuk menilai hasil dari keseluruhan proses wawancara yang berlangsung.
Demikian hasil wawancara saya terhadap pewawancara, semoga tulisan ini dapat memberikan
pengetahuan yang memperluas cakrawala pemikiran serta pengetahuan kita sehingga
bermanfaat bagi diri dan pembaca. Karena pada dasarnya “Manusia Hidup Untuk
Memanusiakan Manusia” Terima Kasih.
Pengetahuan pekerjaan sosial.

Kerangka pengetahuan (body of knowledge) pekerjaan sosial yaitu


suatu kerangka pengetahuan yang berisi, berasal dari atau diramu dari
konsep konsep ilmu perilaku dan ilmu-ilmu sosial. Materi
materi pengetahuan yang diramu tersebut dibentuk atau dikonstelasikan
secara elektik dan dikembangkan melalui penelitian dan praktek
sehingga benar benar memiliki keunikan. Oleh sebab itu pengetahuan
ilmiah pekerjaan sosial meiliki ciri ciri, pluralistik-eclectic dan
applied. (Suradi, Epi S. Dan Bambang.2005.)

Berbagai macam pengelompokan pengetahuan ilmiah pekerjaan


sosial banyak dikemukakan para ahli, salah satunya menurut pendapat
Charles Zastrow dalam Standar Kompetensi pekerjaan sosial
mengemukakan sebagai berikut:

1. Pengetahuan pekerjaan sosial yang umum (General social work


knowledge) yang mencakup:

a. Pelayanan sosial dan kebijakan sosial (social policy dan services)

b. Tingkah laku manusia dan lingkungan sosialnya (human behavior


and the social environment)

c. Metoda praktek pekerjaan sosial (methods of social work practice)

2. Pengetahuan tentang bidang praktek tertentu (knowledge about a


specific practice field)

3. Pengetahuan tentang badan-badan sosial tertentu (knowledge about a


specific agency)

4. Pengetahuan tentang klien (Knowledge about each client).

Keterampilan pekerjaan sosial.

Kerangka keterampilan (body of skill) pekerjaan social yaitu


serangkaian keterampilan teknis yang berdasarkan kerangka
pengetahuan, yang dikuasai oleh seorang pekerja sosial yang
diperolehnya melalui pelatihan keterampilan, praktek belajar kerja
magang, dan atau praktek lapangan.
Dari standar kompetensi pekerjaan sosial departemen sosial RI
Keterampilan pekerjaan sosial dapat digolongkan kedalam 4 kategori
sebagai berikut :

1. Keterampilan Komunikasi yang mencakup:

a. Observasi

b. Wawancara

c. Mendengarkan

d. Komunikasi efektif

e. Menjelaskan sikap dan perasaan

f. Menjelaskan pilihan dan lain lain

2. Keterampilan menjalin dan mengendalikan relasi yang mencakup:

a. Menjalin dan membina raport

b. Membentuk kontrak

c. Memberikan dukungan dan semangat

d. Berinteraksi dengan orang lain

e. Menciptakan dan membina kerjasama

f. Menciptakan konflik dan mengendalikannya,

g. Menciptakan dan mengendalikan hubungan tawar menawar dan


negosiasi

3. Keterampilan intervensi yang mencakup:

a. Brokering

b. Mediasi

c. Advokasi

d. Konseling

e. terapi
4. Keterampilan administrasi dan manajemen pelayanan yang
mencakup:

a. Timing

b. Identifikasi dan analisa masalah

c. Perencanaan pelayanan

d. Partialisasi

e. Individualisasi

f. Membuat dan menyusun catatan kasus

g. Menyusun laporan kasus

h. Monitoring dan evaluasi, dan lain lain

Keempat penggolongan tersebut secara mendasar merupakan


kompetensi pekerjaan sosial mendasar yang harus dimiliki oleh semua
pekerja sosial profesional, dan lebih lanjut secara kualitas dikembangkan
didalam bidang-bidang khusus pekerjaan sosial.

Nilai-nilai pekerjaan sosial.

Dari standar kompetensi pekerja sosial di Indonesia nilai-nilai


pekerjaan sosial adalah Kerangka nilai (body of value) yaitu nilai-nilai,
asas-asas, prinsip-prinsip, standar-standar prilaku, yang diangkat dari
nilai-nilai luhur, falsafah hidup dan pandangan hidup serta nilai – nilai
luhur, falsafah hidup dan pandangan hidup serta nilai-nilai dan norma-
norma sosial budaya bangsa/masyarakat dimana pekerjaan sosial
dilaksanakan.

Kerangka nilai-nilai ini berfungsi mempedomani, mengarahkan serta


membimbing sikap serta perilaku seorang pekerja sosial profesional
sebagai pekerja sosial dan dalam hubungannya dengan klien, dengan
lembaga tempat bekerjanya, dengan sejawat profesional serta dengan
masyarakat luas. Kerangka nilai diperoleh dan dihayati oleh seorang
pekerja sosial melalui upaya penanaman nilai nilai tersebut dalam proses
pendidikannnya. Pemahaman terhadap kerangka nilai membantu
pekerja sosial didalam merumuskan “apa yang seharusnya” sebagai
suatu dasar untuk merumuskan tujuan tujuan dan mengembangkan
program-program kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Kerangka nilai pekerjaan sosial juga berfungsi sebagai filter didalam
upaya pengadopsian maupun pengembangan aspek-aspek ilmu
pengetahuan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan nilai-nilai yang
berlaku didalam masyarakat dimana praktek pekerjaan sosial dilakukan.
Nilai nilai yang bersumber dari kerangka pengetahuan ilmiah pekerjaan
sosial yang turut melengkapi kerangka nilai pekerjaan sosial dapat
dikelompokkan sebagai berikut ;

1. Nilai tentang Konsepsi orang yang mencakup:

a. Pekerja sosial percaya bahwa setiap orang mempunyai hak dan


kesempatan yang sama untuk menentukan dirinya sendiri

b. Setiap orang mempunyai kemampuan dan dorongan untuk


berubah, sehingga dapat lebih meningkatkan taraf hidupnya

c. Setiap orang mempunyai tanggungjawab kepada dirinya dan


juga kepada orang lain didalam masyarakat.

d. Orang memerlukan pengakuan dari orang lain.

e. Manusia mempunyai kebutuhan, dan setiap orang pada


prinsipnya unik serta berbeda dengan orang lainnya.

2. Nilai tentang masyarakat yang perlu menyediakan hal-hal yang


dibutuhkan oleh setiap orang, yang mencakup:

a. Masyarakat perlu memberikan kesempatan bagi pertumbuhan


dan perkembangan setiap orang agar mereka dapat
merealisasikan semua potensinya

b. Masyarakat perlu menyediakan sumber-sumber dan pelayanan-


pelayanan untuk membantu orang memenuhi kebutuhan
mereka dan menghadapi atau memecahkan permasalahan
yang dialami.

c. Orang perlu diusahakan agar mempunyai kesempatan yang


sama untuk berpartisipasi didalam masyarakatnya.

3. Nilai yang berkaitan dengan interaksi antar orang, yang mencakup:

a. Pekerja sosial percaya bahwa orang yang mengalami masalah


perlu dibantu (oleh orang lain)
b. Pekerja sosial percaya bahwa didalam usaha memecahkan
masalah orang/klien perlu respek dan diberi kesempatan untuk
menentukan nasibnya sendiri.

c. Pekerja sosial percaya bahwa orang yang perlu dibantu dan


diingatkan interaksinya dengan orang lain untuk membangun
sesuatu masyarakat yang mempunyai tanggungjawab untuk
memenuhi kebutuhan setiap anggota /warganya.

Didalam profesi pekerjaan sosial terdapat sejumlah prinsip mendasar


yang membimbing praktek pembuatan keputusan dan tindakan. Prinsip-
prinsip ini diterapkan dalam semua situasi praktek, mempertimbangkan
karakteristik klien, setting praktek atau peranan-peranan yang dilaksanakan
oleh profesional. Prinsip-prinsip adalah aturan –aturan dasar atau
pembimbing bagi prilaku praktek, tetapi prinsip tersebut tidak
memerintahkan untuk diaplikasikan tanpa analisis yang hati-hati dan penuh
pemikiran. Prinsip praktek pekerjaan sosial berakar didalam filosofi profesi,
nilai-nilai, preskripsi etik, dan kebijaksanaan praktek.

1. Pekerja sosial harus mempraktekkan pekerjaan sosial.

Ini prinsip dasar yang sangat pasti harus diwujudkan. Kita


mengharapkan guru mengajar, dokter berpraktek pengobatan, dan
tentu saja pekerja sosial melakukan praktek didalam bata-batas profesi
pekerjaan sosial. Pekerja sosial memfokuskan kepada keberfungsian
sosial dan membantu memperbaiki interaksi antara orang dengan
lingkungannya. Ini adalah domain pekerjaan sosial. Penyiapan
pendidikan mempersyaratkan perlengkapan pekerjaan sosial dengan
pengetahuan nilai dan keterampilan untuk bekerja pada pertemuan
orang dengan lingkungannya. Dan hal tersebut merupakan kontribusi
yang khas dari pekerjaan sosial ketika bekerja dengan profesi-profesi
pertolongan lainnya. Prinsip etis yang dibutuhkan adalah pekerja sosial
berfungsi didalam keahlian profesionalnya. Meskipun pekerja sosial
secara individuBOLEH jadi memiliki bakat khusus diluar domain
profesi.

2. Pekerja sosial harus terlibat didalam penggunaan diri secara sadar.

Alat praktek utama pekerja sosial adalah dirinya sendiri (kapasitasnya


untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain didalam cara –
cara yang memfasilitasi perubahan). Pekerja yang terampil adalah yang
menggunakan cara-cara khas dirinya serta gayanya yang bertujuan
berhubungan dengan orang lain dan membangun relasi pertolongan
yang positif dengan klien.
Didalam relasi profesional pekerja sosial seharusnya menyadari tentang
bagaimana kepercayaan serta persepsi –persepsinya maupun
perilakunya dapat mempengaruhi kemampuan untuk membantu klien.

3. Prinsip kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan adalah prinsip etik dimana pekerja sosial dan profesional


lainnya tidakBOLEH menyebarluaskan informasi lain tentang klien
tanpa sepengetahuan dan izin klien yang bersangkutan (Barker, 1987).
Kerahasiaan ini bahkan merupakan masalah etik semua pertolongan,
dan bahkan bukan hanya menyangkut kerahasiaan informasi tentang
klien saja melainkan juga informasi tentang badan pelayanan termasuk
situasi-situasi yang berada didalamya terutama yang menyangkut
kondisi pekerja maupun kesulitan-kesulitan yang terdapat didalam
lembaga dimana pekerja tersebut bekerja.

Kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan. Khususnya dalam


hubungan dengan klien, yaitu kepercayaan klien kepada pekerja sosial
sehingga klien terbuka kepadanya. Sebagai orang yang dipercaya,
pekerja sosial seharusnya tidak menyalahgunakan informasi yang
didapat dari klien. Karena salah satu janji pekerja sosial adalah
menghargai kerahasiaan orang yang dilayani dan pekerja sosial akan
menggunakan informasi-informasi melalui hubungan profesionalnya
dengan klien secara bertanggungjawab,

Terdapat dua jenis kerahasiaan, yaitu kerahasiaan absolut (Absolute


confidentiality) dan kerahasiaan relatif (relative
confidentiality). Kerahasiaan absolut tidak dapat ceritakan kepada
siapapun bahkan tidak boleh direkam dan dicatat, hanya pekerja yang
menangani saja yang mengetahui. Kerahasiaan absolut ini ditentukan
oleh klien bersangkutan atau ditegaskan melalui undang-undang.
Sedangkan kerahasiaan relatif, tidak boleh disiarkan atau diunagkapkan
secara sembarangan, kecuali untuk tujuan pertolongan bisa dibicarakan
dengan petugas-petugas lain. Kerahasiaan relatif ini sangat tergantung
pada jenis masalah dan budaya setempat.

4. Menaruh perhatian pada orang lain (Concern for the other)

Menurut Achlis, prinsip ini dapat diartikan bahwa pekerja sosial sungguh
menaruh perhatian mengenai apa-apa yang terjadi pada sistem klien,
dan mampu mengkomunikasikan perasaan perasaan ini dengan penuh
kesadaran akan tanggungjawab, perhatian, penghargaan, serta
pengetahuan mengenai manusia dan harapan atau keinginan
keinginannya untuk melanjutkan dan meningkatkan kehidupannya.
Dengan kata ini merupakan pernyataan kesungguhan tanpa syarat dari
pihak pekerja sosial untuk memberikan perhatian kepada kehidupan
serta kebutuhan kebutuhan klien, suatu keinginan untuk mewujudkan
dan melakukan semua yang bisa dilakukan untuk membantu klien.

Prinsip concern for the other hendaknya diartikan bahwa kita merespon
aa yang diinginkan dan dibutuhkan klien, bukan merespon apa yang kita
inginkan. Ini berarti bahwa pekerja sosial dapat menawarkan
keterampilan-keterampilannya, pengetahuannya, menawarkan dirinya
serta perhatiannnya kepada klien agar dipergunakan untuk mencapai
tujuan-tujuan klien.

5. Keselarasan (Congruence).

Keselarasan berarti bahwa dalam berelasi pekerja sosial menunjukkan


keterbukaan, murni (genuince), konsisten, jujur dan dapat
dipercaya (honest), serta berdasarkan kenyataan. Congruence juga
berarti bahwa tingkah laku serta apa-apa yang Pekerja
sosial komunikasikan kepada dan untuk kepentingan klien hendaknya
selalu selaras (congruent) dan harus dilandasi oleh sistem nilai serta
tanggungjawab sebagai seorang profesional.

Prinsip keselarasan sering dikaitkan dengan prinsip


kemurnian (genuiness). Agar dapat bertindak secara murni dan selaras
(genuinence and congruent), pekerja sosial harus memiliki tiga hal:

a. Pengetahuan yang jujur mengenai diri sendiri, mengenai apa dan


siap sebenarnya saya ini,

b. Pengetahuan yang jelas mengenai prosedur-prosedur agency serta


peranan profesional, baik bagi pekerja sosial maupun bagi klien.

c. Interaksi kedalam diri sendiri hal-hal yang berhubungan dengan point


b diatas, internalisasi mengani konsep-konsep concern for the other,
accaptance dan commitment pekerja sosial bagi kesejahteraan klien
serta pada aspek otoritas peranan pekerja sosial dan kedudukannnya
sehingga kualitas ini benar benar menjadi bagian dari diri pekerja sosial,
dan oleh karenanya tak perlu lagi pekerja sosial harus selalu berusaha
untuk menyadarinya, dan dengan demikian pekerja sosial dapat
memberikan perhatian kepada klien.

6. Empati.

Empati merupakan kemampuan atau kapasitas untuk memasuki atau


menyelami perasaan-perasaan dan pengalaman – pengalaman orang
lain, tanpa pekerja sosial sendiri tenggelam dalam proses tersebut.
Pekerja sosial secara aktif melakukan daya upaya untuk menempatkan
dirinya dalam kerangka pengamatan oarang lain, tanpa ia kehilangan
persepsinya, tatapi bahkan pekerja sosial dapat menggunakan
kemampuan pemahamannya untuk membantu orang tersebut.

Carl Roger , dalam buku Theoris of counseling and


psychoteraphy (1966, hal 409), yang mendefinisikan empathy sebagai :
Pengamatan terhadap kerangka referensi internal orang lain dengan
ketepatan, serta dengan komponen-komponen emosional, seolah-olah
pengamat adalah orang yang diamati, akan tetapi (sebenarnya) dirinya
tidak lebur kedalam kondisi tersebut. Empathy menghendaki adanya
kualitas antithetik (antithetical qualities), yaitu kapasitas atau
kemampuan untuk merasakan emosi secara mendalam, tetapi
meskipun demikian masih tetap memelihara batas, sehingga masih
mampu menggunakan pikiran dan pengetahuan.

7. Individualisasi (Individualization)

Mengacu pada kebutuhan mengakui setiap orang adalah individu yang


unik dalam hal kepemilikan haknya masing-masing. Nilai pekerjaan
sosial ini berhubungan dengan pentingnya meyakinkan bahwa klien dan
kelemahan-kelemahannya tidak diperlakukan (dipandang) didalam
cara-cara yang terselubung melainkan diakui kalau mereka sebagai
bagian individu yang mempunyai masalah, kepentingan dan kebutuhan
yang khusus bagi mereka dan lingkungannya.

Biestek menjelaskan individualisasi sebagai berikut :

“ Individualisasi adalah pengakuan dan pemahaman terhadap kualitas


unik dari masing-masing klien dan penggunaan prinsip-prinsip serta
metoda-metoda yang berbeda dalam memberikan pertolongan menuju
pada penyesuaian yang lebih baik. Individualisasi berdasarkan pada
hak manusia untuk menjadi individu dan diperlakukan tidak hanya
sebagai seorang manusia saja tetapi sebagai manusia yang
mempunyai kepribadian yang berbeda” (1961:26).

8. Pengekspresian perasaan secara bertujuan (Purposeful expression of


feeling)

Dimensi perasaan merupakan bagian penting dari pekerjaan sosial. Jika


perasaan klien tidak diperhatikan, maka kemajuan kemajuan penting
didalam pertolongan tidak akan terjadi. Memberikan kesempatan pada
klien untuk mengungkapkan dan membahas perasaannya karenanya
merupakan bagian penting dari praktek yang baik.. Pengakuan ini
merefleksikan pekerjaan sosial tradisional yang berakar pada
psikodinamika yang menekankan pada faktor faktor dalam dalam
psikologis (inner psychological factors).

Prinsip pengekspresian perasaan secara bertujuan berkaitan dengan


pengakuan bahwa klien harus dimungkinkan untuk membicarakan
perasaannya secara terbuka dan sebaliknya tidak berupaya untuk
menekan perasaan tersebut sehingga tidak muncul
kepermukaan. Biestek menyatakan bahwa: “Pengekspresian perasaan
secara bertujuan adalah pengakuan terhadap kebutuhan klien untuk
menyatakan perasaannya secara bebas, terutama untuk perasaan
perasaan yang negatif. Pekerja sosial (Case worker) mendengarkan
dengan sungguh-sungguh, tidak mengecilkan hati dan tidak
menyalahkan pengekspresian perasaan tersebut, bahkan terkadang
harus merangsang dan memperkuatnya ketika hal itu bermanfaat
penyembuhan sebagai bagian dari pelayanan casework” (1961:35)

9. Keterlibatan emosional secara terkendali (Controlled emotional


involment)

Mengatasi perasaan secara tepat merupakan keterampilan praktek juga


suatu nilai pekerjaan sosial fundamental. Hal ini harus dibarengi dengan
suatu kemampuan dan kemauan untuk merespon secara sensitif dan
tepat terhadap perasaan yang sedang diekspresikan.

Keterlibatan emosional secara terkendali memerlukan :

a. Pengakuan bahwa perasaan memainkan peranana yang sangat


penting didalam pekerjaan sosial. Seandainya kita tidak memegang
keyakinan tentang pentingnya dimensi perasaan ini, maka
nampaknya Pekerja sosial tidak akan memiliki sensitivitas yang
memadai untuk hal ini.

b. Kemamapuan untuk terhubung dengan perasaan yang sedang


diekspresikan oleh klien (secara langsung mapun tidak langsung)
dan menghargai apa yang mereka maksudkna penting secara
individual.

c. Merespon secara positif terhadap perasaan-perasaan tersebut


melalui pengakuan didalam cara-cara yang mendukung,
menggunakan keterampilan komunikasi guna menghasilkan
pengaruh yang baik.

d. Menyadari akan perasaan kita sendiri dan tidak membiarkannya larut


secara tak terkendali dan juga tidak mengabaikannya.
10. Penerimaan (Acceptance)

Menurut Biestek dalam Suradi, Epi S.


Dan Bambang.2005. “Penerimaan adalah suatu prinsip bertindak
dimana pekerja sosial memandang klien dan terlibat dengannnya
sebagaimana adanya, mencaku kekuatan-kekuatan dan
kelemahannya, kualitas yang menyenangkan dan tidak menyenangkan,
perasaan-perasaan positif dan negatif, sikap dan perilaku yang bersifat
membangun maupun yang merusak, sementara martabat dan harga diri
klien tetap terpelihara.” (1961:72).

Prinsip ini memiliki banyak kesamaan dengan gagasan tentang


penghargan positif tanpa syarat. Prinsip ini mengacu pada kesediaan
untuk bekerja dengan siapapun apakah pekerja sosial menyukainya
atau tidak, apakah pekerja sosial menyetujui ataupun tidak tentang apa
yang mungkin mereka lakukan. Prinsip etik yang mendasarinya adalah
bahwa siapapun berhak untuk diperlakukan dengan hormat dan
bermartabat. Hal ini merefleksikan prinsip humanistik dimana setiap
manusia memiliki nilai (berharga). Bahwa harga diri manusia dikenal
sebagai sesuatu yang merupakan hak setiap orang dibanding sebagai
sesuatu yang harus diterima atau diraih oleh seseorang

11. Sikap tidak meghakimi (Non judgemental attitude)

Pekerja sosial tidak mempunyai peranan untuk menghakimi individu


atau keluarga apakah terbukti atau tidaknya kesalahan mereka. Tidak
penting bagi pekerja sosial untuk menetapkan apakah klien bersalah
atau tidak atau apakah klien bertanggungjawab atas masalah yang
dihadapi atau tidak. Sikap tidak menghakimi tidak berarti bahwa klien
dapat melakukan kesalahan atau Pekerja sosial harus membuktikan
setiap apa yang dilakukan klien. Selanjutnya, hal ini berarti bahwa
pertolongan harus ditawarkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas
yang teridentifikasi, tidak berdasarkan apakah klien layak menerima
pertolongan sesuai perbuatannya.

Sikap tidak meghakimi sangat penting sebagai basis relasi kerja antara
klien dan pekerja sosial. Sebab landasan kerja ini adalah tingkat
kepercayaan dan respek klien terhadap pekerja sosial. Terdapat
kesalahpahaman tentang sikap tidak menghakimi dengan penilaian
profesional. Sikap menghakimi harus dihindari tetapi penilaian
profesional adalah sangat penting.

12. Determinasi diri klien (Client self-determination)


Prinsip ini mengacu pada ide penting bahwa pekerja sosial harus
memainkan bagian aktif dalam menolong diri mereka sendiri,
mengambil keputusan bagi diri mereka sendiri dan mengambil
tanggungjawab terhadap tindakan tindakan mereka. Umumnya diakui
bahwa klien harus membuat keputusan-keputusan dan mengambil
langkah yang perlu untuk memperbaiki situasi dimana memungkinkan:

Pekerja sosial dapat memainkan peranan penting sebagai berikut :

a. Tidak mencoba bermain sebagai dewa dengan cara emnggunakan


secara berlebihan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki.

b. Membantu klienuntuk mengenal / memahami pilihan-pilihan yang


dapat dan harus mereka buat.

c. Membantu klien untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan yang tersedia


bagi mereka dengan berbagai konsukensinya.

d. Menorong kepercayaan jika mungkin dan tepat.

e. Mengungkapkan dan jika mungkin mengungkapkan atau mengurangi


hambatan-hambtan budaya dan struktural (Melembaga) terhadap
determinasi diri klien.

f. Meningkatkan perluasan pilihan-pilihan yang tersedia, seperti melalui


penyediaan sumber-sumber dan / atau penggunaan advokasi dan
jaringan kerja.

g. Menyediakan atau memfasilitasi akses terhadap informasi yang


dibutuhkan untuk membuat keputusan.

h. Melawan godaan untuk membiarkan hubungan ketergantungan


berkembang.

13. Pengahargaan positif tanpa syarat (Unconditional Positive regard)

Penghargaan tanpa syarat mengacu pada kebutuhan untuk bekerja


secara positif dan konstruktif dengan semua klien, dan penghargaan itu
tidak hanya berlaku terhadap klien yang disukai (berkenan) dan kita
senangi. Penghargaan positif itu seharusnya tanpa syarat karena hal itu
merupakan hak klien untuk mendapatkannya. Prinsip ini merupakan
kombinasi dari nilai penerimaan dan sikap tidak menghakimi.

14. Persamaan (Equality)


Suatu kesalahan umum adalah mengasumsikan persamaan sama
dengan keseragaman. Pekerjaan sosial mengembangkan 3 bentuk
persamaan yang diartikan sebagai penghapusan kerugian.

a. Persamaan dalam perlakuan, sebagai suatu pencegahan dari ketidak


adilan dalam pelayanan, meliputi perlakuan tanpa prasangka.

b. Persamaan dalam kesempatan, sebagai tindakan positif untuk


memperbaiki keaadaan yang tidak adil dalam persaingan dengan
yang lain dan menginginkan sumber tambahan atau perubahan
dalam kebijaksanaan pemerintah.

c. Persamaan dalam keputusan, sebagai cara pemenuhan kebutuhan


yang sama penting dari dua kondisi kemampuan yang berbeda,
misalnya orang kaya dan orang miskin dikenakan keputusan untuk
membayar tempat tinggal, tetapi demi keadilan orang miskin dibantu
dalam pembayarannya.

15. Keadilan sosial (Social justice)

Pekerjaan sosial melibatkan pekerjaan yang ruang lingkupnya luas


dengan bagian bagian dari sosial yang lebih tinggi daripada kekayaan,
perampasan dan kerugian sosial. Banyak klien dalam pekerjaan sosial
sebagai korban dari kekerasan penindasan majian atau tindakan yang
tidak manusiawi dari beberapa kekuatan kelompok atau individu.
Pekerja sosial bisa melibatkan struktur untuk meninggalkan penindasan
dan memunculkan praktek yang baik. Inti dari pekerjaan sosial
adalah cara menghormati manusia, yang tidak mengenal ketidakadilan.

16. Kemitraan (Partnership)

Kemitraan berarti bekerja bersama klien, lebih daripada melakukan


sesuatu untuk mereka. Juga mecakup kolaborasi dengan profesional
lainya sebagai bagian dari pendekatan multi-disipliner. Ketika bekerja
bersama klien:

a. Asesmen situasi dilakukan pekerja sosial didalam kerjasama yang


erat dan tepat dengan klien, dengan memperhatikan perwujudan
kesepakatan tentang hakikat masalah, kebutuhan yang
teridentifikasi serta tujuan-tujuan dan rencana tindak yang
memungkinkan untuk meresponnya.

b. Intervensi melibatkan bagian pekerjaan yang relevan dikerjakan


bersama-sama untuk membuat langkah langkah yang diperlukan
guna mengatasi atau mengurangi masalah, memenuhi kebutuhan
dan melakukan tindakan apapaun yang dibutuhkan untuk memenuhi
tujuan-tujuan yang disepakati.

c. Situasi ditinjau ulang secara bersama-sama pada saat yang tepat,


dan secara ideal evaluasi dilakukan bersama ketika bagian
pekerjaan selesai dikerjakan.

17. Kewarganegaraan (Citizenship)

Suatu implikasi utama dari status menjadi warga negara adalah


kepemilikan hak tertentu dan inilah kenapa kewrganegaraan
merupakan suatu nilai penting, sebab penempatannya menegaskan
akan hak dan inklusi sosial. Kewrganegaraan erat kaitannya dengan
gagasan inklusi sosial yang menantang marginalisasi, stigmatisasi dan
eksklusi sosial dari begitu banyak klien pekerja sosial yang
mengalaminya.

Menjadi seorang warga negara berarti meiliki hak-hak sosial dan terlibat
didalam arus utama kehidupan sosial. Dalam penghargaan terhadap
nilai ini, praktek pekerjaan sosial memainkan peranan penting dalam
mempromosikan atau memperjuangkan perolehan status
kewarganegaraan seseorang, keluarga atau kelompok tertentu yang
mengalami kecenderungan untuk terabaikan secara sosial.

18. Pemberdayaan (Empowerment)

Pada tingkat yang sangat sederhana, pemberdayaan mengacu pada


proses pencapaian kontrol yang lebih besar terhadap kehidupan sendiri
dan lingkungannya. Bagaimanapun penggunaannya dalam pekerjaan
sosial meluas diluar itu untuk menangani diskriminasi dan perampasan
hak (penindasan) yang dialami oleh klien.

Pemberdayaan lebih dari sekedar gagasan tradisional


“memungkinkan”, melainkan mengarah pada bantuan untuk
penyaiapan orang melawan ketidak beruntungan dan ketidak
seimbangan sosial yang mereka alami. Pemberdayaan bukan hanya
suatu proses psikologis tetapi juga merupakan proses sosial dan politik.

19. Kebenaran/keotentikan (Authenticity)

Keotentikan merupakan suatu konsep eksistensialist yang mengacu


pada pengakuan tentang “kebebasan radikal” yaitu pengakuan setiap
individu tidak hanya babas untuk memilih tetapi juga harus memilih,
artinya bahwa kita bertanggungjawab terhadap tindakan kita sendiri.
20. Keadilan distributif (Distributive justice)

Menurut aristoteles kadilan akan tercipta bila hal-hal yang sama


diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan
tidak secara sama.Pekerja sosial diharapkan agar menbuat dua
pertimbangan prioritas utama yaitu:

a. Bagaimana mengalokasikan sumber-sumber pribadinya diantara


klien yang banyak

b. Bagaimana mengalokasikan sumber-sumber sosial kepada


seseorang klien tertentu.

Bagaimanapun keputusan-keputusan yang diambil seorang Pekerja


sosial dituntut tetap menegakkan keadilan distributif.

Keadilan distributif berkenaan dengan pendistribusian barang-barang


menurut aturan dan kriteria tertentu. Kriteria untuk distribusi ini mungkin
beragam dari:

Menurut hak-hak yang sudah melekat pada manusia (Hak milik)

Menurut ganjaran

Menurut kebutuhan

21. Objektivitas (Objectivity)

Objektivitas, prinsip praktek untuk menguji situasi tanpa prasangka


secara dekat dihubungkan dengan nonjudgementalisme. Untuk menjadi
objektif dalam observasi dan pemahaman mereka, para praktisi harus
menghindari penyuntikan perasaan dan prasangka pribadi didalam
hubungannya dengan klien.

22. Keterkaitan dengan sumber (Access to resource)

Semua orang membutuhkan akses terhadap sumber-sumber dan


kesempatan untuk mewujudkan segala potensi diri dalam menghadapi
tantangan-tantangan hidupnya. Dalam hal ini pekerja sosial bekerja
untuk meyakinkan bahwa setiap orang membutuhkan sumber-sumber
pelayanan-pelayanan serta kesempatan-kesempatan didalam
menentukan pilihan-pilihan hidup, serta memberikan perlindungan
terhadap kaum tertindas dan kepada oarang-orang yang merasa
dirugikan, agar tercipta rasa keadilan dalam melaksanakan peranan
sosialnya sesuai dengan status yang disandangnya.

Anda mungkin juga menyukai