Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perlu diketahui bahwa kehidupan rumah tangga tidak lepas dari
permasalahan, baik masalah yang sepele hingga masalah yang membutuhkan
kedewasaan berpikir agar terhindar dari pertengkaran yang berkepanjangan.
Sehingga hal ini membutuhkan saling memahami antar suami istri, perlu
mengetahui hak dan kewajiban suami terhadap istri atau hak dan kewajiban istri
terhadap suami. Dewasa ini banyak kasus perceraian yang terjadi di kalangan
masyarakat, apapun alasannya mengapa kalangan masyarakat sering terjadi kasus
perceraian, mungkin mereka belum banyak memahami hak dan kewajiban suami
terhadap istri atau sebaliknya. Maka dipandang perlu untuk kita mengkaji dan
membahas hal tersebut secara mendalam.
Islam memandang hubungan antara suami dan istri bukan hanya sekedar
kebutuhan semata, tetapi lebih dari itu Islam telah telah mengatur dengan jelas
bagaimana sebuah hubungan agar harmonis dan tetap berlandaskan pada tujuan
hubungan tersebut, yakni hubungan yang dibangun atas dasar cinta kepada Allah
SWT. Oleh karena itu untuk mewujudkan keluarga yang diliputi oleh ketenangan,
diselimuti cinta kasih dan jalinan yang diberkahi, Islam telah mengajarkan kepada
Sang Nabi bagaimana jalinan antara suami dan istri ini bias sejalan, dapat seia dan
sekata. Maka, melalui makalah ini insyaAllah penulis akan mengupas beberapa
yang berkaitan tentang hak dan kewajiban antara seorang suami dengan istri. Hak
yang didasarkan pada kesadaran bukan sekedar kebutuhan, dan kewajiban yang
didasari pada kasih sayang dan bukan hanya menjalankan tugas belaka.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hak dan kewajiban ?
2. Bagaimana hak dan kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya ?
2

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian hak dan kewajiban
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak dan Kewajiban


Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang
dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut
sesuatu. Hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan
perantara akalnya, perlawanan dengan kekuasaan atau kekuatan fisik untuk
mengakui wewenang yang ada pada pihak lain.
Menurut Poedjawijatna mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hak ialah
semalam milik, kepunyaan, yang tidak hanya merupakan benda saja, melainkan
pula tindakan, pikiran dan hasil pikiran itu.1
Selanjutnya karena hak itu merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka
ia merupakan tuntunan, dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban,
yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain. Dengan cara
demikian orang lain pun berbuat yang sama pada dirinya, dan dengan demikian
akan terpeliharalah pelaksanaan hak asasi manusia itu.
Di dalam ajaran Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum
syara’, yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan
jika ditinggalkan akan mendapatkan siksa.2

B. Hak dan Kewajiban Suami Terhadap Istri dan Sebaliknya


Pernikahan atau perkawinan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan
membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
yang bukan mahram. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 3 :

1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006, h. 137.
2
Ibid, h. 142-143.
4

َٰۡ ‫سا ٓ ِۡء ۡ َمثن‬


ۡ‫َى‬ َ ِ‫مۡمنَ ۡٱلن‬ ِ ‫اب ۡلَ ُك‬ َ ‫ط‬ َ ۡ‫ى ۡفَۡٱن ِك ُحوۡاْ ۡ َما‬ َٰۡ ‫طواْ ۡفِيۡٱليَ َٰت َ َم‬ ُ ‫َو ِإنۡ ۡ ِخفتُم ۡأ َ اَّل ۡتُق ِس‬
َۡ ‫ۡخفتُم ۡأ َ اَّل ۡتَع ِدلُواْ ۡفَ َٰ َۡو ِحدَة ًۡأَو ۡ َماۡ َملَ َكت ۡأَي َٰ َمنُ ُك ۚۡم ۡ َٰذَ ِل‬
ۡ‫ك ۡأَدن َٰ َٓى ۡأ َ اَّل‬ ِ ‫ۡو ُر َٰبَ َۖ َع ۡفَإِن‬
َ ‫ث‬َ َ‫َوث ُ َٰل‬
ۡ٣ْۡ‫تَعُولُوا‬
Artinya:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”(Q.S. An-Nisa’: 3)

Akhlak dalam pernikahan yang harus dilaksanakan adalah prinsip


pernikahan sebagai bagian dari amal ibadah yang niatnya untuk menegakkan
keadilan. Suami dinyatakan sebagai pemimpin dalam rumah tangga, dan seorang
pemimpin harus berlaku adil. Adapun istri adalah ibu rumah tangga yang harus taat
dan patuh kepada suami dalam kebenaran.
Pada hakikatnya, akad nikah adalah perjanjian yang teguh dan kuat dalam
kehidupan manusia, bukan hanya antara suami-istri dan keturunannya, melainkan
antara dua keluarga. Dari sisi baiknya, pergaulan antara istri dan suami yang saling
mengasihi, akan mendatangkan kebaikan kepada keluarga kedua nbelah pihak,
sehingga mereka menjadi keturunan dalam segala urusan, terutama dalam
menjalankan kebaikan dan mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan
pernikahan, seseorang akan terpelihara dari kebinasaan oleh hawa nafsunya.3
Syariat Islam yang berkaitan dengan pernikahan, bukan hanya berbicara
soal membuahkan keturunan, melainka juga menjaga keturunan yang merupakan
amanah dari Sang Pencipta. Pernikahan adalah bagian dari tujuan syariat Islam,
yaitu memelihara keturunan (hifzh an-nasl), dengan cara memelihara agama, akal,
jiwa, dan harta kekayaan. Oleh karena itu, meskipun persetubuhan ilegal

3
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010, h.288-
289
5

membuahkan keturunan, hal itu dinyatakan sebagai dosa besar karena sebagai
bentuk perzinaan. Keturunan yang dimaksud adalah keturunan yang sah melalui
pernikahan.
Pernikahan dianggap sah bila terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah
menurut Mahmud Yunus merupakan bagian dari segala hal yang terdapat dalam
pernikahan yang wajib dipenuhi. Kalua tidak terpenuhi pada saat berlangsung,
pernikahan tersebut dianggap batal. Dalam Kompilasi Hukum Islam (Pasal 14),
rukun nikah terdiri atas lima macam yaitu adanya:
1. Calon suami;
2. Calon istri;
3. Wali nikah;
4. Dua orang saksi;
5. Ijab dan Kabul.
Langkah pertama dalam membangun akhlak berumah tangga adalah
memenuhi rukun dan syarat-syarat melangsungkan pernikahan. Niat pernikahan
adalah menegakkan agama Islam dan beribadah. Oleh karena itu, hubungan suami-
istri dengan niat ibadah selamanya akan menghasilkan kebaikan di dunia dan bekal
di akhirat. Suami bertanggung jawab penuh pada kelangsungan ekonomi keluarga,
dan istri bertanggung jawab memelihara harta dan kehormatan suami dan rumah
tangganya.4
Suami dan istri wajib menerima hak dan menjalankan kewajibannya masing-
masing secara sinergis. Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban suami-istri
adalah hak-hak istri yang merupakan kewajiban suami dan kewajiban suami yang
menjadi hak istri. Menurut Sayyid Sabiq (1988: 52), hak dan kewajiban suami istri
ada enam macam, yaitu :

1. Hak Istri
Adapun hak dari istri antara lain:

4
Ibid., h.289-290
6

a. Hak mengenai harta, yaitu mahar atau maskawin dan nafkah.


b. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami.
Firman Allah dalam Qs. An-Nisa ayat 19 :

ۡ‫س َٰ ٓىۡأَنۡتَك َر ُهواْۡشَيۡا‬ ۡ‫وفۡفَإِنۡ َك ِرهت ُ ُمو ُه ا‬


َ َ‫نۡفَع‬ ِۡۡۚ ‫َو َعا ِش ُرو ُه انِۡۡبٱل َمع ُر‬
ۡ ۡ١٩ۡ‫ٱّللُۡفِي ِهۡخَيراۡ َكثِيرا‬
ۡ‫َو َيجۡ َع َلۡ ا‬
Artinya :
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak. 5
c. Agar suami menjaga dan memelihara istrinya, maksudnya ialah
menjaga kehormatan istri, tidak menyia-nyiakan dan menjaganya agar
selalu melaksanakan perintah Allah dan menghentikan segala yang
dilarangnya.6

2. Hak Suami
Adapun hak dari suami antara lain:
a. Istri hendaknya taat kepada suami dalam melaksanakan urusan rumah
tangga, selama suami menjalankan ketentuan-ketentuan Allah yang
berhubungan dengan kehidupan suami istri.
b. Mengurus dan menjaga rumah tangga suami, termasuk di dalamnya
memelihara anak.7
Sedangkan menurut Muhammad Khair Ash-Shalih (2006: 269), hak-hak
suami yang terpenting atas istrinya adalah sebagai berikut, 8

5
Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawianan (BP.4) Proponsi Kalimantan
Selatan, Menuju Keluarga Sakinah, Banjarmasin, h. 6-7
6
Iskandar Ritonga, Hak-hak Wanita dalam Putusan Peradilan Agama, Jakarta: Program
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen
Agama RI, 2005, h. 159
7
Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawianan (BP.4) Proponsi Kalimantan
Selatan, Menuju Keluarga Sakinah, Banjarmasin, h. 6-7
8
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010, h.296
7

a. Menghormati, mendengar, dan mematuhi hal-hal yang disukai atau


dibenci dalam segala aktivitas dan hal-hal yang tidak berguna, kecuali
suami mengajak berbuat maksiat.
b. Istri menerima ajakan suami untuk bersenggama, kecuali istri
mengalam hal-hal yang tidak memungkinkan.
c. Istri tidak boleh memasukkan orang ke dalam rumah, sedangkan
orang tersebut adalah orang yang dibenci oleh suaminya.
d. Istri selalu meminta izin kepada suami jika hendak keluar rumah.
e. Istri tidak berpuasa sunnah, kecuali suaminya mengizinkan.
f. Semua harta yang akan diambil manfaatnya harus atas izin suami.
g. Istri menjaga rumah dan mendidik anak-anak dengan pendidikan yang
Islami.
h. Istri tidak meminta cerai, kecuali alasan yang sangat prinsipil.
i. Istri tidak menyebarluaskan kelemahan suami dalam segala hal.

3. Hak bersama suami istri


Adapun hak bersama suami dan istri antara lain:
a. Halalnya pergaulan sebagai suami istri dan kesempatan menikmati
hidup atas dasar kerjasama dan saling memerlukan.
b. Sucinya hubungan perbesanan.
Dalam hal ini istri haram bagi pihak keluarga laki-laki sebagaimana
suami haram bagi pihak keluarga perempuan istri
c. Berlaku hak pusaka mempusakai
Apabila salah seorang di antara suami/istri meninggal maka salah satu
berhak mewarisi, walaupun keduanya belum bercampur.
d. Perlakuan dan pergaulan yang baik, menjadi kewajiban suami istri
untuk saling berlaku dan bergaul dengan baik sehingga suasananya
menjadi tenteram, rukun dan penuh kedamaian.9

9
Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawianan (BP.4) Proponsi Kalimantan
Selatan, Menuju Keluarga Sakinah, Banjarmasin, h. 7-8
8

4. Kewajiban Suami
Dalam Qs. An-Nisa ayat 34 :

ۡٓ‫ۡو ِب َۡما‬
َ ‫ض‬ٖ ‫ض ُهمۡ َعلَ َٰىۡ َبع‬ ۡ‫ض َلۡٱ ا‬
َ ‫ّللُۡ َبع‬ َ ِ‫لۡقَ َٰ او ُمونَۡ َعلَىۡٱلن‬
‫سا ٓ ِۡءۡ ِب َماۡفَ ا‬ ُۡ ‫ٱلر َجا‬
ِ
ۡ ۡ‫ۡمنۡأَم َٰ َو ِل ِه ۚۡم‬
ِ ْ‫أَنفَقُوا‬
Artinya :
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka.
Adapun kewajiban suami antara lain :
a. Suami bagaikan tulang punggung yang memimpin rumah tangga
menjaga keselamatan dan keamanan keluarga, bertanggung jawab
untuk mendidik keluarga, sehingga mencerminkan keluarga muslim
yang taat kepada agamanya.10
b. Suami bertanggung jawab untuk memberi nafkah yang halal guna
mencukupi sandang, pangan, perumahan dan keperluan lainnya demi
kesejahteraan keluarganya menurut kadar kemampuannya.
c. Anggaplah bahwa istri itu adalah teman hidup yang paling akrab dan
bersama suami dapat diumpamakan laksana dua jiwa satu bathin
dalam membangun rumah tangga. Binalah kasih sayang sekuat
mungkin.
d. Membantu tugas-tugas istri terutama dalam hal memelihara dan
mendidik anak dengan penuh rasa tanggungjawab.
e. Memberi kebebasan berfikir dan bertindak kepada istri sesuai dengan
ajaran agama tidak mempersulit apalagi membuat istri menderita lahir
bathin yang dapat mendorong istri berbuat salah.

10
Departemen Agama RI, Korps Penasihat Perkawinan dan Keluarga Sakinah, 2004, h. 92.
9

f. Dapat menghadapi keadaan, memberi penjelasan secara bijaksana dan


tidak berbuat sewenang-wenang.
g. Sabar apalagi dalam diri istri dan keluarga ditemui kekurangan.
h. Hormat santun kepada keluarga istri.
i. Jujur, memelihara kepercayaan yang diberikan oleh istri dan
keluarganya.11

5. Kewajiban istri
Nabi Muhammad SAW bersabda:

ُۡ َ‫حۡف‬
ۡ‫ظ‬ َۡ ‫ك ۡۡاِ ۡذَ ۡۡأ َ َۡم ْۡر‬
ْۡ َ ‫ت ۡ َۡوۡت‬ ِۡ ُ ‫ت ۡ َۡوۡت‬
َۡ ُ‫طْۡي ۡع‬ َۡ ‫ك ۡإِۡ ۡذَ ۡۡأ َْۡب‬
َۡ ‫ص ْۡر‬ َۡ ۡ‫سر‬ ْۡ ‫اء ۡ َۡم‬
ُۡ َ ‫ن ۡۡت‬ ِۡ ‫س‬ َۡ
َۡ ِۡ‫خْۡي ُۡر ۡالن‬
َۡ َ‫اۡو َۡماۡل‬
)‫كۡ(رواهۡالطبرانى‬ ِۡ ‫كِۡۡفىۡنَْۡف‬
َۡ ‫س َۡه‬ َۡ َ ‫غْۡيَۡبۡت‬
َۡ
Artinya :
Wanita yang terbaik adalah wanita yang menarik hatimu bila kau pandang
dan taat bila kau perintah, dan tahu menjaga kehormatannya bila kamu
sedang pergi dan berhati-hati menjaga hartamu.
Adapun kewajiban istri antara lain:
a. Istri yang baik harus dapat melayani apa yang menjadi kesenangan
suaminya, rajin merawat dirinya dan mengatur rumah tangga
menyegarkan pandangan dan menyenangkan hati suami, dan suami
tidak merasa perlu untuk mencari hiburan keluar.
b. Harus selalu menghormati suami karena dia adalah orang yang
melindungi keluarga dan telah berpayah-payah bekerja-payah bekerja
keras mencari nafkah, demi memenuhi keperluan hidup keluarga.
c. Bersikaplah lemah lembut dan sopan santun, jangan suka bermuka
masam, kerjakanlah urusan rumah tangga dengan penuh rasa
tanggung jawab dan keikhlasan.
d. Harus menerima dengan ikhlas hasil usaha suami jangan sekali
meminta barang yang sekiranya suami belum mampu memenuhinya,

11
Ibid., h. 8-9
10

jangan memboroskan nafkah pemberian suami dan pandai


mencukupkan nikmat yang ada.
e. Bila suami sedang pergi jangan berbuat hal-hal mencurigakan
misalnya pergi sampai larut malam tanpa alasan, menerima tamu
lelaki diluar batas kesopanan dan lain sebagainya.
f. Bila sudah mempunyai anak harus pandai membagi waktu jangan
sampai mengurangi pelayanan terhadap suami, disinilah terletak
kebijaksanaan seorang istri yang bijaksana.
g. Bila suami sering berbuat salah, carilah waktu yang baik untuk
memperingatkannya dengan cara yang halus, sehingga suami tidak
merasa tersinggung karenanya.
h. Selalu membantu suami dalam menciptakan kesejahteraan dan
kedamaian dalam rumah tangga.
i. Menyenangkan dan selalu menggembirakan kepada suami dengan
tidak berlebihan sesuai dengan tuntunan agama.
j. Selalu menyertai suami dalam suka dan dukanya dalam melayari
bahtera kehidupan rumah tangga.
k. Selalu memupuk rasa kasih sayang dan mendorong suami untuk
terampil dan maju.
l. Mengatur rumah tangga dan membuhul tali silaturrahmi dengan
semua keluarga dengan baik dan sopan.
m. Selalu menampakkan kejernihan muka ketabahan, kesabaran serta
tawakal dalam membina diri sebagai ibu rumah tangga.12

6. Kewajiban bersama suami istri


Suami dan istri mempunyai kewajiban secara timbal balik dan
mempunyai keharusan yang mutlak bagi keduanya. Adapun kewajiban
bersama suami istri antara lain: 13
a. Saling menghormati orang tua dan keluarga kedua belah pihak.

12
Ibid., h. 9-11
13
Ibid., h. 11
11

b. Memupuk rasa cinta kasih sayang, masing-masing harurs dapat


menyesuaikan diri seia sekata, percaya mempercayai serta selalu
bermusyawarah untuk kepentingan bersama.
c. Hormat menghormati, sopan santun, penuh pengertian serta bergaul
dengan baik.
d. Matang dalam berbuat dan berfikir serta tidak bersikap emosional
memecahkan persoalan yang dihadapi.
e. Memelihara kepercayaan dan tidak saling membuka rahasia pribadi.
f. Sabar dan rela atas kekurangan-kekurangan dan kelemahan masing-
masing.
12

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang
dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut
sesuatu. Sedangkan di dalam ajaran Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah
satu hukum syara’, yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat
pahala dan jika ditinggalkan akan mendapatkan siksa.
Hak dan kewajiban suami istri dibagi menjadi enam, yaitu : Hak suami, hak
istri, hak bersama suami istri, kewajiban suami, kewajiban istri, dan kewajiban
bersama suami istri.

B. Saran
Adapun saran dalam penulisan makalah ini antara lain:
1. Semoga menjadi bahan informasi dan wawasan bagi mahasiswa UIN
Antasari dalam mempersiapkan diri untuk menjadi keluarga siap
menjalankan hak dan kewajibannya sebagai sepasangan suami istri.
2. Memperkaya khazanah dan ilmu pengetahuan di kawasan UIN Antasari.
13

DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006


Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak, Bandung: CV Pustaka
Setia, 2010
Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawianan (BP.4) Proponsi
Kalimantan Selatan, Menuju Keluarga Sakinah, Banjarmasin
Iskandar Ritonga, Hak-hak Wanita dalam Putusan Peradilan Agama, Jakarta:
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Ditjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, 2005
Departemen Agama RI, Korps Penasihat Perkawinan dan Keluarga Sakinah,
2004

Anda mungkin juga menyukai