Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arab merupakan suatu lokasi geografis yang memiliki keterkaitan sejarah dengan
munculnya Islam. Islammulai tumbuh di wilayah padang pasir, oleh beberapa ilmuwan,
dinilai karena ada banyak factor yang menghendaki lahirnya agama baru yang lebih
egaliterdan humanis, agama yang tidak lagi memandang wanita sebelah mata,
menganggap bayi perempuan sebagai sebuah aib dan fanatisme kesukuan yang berpotensi
besar bertabuhnya genderang perang dan yang menutup ruang toleransi dan lain-lain.
Masa sebelum Islam, khususnya kawasan jazirah Arabini, disebut masajahiliyyah.
Julukan semacam ini terlahirdisebabkan oleh terbelakangnya moral masyarakat Arab
khususnya Arab pedalaman (badui) yang hidup menyatudengan padang pasir dan area
tanah yang gersang. Mereka pada umumnya hidup berkabilah. Mereka berada
dalamlingkungan miskin pengetahuan. Situasi yang penuh dengan kegelapan dan
kebodohan tersebut, mengakibatkan mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai
kemanusiaan, membunuh anak dengan dalih kemuliaan, memusnahkan kekayaan dengan
perjudian, membangkitkan peperangan dengan alasan harga diri dan kepahlawanan.
Suasana semacam ini terus berlangsung hingga datang Islam di tengah-tengah mereka.
Namun demikian, bukan berarti masyarakat Arab pada waktu itu sama sekali tidak
memiliki peradaban. Bangsa Arab sebelum lahirnya Islam dikenal sebagai bangsa yang
sudah memiliki kemajuan ekonomi. Makkah misalnya pada waktu itu merupakan kota
dagang bertaraf internasional. Hal ini diuntungkan oleh posisinya yang sangat strategis
karena terletak dipersimpangan jalan penghubung jalur perdagangan dan jaringan bisnis
dari Yaman ke Syiria.Rentetan peristiwa yang melatar belakangi lahirnya Islam
merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji. Hal demikian karena tidak ada satu pun
peristiwa di dunia yang terlepas dari konteks historis dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya. Artinya, antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya terdapat hubungan
yang erat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan Islam dengan situasi dan
kondisi Arab pra Islam.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan masyarakat Arab sebelum Islam datang?
2. Bagaimana keadaan masyarakat Arab setalah Islam datang?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui keadaan masyarakat Arab sebelum Islam datang.
2. Untuk mengetahui keadaan masyarakat Arab setelah Islam datang.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peradaban Arab sebelum datangnya islam


Karena Jazirah Arab tempat lahirnya agama Islam dan kemudian menjadi pusat dari
Negara Islam, yang berarti menjadi pusat pula dari kebudayaan Islam, maka perlu kita
ketahui dahulu secara geografinya, penduduknya, politik, ekonomi, dan sosialnya, bahkan
agamanya, sebelum agama islam.1
1. Kondisi Geografis
Dinamakannya jazirah Arab bukan berarti bangsa Arab saja yang mendiaminya
melainkan mereka menjadi kelompok mayoritas di dalamnya. Letak jazirah Arab di ujung
Barat Daya Asia. Sebelah Utara berbatasan dengan Syam, sebelah Timur dengan Persia
dan Laut Oman, sebelah Selatan oleh Samudra India dan sebelah baratnya dibatasi Laut
Merah. Untuk memahami geografis Arab ini bisa dipersempit ke dalam 2 wilayah yaitu
Hijaz dan Yaman. Hijaz berada di Arab utara dan Yaman berada di Arab selatan.
Secara rinci ke-2 daerah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Hijaz adalah daerah yang tandus namun merupakan jalan perdagangan yang
menghubungkan antara Syam dan Yaman. Kondisi ini berdampak pada
pisikologis penduduknya dimana mereka selalu berpindah-pindah dan tidak mau
berusaha untuk hidup lebih baik.
b. Sedangkan Yaman dari dulu terkenal dengan tanahnya yang subur dan kaya.2
2. Kondisi Arab sebelum adanya Islam
Kondisi kehidupan masyarakat Arab sebelum adanya islam secara umum dikenal
sebagai “zaman jahiliah” atau zaman kebodohan. Dinamakan demikian disebabkan
kondisi social, politik dan keagamaan mereka. Mereka tidak mempunyai sistem
pemerintahan yang ideal dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Pada saat itu tingkat
keberagamaan mereka tidak jauh dengan masyarakat primitif.3

1
Ali Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Banda Aceh: Bulan Bintang, 1973), hlm. 17.
2
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 2.
3
K. Ali, Sejarah Islam, (Jakarta: Divisi Buku Saku Srigunting, 2003), hlm. 26.

3
3. Kondisi politik
Selama periode jahiliah seluruh wilayah Arab senantiasa dalam kemerdekaannya,
kecuali sebagian kecil wilayah bagian utara yang dikuasai dan diperebutkan oleh
imperium Persia dan romawi secara bergantian. Masyarakat arab terpecah menjadi
sejumlah suku yang masing-masing memiliki kepala suku yang disebut ”Syaikh”. Mereka
terikat persaudaraan dengan sesama warga suku. Hubungan mereka yang berlainan suku
bagaikan musuh. Mereka tidak segan-segan turun ke medan pertempuran untuk membela
kehormatan sukunya, sekalipun harus mengorbankan jiwa. Peperangan dan penyerbuan
antarsuku bagaikan kesibukan mereka setiap hari. Sebagian besar kehidupan mereka
belum mengenal hukum. Adapun hokum yang berlaku bagaikan hokum rimba,” yang
kuat menindas yang lemah”. Dalam sistem politik seperti ini tampaklah bahwa politik
masyarakat arab terpecah-pecah, retak menjadi kepingan-kepingan disebabkan
permusuhan antarsuku.4
4. Kondisi ekonomi
Kondisi perekonomian mereka pada umumnya payah. Mata pencaharian sebagian
besar mereka adalah berternak. Kelompok bangsawan biasanya menguasai hubungan
perdagangan domistik bahkan hubungan perdagangan luar negeri. Perekonomian mereka
lebih baik, namun mereka jumlahnya tidak banyak, sedangkan masyarakat umum
perekonomiannya miskin dan menderita. Praktis pinjam meminjam didasarkan sistem
renten (riba), sebagaimana hal ini berlaku dimasyarakat yahudi yang memperlakukan
pihak yang berutang secara kejam.5
5. Sistem kebudayaan
Meskipun belum terdapat sistem Pendidikan sebagaimana layaknya pada zaan
modern ini, masyarakat arab pada saat itu tidak mengabaikan kemajuan kebudayaan.
Mereka sangat terkenal kemahirannya dalam bidang sastra: bahasa dan syair. Bahasa
mereka sangat kaya sebanding dengan bahasa bangsa Eropa sekarang ini. Kemajuan
kebudayaan mereka dalam bidang syair tidak diwarnai dengan semangat kebangsaan
Arab, melainkan diwarnai oleh samangat kesukuan Arab. Pujangga-pujangga syair-
syairnya zaman Jahiliah membanggakan suku, kemenangan dalam suatu pertempuran,

4
Ibid., hlm. 26-27.
5
Ibid., hlm. 27-28.

4
membesarkan nama tokoh-tokoh dan pahlawan, serta leluhur mereka. Mereka juga
memuja wanita dan orang-orang yang mereka cintai, dalam syair-syairnya. Pada saat itu,
puisi atau syair bukanlah merupakan kebiasaan elit tertentu, melainkan syair hanyalah
merupakan media ekspresi sastra.6
6. Keagamaan
Mayoritas masyarakat arab adalah penyembah berhala kecuali sebagian kecil
penganut agama Yahudi dan Nasrani. Selain menyembah berhala sebagian mereka jua
menyembah matahari, bintang dan angin. Bahkan terkadang mereka juga menyembah
batu-batu kecil dan pepohonan. Mereka tidak mempercayai Tuhan yang Maha Esa,
adanya hari pembalasan dan tidak mempunyai keabadian jiwa manusia.7
7. Kondisi Sosial dan Moral
Semenjak zaman Jahiliyah, sesungguhnya masyarakat Arab memiliki berbagai sifat
dan karakter yang positif, seperti pemberani, ketahanan fisik yang prima, daya ingatan
yang kuat, kesadaran akan harga diri dan martabat, cinta kebebasan, setia terhadap suku
dan pemimpinnya, pola kehidupan sederhana, ramah-tamah, dan mahir dalam bersyair.
Namun sifat-sifat dan karakter yang baik tersebut seakan tidak ada artinya karena suatu
kondisi yang menyelimuti kehidupan mereka, yakni ketidakadilan, kejahatan, dan
keyakinan terhadap tahayul.
Pada masa itu, kaum wanita menempati kedudukan yang terendah sepanjang sejarah
umat manusia. Masyarakat Arab praIslam memandang wanita ibarat binatang piaraan,
atau bahkan lebih hina. Mereka sama sekali tidak mendapatkan penghormatan social dan
tidak memiliki hak apapun.
Sistem perbudakan merupakan sisi lain dari kemasyarakatan bangsa Arab pada saat
itu, budak diperlakukan majikannya secara tidak manusiawi.
Masyarakat arab sehari-hari hidup dalam kejahatan, kekejaman, dan keyakinan akan
tahayul. Mereka senantiasa menghubungi berhala sesembahannya sebelum
melaksanakan sesuatu yang dianggapnya penting. Bahkan untuk memuja dan meminta
pertolongan berhala, mereka berkorba dengan menyembelih manusia di depan berhala.8

6
Ibid., hlm. 28-29.
7
Ibid., hlm. 30.
8
Ibid., hlm. 30-33.

5
B. Peradaban Sesudah Masa Nabi Muhammad SAW
Dakwah dan Perjuangan Nabi Muhammad SAW
1. Sebelum Masa Kerasulan
Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, suatu kabilah yang kurang
berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jabatan siqayah. Nabi Muhammad
lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul
Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah
binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan nama Tahun Gajah
(570 M). Dinamakan demikian, karena pada tahun itu pasukan Abrahah, gubernur
kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang gajah menyerbu Makkah untuk
menghancurkan Ka’bah.
Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah meninggal dunia
tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu
pengasuh, Halimah Sa’diyyah. Dalam asuhannyalah Muhammad dibesarkan sampai usia
empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalam asuhan ibu
kandunganya. Ketika berusia enam tahun, dia menjadi yatim piatu. Seakan-akan Allah
ingin melaksanakan sendiri pendidikan Muhammad, orang yang dipersiapkan untuk
membawa risalah-Nya yang terakhir. Allah berfirman: bukankah Allah mendapatimu
sebagai anak yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Allah mendapatimu sebagai orang
yang bingung, lalu Dia memberimu petunjuk (QS 95: 6-7).
Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab
merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudia Abdul Muthalib meninggal dunia
karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti
juga Abdul Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk
Makkah secara keseluruhan, tetapi dia miskin.
Nabi Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke Syria (Syam)
dalam usia baru 12 tahun. Kafilah itu dipimpin oleh Abu Thalib. Dalam perjalanan ini, di
Bushra, sebelah selatan Syria, ia bertemu dengan pendeta Kristen bernama Buhairah.
Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad sesuai dengan petunjuk
cerita-cerita Kristen. Sebagian sumber menceritakan bahwa pendeta itu menasihatkan

6
Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki daerah Syria, sebab dikuatirkan orang-
orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.
Pada usia yang kedua puluh lima, Muhammad berangkat ke Syria membawa barang
dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam
perdagangan ini, Muhammad memperoleh lama yang besar. Khadijah kemudia
melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu
Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya,
Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam dan banyak membantu nabi dalam
perjuangan menyebarkan Islam. Perkawinan bahagia dan saling mencintai itu dikaruniai
enam orang anak dua putra dan empat putri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu
Kulsum, dan Fatimah. Kedua putranya meninggal waktu kecil. Nabi Muhammad tidak
kawin lagi sampai Khadijah meninggal ketika Muhammad berusia 50 tahun.
Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat
usianya 35 tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakukan
secara gotong royong. Para penduduk Makkah membantu pekerjaan itu dengan sukarela.
Tetapi pada saat terakhir, ketika pekerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan hajar
aswad di tempatnya semula, timbul perselisihan. Setiap suku merasa berhak melakukan
tugas terakhir dan terhormat itu. Perselisihan semakin memuncak, namun akhirnya para
pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk ke Ka’bah melalui pintu
Shafa, akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini. Ternyata orang yang
pertama masuk itu adalah Muhammad. Ia pun dipercaya menjadi hakim, ia lantas
membentangkan kain dan meletakkan hajar aswad di tengah-tengah, lalu meminta
seluruh kepada suku memeang tepi kain itu dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah
sampai pada ketinggian tertentu, Muhammad kemudian meletakkan batu itu pada
tempatnya semula. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dengan bijaksana
dan semua kepala suku merasa puas dengan cara penyelesaian seperti itu.9
2. Masa Kerasulan
Menjelang usianya yang keempat puluh, dia sudah terlalu biasa memisakan diri dari
kegaulan masyarakat, berkontemplasi ke gua Hira, beberapa kilometer di Utara Makkah.
Di sana Muhammad mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada

9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 16-18.

7
tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikan Jibril muncul di hadapannya,
menyampaikan wahyu Allah yang pertama: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah
mencipta, dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu
itu Maha Mulia. Dia telah mengajar dengan Qalam. Dia telah mengajar manusia apa
yang tidak mereka ketahui (QS 96: 1-5). Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti
Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum
diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama,
sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua Hira’. Dalam
keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu
berbunyi sebagai berikut: Hai orang yang berselimut, bangun, dan beri ingatlah.
Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah
perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)
yang lebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah (Al-
Muddatstsir; 1-7).
Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah, pertama-tama,
beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-
rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga
dan sahabat dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara
sepupunya Ali bin Abi Thalib yang baru berumur 10 tahun. Kemudian, Abu Bakar,
sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi
anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh nabi sejak ibunya Aminah masih hidup, juga
termasuk orang yang pertama masuk Islam.
Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah
perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula ia mengundang dan
menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka.,
“Saya tidak melihat seorang pun di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke
tengah-tengah mereka lebih baik dari apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan
kepadamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian
semua. Siapakah di antara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?”. Mereka
semua menolah kecuali Ali.

8
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha
menghalangi dakwah rasul. Semakin bertambahnya jumlah pengikut nabi, semakin keras
tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang
mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam itu.
1. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira
bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani
Abdul Muthalib. Yang terkahir ini sangat tidak mereka inginkan.
2. Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
3. Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali
dan pembalasan di akhirat.
4. Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa
Arab.
5. Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.

Pembentukan Kota Madinah


Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba,
sebuah desa yang jaraknya sekitar 5 km dari Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari
lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi
membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun nabi, sebagai pusat
peribadatan. Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan nabi, setelah
menyelesaikan segala urusan di Makkah. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-
nunggu kedatangannya. Waktu yang mereka tunggu-tunggu itu tiba. Nabi memasuki
Yatsrib dan penduduk kota ini megelu-elukan kedatangan beliau dengan penuh
kegembiraan. Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yatsrib diubah
menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut Madinatul Munawarrah
(Kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia,
dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja.
Dengan terbentuknya Kota Madinah, Islam semakin bertambah kuat.
Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Makkah dan musuh-musuh
Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat

9
apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, nabi,
sebagai kepala pemerintahan, mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat
Islam diizinkan berperang dengan dua alasan; pertama untuk mempertahankan diri dan
melindungi hak miliknya dan kedua menjaga keselamatan dalam penyebaran
kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.
Perang pertama yang sangat menentukan masa depan Negara Islam ini adalah
Perang Badar, perang antara kaum Muslimin dengan musyrik Quraisy. Pada tanggal 8
Ramadhan tahun ke-2 Hijriah, nabi bersama 305 orang Muslim bergerak keluar kota
membawa perlengkapan yang sederhana. Di daerah Badar, kurang lebih 120 km dari
madinah, pasukan nabi bertemu pasukan Quraisy yang berjumlah sekitar 900 sampai
1000 orang. Nabi sendiri yang memegang komando. Dalam perang ini kaum Muslimin
keluar sebagai pemenang. Namun, orang-orang Yahudi Madinah tidak senang. Mereka
memang tidak sepenuh hati menerima perjanjian yang telah dibuat antara mereka dengan
nabi.
Tidak lama setelah perang tersebut, nabi menandatangani sebuah piagam perjanjian
dengan beberapa suku Badui yang kuat. Suku Badui ini ingin sekali menjalin hubungan
dengan nabi setelah melihat kekuatan nabi semakin meningkat. Selain itu, setelah perang
Badar, nabi juga menyerang suku Yahudi Madinah, dan Qainuqa, yang berkomplot
dengan orang-orang Makkah. Orang-orang Yahudi ini akhirnya memilih meninggalkan
Madinah dan pergi menuju Adhri’at di perbatasan Syria.
Pada tahun ke-6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, nabi memimpin sekitar
seribu kaum Muslimin berangkat ke Makkah, bukan untuk berperang, melainkan untuk
melakukan ibadah Umrah. Karena itu, mereka mengenakan pakaian ihram tanpa
membawa senjata. Sebelum tiba di Makkah, mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa
kilometer dari Makkah. Penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk kota.
Akhirnya, diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah yang
isinya antara lain:
1. Kaum Muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini tetapi ditangguhkan
sampai tahun depan
2. Lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja.

10
3. Kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang Makkah yang melarikan diri ke
Madinah, sedang sebaliknya, pihak Quraisy tidak harus menolah orang-orang
Madinah yang kembali ke Makkah.
4. Selama sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan
Makkah
5. Tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum
Muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Setelah dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam sudah
menjangkau seluruh jazirah Arab dan mendapat tanggapan yang positif. Hamper seluruh
jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan, menggabungkan diri dalam Islam.
Hal ini membuat orang-orang Makkah merasa terpojok. Perjanjian Hudaibiyah ternyata
menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh karena itu, secara
sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut. Melihat kenyataan
ini Rasulullah segera bertolah ke Makkah dengan sepuluh ribu orang tentara untuk
melawan mereka. Nabi Muhammad tidak mengalami kesukaran apa-apa dan memasuki
kota Makkah tanpa perlawanan. Beliau tampil sebagai pemenang. Patung-patung berhala
di seluruh negeri dihancurkan. Setelah itu, nabi berkhutbah menjanjikan ampunan Tuhan
terhadap kafir Quraisy. Sesudah khutbah disampaikan, mereka datang berbondong-
bondong memeluk agama Islam. Sejak itu, Makkah berada di bawah kekuasaan nabi.
Sekalipun Makkah dapat dikalahkan, masih ada dua suku Arab yang masih
menentang, yaitu Bani Tsaqif di Taif dan Bani Hawazin di antara Taif dan Makkah.
Kedua suku ini berkomplot membentuk pasukan untuk memerangi Islam. Mereka ingin
menuntut bela atas berhala-berhala mereka yang diruntuhkan nabi dan umat Islam di
Ka’bah. Nabi mengerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi
mereka. Pasukan ini dipimpin langsung oleh beliau sehingga umat Islam memenangkan
pertempuran dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Pada tahun ke-9 dan 10 H (630-632 M) banyak suku dari berbagai pelosok Arab
mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad menyatakan ketundukan mereka.
Masuknya orang Makkah ke dalam agama Islam rupanya mempunyai pengaruh yang
amat besar pada penduduk padang pasir yang liar itu. Tahun ini disebut dengan tahun

11
perutusan. Persatuan bangsa Arab telah terwujud peperangan antar suku yang
berlangsung sebelumnya telah berubah menjadi persaudaraan seagama.10
3. Akhir hayat Rasulullah SAW
Setelah makkah dibebaskan dan saqif pun masuk Islam ditambah dengan beralihnya
kepercayaan suku-suku Arab di utara ke Islam, maka suku-suku Arap yang lain
berbondong-bondong berdatangan ke Madinah ingin bergabung dnegan Nabi Muhammad
SAW. Hal itu terjadi tahun ke-9 H yang dinamakan ‘Am al-Wufud, tahun delegasi karena
banyaknya delegasi yang dating masuk Islam. Mereka itu antara lain ialah delegasi Bani
Tamim, Bani ‘Amir, Bani Sa’ad ibn Bakar, Bani Abdul Qais, Bani Hanifah, Bani Tai,
Bani Zabid, Bani Kindah, Bani Hamdan dan lain-lain.
Dalam Tahun ke-10 H Nabi Muhammad SAW beserta rombongan yang besar
melakasanakan haji dan inilah haji yang terakhir bagi belaiu yang merupakan haji
perpisahan (hajj al-wada’). Dalam kesempatan itu turunlah ayat terakhir dari Al-Qur’an,
yang artinya “ Pada hari ini Aku sempurnakan agamamu, dan Aku cukupkan nikmat-Ku
atasmu, dan Aku relakan Islam sebagai agamamu. (QS. Al-Maidah: 3).
Tiga Bulan setelah Nabi Muhammad SAW menjalankan ibadah haji sakitlah beliau,
demam yang sangat, dan ditunjuklah Abu Bakar as-Siddiq sebagai gantinya dalam
mengimami Shalat. Akhirnya beliau pun wafat dengan tenang pada hari senin tanggal 13
Rabiul Awal tahun ke-11 H dan dimakamkan di ruangan rumahnya sendiri di samping
masjid Madinah dalam usia 63 tahun. Kesedihan menyelimuti kau Muslimin pada saat
wafatnya Rasulullah SAW yang telah menunjuki jalan yang lurus, membimbing umat ke
jalan yang benar, tauhid billah, mengesakan Allah SWT, setelah menaklukkan berbagai
daerah dari utara hingga selatan jazirah Arab yang berbatu tandus dan berpadang pasir
luas serta berhawa panas, termasuk Makkah tempat kelahiran beliau dengan susah payah
tanpa henti, maka wilayah Islam di akhir hayat Rasulullah SAW meliputi seluruh jazirah
Arab.11
Dari perjalanan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW,
disamping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan

10
Ibid., hlm 18-25.
11
Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 42-43.

12
administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik,
beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.

13
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Karena Jazirah Arab tempat lahirnya agama Islam dan kemudian menjadi pusat dari
Negara Islam, yang berarti menjadi pusat pula dari kebudayaan Islam, maka perlu kita
ketahui dahulu secara geografinya, penduduknya, politik, ekonomi, dan sosialnya, bahkan
agamanya, sebelum agama islam.
Dari perjalanan sejarah nabi ini, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW,
disamping sebagai pemimpin agama, juga seorang negarawan, pemimpin politik, dan
administrasi yang cakap. Hanya dalam waktu sebelas tahun menjadi pemimpin politik,
beliau berhasil menundukkan seluruh jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.
B. Saran
Semoga apa yang ada dalam makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi
kami penulis sendiri. kami penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA
Hasymi, Ali. Sejarah Kebudayaan Islam. Banda Aceh: Bulan Bintang. 1973.
Bakar, Istianah Abu. Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN-Malang Press. 2008.
Ali, K. Sejarah Islam. Jakarta: Divisi Buku Saku Srigunting. 2003.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004.
Mufrodi, Ali. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.

15

Anda mungkin juga menyukai