Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi system saraf pusat. Hal ini dapat terjadi pada 2-
5% populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5
tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia 3 tahun.
Infeksi yang terjadi pada jaringan cranial seperti tonsillitis, otitis media
akut, bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik.
Toksik yang diohasilkan oleh mokroorganisme yang menyebar ke seluruh tubuh
melalui hematogen maupun limfogen.
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya, maka
orang tua atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan awal
pada anak yang mengalami kejang dema. Tindakan awal itu antara lain :Saat
timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang aman seperti di
lantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda berbahaya seperti
gelas,pisau. Posisi kepala anak hiperektensi, pakaian dilonggarkan. Kalau takut
liadah anak menekuk atau tergigit maka diberikan tong spatel yang dibungkus
dengan kassa atau kain, kalau tidak ada dapat diberikan sendok makan yang
dibalut dengan kassa atau kain bersih. Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela
dan pintu di buka supaya terjadi pertukaran oksigen lingkungan.
Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam
yang dialami oleh anak (suhu rectal di natas 38° celcius). Demam ini
dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar cranial seperti
tonsillitis, farangitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian status kesehatan
biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak masih menjalani aktifitas
sehari-hari seperti bermain dengan teman sebaya, dan pergi ke sekolah.
Pengkajian fungsional yang sering mengalami gangguan adalah terjadi
penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga kalau dibuktikan dengan tes
Glasgow Coma Scala yang hasilkan berkisar antara 5-10 dengan tingkat

1
kesadaran dari apatis sampai somnolen atau mungkin dapat koma. Kemudian ada
gangguan jalan napas yang dibujktikan dengan peningkatan frekwensi pernafasan
> 30 x/menit dengan irama cepat dan dangkal, lidah terlihat menekuk menutup
faring. Pada kebutuhan rasa aman dan nyaman anak mengalami gangguan
kenyamanan akibat hipertermi, sedangkan keamanan terjadi ancaman karena anak
mengalami kehilangan kesadaran yang tiba-tiba yang berisiko terjadinya cidera
fisik maupun fisiologi. Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi di
atas anak juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan
kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit sehingga anak lebih banyak
berdiam diri bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau berinteraksi dengan
teman sebaya
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kejang demam?
2. Apa penyebab kejang demam?
3. Apa saja manifestasi klinik kejang demam?
4. Bagaimana patofisiologi kejang demam?
5. Bagaimana pathway atau pohon masalah dari kejang demam?
6. Bagaimana penatalaksanaan kejang demam di rumah?
7. Bagaimana penatalaksanaan kejang demam di rumah sakit?
8. Bagaimana konsep dan aplikasi asuhan keperawatan kejang demam?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian kejang demam
2. Untuk mengetahuipenyebab kejang demam
3. Untuk mengetahuimanifestasi klinik kejang demam
4. Untuk mengetahuipatofisiologi kejang demam
5. Untuk mengetahui pathway atau pohon masalah dari kejang demam
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang demam di rumah?
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang demam di rumah sakit?
8. Untuk mengetahui konsep dan aplikasi asuhan keperawatan kejang demam

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kejang Demam
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380 C) (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2009)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul
infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun.
2.2 Penyebab Kejang Demam
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain: infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsillitis, otitis media akut, bronchitis.
Menurut Arif Mansjoer, 2000 penyebab kejang demam menurut Buku
Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan
penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Demam yang terjadi
sering disebabkan oleh :
1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media,
bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
2.3 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam:
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 380 C

3
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetic.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,
cahaya (penurunan kesadaran).
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Living-stone
juga dapat kita jadikan pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang
demam. Ada 7 (tujuh) kriteria antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum(tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang
saja).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada
kelaianan.
6. Pemeriksaan Elektro Enchephaloghraphy dalam kurun waktu 1 minggu atau
lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan.
7. Frekuwensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
2.4 Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsillitis, otitis
media akut, bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik.
Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus
dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh
mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu hipotalamus akan
merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga
terjadi peningkatan konraksi otot.

4
Naikknya suhu hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan
di sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi
pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion
Natrium, ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa
inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat
sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
penurunan respon kesadaran, otot ektremitas maupun bronkus juga dapat
mengalami spasma sehingga berisiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan
nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus.
2.5 Pathway

Infeksi pada bronkus, tonsil, telinga

Tonsik mikroorganisme menyebar secara hematogen dan limfogen

Kenaikan suhu tubuh di hipotalamus dan jaringan lain (hipertermi)

Pelepasan mediator kimia oleh neuron seperti prostaglandin, einfrin

Peningkatan potensial membran

Peningkatan masukan ion natrium, ion kalium ke dalam sel neuron dengan
cepat
Fase depolarisasi neuron dan otot dengan cepat

Penurunan respon rangsangan dari luar spasma otot mulut, lidah, bronkus

5
resiko cedera resiko penyempitan atau penutupan jalan
nafas
2.6 Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien di rumah sakit antara lain:
1. Saat timbul kejang maka penderita diberikan di anak diazepam intravena
secara perlahan dengan paduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10
kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, di atas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata
yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/kali pemberian dengan maksimal dosis
pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada
anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg
suntikan.
Setelah pemberian petama diberikan masih timbul kejang 15 menit
kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis
yang sama. Apabila masih kejang maka di tunggu 15 menit lagi kemudian
diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara
intramuskuler.
2. Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala dalam posisi hiperektensi miring,
pakai dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat
dilakukan intubasi endotrakel atau trakeostomi.
3. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
4. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan
dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena
pmantauan intake atau output cairan selam 24 jam perlu dilakukan, karena
pada penderita yang berisiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
kelebihan cairan dapat memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu
pada pasien dengan peningkatan tekanan itrakranial juga pemberian cairan
yang mengandung natrium (Na Cl) perlu dihindari. Kebutuhan cairan rata-rata
untuk anak terlihat pada tabel sebagai berikut:

6
UMUR BB Kg KEBUTUHAN CAIRAN/
Kg BB
0-3 hari 3 150
3-10 hari 3,5 125-150
3 bulan 5 140-160
6 bulan 7 135-155
9 bulan 8 125-145
1 tahun 9 120-130
2 tahun 11 110-120
4 tahun 16 100-110
6 tahun 20 85-100
10 tahun 28 70-85
14 tahun 35 50-60
5. Pemberian kompres air es untuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan
metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat yang tinggi (suhu
tubuh) ke benda yang mempunyai derajat lebih rendah (kain kompres).
Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak seperti
anyaman kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta área pembuluh
darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan
pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/Kg/BB/Hari (terbagi dalam
3 kali pemberian).
6. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obat-
obatan untuk mengurangi edem otak seperti deksametason 0,5-1 ampul setiap
6 jam sampai keadaan membaik. Posisi kepala hiperektensi tetapi lebih tinggi
dari anggota tubuh yang lain dengan cara menaikkan tempat tidur bagian
kepala lebih kurang lebih 15 derajat (posisi tubuh pada garis lurus).
7. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca
pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis

7
awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1 tahun, 75 mg
pada anak usia 1 tahun keatas dengan teknik pemberian intramuskuler. Setelah
itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg / kg
BB/ hari (terbagi dalam kedua kali pemberian), hari berikutna 4-5 mg /Kg
BB/ hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
8. Pengobatan penyebab, karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang
adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran
pernafasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rontgent,
pemeriksaan kultul jaringan, pemeriksaan gram bakteri serta pemeriksaan
penunjang lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi
penyebab infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
memeilih jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan
kejang demam.
2.7 Penatalaksaan Di Rumah
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya, maka orang
tua atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan awal pada
anak yang mengalami kejang dema. Tindakan awal itu antara lain :
1. Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang aman
seperti di lantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda
berbahaya seperti gelas,pisau.
2. Posisi kepala anak hiperektensi, pakaian dilonggarkan. Kalau takut liadah
anak menekuk atau tergigit maka diberikan tong spatel yang dibungkus
dengan kassa atau kain, kalau tidak ada dapat diberikan sendok makan yang
dibalut dengan kassa atau kain bersih.
3. Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu di buka supaya terjadi
pertukaran oksigen lingkungan.
4. Kalau anak mulutnya masih dapat dibuka sebagai pertolongan awal dapat
diberikan antipiretik seperti aspirin dengan dosis 60 mg/tahun/kali (maksimal
sehari 3 kali).

8
5. Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua atau pengasuh dirumah
menyediakan diazepam (melalui dokter keluarga) peranus sehingga saat
serangan kejang anak dapat segera diberikan. Dosis peranus 5 mg untuk berat
badan kurang dari 10 kg, kalau berat badan lebih dari 10 kg maka dapat
diberikan dosis 20 mg. untuk dosis rata-rata pemberian peransu adalah 0,4-0,6
mg/KgBB.
6. Kalau beberapa menit kemudian tidak membaik atau tidak tersedianya
diazepam maka segera bawa anak ke rumah sakit.
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
Pada anak kejang demam riwayat yang menonjol adalah adanya demam
yang dialami oleh anak (suhu rectal di natas 38° celcius). Demam ini
dilatarbelakangi adanya penyakit lain yang terdapat pada luar cranial
seperti tonsillitis, farangitis. Sebelum serangan kejang pada pengkajian
status kesehatan biasanya anak tidak mengalami kelainan apa-apa. Anak
masih menjalani aktifitas sehari-hari seperti bermain dengan teman
sebaya, dan pergi ke sekolah.
b. Pengkajian fungsional
Pengkajian fungsional yang sering mengalami gangguan adalah terjadi
penurunan kesadaran anak dengan tiba-tiba sehingga kalau dibuktikan
dengan tes Glasgow Coma Scala yang hasilkan berkisar antara 5-10
dengan tingkat kesadaran dari apatis sampai somnolen atau mungkin
dapat koma. Kemudian ada gangguan jalan napas yang dibujktikan
dengan peningkatan frekwensi pernafasan > 30 x/menit dengan irama
cepat dan dangkal, lidah terlihat menekuk menutup faring. Pada
kebutuhan rasa aman dan nyaman anak mengalami gangguan
kenyamanan akibat hipertermi, sedangkan keamanan terjadi ancaman
karena anak mengalami kehilangan kesadaran yang tiba-tiba yang
berisiko terjadinya cidera fisik maupun fisiologi. Untuk pengkajian pola

9
kebutuhan atau fungsi yang lain kemungkinan belum terjadi gangguan
kalau ada mungkin sebatas ancaman seperti penurunan personal hygine,
aktifitas, intake nutrisi.
c. Pengkajian tumbuh kembang anak
Secara umum kejang demam tidak mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Ini dipahami dengan catatan kejang yang dialami
anak tidak terlalu sering terjadi atau masih dalam batasan yang ditemukan
oleh Livingstone (1 tahun tidak lebih dari 4 kali) atau penyakit yang
melatarbelakangi timbulnmya kejang seperti tonsillitis, faringitis segera
dapat diatasi. Kalau kondisi tersebut tidak terjadi anak dapat mudah
mengalami keterlambatan pertumbuhan misalnya berat badan yang
kurang karena ketidakcukupan asupan nutrisi sebagai dampak anoreksia,
tinggi badan yang kurang dari umur semestinya sebagai akibat
bpenurunan asupan mineral.
Selain gangguan pertumbuhan sebagai dampak kondisi di atas anak
juga dapat mengalami gangguan perkembangan seperti penurunan
kepercayaan diri akibat sering kambuhnya penyakit sehingga anak lebih
banyak berdiam diri bersama ibunya kalau di sekolah, tidak mau
berinteraksi dengan teman sebaya. Saat dirawat di rumah sakit anak
terlihat pendiam, sulit berinteraksi dengan orang yang berada di sekitar,
jarang menyentuh mainan. Kemungkinjan juga dapat terjadi gangguan
perkembangan yang lainnya seperti penurunan kemampuan motorik kasar
seperti meloncat, berlari.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan perjalanan patofisiologi dan manifestasi klinik yang muncul
maka diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan kejang
demam adalah :
a. Risiko tinggi obstuksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring
oleh lidah, spasme otot bronkus.

10
b. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
oksigen daarah.
c. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus
atau pada tempat lain.
d. Risiko gangguan pertumbuhan berhubungan dengan penurunan asupan
nutrisi.
e. Risiko gangguan perkembangan berhubungan dengan peningkatan
frekuensi kekambuhan.
f. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan respon terhadap
lingkungan.
3. Intervensi
a. Risiko tinggi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan penutupan faring oleh
lidah, spasme otot bronkus.
Hasil yang diharapkan adalah frekuensi pernafasan 28 – 35 kali permenit,
irama pernafasan regular dan tidak cepat, anak tidak terlihat terengah-engah.
Rencana tindakan :
1. Monitor jalan nafas, frekuensi pernafasan, irama pernafasan setiap 15
menit pada saat penurunan kesadaran.
Rasional : frekuensi pernafasan yang meningkat tinggi dengan irama yang
cepat adalah sebagai salah satu indikasi sumbatan jalan nafas oleh benda
asing. Contohnya lidah
2. Tempatkan anak pada posisi semifowler dengan kepala hiper-ekstensi.
Rasional : posisi semifowler akan menurunkan tekanan intrabdominal
terhadap paru-paru. Hiper-ekstensi membuat jalan nafas dalam posisi lurus
dan bebas dari hambatan.
3. Pasang tongspatel saat timbul serangan kejang
Rasional : mencegah lidah tertekuk yang dapat menutup jalan nafas
4. Bebaskan anak dari pakaian yang ketat.
Rasional : mengurangi tekanan terhadap rongga thorak sehingga terjadi
keterbatasan pengembangan paru.

11
5. Kolaborasi pemberian anti kejang. Contohnya pemberian diazepam
dengan dosis rata—rata 0.3 mg/KgBB/kali pemberian.
Rasional: diazepam bekerja menurunkan tingkat fase depolarisasi yang
cepat di sistem persarafan pusat sehingga dapat terjai penurunan spasma
pada otot dan persarafan perifer.
b. Risiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen
darah.
Hasil yang di harapkan : jaringan perifer (kulit) terlihat merah dan segar, akral
teraba hangat,. Hasil pemeriksaan AGD : PH darah 7, 3.5 – 7, 4.5, PO2 80 –
104 MmHg. PCO3 35-45 MmHg, HCO3- 21 – 25.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat pengisian kapiler perifer
Rasional : kapiler kecil relative mempunyai volume darah yang relative
kecil dan cukup sensitive sebagai tanda terhadap penurunan oksigen
darah.
2. Pemberian oksigen dengan memakai maske atau nasal bi-canul dengan
dosis rata-rata 3 litter/menit.
Rasional : oksigen tabung mempunyai tekanan yang lebih tinggi dari
oksigen lingkungan sehingga mudah masuk ke paru-paru. Pemberian
dengan masker karena mempunyai presentase sekitar 35% yang dapat
masuk ke saluran pernafasan.
3. Hindarkan anak dari rangsangan yang berlebihan baik suara, mekanik
maupun cahaya.
Rasional : rangsangan akan meningkatkan fase eksitasi persarafan yang
dapat menaikkan kebutuhan oksigen jaringan.
4. Tempatkan pasien pada ruangan dengan sirkulasi udara yang baik (
ventilasi memenuhi seperempat dari luas ruangan)
Rasional : meningkatkan jumlah udara yang masuk dan mencegah
hipoksemia jaringan.

12
c. Hipertermi berhubungan dengan infeksi kelenjar tonsil, telinga, bronkus atau
pada tempat lain.
Hasil yang diharapkan : suhu tubuh perektal36-370C, kening anak tidak teraba
hangat atau panas, tidak terdapat pembengkakan, tidak ada kemerahan pada
tonsil dan telinga. Data penunjang hasil laboratorium angka leukosit 5000 –
11000 mg/dL
Rencana tindakan :
1. Pantau suhu tubuh anak setiap 30 menit.
Rasional : peningkatan suhu tubuh yang melebihi 390C dapat beresiko
terjadinya kerusakan sel saraf pusat karena akan meningkatkan
neurotransmitter yang dapat meningkatkan eksitasi neuron.
2. Kompres anak dengan alcohol atau air dingin
Rasional : pada saat dikompres panas tubuh anak akan berpindah ke media
yang digunakan untuk mengompres karena suhu tubuh relative lebih
tinggi.
3. Beri pakaian yang tipis dari bahan yang halus seperti katun.
Rasional : pakaian yang tipis akan memudahkan perpindahan panas dari
tubuh ke lingkungan. Bahan katun akan menghindari iritasi kulit pada
anak karena panas yang tinggi akan membuat kulit sensitive terhadap
cidera.
4. Jaga kebutuhan cairan anak tercukupi melalui pemberian intravena dengan
kebutuhan seperti yang telah ditentukan.
Rasional : cairan yang cukup akan menjaga kelembaban sel, sehingga sel
tubuh tidak mudah rusak akibat suhu tubuh yang tinggi. Cairan intravena
juga berfungsi mengembalikan cairan yang banyak hilang lewat proses
evaporasi ke lingkungan.
5. Kolaborasi pemberian antiperetik (aspirin dengan dosisi 60 mg/tahun/kali
pemberian) antibiotic (sesuai dengan jenis golongan mikroorganisme
penyebab yang umum dapat digunakan adalah penisiline)

13
Rasional : antiperetik akan mempenngaruhi ambang panas pada
hipotalamus. Antiperetik juga akan mempengaruhi penurunan
neurotransmitter seperti prostagalandin yang berkontribusi timbulnya
nyeri saat demam.
d. Resiko gangguan pertumbuhan berhubungan dengan penurunan asupan nutrisi
Hasil yang diharapkan : orangtua anak menyampaikan anaknya sudah
gampang makan, porsi makan yang dihabiskan setiap kali makan misalnya 1
porsi habis (rata-rata 700 kkal perhari), berat badan anak pada daerah hijau (di
KMS)
Rencana tindakan :
1. Kaji berat badan dan jumlah asupan kalori anak
Rasional : berat badan sebagai salah satu indicator jumlah massa sel
tubuh, kalua berat badan rendah menunjukan terjadi penurunan jumlah
dan massa sel tubuh yang tidak sesuai dengan umur. Asupan kalori
sebagai bahan dasar pembentukkan massa sel tubuh.
2. Ciptakan suasana menarik dan nyaman saat makan seperti dibawa
keruangan yang banyak gambar untuk anak sambal diajak bermain.
Rasional : dapat membantu peningkatan respon korteks serebri terhadap
selera makanan sebagai dampak rasa senang pada anak.
3. Anjurkan orang tua memberikan makan pada anak dengan porsi sering
dan sedikit (setiam jam anak diprogramkan makan)
Rasional : mengurangi massa makanan yang banyak pada lambung yang
dapat menurunkan rangsangan nafsu makan pada otak bagiian bawah.
4. Anjurkan orang tua memberikan anak makan pada kondisi makanan masih
hangat.
Rasional : makanan hangat akan mengurangi kekentalan sekresi mucus
pada faring dan mengurangi resiku mual gaster.
e. Resiko gangguan perkembangan (kepercayaan diri) berhubungan dengan
peningkatan frekuensi kekambuhan.

14
Hasil yang diharapkan : anak terlihat aktif berinteraksi dengan orang disekitar
saat dirawat di rumah sakit, frekuensi kekambuhan kejang demam berkisar 1-
3 kali dalam setahun. Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat perkembangan anak terutama kepercayaan diri dan frekwensi
demam
Rasional; fase ini bila tidak teratasi dapat terjadi krisis kepercayaan diri
pada anak. Frekwensi demam yang meningkat dapat menurunkan
penampilan anak.
2. Berikan anak terapi bermain dengan teman sebaya dirumah sakit yang
melibatkan banyak anak seperti bermain lembar bola.
Rasional : meningkatkan interaksi anak terhadap teman sebaya tanpa
melalui paksaan dan doktrin dari orangtua.
3. Beri anak reward apabila anak berhasil melakukan aktifitas positif
misalnya melempar bola dengan tepat dan support anak apabila belum
berhasil.
Rasional : meningkatkan nilai positif yang ada pada anak dan
memperbaiki kelemahan dengan kemauan yang kuat.
f. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan respon terhadap lingkungan.
Hasil yangdiharapkan : anak tidak terluka saat atau jatuh saat serangan kejang.
Rencana tindakan :
1. Tempatkan anak pada tempat tidur yang lunak dan rata seperti bahan
matras.
Rasional : menjaga posisi tubuh lurus yang dapat berdampak pada
lurusnya jalan nafas.
2. Pasang pengaman dikedua sisi tempat tidur
Rasional : mencegah anak terjatuh.
3. Jaga anak saat timbul serangan kejang.
Rasional : menjaga jalan nafas dan mencegah anak terjatuh
4. Implementasi

15
Implementasi yang dilaksanankan adalah implementasi yang sudah sesuai
dengan intervensi yang sudah direncanakan sebelumnya.

5. Evaluasi
a. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan dengan menilai
respon anak atau pasien langsung setelah tindakan keperawatan dilakukan.
b. Evaluasi sumatif adalah proses evaluasi yang dilaksanakan diakhir proses
keperawatan.
2.9 Aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Kejang Demam
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.A DENGAN KEJANG DEMAM
DI RUANG DURIAN RSUD KLUNGKUNG
1. Pengkajian
Ruangan : Melati
Tgl. / Jam MRS : 24 Januari 2018 / 12.58 WITA
Dx. Medis : Kejang Demam
No. Reg. : 56-64-13
Tgl/Jam Pengkajian : 27 Januari 2018
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An. A
2. Tempat tgl lahir/usia : Semarapura, 10 Juli 2017
3. Jenis kelamin : Laki-Laki
4. Agama :Hindu
5. Pendidikan :-
6. Alamat : Klungkung
7. Tgl masuk : 24 Januari 2018 (12.58 WITA)
8. Tgl pengkajian : 27 Januari 2018
9. Diagnosa medik : Kejang Demam
10. Rencana terapi :-

16
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. Nama : Made Sujayana
b. Usia : 42 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : PNS
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Klungkung

B. Ibu
a. Nama : Luh Sukarining
b. Usia : 39 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Klungkung
II. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
 Keluhan Utama : Kejang
 Riwayat Keluhan Utama : Pasien panas sejak tanggal 21 Januari 2018,
pilek tetapi tidak batuk. Pasien sering muntah dan kejang 3 kali di rumah
sehingga orang tuanya membawa pasien ke Puskesmas dan pasien
dirawat satu malam di Puskesmas. Pada jam 11.00 pasien kejang lagi di
Puskesmas sehingga dirujuk ke RSUDKlungkung.
 Keluhan Pada Saat Pengkajian : panas
B. Riwayat Kesehatan Lalu
1. Prenatal care
a. Ibu memeriksakan kehamilannya setiap bulan di Bidan Desa
b. Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu yaitu seluruh badan
bengkak pada usia kehamilan 7 bulan

17
c. Riwayat berat badan selama hamil : berat badan ibu naik 30 kg sampai
usia kehamilan 9 bulan
d. Riwayat Imunisasi TT : Imunisasi TT di RS
e. Golongan darah ibu : A Golongan darah ayah : B
2. Natal
a. Tempat melahirkan : RSUD Klungkung
b. Jenis persalinan : Spontan B
c. Penolong persalinan : Bidan rumah sakit dr. Koesnadi
d. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan :-
3. Post natal
a. Kondisi bayi : normal APGAR : 10 (Normal)
b. Anak pada saat lahir tidak mengalami asfiksia maupun distosia bahu
c. Klien pernah mengalami penyakit : batuk pilek pada usia 6 bulan
diberikan obat batuk pilek oleh bidan
d. Riwayat kecelakaan : tidak ada
e. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan berbahaya tanpa anjuran dokter
dan menggunakan zat/subtansi kimia yang berbahaya : tidak ada
f. Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya : pasien merupakan
anak pertama dan tidak memiliki saudara
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Genogram

18
III. Riwayat Imunisasi (imunisasi lengkap)
Jenis Waktu Frekuensi Reaksi setelah
NO Frekuensi
imunisasi pemberian (kali) pemberian
1. BCG Usia 2 bulan 1 - -
Usia 2 bulan,
DPT
2. 4 bulan, 3 - -
(I,II,III)
6 bulan
Lahir, usia 2
Polio
3. bulan, 4 bulan, 4 - -
(I,II,III,IV)
dan 6 bulan
4. Campak Usia 9 bulan 1 - -
Lahir,
usia 2 bulan,
5. Hepatitis 4 - -
4 bulan, dan 6
bulan

IV. Riwayat Tumbuh Kembang


A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : 8 kg
2. Panjang badan : 70 cm

19
3. Waktu tumbuh gigi : pasien belum tumbuh gigi
B. Perkembangan Tiap tahap
Usia anak saat
1. Berguling : 4 bulan
2. Duduk : pasien belum dapat duduk
3. Merangkak : pasien belum dapat merangkak
4. Berdiri : pasien belum dapat berdiri
5. Berjalan : pasien belum dapat berjalan
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : 2 bulan
7. Bicara pertama kali : 10 bulan dengan menyebutkan :
mama....papa...
8. Berpakaian tanpa bantuan : pasien belum dapat berpakaian
sendiri
V. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
Pasien minum ASI setelah keluar dari rumah sakit
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian : Bayi lahir di RS dan langsung dibawa ke ruang
perinatal
2. Jumlah pemberian : 4-5x/hari
3. Cara pemberian : menggunakan gelas dot
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
5 hari Susu formula 5 hari
0-6 bulan ASI 6 bulan
7-9 bulan Bubur, pisang kukus 2 bulan

VI. Riwayat Psikososial


 Anak tinggal bersama : orangtuanya di : Desa Banjarangkan, Klungkung
 Lingkungan berada di : Desa Banjarangkan

20
 Rumah dekat dengan : jalan raya
 Kamar klien : satu kamar dengan orangtua
 Rumah ada tangga : tidak ada
 Hubungan antar anggota keluarga : harmonis, anggota keluarga sangat
senang menerima kehadiran pasien sejak pasien lahir
 Pengasuh anak : pasien diasuh langsung oleh orang tuanya dan nenek
kakeknya
VII.Riwayat Spiritual
 Support sistem dalam keluarga : keluarga mendukung dan menerima
pasien sepenuhnya, keluarga berharap pasien dapat segera sembuh dari
sakitnya dan dapat tumbuh seperti anak-anak yang lain
 Kegiatan keagamaan : -
VIII. Riwayat Hospitalisasi
A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
 Ibu membawa anaknya ke RS karena : kejang dan dianjurkan oleh
Puskesmas untuk merujuk pasien ke RS
 Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak : ya, dokter
menceritakan tentang kondisi pasien pada keluarganya
 Perasaan orang tua saat ini : orang tua pasien mengatakan sedih
karena anaknya sakit, orang tua pasien mengatakan takut terjadi
apa-apa dengan anak pertamanya
 Orang tua selalu berkunjung ke RS : orang tua tampak selalu
menemani pasien di rumah sakit setiap hari
 Yang akan tinggal dengan anak : orang tua
B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
Pasien masih belum dapat berkomunikasi verbal dengan orang lain
IX. Aktivitas sehari-hari

Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Selera makan Baik Sedikit berkurang karena

21
A. N muntah dan saat panas
u ¾
t
2. Porsi 1 Bubur
r makanan
3. Jenis Bubur, biskuit, pisang
i kukus 2-3 kali
s
4. Frekuensi makan 2-3 kali
i

B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jenis minuman Susu, air putih Susu, air putih
2. Frekuensi minum 7-10 kali 7-10 kali

C. Eliminasi (BAB & BAK)


Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Tempat pembuangan Jamban rumah Toilet RS
2. Frekuensi (waktu) BAB : 1 kali sehari BAB : 1 kali sehari
BAK : 6-8 kali sehari BAK : 6-8 kali sehari
3. Konsistensi Padat Padat sedikit lembek
4. Kesulitan Pasien tidak mengalami Saat awal masuk RS
kesulitan saat BAB dan tidak dapat BAB
BAK
5. Obat pencahar Pasien tidak pernah Pasien tidak pernah
menggunakan obat menggunakan obat
pencahar pencahar
D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Jam tidur
- Siang 9-10 jam/hari 9-10 jam/hari

22
- Malam 1-2 jam/hari 1-2 jam/hari
2. Pola tidur Teratur Teratur
3. Kebiasaan sebelum Menetek Menetek
tidur
4. Kesulitan tidur Terbangun saat ingin Terbangun saat ingin
minum minum
E. Olah Raga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Program olah raga - -
2. Jenis dan frekuensi
3. Kondisi setelah olah
raga

F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Mandi
- Cara Dimandikan keluarga Hanya diseka orangtua
- Frekuensi 2 kali 2 kali
- Alat mandi Bak mandi bayi Waslap, bak seka
2. Cuci rambut
- Frekuensi Setiap hari Setiap hari
- Cara Bersamaan dengan Bersamaan saat seka
mandi
3. Gunting kuku
- Frekuensi Seminggu sekali Belum pernah sejak
- Cara Dilakukan oleh masuk RS
keluarga

23
4. Gosok gigi
- Frekuensi Pasien belum tumbuh Pasien belum tumbuh
- Cara gigi gigi
G. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Kegiatan sehari- Digendong dan jalan- Tidur dirumah sakit
hari jalan oleh keluarga
2. Pengaturan jadwal - -
harian
3. Penggunaan alat Gendongan Pasien hanya terbaring
bantu aktifitas di bed dan terkadang
digendong oleh ibu
atau ayahnya
4. Kesulitan Pasien tidak mengalami Tangan kanan karena
pergerakan tubuh kesulitan menggerakkan terpasang infus
tubuhnya
H. Rekreasi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Waktu senggang Jalan-jalan dekat rumah Di rumah sakit
keluarga
X. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda – tanda vital :
a. Tekanan darah : - mmHg
b. Denyut nadi : 146x / menit
c. Suhu : 38,4o C
d. Pernapasan : 32 x/ menit
4. Berat Badan : 8 kg
5. Panjang Badan : 70 cm

24
6. Status Gizi Anak : Baik
7. Kepala
Inspeksi
Keadaan rambut & Hygiene kepala:
a. Warna rambut : hitam kecoklatan
b. Penyebaran : merata
c. Mudah rontok : tidak
d. Kebersihan rambut : bersih

Palpasi
Benjolan : ada / tidak ada: tidak ada
Nyeri tekan : ada / tidak ada : tidak ada
Tekstur rambut : kasar/halus : halus
8. Muka
Inspeksi
a. Simetris / tidak : simetris
b. Bentuk wajah : oval
c. Gerakan abnormal :-
d. Ekspresi wajah : normal
Palpasi
Nyeri tekan / tidak : tidak ada
Data lain :-
9. Mata
Inspeksi
a. Pelpebra : tidak edema
b. Sklera : tidak ikterus
c. Konjungtiva : anemis
d. Pupil : isokor, pupil mengecil saat diber rangsangan
cahaya
e. Posisi mata : simetris

25
f. Gerakan bola mata : simetris
g. Penutupan kelopak mata : menutup rapat
h. Keadaan bulu mata : melengkung keatas
i. Keadaan visus : -
j. Penglihatan : tidak kabur
Palpasi
Tekanan bola mata : tidak teraba benjolan
Data lain :-
10. Hidung & Sinus
Inspeksi
a. Posisi hidung : tepat ditengah antara kedua mata
b. Bentuk hidung : simetris
c. Keadaan septum : lurus ditengah
d. Sekret / cairan : tidak ada
Data lain :-
11. Telinga
Inspeksi
a. Posisi telinga : simetris, tepat disamping kiri dan kanan kepala
b. Ukuran / bentuk telinga : normal simetris kanan dan kiri
c. Aurikel : tipis dan lembut
d. Lubang telinga : bersih
e. Pemakaian alat bantu : tidak ada
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Pemeriksaan uji pendengaran
a. Rinne : -
b. Weber : -
c. Swabach :-
12. Mulut
Inspeksi

26
a. Gigi
 Keadaan gigi : pasien belum mempunyai gigi
 Karang gigi / karies : pasien belum mempunyai gigi
 Pemakaian gigi palsu : pasien belum mempunyai gigi
b. Gusi : warna merah, tidak tampak radang atau benjolan abnormal
c. Lidah : sedikit kotor
d. Bibir
 Sianosis / pucat / tidak : tidak sianosis
 Basah / kering / pecah : basah
 Mulut berbau / tidak : mulut tidak berbau
 Kemampuan bicara : masih dapat menyebutkan
mama..papa..
Data lain :-
13. Tenggorokan
a. Warna mukosa : merah muda
b. Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
c. Nyeri menelan : tidak ada nyeri menelan
14. Leher
Inspeksi
Kelenjar thyroid : tidak membesar
Palpasi
a. Kelenjar thyroid : tidak teraba
b. Kaku kuduk / tidak : tidak teraba kaku kuduk
c. Kelenjar limfe : tidak teraba membesar
Data lain : -
15. Thorax dan pernapasan
a. Bentuk dada : simetris
b. Irama pernafasan : reguler
c. Pengembangan di waktu bernapas : ada pengembangan saat
inspirasi dan mengempis saat ekspirasi

27
d. Tipe pernapasan : pernapasan dada
Data lain :-
Palpasi
a. Vokal fremitus :-
b. Massa / nyeri : tidak teraba massa
Auskultasi
a. Suara nafas : Vesikuler
b. Suara tambahan :-
Perkusi : sonor
Data lain :-
16. Jantung
Palpasi
Ictus cordis : 4-5 kiri
Perkusi
Pembesaran jantung : tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi
a. BJ I: terdengar BJ 1 tunggal
b. BJ II: terdengar BJ 2 tunggal
c. BJ III: -
d. Bunyi jantung tambahan: -
Data lain :-
17. Abdomen
Inspeksi
a. Membuncit : -
b. Ada luka / tidak : tidak tampak luka/jejas
Palpasi
a. Hepar : hepar tidak teraba
b. Lien : lien tidak teraba
c. Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi

28
Peristaltik : 10x/menit
Perkusi
a. Tympani : lambung tympani
b. Redup : hepar redup
Data lain : -
18. Genitalia dan Anus : tampak bersih dan tidak ada kelainan
19. Ekstremitas
Ekstremitas atas
a. Motorik
- Pergerakan kanan / kiri : bergerak normal, tidak tampak
kelainan
- Pergerakan abnormal :-
- Kekuatan otot kanan / kiri :5
- Tonus otot kanan / kiri : normal
- Koordinasi gerak : gerak terkoordinasi
b. Refleks
- Biceps kanan / kiri : positif
- Triceps kanan / kiri : positif
c. Sensori
- Nyeri : positif, menarik saat diberi rangsang nyeri
- Rangsang suhu : positif, menarik saat diberi rangsang suhu
dingin
- Rasa raba : positif

Ekstremitas bawah
a. Motorik
- Gaya berjalan : belum dapat berjalan
- Kekuatan kanan / kiri :5
- Tonus otot kanan / kiri : normal
b. Refleks

29
- KPR kanan / kiri : positif
- APR kanan / kiri : positif
- Babinsky kanan / kiri : positif
c. Sensori
- Nyeri : positif
- Rangsang suhu : positif
- Rasa raba : positif
- Data lain :-
20. Status Neurologi.
Saraf – saraf cranial
a. Nervus I (Olfactorius) : penghidu : tidak terkaji
b. Nervus II (Opticus) : Penglihatan : dapat melihat orang tua,
perawat
c. Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)
- Konstriksi pupil : positif
- Gerakan kelopak mata : simetris
- Pergerakan bola mata : normal
- Pergerakan mata ke bawah & dalam : normal
d. Nervus V (Trigeminus)
- Sensibilitas / sensori : positif
- Refleks dagu : tidak terkaji
- Refleks cornea : tidak terkaji
e. Nervus VII (Facialis)
- Gerakan mimik : tertawa saat senang,
menangis
- Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : tidak terkaji
f. Nervus VIII (Acusticus)
Fungsi pendengaran : dapat mendengar tepuk
tangan perawat
g. Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)

30
- Refleks menelan : positif
- Refleks muntah : positif
- Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang : tidak terkaji
h. Nervus XI (Assesorius)
- Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : positif
- Mengangkat bahu : positif
i. Nervus XII (Hypoglossus)
- Deviasi lidah : tidak tampak deviasi lidah
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
a. Kaku kuduk : negatif
b. Kernig Sign : negatif
c. Refleks Brudzinski : negatif
d. Refleks Lasegu : negatif
XI. Test Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap (26 Januari 2018)
1. LED (Laju Endap Darah) 1 jam 7 mm (Normal P: 0-10 W:0-20)
2. HB 6,0 g (Normal P:14-18 W:12-15)
3. Leukosit 5.000/mm (Normal 4000-10.000)
4. Hematokrit 21% (Normal P:40-17 W:37-48)
5. Trombosit 267.000/mm (Normal: 150.000-400.000)
Urine Lengkap (28 Januari 2018)
Sedimen
1. Eritrosit: 0-1 (Normal : 0 – 1 /lpb)
2. Leukosit: 0-1 (Normal: 0 – 4 /lpb)
3. Epitel: positif post (Normal: 5 – 15 /lpk)
4. Silinder: negatif (Normal: Negatif)
5. Kristal: negatif (Normal: Negatif)
6. Lain-lain: negatif (Normal: Negatif)
XII. Terapi saat ini

31
1. Infus Dextrose + 0,225 Ns 800cc/24 jam
2. Cefotaxim 3x250 mg via IV bolus
3. Paracetamol 3x1 hari @120 mg/5 ml (bila perlu)
ANALISIS DATA
Tanda
Tan
No Data Fokus Problem Etiologi Tangan
ggal
Mahasiswa
26 1 DS : Hipertermi Hipertermi
Janu 1. Keluarga pasien 
ari mengatakan bahwa tubuh Suhu tubuh
2018 meningkat
pasien teraba panas 
DO : Peningkatan
1. Pasien teraba panas metabolisme tubuh
2. TTV didapatkan denyut 
Peningkatan
nadi 146x / menit, suhu aktivitas otot
38,4 oC, pernapasan 32 
x/ menit Gerakan abnormal

3. Pasien tampak
Kejang
dikompres di dahi dan
kedua ketiaknya
26 2 DS : Risiko Resiko
Janu 1. Keluarga pasien mengeluh Ketidakefe ketidakefektifan
ari anaknya sering tidur ktifan perfusi jaringan otak
2018 Perfusi 
Jaringan Resiko kerusakan sel
DO: Otak neuron otak
1. Pasien tampak tidur saat 
perawat datang Hipoksia,
hiperkapnia
2. Konjungtiva anemis

3. Hasil cek laboratorium Perubahan suplai
didapatkan HB 6,0 g darah dan oksigen ke
seluruh organ tubuh
(Normal P:14-18 W:12-

Kejang berulang >15

32
15) menit
26 3 DS : Ansietas Ansietas
Janu 1. Orang tua pasien 
ari mengatakan sedih karena Tidak tahu tentang
2018 penyakit khususnya
anaknya sakit prognosis penyakit
2. Orang tua pasien 
mengatakan takut terjadi Kurang terpapar
informasi
apa-apa dengan anak

pertamanya Demam, takipnea,
kejang

DO :
Perubahan status
1. Pasien tampak sering
kesehatan
bertanya kepada perawat
tentang penyakit anaknya

2. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tanggal Nama Terang dan


No Diagnosa Keperawatan
Muncul Tanda Tangan
26-1-2018 1 Hipertermi berhubungan peningkatan
metabolisme tubuh

26-1-2018 2 Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan


otak berhubungan dengan perubahan
suplai darah dan oksigen ke seluruh organ
tubuh
26-1-2018 3 Ansietas berhubungan dengan kurangnya
terpapar informasi tentang penyakit

33
3. INTERVENSI

Diagnosa Rencana Keperawatan


No Tujuan & Kriteria Hasil
Keperawatan Intervensi Rasional
1 Hipertermi Tujuan: 1. Pantau suhu pasien 1. suhu 38,9-41,1 oC menunjukkan
berhubungan Suhu pasien normal (36,7- 2. Beri dan anjurkan pasien proses penyakit infeksius akut
peningkatan 37,7 derajat celcius) setelah
untuk kompres hangat pada 2. Membantu menurunkan panas
metabolisme tubuh dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 dahi, lipatan paha dan aksila tubuh
jam. 3. Anjurkan pasien untuk 3. Pakaian tipis dapat mengurangi
memakai pakaian tipis dan evaporasi
Kriteria Hasil:
a. Melaporkan panas menyerap keringat 4. Peningkatan metabolisme
berkurang 4. Beri dan anjurkan pasien menyebabkan kehilangan cairan
b. Suhu 36,7-37,7 derajat untuk banyak minum untuk sehingga beresiko dehidrasi
celcius menghindari dehidrasi 5. Membantu mengurangi panas
5. Kolaborasi dengan tim medis tubuh pasien
dalam pemberian anti piretik
2 Risiko Tujuan: 1. Tinggikan posisi kepala 1. Membantu drainase vena untuk
ketidakefektifan Ketidakefektifan perfusi pasien mengurangi kongesti
perfusi jaringan jaringan perifer tidak terjadi
2. Pantau tanda-tanda vital serebrovaskular
otak berhubungan setelah dilakukan tindakan
dengan perubahan keperawatan selama 3x24 pasien yang meliputi tekanan 2. Tanda-tanda vital ormal
suplai darah dan jam.

34
oksigen ke seluruh darah, denyut nadi, frekuensi menandakan bahwa perfusi
organ tubuh Kriteria Hasil: pernapasan, dan suhu jaringan perifer normal
a. Konjungtiva tidak
3. Anjurkan keluarga untuk 3. Intake makanan yang adekuat dapat
anemis
menjaga nutrisi pasien membantu proses penyembuhan
b. HB normal 14-18 g
dengan memberikan intake 4. Hemoglobin normal 14-18 g
makanan yang adekuat menandakan perfusi jaringan
4. Kolaborasi dalam memantau normal
hemoglobin pasien 5. Cairan membantu mempertahankan
5. Kolaborasi dalam pemberian suhu tubuh, bentuk sel, serta
cairan mentransport nutrisi ke seluruh
tubuh
3 Ansietas Tujuan: 1. Kaji tingkat kecemasan 1. Menentukan tindakan keperawatan
berhubungan Kecemasan keluarga pasien keluarga yang akan diberikan
dengan kurangnya
dapat berkurang atau hilang 2. Kaji tingkat pengetahuan 2. Menentukan seberapa jauh
terpapar informasi
tentang penyakit setelah dilakukan tindakan keluarga tentang penyakit pengetahuan pasien tentang
keperawatan 1x24 jam. pasien penyakit
3. Anjurkan keluarga untuk 3. Membantu keluarga dalam
Kriteria Hasil selalu menemani pasien mengurangi tingkat kecemasan
a. Melaporkan kecemasan 4. Berikan penjelasan kepada 4. Membantu memberikan informasi

35
berkurang pasien tentang penyakit yang yang tepat kepada pasien dan
b. Ekspresi wajah menjadi sedang dialami keluarga
tenang dan rileks

36
Waktu Implementasi Evaluasi Formatif
27 1. Meninggikan posisi kepala pasien 12.00 WITA
Januari 2. Memantau tanda-tanda vital pasien S: keluarga pasien mengatakan pasien
2018 masih panas
yang meliputi frekuensi nadi, suhu, dan
O: Pasien tampak bedrest, TTV Suhu
frekuensi pernapasan 38o C, Nadi 120x/menit, RR 26x/menit,
3. Melakukan kolaborasi tim medis konjungtiva anemis

pemberian cairan infus dextrose 5% +


NS 0,225 sebanyak 8 tetes/menit
4. Melakukan kolaborasi tim medis:
pemberian antipiretik berupa
paracetamol 3x1 hari per oral

28 1. Memantau tanda-tanda vital pasien 12.00 WITA


Januari yang meliputi frekuensi nadi, suhu, dan S: keluarga pasien mengatakan panas
2018 anaknya menurun
frekuensi pernapasan
O: Pasien tampak bedrest, TTV Suhu
2. Menganjurkan keluarga untuk tetap 37,3o C, Nadi 128x/menit, RR
memberikan kompres hangat kepada 26x/menit, konjungtiva anemis

pasien di dahi dan aksila sampai suhu


pasien normal
3. Menganjurkan keluarga untuk
memakaikan pasien baju tipis dan
menyerap keringat
4. Melakukan kolaborasi tim medis
pemberian cairan infus dextrose 5% +
NS 0,225 sebanyak 8 tetes/menit
5. Melakukan kolaborasi tim medis:
pemberian antipiretik berupa
paracetamol 3x1 hari per oral

37
4. IMPLEMENTASI

5. EVALUASI
Hari/ tangal Evaluasi Sumatif TTD
28 Januari 2018 S : keluarga pasien mengatakan
panas anaknya menurun
O : Pasien tampak bedrest, TTV
Suhu 37,3o C, Nadi 128x/menit,
RR 26x/menit, konjungtiva
anemis
A : tujuan tercapai masalah
belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

38
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380 C) terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun. Dapat
terjadi karena infeksi ekstrakranial seperti tonsillitis, bronchitis, otitis media akut
dll serta dapat disebabkan oleh virus.
Gejala kejang demam biasanya seperti :
• Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 380 C
• Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetic.
• Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,
cahaya (penurunan kesadaran).
Saat anak terserang kejang hal pertama yang harus di lakukan adalah
mengamankan anak ke tempat yang aman untuk menghindara cedera saat timbul
kejang.
3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam pembuatan makalah ini diharapkan lebih
disempurnakan lagi dan isinya lebih lengkap lagi.

39
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media

Aesculapius.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Riyadi, sujono dan Sukarmin.2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta :

Graha Ilmu

40

Anda mungkin juga menyukai