Anda di halaman 1dari 11

PENGAUDITAN SAP 10

“Strategi Audit Keseluruhan dan Program Audit”

Di buat oleh:
Kelompok 11
Ida Bagus Putu Julio Swastika 1607532005
I Gusti Agung Gde Adhi Raditya 1607532002
A.A Ngr Agung Indra Bhagaskara 1607532114
I Dewa Agung Gede Krisna Naradipa 1215351011

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM NON REGULER
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
1. DELAPAN TAHAPAN DALAM PERENCANAAN AUDIT.

Tujuh tahap pertama digunakan untuk memenuhi kewajiban auditor untuk


melaksanakan prosedur penilaian risiko sebagai dasar bagi pengidentifikasian dan penilaian
risiko kesalahn penyajian material pada tingkat laporan keuangan dan asersi, sebagaimana
dalam SA 315.5. Tahapan kedelapan merupakan respons atas ketujuh tahapan sebelumnya
yang ditungakan dalam prosedur audit lebih lanjut (SA 330.6)

Prosedur-Prosedur Penilaian Risiko

SA 315, secara bersama-sama prosedur-prosedur untuk memperoleh pemahaman


mengenai bisnis dan lingkungannya, termasuk pengandalian internal, mencerminkan
prosedur-prosedur penilaian risiko yang dilakukan auditor untuk menilai kesalahan penyajian
material dalam laporan keuangan.

Prosedur Audit Lebih Lanjut

Yang terdiri dari pengujian pengendalian, pengujian substantive golongan transaksi,


prosedur analtis substantive, dan pengujian rinci atas saldo. SA 330.6 menetapkan sebagai
berikut: “auditor harus merancang dan mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut
yang difat, saat dan luasnya didasarkan pada dan merupakan respons erhadap risiko keslahan
penjyajian material yang telah dinilai pada tingkat asersi.

2. JENIS-JENIS PENGUJIAN DALAM PROSEDUR AUDIT LEBIH LANJUT.

Empat jenis pengujian lainnya yang merupakan prosedur audit lebih lanjut yang
dilakuakn sebagai tanggapan atas risiko yang teridentifikasi adalah;

1) Pengujian pengendalian

Pemahaman auditor tentang pengendalian internal digunakan untuk menilai risiko


pengendalian utnuk setiap tujuan audit transaksi. Pengujian pengendalian baik secara manual
ataupun secara otomatis mencakup jenis-jenis bukti:

a. mengajukan pertanyaan kepada personel klien yang sesuai


b. memeriksa dokumen, catatan, dan laporan
c. melakukan pengamatan atas aktivitas pengendalian terkait
d. melakukan ulang prosedur-prosedur klien.
Jumlah bukti tambahan untuk pengujian pengendalian tergantung pada dua hal:

a. banyaknya bukti yang diperoleh dalam memperoleh pemahaman tentang


pengendalian internal
b. pencana pengurangan risiko pengendalian.
2) Pengujian Substantif Golongan Transaksi

Adalah suatu prosedur audit yang dirancang untuk mendeteksi kesalahan penyajian
material pada tingkat asersi. Prosedur pengujian substantive terdiri dari: a) pengujian
substantive golongan transaksi, b) prosedur analtis substantive, c) pengujian rinci saldo akun.
Pengujian substantive golongan transaksi digunakan untuk menentukan apakah keenam
tujuah audit transaksi telah terpenuhi untuk setiap gologan transaksi. Dua diantara tujuan-
tujuan tersebut untuk transaksi penjualan adalah bahwa transaksi penjualan yang telah dicatat
benar-benar ada dan transaksi yang ada telah dicatat dengan lengkap.

3) Prosedur Analtis

Meliputi perbandingan antara jumlah yang tercantum dalam pembukuan dengan


ekspektasi yang dikembangkan auditor. Standar audit mewajibkan hal tersebut dilakukan
pada tahap perencanaan dan tahap penyelesaian audit. Dua tujuan terpenting prosedur analtis
substantive dalam audit atas saldo-saldo akun adalah:

a. menunjukkan kemungkinan kesalahan penyajian dalam laporan keuangan

b. menghasilkan bukti substantive

Prosedur analtis yang dilakukan pada tahap perencanaa biasanya berbeda dengan
prosedur analtis yang dilakukan pada tahap penyelesaian audit. Prosedur substantive yang
dilakukan oleh auditor pada tingkat asersi dapat berupa pengujian rinci saldo, prosedur analtis
substantive, atau kombinasi keduanya. Apabila auditor mengembangkan ekspektasinya
dengan menggunakan prosedur analtis dengan berkesimpulan bahwa saldo akhir klien pada
akun tertentu nampak wajar, maka pengujian rinci saldo tertentu dapat dibatalkan atau ukuran
sampelnya diperkecil.

4) Pengujian Rinci Saldo

Berfokus pada saldo akhir akun-akun buku besar, bai akun neraca maupun laba-rugi.
Tekanan utama kebanyakan pengujian rinci saldo adalah pada akun-akun dalam neraca (akun
rill). Pengujian rinci saldo berguna bagi auditor dalam menetapkan kebenaran jumalah rupiah
dalam akun-akun dan oleh karenanya merupakan pengujiann substantive. Sebagai contoh ,
konfirmasi menguji jumlah rupiah kesalahan penyajian dalam akun piutang usaha dan oleh
kerenanya merupakan pengujian substantive.

3. PEMILIHAN JENIS PENGUJIAN YANG AKAN DILAKUKAN.

Prosedur penialian risiko diwajibkan pada setiap audit untuk menilai risiko kesalahan
penyajian material, sedangkan keempat jenis pengujian lainnya dilakukan sebagau respon
terhadap risiko yang diidentifikasi yang akan menjadi dasar bagi pendapat auditor. Ada
beberapa factor yang berpengaruh terhadap pemilihan jenis pengujian yang dilakukan
auditor, antara lain:

a) Ketersediaan Jenis-Jenis Bukti Untuk Pelaksanaan Prosedur Audit Lebih Lanjut

Setiap jenis prosedur audit lebih lanjut hanya menyangkut jenis bukti tertentu
(konfirmasi, dokumentasi, dan lainnya) tabel 10.2 meringkas antara prosedur audit lebih
lanjut dengan jenis bukti.

b) Biaya Pelaksanaan Pengujian

Apabila prosedur pengujiankita urutkan mulai prosedur paling murah hingga paling
mahal, maka urutannya adalah:

 Prosedur Analtis, merupakan prosedur paling murah karena membuat perhitungan dan
perbandingan relative murah.
 Prosedur Penilaian Risiko, termasuk prosedur untuk memperoleh pemahaman tentang
pengendalian internal, tidak semahal pengujian lainnya karena auditor dapat dengan
mudah meminta keterangan kepada klien dan melakukan pengamatan serta
melakukan prosedur analtis.
 Pengujian Pengendalian, yang meliputi permintaan keterangan, pengamatan dan
inspeksi biayanya relative murah dibandingkan pengujian substantive. Namun
demikian pengujian pengendalain relative lebih mahal dibandingkan dengan prosedur
penilaian risiko yang dilakukan auditor.
 Pengujian Substantif, golongan transaksi lebih dari pada pengujian pengendalian yang
tidak meliputi pelaksanaan ulang karena pengujian substantive sering membutuhkan
rekalkulasi dan penelusuran.
 Pengujian Rinci Saldo, hampir selalu lebih mahal daripada prosedur audit lainnya
karena biaya pelaksanaan prosedur seperti misalnya mengirim konfirmasi piutang dan
melakukan perhitungan persediaan.
c) Hubungan Antara Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif

Untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengujian pengendalain dan
pengujian substantive letak perbedaanya yaitu adanya suatu penyimpangan yang ditemukan
dalam pengujian pegendalian hanya indikasi tentang kemungkinan adanya kesalahan
penyajjian yang berpengaruh terhadap nilai rupiah dalam laporan keuangan, sedangkan suatu
penyimpangan yang dijumpai dalam pengujian substantid golongan transaksi atau pengujian
rinci saldo adalah suatu kesalahan penyajian laporan keuangan. Penyimpangan dalam
pengujian pengendalain disebut deviasi pengujian pengendalian.

d) Hubungan Antara Prosedur Analtis dengan Pengujian Substantif

Seperti halnya pengujian pengendalian, prosedur analtis juga hanya merupakan


indikasi tentang kemungkinanan kesalahan penyajian yang mempengaruhi nilai rupiah dalam
laporan keuangan. Apabila prosedur analtis memberikan indikasi adanya fluktuasi tidak
biasa, auditor harus melakukan pengujian substantive golongan transaksi atau pengujian rinci
saldo untuk memastikan apakah rupiah kesalahan oenyajian sungguh-sungguh telah terjadi.
Apabila auditor melakukan prosedur analtis substantive dan yakin bahwa kemungkinana
kesalahan penyajian rendah, maka pengujian substantive lainnya bisa dikurangi.

e) Pilihan Antara Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif


Dalam tahap perencanaan auditor harus memustuskan apakah akan menilai risiko
pengendalian di bawah maksimum. Apabila hal ini dilakukan maka auditor selanjutnya harus
melakukan pengujian pengendalain untuk memastiakn didukung atau tidak didukungnya
tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan. Apabila pengujian pengendalain mendukung
risiko pengendalian yang telah ditetapkan, maka rencan risiko deteksi dalam model risiko
audit meningkat, dan dengan demikian rencana pengujian substantive bisa dikurangi.

4. DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI PADA PENGUJIAN AUDIT.

Standar auditing memberikan pedoman bagi auditor yang mengaudit entitas yang
mengirim,memroses, menyimpan, dan mengakses transaksi dalam jumlah yang signifikan
secara elektronik. Standar mengakui bahwa apabila terdapat banyak bukti audit dalam bentuk
elektronik, tidaklah praktis atau memungkinkan mengurangi risiko deteksi pada suatu tingkat
bisa diterima hanya dengan melakukan pengujian substantive. Namun demikian karena
konsistensi inheren dalam pengolahan TI, auditor bisa mengurangi luasnya pengujia
pengendalian otomatis (pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan computer).
Apabila auditor telah menentukam bahwa pengendalian otomatis telah berfungsi dengan
benar, auditor bisa mencurahkan perhatian pada pengujian berikutnya. Apabila auditor
menguji pengendalain manual yang mengendalkan pada laporan yang dihasilkan TI, auditor
harus mempertimbangkan efektifitas review yang dilakukan manajemen dan pengendalain
otomatis atas ketelitian informasi dalam laporan.

5. KOMBINASI BUKTI.

Kombinasi bukti merupakan empat pengujuian audit yang dilakukan auditor untuk
memperoleh bukti yang cukup sebagai respon atas resiko yang diidentifikasi melalui prosedur
penilaian resiko.

Contoh tabel Variasi pada Kombinasi Bukti Audit


PENGUJIAN
PENGUJIAN SUBSTANTIF PENGUJIAN RINCI
PROSEDUR ANALISIS
PENGENDALIAN GOLONGAN SALDO
TRANSAKSI
AUDIT
1 L S L S

AUDIT2 M M L M

AUDIT3 T L M L

AUDIT4 M L L L

Keterangan : L= jumlah pengujian yang luas, M= jumlah pengujian medium, S= jumlah


pengujian sedikit, T= tidak ada pengujian.

6. PERANCANGAN PROGRAM AUDIT.

Setelah auditor menggunakan prosedur penilaian resiko untuk menentukan penekanan


yang tepat pada keempat jenis pengujian lainnya, prosedur audit yang spesifik harus
dirancang untuk setiap pengujian. Setiap siklus transaksi biasanya dievaluasi dengan
menggunakan sub-program audit tersendiri. Sebagai contoh dalam siklus penjualan dan
penerimaan piutang, Auditor bisa menggunakan:

 Suatu program audit pengujian pengendalian dan pengujian substantif golongan


transaksi untuk penjualan dan penerimaan kas.

 Suatu program audit prosedur analisis substantif untuk keseluruhan siklus.

 Program audit pengujian rinci saldo untuk kas, piutang usaha, kerugian piutang,
cadangan kerugian piutang, piutang lain – lain.

1) Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif Golongan Transaksi.

Program ini biasanya berisi penjelasan yang mendokumentasikan pemahaman tentang


pengendalian internal yang diperoleh selama pelaksanaan prosedur penilaian resiko. Apabila
risiko pengendalian ditetapkan pada tingkat maksimum, hanya pengujian substantif golongan
transaksi yang akan digunakan dengan catatan perusahaan yang diaudit merupakan perushaan
publik berukuran kecil atau non publik.
a) Prosedur Audit : Pada saat merancang pengujian pengendalian dan pengujian
substantif golongan transaksi, auditor menekankan pada pemenuhan tujuan audit
transaksi.

b) Prosedur Analisis : mengingat bahwa prosedur analisis relatif murah, kebnyakan


auditor menggunakan prosedur ini hampir pada setiap audit. Apabila auditor menaksir
total pendapatan dengan menggunakan jam dan tarif jasa rata – rata, auditor harus
yakin bahwa kedua angka yang digunakan cukup bisa dipercaya.

2) Pengujian Rinci Saldo.

Untuk merancang prosedur audit pengujian rinci saldo auditor menggunakan


metodelogi yang diarahkan ketujuan audit saldo. Prosedur ini biasanya merupakan yang
paling sulit karena keseluruhan perencanaan bersifat subyektif dan menuntut pertimbangan
pefesional.

a) Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Berpengaruh Terhadap Piutang Usaha :


Sebagai kegiatan dari bisnis dan bidang usaha klien, auditor mengidentifikasi dan
mengevaluasi risiko bisnis klien yang signifikan untuk menentukan apakah hal
tersebut beresiko menaikan risiko kesalahan penyajian material dengan laporan
keuangan.

b) Tetapkan Materialitas Pelaksanaan dan Risiko Inheren untuk Piutang Usaha ; Auditor
harus memutuskan kebijakan awal tentang materialitas untuk audit sebagai
keseluruhan dan selanjutnya mengalokasikan materialitas ke saldo akun, guna
menetapkan kesalahan penyajian yang bisa ditoleransi untuk saldo akun yang
signifikan.

c) Tetapkan Risiko Pengendalian untuk Siklus Penjualan dan Penerimaan Piutang :


Pengendalian yang efektif akan mengurangi risiko pengendalian, dan hal ini
berpengaruh terhadap bukti yang diperlukan untuk pengujian substantif transaksi
golongan dan pengujian rinci saldo.

d) Rancang dan Lakukan Prosedur Analisis untuk Saldo Piutang Usaha : Untuk
mengidentifikasi kemungkinan kesalahan penyajian dalam saldo akun dan untuk
mengurangi poengujian audit rinci.
3) Hubungan antara Tujuan Audit Transaksi dengan Tujuan Audit Saldo dan Tujuan
Audit Penyajian & Pengungkapan.

Auditor masih harus melakukan pengujian substantif saldo untuk memenuhi tujuan
audit saldo seperti, nilai bisa direalisasi, kemudian hak dan kewajiban. Tamabahan substantif
saldo kemungkinan juga diperlukan untuk tujuan audit saldo lainnya, tergantung pada hasil
pengujian pengendalian dan pengujian substantif golongan transaksi.

7. RINGKASAN TERMINOLOGI BUKTI.

Sejumlah terminologi atau istilah yang berkaitan dengan bukti audit telah digunakan
dalam beberapa bab yang lalu. Untuk membantu anda dalam membedakan dan memahami
setiap istilah tersebut.

1) Tahapan Dalam Proses Pengauditan.

a) Tujuan Audit : Sebelum disimpulkan oleh auditor bahwa golongan transaksi atau
saldo akun telah disajikan secara wajar.

b) Jenis Pengujian : Prosedur analisis untuk perencanaan harus dilaksanakan sebagai


bagian penilaian resio, lalu prosedur analisis harus dilaksanakan pada tahap
penyelesaian audit.

c) Keputusan Pengumpulan Bukti : Kecuali untuk prosedur analisis, keempat keputusan


pengumpulan bukti diterapkan pada setiap jenis pengujian.

d) Jenis Bukti : Delapan bukti yang dikumpulkan dicantmkan di klom terakir, hubungan
antara jenis bukti dengan jenis pengujian diiktisarkan sebelumnya pada tabel.

8. IKHTISAR PROSES AUDIT.

1) Tahap 1 : Merencanakan dan Merancang Suatu Pendekatan Audit.

Auditor Menggunakan penilaian materialitas risiko audit bisa diterima, risiko inheren,
risiko pengendalian, dan risiko kecurangan bisa diidentifikasi untuk mengembangkan suatu
strategi audit keselurahan dan program audit.

2) Tahap 2 : Melaksanakan Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif Transaksi.


Pada tahap ini auditor melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif
transaksi. Tujuan tahap 2 ini adalah :

 Memperoleh bukti untuk mendukung pengendalian spesifik yang memberi kontribusi


terhadap penilian risiiko pengendalian yang dilakukan auditor (yakni, menurunkan
risiko pengendalian pada suatu batas tertentu dibawah maksimum).

 Memperoleh bukti untuk mendukung koreksi moneter transaksi.

3) Tahap 3 : Melaksanakan Prosedur Analisis dan Pengujian Rinci Saldo.

Tujuan tahap 3 ini adalah untuk memperoleh tambahan bukti yang cukup untuk
menentukan apakah saldo akhir dan pengungkapan dalam laporan keuangan telah ditetapkan
dengan wajar.

4) Tahap 4 : Menyelesaikan Audit dan Menerbitkan Laporan Audit.

Setelah tiga tahapan di atas diselesaikan, auditor harus mengumpulkan tambahan


bukti yang berkaitan dengan tujuan penyajian dan pengungkapan, meringkas temuan,
menerbitkan laporan audit, dan melakukan komunikasi lainnya.

a) Melakukan Pengujian Tambahan untuk Penyajian dan Pengungkapan : Selama tahap


audit terakhir ini, auditor melakukan prosedur audit yang berkaitan dengan utang
bersyarat (contigent liabilities) dan peristiwa kemudian.

b) Mengumpulkan Bukti Final : Bukti yang dikumpulkan mencangkup, melaksanakan


prosedur analisis final, mengevaluasi asumsi going concerm, minta surat pernyataan
dari klien, membaca informasi dari laporan tahunan agar konsisten sesuai laporan
keuangan.

c) Menerbitkan Laporan Audit : Jenis laporan audit yang diterbitkan tergantung dari
bukti yang dikumpulkan dan temuan audit.

d) Komunikasi dengan Manajemen dan Pihak yang bertanggung jawab atas Tata Kelola :
Standar audit mewajibkan auditor mengkomunikasikan defisiensi signifikan dalam
pengendalian internal kepada manajemen dan kepada pihak yang bertanggung jawab
atas tata kelola (termasuk di dalamnya komite audit) segera setelah audit selesai, atau
bisa juga lebih dini.
Sumber: Buku, Auditing (Pengauditan Berbasis ISA), Edisi II, oleh AI. Haryono Jusup
M.B.A.,AK./ Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai