Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS ASPEK BIOLOGI (PERTUMBUHAN, REPRODUKSI, KEBIASAAN

MAKAN DAN CARA MAKAN) IKAN LALAWAK (Barbodes balleroides), IKAN


SEREN (Cyclocheilichthys repasson), IKAN HAMPALA (Hampala macrolepidota),
IKAN SEREN (Cyclocheilichthys repasson) DAN IKAN NILA (Oreochromis
niloticus),
ABSTRAK

Ikan Lalawak (Barbodes sp), Ikan Nila (Oreochromis Niloticus), Ikan Hampala (Hampala
Macrolepidota), dan Ikan Seren (Cyclocheilichthys Repasson) merupakan jenis ikan yang
terdapat di perairan umum Sumedang salah satunya di Waduk Jatigede. Metode praktikum
yang dilakukan pada praktikum Aspek Biologi dari ikan lalawak, ikan nila, ikan seren dan ikan
hampal yaitu metode pengamatan sampel untuk mendapatkan beberapa data yang akan diolah
secara keseluruhan. Aspek pertumbuhan yang diteliti adalah pengukuran panjang, pengukuran
berat, hubungan panjang dan berat, dan regresi pertumbuhan. Aspek reproduksi pada Ikan
Lalawak meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad,
hepatosimatic indeks, fekunditas ikan, diameter telur, dan posisi telur (tingkat kematangan
telur). Aspek kebiasaan makan meliputi kebiasaan makan, cara makan, indeks propenderan,
indeks pilihan, tingkat trofik, luas relung, dan tumpang tindih relung. Tujuan dari dilakukannya
praktikum ini adalah untuk mengetahui aspek biologi pertumbuhan, reproduksi, dan kebiasaan
makan.

Kata Kunci: Ikan Lalawak, Ikan Nila, Ikan Hampal, Ikan Seren, pertumbuhan, reproduksi,
kebiasaan makan

PENGANTAR

Waduk Jatigede pun memiliki fungsi. Goldsmith menyatakan bahwa fungsi utama dari sebuah
waduk adalah untuk sarana irigasi dan pembangkit listrik tenaga air. Di samping kedua fungsi
utama tadi, waduk pun berfungsi sebagai sarana budidaya perikanan air tawar, sarana olahraga
air, sarana rekreasi, dan lain sebagainya. Untuk Waduk Jatigede, fungsi utamanya adalah
sebagai sarana irigasi dan pembangkit listrik tenaga air. Waduk Jatigede dibangun dengan cara
membendung aliran Sungai Cimanuk. Pembendungan ini mengakibatkan aliran air terhalang,
sehingga air terakumulasi dalam sebuah kolam yang besar. Air yang terkumpul dalam
bendungan tersebut digunakan sebagai cadangan air tawar untuk mengairi areal pertanian di
wilayah Majalengka, Indramayu, dan Cirebon. Praktikum mengenai pertumbuhan ikan, aspek
reproduksi, dan kebiasaan makanan ikan ini diharapkan memberikan wawasan dan ilmu
mengenai aspek biologi Ikan Lalawak (Barbodes bellaroides), Ikan Nila (Oreochromis niloticus),
Ikan Hampala (Hampala macrolepidota), Dan Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson).
Sehingga dengan mengetahui aspek-aspek tersebut. Ikan Lalawak (Barbodes bellaroides), Ikan
Nila (Oreochromis niloticus), Ikan Hampala (Hampala macrolepidota), Dan Ikan Seren
(Cyclocheilichthys repasson) dapat menjadi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan serta
dikelola agar dapat berkelanjutan.

BAHAN DAN METODE

Bahan
Sampel Ikan Lalawak, Ikan Seren, Ikan Hampal dan Ikan Nila berasal kegiatan penangkapan
ikan yang berada di perairan Waduk Jatigede. Sampel ikan ini di berikan asisten laboratorium
pada saat dilakukannya praktikum yang dilaksanakan pada hari Senin, 3 April 2017 pukul
13.00-15.00 WIB dan bertempat di laboratorium Fisiologi Hewan Air, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran.

Metode
Metode praktikum yang dilakukan pada praktikum Aspek Biologi Ikan Lalawak (Barbodes
balleroides) yaitu metode pengamatan sampel untuk mendapatkan beberapa data yang akan
diolah secara keseluruhan. Setiap kelompok yang terdiri dari 3 orang mengamati satu ekor ikan.
Adapun aspek yang diamati dalam praktikum ini ada tiga, yaitu aspek pertumbuhan meliputi
bobot ikan, pengukuran morfometrik, serta mengamati tipe mulut, bentuk tubuh, dan letak
mulut. Adapun morfometrik yang diukur yaitu SL, FL, dan TL. Aspek reproduksi yaitu dengan
mengamati jenis kelamin, kemudian menimbang bobot gonad ikan untuk mencari IKG. Ikan
berkelamin betina diukur berat hati untuk mengetahui nilai HSI, dihitung jumlah telur di setiap
bagian, dan juga letak telur. Selain itu dalam aspek ini juga diindentifikasi tingkat kematangan
gonad. Aspek kebiasaan makan dan cara makan dengan mengamati isi usus ikan.

Remendemen
Data yang diperoleh dianalisis secara deskripsi kuantitatif, yaitu dengan cara memaparkan
seluruh hasil yang didapatkan selama penelitian Metode yang digunakan dalam praktikum ini
metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu praktikum untuk mengambil beberapa
data yang kemudian diolah dan diananlisis untuk diambil kesimpulan. Artinya, praktikum yang
dilakukan adalah penelitian yang menekankan analisisnya.Hubungan panajang bobot dianalisis
dengan uji regresi.Analisis regresi adalah ananlisis statistika yang memanfaatkan dua atau
lebih kuantitatif sehingga salah satu peubah dapat diramalkan dari peuah lainnya.

Ratio kelamin Ikan Lalawak (Barbodes balleroides) dianalisis dengan Chi-square. Uji chi-
square berguna untuk menguji hubungan atau dua pengaruh atau pengaruh dua variable
nominal dan mengukur kuat hubungan anatara variabel yang satu dengan yang lainnya.
Diasumsikan jika H0 tidak terdapat perbedaan rasio antara ikan jantan dan ikan betina, H 1
terdapat perbedaan rasio antara ikan jantan dan betina, dengan kriteria pengujian jika X 2 hitung
< X2 tabel, maka H0 diterima, namun jika X2 hitung > X2 tabel, maka H0 ditolak. Untuk
melakukan uji chi kuadrat dengan menggunakan taraf uji 95%. Dengan rumus

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Data morfometrik diambil dengan menggunakan metode pengukuran langsung, pengukuran
morfometrik hanya diambil, panjang total, fork length, panjang baku, lingkar kepala, lingkar
badan. Penyajian data morfometrik dilakukan dengan distribusi panjang untuk mengelompokan
data ukuran panjang ikan kedalam beberapa kelompok kelas interval. Hasil distribusi panjang
Ikan Lalawak (Barbodes balleroides) dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Distribusi panjang Ikan Lalawak


Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa pengelompokan ikan berdasarkan panjang
terdapat 6 kelas. Adapun kelas dengan frekuensi terbanyak yaitu kelas 4 dengan 222-237 dan
238-253 sebanyak 28,5% serta paling sedikit ada pada interval 254-269 sebanyak
2,38%.
Gambar 2. Distribusi Bobot Ikan Lalawak
Berdasarkan bobotnya ikan lalawak sampel dibagi menjadi 6 kelas. Ukuran ikan dengan
frekuensi terbanyak ada pada interval 189-236 sebanyak 38%. Sedangkan ikan dengan
frekuensi sedikit ada pada interval 45-92 sebanyak 2 %.

Pertumbuhan merupakan proses pertambahan ukuran, bentuk serta volume akibat dari
pembelahan sel secara mitosis. Hal ini bisa terjadi apabila kelebihan input energi dan asam
amino (protein) yang berasal dari makanan. Sehingga dalam istilah sederhana dapat diartikan
sebagai pertambahan ukuran panjang dan jumlah dalam suatu waktu, namun pada
pertumbuhan dalam populasi adalah suatu pertambahan jumlah. Berdasarkan hasil perhitungan
regresi antara panjang dan bobot ikan Ikan Lalawak (Barbodes balleroides) dari semua kelas,
didapat hubungan antara panjang dan bobot, dapat dilihat pada gambar 2.

Hubungan Panjang dan Bobot


350
300
Bobot (gram)

250
200
150
y = 0,0002x2,507
100
R² = 0,4487
50
0
180 200 220 240 260 280 300
Panjang (mm)

Gambar 3. Hubungan panjang dan berat Ikan Lalawak


Berdasarkan grafik tersebut bahwa Ikan lalawak yang dijadikan sebagai sampel memiliki nilai
b=2,507 yang berarti hubungan yang terbentuk adalah allometrik negatif yaitu pertabahan
panjang lebih cepat dari pertambahan berat sehingga menunjukan keadaan ikan yang kurus
(Effendi 1997). Hasil yang didapatkan pada praktikum ini jika dibandingkan dengan praktikum
mengenai ikan lalawak sebelumnya berbeda. Ikan lalawak pada prkatikum sebelumnya memiliki
nilai b=3,0769 yang menunjukan bahwa pola pertumbuhannya allometrik positif berarti
pertumbuhan bobot lebih cepat dari pada panjang menunjukan ikan gemuk Nilai koefisien
korelasi (r) hubungan panjang dengan bobot pada lalawak pada grafik tersebut 0,6698. Hal ini
menandakan bahwa pertumbuhan panjang dan berat pada ikan nilem berhubungan yang
berarti panjang ikan mempengaruhi berat. Nilai regresi R2 hubungan panjang dan berat ikan
nilem berdasarkan pda grafik tersebut 44%. Hal ini menunjukan bahwa panjang mempengaruhi
bobot sebesar 44% dan sisanya dipengruhi oleh faktor lain.
Faktor kondisi digunakan untu meluhat apakah ikan dalam kondisi kekurangan nutrisi atau
tidak. Faktor kondisi ikan lalawak dapat dilihat pada gambar 4.

Faktor Kondisi Ikan


1.50
1.13 1.16
Faktor Kondisi

0.99 1.08
1.00 0.84
0.60
0.50

0.00
190-205 206-221 222-237 238-253 254-269 270-285

Interval Panjang Total (mm)


Gambar 4. Rasio Kelamin Ikan Lalawak

Faktor kondisi Ikan Lalawak mengalami kenaikan. Ikan Lalawak mencapai faktor kondisi
minimum pada interval 190-205 dan faktoor kondisi maksimum pad interval 270-285. Melihat
dari hasil faktor kondisinya tersebut berarti ikan tersebut tidak mengalami kekurangan nutrisi
dan ikan dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya.

Perbandingan rasio kelamin berguna untuk melihat keseimbangan ikan jantan dan betina di
alam. Berdasarkan (Ball dan Rao 1984 dalam Sulistiono et al. 2009), perbandingan 1:1 yaitu
50% jantan dan 50% betina merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Rasio
Kelamin Ikan Lalawak, Ikan Seren, Ikan Hampal dan Ikan Nila dapat dilihat pada gambar 5.

Rasio Kelamin Ikan Hampala

13%
Jantan (♂)

87% Betina (♀)

Rasio Kelamin Ikan Seren Rasio Kelamin Ikan Nila

43% 40%
57% Jantan (♂) 60% Jantan (♂)
Betina (♀) Betina (♀)

Gambar 5. Rasio Kelamin Ikan Lalawak, Ikan Hampal, Ikan Seren dan Ikan Nila
Berdasarkan hasil di atas diketahui bahwa jumlah ikan lalawak betina sebanyak 21% dan ikan
lalawak jantan sebanyak 79% dari jumlah keseluruhan sebanyak 42 ekor ikan. Dari hasil
presentase dapat diketahui bahwa rasio ikan jantan dan betina 1: 4 atau disebut sebagai
poliandri, yaitu pada saat memijah ikan betina satu ekor dan ikan jantan 4 ekor. Berdasarkan
hasil hitung Chi-kuadrat di dapat hasil 13,71 < 3,841 dimana Chi hitung lebih besar dari pada
chi tabel maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rasio antara
ikan jantan dan ikan betina.
Sedangkan jumlah ikan Hampal betina sebanyak 13% dan ikan hampal jantan sebanyak 87%
dari jumlah keseluruhan sebanyak 16 ekor ikan. Dari hasil presentase dapat diketahui bahwa
rasio ikan betina dan jantan 1: 7 atau disebut sebagai poliandri, yaitu pada saat memijah ikan
betina satu ekor dan ikan jantan 7 ekor. Berdasarkan hasil hitung Chi-kuadrat di dapat hasil
9,00 < 3,841 dimana Chi hitung lebih besar dari pada chi tabel maka H0 ditolak. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rasio antara ikan hampal jantan dan betina.

Sedangkan jumlah ikan seren betina sebanyak 57% dan ikan hampal jantan sebanyak 43% dari
jumlah keseluruhan sebanyak 7 ekor ikan. Dari hasil presentase dapat diketahui bahwa rasio
ikan betina dan jantan 1: 1 atau disebut sebagai monogami, yaitu pada saat memijah ikan
betina satu ekor dan ikan jantan 1 ekor. Berdasarkan hasil hitung Chi-kuadrat di dapat hasil
0,14 < 3,841 dimana Chi hitung lebih besar dari pada chi tabel maka H0 ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rasio antara ikan seren jantan dan betina.

Sedangkan jumlah ikan seren betina sebanyak 40% dan ikan hampal jantan sebanyak 60% dari
jumlah keseluruhan sebanyak 7 ekor ikan. Dari hasil presentase dapat diketahui bahwa rasio
ikan betina dan jantan 1: 1 atau disebut sebagai monogami, yaitu pada saat memijah ikan
betina satu ekor dan ikan jantan 1 ekor. Berdasarkan hasil hitung Chi-kuadrat di dapat hasil
0,20 < 3,841 dimana Chi hitung lebih besar dari pada chi tabel maka H0 diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rasio antara ikan seren jantan dan betina.

Tingkat kematangan gonad dilakukan dengan penentuan pengamatan morfologi dengan


mengau pada kriteriatingkat kematangan gonad (TKG) menurut Effendi (1979) dimana tingkat
kematangan gonat ada 5 yaitu TKG I, TKG II, TKG III, TKG IV, dan TKG V. Berdasarkan hasil
pengematan tingkat kematangan gonad Ikan Lalawak, Ikan Hampal, Ikan Seren dan Ikan Nila
dapat dilihat pada gambar 6.

Tingkat Kematangan Gonad Tingkat Kematangan Gonad


8 7 2.5 222
6 190-205 175-
Jumlah (Ekor)

Jumlah (Ekor)

2
6 4 1.5 1 1 11 1 11 111 204
4 3 3 206-221 1
2 22 2 2 2 0.5 205-
2 1 1 11 1 1 1
222-237 0 234
(♂)

(♂)

(♂)

(♂)

(♂)
(♀)

(♀)

(♀)

(♀)

(♀)
0
238-253 235-
(♂) (♀)(♂) (♀)(♂) (♀)(♂) (♀)(♂) (♀)
TKG I TKG TKG TKG TKG 264
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V 254-269 II III IV V
Interval (mm)
270-285
Interval (mm)
Ikan Hampal
Ikan Lalawak

Tingkat Kematangan Gonad Tingkat Kematangan Gonad


2 2.5 2
2.5
2 1 1 1 1 1 2
Jumlah (Ekor)
Jumlah (Ekor)

1.5
1 201-219 1.5 1 1 1
0.5
0 1
220-238 0.5
(♂) (♂) (♂) (♂) (♂) 0 140-178
(♀) (♀) (♀) (♀) (♀) 239-257 (♀) (♀) (♀) (♀) (♀) 179-217
TKG I TKG II TKG TKG TKG V TKG I TKG TKG TKG TKG 218-256
III IV Interval (mm) II III IV V Interval (mm)

Ikan Seren Ikan Nila

Gambar 6. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lalawak, Ikan Hampal, Ikan Seren dan Ikan Nila
Dari grafik di atas maka dapat diketahui maka ikan yang dominan dalam praktikum adalah ikan
jantan pada TKG III sebanyak 14 ekor dan paling banyak terdapat pada interval 206-221,
sehingga dapat diketahui bahwa ikan lalawak yang berasal dari jatigede belum memasuki
musim memijah atau sudah melewati musim puncak pemijahan yaitu pada bulan maret, puncak
pemijahan yang terjadi pada bulan maret ini dikarenakan telah terjadi pergeseran musim,
dimana seharusnya puncak pemijahan seharusnya terjadi pada bulan November dimana pada
bulan tersebut merupakan saat musim penghujan ataupun sedang masa akhir musim
penghujan. Ikan lalawak ini juga masih dalam tahap perkembangan telur kembali dikarenakan
setelah adanya pemijahan pada bulan maret. Maka dapat diketahui bahwa ikan lalawak ini
memijah secara parsial spawning yaitu, memijah sepanjang tahun.

Sedangkan untuk ikan hampala Dari grafik di atas maka dapat diketahui maka ikan yang
dominan dalam praktikum adalah ikan jantan pada TKG II sebanyak 7 ekor, dari hasil tersebut
dapat diketahui bahwa ikan hampala yang berasal dari jatigede masih dalam tahap
perkembangan gonad. Maka dapat diketahui bahwa ikan hampal ini memijah secara parsial
spawning.

Sedangkan ikan seren dapat diketahui maka ikan yang dominan dalam praktikum adalah ikan
betina pada TKG IV sebanyak 3 ekor dan paling banyak terdapat pada interval 239-257
sebanyak 2 ekor, sehingga dapat diketahui bahwa ikan seren yang berasal dari waduk jatigede
sudah memasuki masa memijah karena ikan seren donminan sudah pada TKG IV. Maka dapat
diketahui bahwa ikan seren ini memijah secara parsial spawning atau memijah sepanjang
tahun.

Ikan nila dominan dalam praktikum adalah ikan betina pada TKG 1 sebanyak 2 ekor, sehingga
dapat diketahui bahwa ikan nila yang berasal dari jati masih dalam tahap perkembangan gonad.

Perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh dinamakan koefisien kematangan yang
dinyatakan dalam persen. Berdasarkan hasil perhitungan niali IKG ikan lalawak diperoleh hasil
yang berbeda-beda karena bobot ikan dan berat gonad yang bebeda. Selain kedua faktor
tersebut lingkungan juga sangat mempengaruhi kematangan gonad pada ikan. Nilai dari indeks
kematangan gonad dapat dilihat pada gambar 7.

Indeks Kematangan Gonad Indeks Kematangan Gonad


12.49% 10.00%
15.00% 9.16% 6.05%
10.00%
IKG

4.19%4.31% 3.21%
IKG

5.00% 2.85%
5.00% 0% 0.73% 0.54% 1.45% 1.00%
0.01% 0% 0% 0.82%
0.13% 0.00% 0.03% 0%
0.00% 0.00%
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V
TKG TKG
Jantan Betina Jantan Betina
Ikan Lalawak Ikan Hampal

Indeks Kematangan Gonad Indeks Kematangan Gonad


8.89% 0.46%
10% 0.50%
IKG

4.99% 0.30%
1.50% 0.14%
0%0% 0.66%
IKG

0% 0.07%
0.0% 0% 0.11%
0% 0% 0.00%0.00%0.00%
0.00% 0%
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V 0.00%
TKG I TKG II TKG TKG TKG V
TKG III IV
Jantan Betina TKG
Jantan Betina
Ikan Seren Ikan Nila
Gambar 7. Indeks kematangan gonad jantan dan betina Ikan Lalawak, Ikan Hampala, Ikan
Seren dan Ikan Nila
Hasil grafik ikan lalawak IKG terhadap TKG tertinggi betina terdapat pada TKG IV yaitu 12,49%
dan terendah pada TKG I yaitu 0,0%. IKG jantan terbesar terdapat pada TKG 3 yaitu sebanyak
4,19% dan terkecil pada TKG I sebanyak 0,01%. Dari hasil rata-rata nilai IKG didapat IKG
betina lebih besar dari pada ikan jantan yaitu betina 5% dan jantan 1,76%.

Sedangkan pada ikan hampal grafik IKG terhadap TKG tertinggi betina terdapat pada TKG IV
yaitu 6,05% dan terendah pada TKG I, II, dan V yaitu 0%. IKG jantan terbesar terdapat pada
TKG IV yaitu sebanyak 2,85% dan terkecil pada TKG I sebanyak 0,13%. Perbedaaan nilai IKG
dapat disebabkan perubahan tingkat metabolisme pada suhu yang berbeda. Dari hasil rata-rata
nilai IKG didapat IKG betina lebih kecil dari pada ikan jantan yaitu betina 1% dan jantan 1,25%.

Sedangkan pada ikan seren IKG betina tertinggi terdapat pada TKG IV yaitu sebanyak 8,89%
dan pada TKG I, II, III hasil presentase merupakan presentase terendah yaitu 0%. Ikan jantan
yang memiliki presentase IKG tertinggi terdapat pada TKG IV yaitu sebanyak 4,99% dan
terendah ada pada TKG I dan TKG V yaitu 0%. Perbedaaan nilai IKG dapat disebabkan
perubahan tingkat metabolisme pada suhu yang berbeda. Dimana perbedaan suhu akan
mempengaruhi tingkat metabolisme suatu organisme budidaya. Dari hasil rata-rata nilai IKG
didapat IKG betina lebih besar dari pada ikan jantan yaitu betina 2% dan jantan 1%.

Sedangkan ikan nila hasil pada grafik IKG terhadap TKG menunjukan nilai tertinggi betina
terdapat pada TKG II yaitu 0,46% . IKG jantan terbesar terdapat pada TKG II yaitu sebanyak
0,30% . Perbedaan suhu akan mempengaruhi tingkat metabolisme suatu organisme budidaya.
Hasil rata-rata nilai IKG didapat IKG betina lebih besar dari pada ikan jantan yaitu betina 0,12%
dan jantan 0,08%.

Pada ikan khususnya ikan betina, pasti memiliki gonad yang terdapat telur sehingga dapat
dihitung pula berat hatinya, dimana dapat dihitung Hepatosomatik Indeks (HSI). Dari
keseluruhan sampel Ikan Lalawak (Barbodes balleroides) maka didapat hasil seperti gambar
8.
Hubungan IKG Dengan HSI Hubungan IKG Dengan HSI

15.00% 12.49% 8.00% 6.05%


9.16%
Persentase

Persentase

10.00% 6.00%
4.19% 4.00%
5.00% 0.00% 0.00% 2.00% 0.00% 0.00% 0.03% 0.00%
0.00% 0.00% 1.14% 0.12% 0.71%0.00%
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V
0.00% 0.00% 0.00% 0.48% 0.01%
0.00%
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V
IKG(%) HSI(%)
IKG(%) HSI(%)
Ikan Lalawak
Ikan Hampal

Hubungan IKG Dengan HSI Hubungan IKG Dengan HSI


8.89% 0.60%
10.00% 0.46%
Persentase
Persentase

0.40%
5.00% 0.14%
0.26%
0.20%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.13%
0.00% 0.00%
0.00% 0.85%0.12% 0.00%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00%0.00%
TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V TKG I TKG II TKG III TKG IV TKG V

IKG(%) HSI(%) IKG(%) HSI(%)

Ikan Seren Ikan Nila


Gambar 8. Hepatosomatik Indeks jantan dan betina Ikan Lalawak Ikan Hampal, Ikan Seren dan
Ikan Nila
Nilai HSI tertinggi pada ikan lalawak terdapat pada TKG II sebanyak 1,14% dan terendah pada
TKG I dan V persen yang di dapatkan adalah 0,00%. Hasil tersebut maka diketahui hubungan
HSI dengan IKG tidak sama dimana nilai IKG tertinggi terdapat pada TKG IV.

Nilai HSI tertinggi pada ikan hampal terdapat pada TKG III sebanyak 0,03%. Hasil tersebut
maka diketahui hubungan HSI dengan IKG tidak sama dimana nilai IKG tertinggi terdapat pada
TKG IV sedangkan HSI tertinggi pada TKG III.

Sedangkan pada ikan seren nilai HSI tertinggi terdapat pada TKG IV sebanyak 0,85% dan
terendah pada. Dari hasil tersebut maka ikan seren sudah siap untuk di pijahkan karena pada
TKG IV HSI seharusnya sudah mengalami penurunan pembentukan vitelogenitas. Dan ikan
sudah siap untuk di pijahkan.

Ikan nila memiliki nilai HSI tertinggi terdapat pada TKG II sebanyak 0,26%. Hasil tersebut maka
diketahui hubungan HSI dengan IKG sama dimana nilai IKG tertinggi terdapat pada TKG II
Maka dengan ini, ikan nila memiliki telur masih dalam perkembangan pembentukan teur
didalam gonad dan jumlah telur akan terus bertambah, seiring dengan perkembangan gonad.

Fekunditas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu panjang, berat, umur, pemijah, ukuran telur,
ras, dan populasi (Nikolsky 1969). Ukuran fekunditas akan bertambah seiring dengan
bertambahya umur.
Telur ikan lalawak mempunyai diameter berkisar antara 0,67 sampai 0,71 mm untuk telur yang
belum matang. Ukuran diameter telur pada ukuran besar paling tinggi yaitu pada TKG III yaitu
170µm dengan dan fekunditas sebanyak 11.600 telur. Ukuran diameter sedang tertinggi yaitu
130 µm dengan TKG III dan jumlah fekunditas sebanyak 11.600 telur. Telur kecil dengan
ukuran paling tinggi yaitu 97,5 µm pada TKG III dengan jumlah fekunditas 18.057 butir.
Meningkatnya TKG diikuti dengan dengan meningkatkan diameter telur. Dari keseluruhan
sampel telur yang berada di tengah atau dalam masa vitelogenik sebanyak 90 telur, telur yang
berada di kutub atau sudah memasuki tahap awal matang sebanyak 78 telur, dan telur yang
melebur atau telah mencapai akhir matang sebanyak 72 telur dan dari TKT tersebut maka
dapat diketahui ikan lalawak ini adalah ikan parsial spawning atau pemijahan yang dilakukan
sepanjang tahun.

Ukuran telur ikan ikan hampala dengan diameter kecil, sedang, dan besar paling tinggi
terdapat pada TKG IV dengan ukuran masing-masing 60 µm, sedang 48 µm, dan kecil 40 µm.
Meningkatnya TKG diikuti dengan dengan meningkatkan diameter telur. Fekunditas tertinggi
yaitu sebanyak 136564 butir telur pada TKG IV dan berat gonad 19,87 gram dan bobot tubuh
328 gram. Uslichah dan Syandri (2003) melaporkan fekunditas ikan hampala berkisar 88.442-
143.617 butir; Rahardjo (1977) berkisar 5.398-56.109 butir; Irsyalina (2013) di Sungai Logawa
berkisar 281.881.662 butir.

Ikan Seren memiliki ukuran diameter telur besar paling tinggi yaitu 212 µm dengan TKG IV dan
fekunditas sebanyak 8.740 telur. Ukuran diameter sedang tertinggi yaitu 162,5 µm dengan TKG
IV dan jumlah fekunditas sebanyak 8740 telur. Telur kecil dengan ukuran paling tinggi yaitu 150
µm pada TKG IV dengan jumlah fekunditas 2700. Berdasarkan data yang diperoleh dapat
dilihat bahwa ikan betina yang memiliki gonad yang berat maka nilai fekunditasnya juga besar.
Fekunditas tertinggi yaitu sebanyak 13.188 telur pada TKG IV dan berat gonad 7 gram dan
bobot tubuh 309 gram, sedangkan fekunditas terendah sebanyak 2250 telur pada TKG III
dengan berat gonad 2,95 gram dan bobot tubuh 196 gram. Berdasarkan Penelitian Satria
(1985) yang dilakukan di Bendung Curug, Ikan Seren memiliki fekunditas berkisar antara 8.404
(Tingkat belum matang gonad) sampai 25.763 (Tingkat matang gonad) butir.

Diameter telur ikan nila yang besar yaitu 117,5 µm, ukuran sedang yaitu 112 µm, dan kecil 45
µm. Ikan nila betina yang digunakan dalam praktikum kali ini hanya 1 ikan. Jumlah
fekunditasnya sebanyak 11.300 telur.
Nikolasky (1963) yaitu pakan utama bagi ikan apabila nilai indeks propenderan sebesar >25%,
makanan pelengkap 5%≤IP≤25% dan makanan tambahan apabila nilai IP <5%. Persentase
makanan Ikan Lalawak yang telah diamati dapat dilihar pada gambar 9.

Indeks Propenderan Ikan Lalawak Indeks Propenderan Ikan Seren


100.00%
73.01%

PERSENTASE (%)
PERSENTASE (%)

62.03%
100.00%
50.00% 19.93% 20.50%
8.84% 0.00%5.23% 0.00%
0.00%
0.00% 0.00%
0.00% 6.49%
0.00% 0.00% 0.00%
0.00%0.58%
2.51%0.21%0.16% 0.21%0.31%0.00%0.00% 0.00% 0.00%
0.00%
0.00%
0.00%
0.00% 0.00% 0.00%
0.00%
0.00%

Bagian…
Bacillarioph…
0.00%

Nemata
Copepoda

Benthos

Ikan
Chrysophycae
Cyanophycae

Rotatoria
Indeks Propenderan Ikan Indeks Propenderan Ikan Nila
37.21% 36.05%
Hampala 40.00% 25.58%

PERSENTASE (%)
35.13%
42.41% 30.00%
60.00% 20.00% 0.00%
PERSENTASE

0.00%
0.00% 0.00%
0.00%
40.00% 0.63% 10.00% 0.00% 0.00%
0.00% 1.27%
0.00%
4.75%
0.00%
1.16%
0.00%
0.00%
0.00% 0.00% 0.00%
0.00%
20.00% 0.00%
0.00% 3.80%7.59%
0.32%
2.53%
0.95%
0.00% 0.63% 0.00%

Bagian…
Cyanoph…
Bacillario…
Chrysop…
0.00%

Nemata
Benthos

Ikan
Copepoda
Rotatoria
(%)

Gambar 9. Indeks Propenderan Ikan Lalawak, Ikan Hampal, Ikan Seren dan Ikan Nila
Berdasarkan nilai indeks propendran yang ada yaitu detritus dengan nilai IP 62,03%. Pakan
pelengkapnya terdiri atas Chlorophycae, bagian hewan, bagaian tumbuhan dengan nilai IP
berturut-turut 8,84%, 5,23% dan 19,98%. Kemudian sisanya adalah pakan tambahan.
Berdasarkan hasil penelitian Sriati (2008) jenis makanan ikan lalawak adalah berupa
fitoplakton, zooplankton, invertebrata air dan detritus. Hasil yang didapatkan pada praktikum ini
jika dibandingkan dengan praktikum sebelumnya tidak jaut berbeda dimana praktikum
sebelumnya pakan utama dari ikan lalawak adalah detritus dan bagian tumbuhan. Berdasarkan
hasil tingkat trofik ikan yang sudah diolah Ikan Lalawak termasuk ikan omnivora cenderung
herbivora dengan nilai tingkat trofik 2,641.

Indeks propenderan ikan hampal diatas menunjukan pakan yang dijadikan pakan utama yaitu
bagian hewan dan detritus yaitu dengan nilai IP masing-masing sebesar 42% dan 35%.
Sedangkan pakan pelengkapnya berupa tumbuhan dengan nilai IP sebesar 7 % dan sisanya
adalah makanan tamabahan. Menurut Jubaedah (2004), hasil identifikasi organisme yang
terdapat pada lambung ikan hampala adalah ikan, Crustacea, Insecta, larva Insecta, Cladocera,
Copepoda, Ostracoda, Annelida, Rotifera, serasah dan telur ikan.

Pakan utama dari ikan seren berdasarkan grafik diatas adalah detritus dengan nilai IP sebesar
73,01%. Sedangkan pakan pelengkapnya terdiri dari bagian hewan dan tumbuhan dengan nilai
IP sebanyak 6,49 dan 20,50. Pakan tambahannya tidak ada karena sisanya memiliki nilai IP
0%.

Menurut Effendi (1979), indeks pilihan 0<E<1 berarti ikan digemari dan -1<E<0 berarti pakan
tersebut tidak dgemari oleh ikan. Nilai indeks pilihan ikan lalawak dapat dilihat pada grafik
dibawah ini.
Indeks Pilihan Ikan Lalawak Indeks Pilihan Ikan Seren
1.20 1.20
1.00 0.99 1.00 1.00 0.98 1.00
0.90
0.80 0.80
0.60 0.72
0.60
0.400.39 0.40
0.20 0.15 0.20
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
-0.20
-0.29
-0.40
-0.40
-0.60

Indeks Pilihan Ikan Hampal Indeks Pilihan Ikan Nila


1.20 0.80
1.00 0.72
1.00 0.93 0.92 1.00 1.00
0.60
0.80
0.60 0.57 0.40
0.40 0.31
0.20
0.20
0.06
0.00 0.00 0.00 0.00
-0.20
-0.36 -0.20
-0.40 -0.29
-0.33
-0.60 -0.40

Gambar 10. Indeks Pilihan Ikan Lalawak, Ikan Hampal, Ikan Seren dan Ikan Nila
Indeks piliihan ikan lalawa menunjukan makanan mana saja yang digemari oleh ikan lalawak.
Ikan lalawak menggemari phytoplankon, detritus, bagian tumbuhan dan bagian hewan.
Sama seperti ikan lalawak ikan seren juga menggemari detritus, bagian tumbuhan dan bagian
hewan. Makanan yang digemari ikan seren adalah salah satunya adalah makanan utamanya
yang berarti ketersedian pakan sesuai dengan kebutuhan atau kegemaran ikan.

Sama seperti pada ikan seren ada sebgian dari makanan yang digemari ikan hanya sebagai
pakan pelengkap ataupun pakan tambahan jika dilihat dari IP nya.

Berdasarkan hasil yang ditdapatkan dari hasil perhitungan indeks pilihan jenis makanan yang
digemari oleh ikan nila yaitu bagian hewan karena nilainya 0<E<1 yaitu 1,00. Makanan yang
digemari ikan merupakan makanan utama dari ikan nila itu sendiri sehingga pemanfaatan
makanan sesuai dengan ketersediaan makanan dalam perairan.

Tingkat trofik adalah urutan-urutan tingkat pemanfaatan makanan atau material dan energi
seerti yang tergambarkan oleh rantai makanan. Berikut ini grafik tingkat trofik ikan lalawak
dibandingkan dengan ikan seren, ikan hampal, dan ikan nila.

TINGKAT TROPIK BERBAGAI JENIS IKAN


2.918 2.795
3.000 2.684 2.616
Tingkat Tropik

2.500
2.000
Hampala Lalawak Seren Nila
Jenis Ikan
Gambar 11. Tingkat Trofik Ikan Lalawak
Tingkat trofik adalah urutan-urutan tingkat pemanfaatan makanan atau material dan energi
seerti yang tergambarkan oleh rantai makanan. Berdasarkan hasil tingkat trofik ikan yang sudah
diolah keempat termasuk ikan omnivora. Menurut Caddy dan Sharp (1986), tingkat trofik 2 yaitu
bersifat herbivora, 2,5 bersifat omnivora dan tingkat trofik 3 atau lebih untuk ikan yang bersifat
karnivora. Sesuai dengan penelitian.

Ikan lalawak memiliki nilai tingkat trofik sebesar 2,9 yang berari ikan tersebut ikan omnivora
cenderung karnivora karena nilainya mendekati 3. Berdasarkan hasil penelitian Sriati (2008)
jenis makanan ikan lalawak adalah berupa fitoplakton, zooplankton, invertebrata air dan detritus
yang berari ikan lalawak adalah ikan pemakan segala atu omnivora.

Ikan seren berdasarkan nilai tingkat trofiknya termasuk ikan omnivora. Hasil tersebut sesuai
dengan literatur berdasarkan penelitian Hedianto dkk. (2010), ikan keperas bersifat omnivora

LUAS RELUNG BERBAGAI JENIS IKAN

Nila 2.9941
Jenis Ikan

Seren 1.7263

Lalawak 2.2671

Hampala 3.1232

0 1 2 3 4

Luas Relung
Gambar 11. Luas Relung
Berdasarkan grafik di atas dapat dikeatahui bahwa ikan yang memiliki nilai luas relung
terbanyak yaitu ikan hampala. Sedangkan ikan yang memiliki luas relung paling sedikit adalah
ikan seren. Luas relung menggambarkan proporsi jumlah jenis sumber daya makanan yang
dimanfaatkan oleh suatu jenis ikan. Menurut Titin Herawati (2017), tidak ada kriteria luas relung,
ika yang memiliki nilai luas relung yang besar berarti ikan tersebut generalis dan ikan yang
memiliki luas relung sempit berarti ikan tersebut selektif dalam memilih makanan yang tersedia
di perairan. Berdasarkan litratur tesebut dari keempat ikan yang dijadikan obyek praktikum ikan
hampal dan ikan lalawak termasuk ikan yang generalis dan ikan seren dan nila termasuk ikan
spesialis.

Gambar 12. Tumpang Tindih


Berasarkan grafik tumpang tindih pemanfaatan makanan pada ikan seren dan lalawak diatas
dapat disimpulkan bahwa kedua ikan tersebut memanfaatkan pakan yang sama. Selain itu ikan
hampal dan nila juga memanfaatkan pakan yang sama. Hal tersebut dapat menyebabkan tidak
seimbangnya pertumbuhan pada ikan. Menurut Krebs (1978) in Riando (2005) secara umum
ikan-ikan yang tergolong dalam ukuran yang relatif sama akan mempunyai nilai tumpang tindih
relung makanan yang besar, artinya tingkat kemiripan jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi relatif sama. Hal ini dapat menyebabkan adanya persaingan dalam mengkonsumsi
makanan yang tersedia di perairan.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan pada praktikum kali ini,
diperoleh kesimpulan yaitu, Ikan Lalawak memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif dengan
nilai b=2,507 yang berarti pertumbuhan panjang ikan lebih cepat dari pada pertumbuhan bobot
yang berarti ikan tersebut ramping. Rasio kelamin ikan kembung ini 1:4 . Dapat diketahui bahwa
Ikan Lalawak merupakan ikan pemakan plankton, berdasarkan hasil tingkat trofik ikan yang
sudah diolah Ikan Lalawak termasuk ikan omnivora cenderung herbivora dengan nilai tingkat
trofik 2,68.

Rasio kelamin jantan dan betina ikan Lalawak, ikan hampal, dan ikan seren merupakan ikan
yang bersifat poligami, sedangkan ikan nila bersifat poligini atau monogini. Dan dilihat dari hasil
tingkat kematangan telur, diameter telur, dan diameter telur ikan lalawak, hampal, seren, dan
nila adalah ikan yang berpijah secara parsial spawning atau berpijah sepanjang tahun.

Berdasarkan hasil penelitian Sriati (2008) jenis makanan ikan lalawak, hampal, seren dan nila
merupakan ikan omnivor berupa fitoplakton, zooplankton, invertebrata air dan detritus. Dari
analisis isi perut, seluruh ikan tergolong ikan omnivora karena ditemukan jenis organsme
hewani dan nabati. Tidak jauh berbeda dengan praktikum sebelumnya pakan utama ikan
lalawak adalah tumbuhan dan dtritus. Hal ini berkaitan dengan ketersedian makanana dalama
suatu perairan. Pada grafik tumpang tindih, diketahui bahwa ikan hampal dan nila saling
memanfaatkan pakan yang sama, dan lalawak dan seren juga saling memanfaatkan pakan
yang sama.

Saran
Penggunaan data yang lebih akurat, serta penambahan pengetahuan untuk hasil yang terbaik
perlu untuk dilakukan. Penulisan jurnal ini diharapkan dapat mengaplikasikan di masyarakat.

Daftar Pustaka

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 63 p.


Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID) : Yayasan Pustaka Nusantara.
Food and Agriculrural Organization (FAO). 2000. Report: workshop on the Fishery and
Management of Short Mackerel (Rastrelliger spp.) on the rJ7e st Coast of Peninslliar
Malaysia. Food and Agriculrural Organization. Rome
Fujaya, Yushinta. 2004. ”Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknik Perikanan)”. PT. Rineka
Cipta : Jakarta.
Ganga U. 2010. Investigations on the biology of Indian Mackerel Rastrelliger kanagurta (Cuvier)
along the Central Kerala coast with special reference to maruration, feeding and lipid
dynamics. [Thesis]. Cochin University Of Science And Technology
Herawati, Titin. 2017. Metode Biologi Perikanan. Unpad Press. Jatinangor
Lagler KF, Bardach JE, & Miller RR. 1962. Ichtyology. John Wiley and Sons, Inc. New York. 505
p.
Larasati, Dara Anjani. Kajian Biolohi Reproduksi Ikan Lalawak (Barbodes balleroides) di
Perairan Teluk Jakarta. skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Moyle, P. B, & J. J. Cech, Jr. 2004. Fishes An Introduction to Ichthyology . Prentice Hall,
Upper Saddle River.
Nikolsky, G.V. 1969. Theory of Fish Population Dynamic as the Biological Background of
Rational Exploitation and the Manangement of Fisheries Resources. Translate by
Brandly, Oliver and Boyd : 323 pp.

Nikolsky, G.V. 1993. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. 325 hal.
Nugraha B, Mardlijah S. 2006. Hubungan panjang bobot, perbandingan jenis kelamin dan
tingkat kematangan gonad tuna mata besar (Thunnus obesus) di perairan Laut Banda.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 12(3) : 195–202.
Puja, I K., Suatha, I K., Heryani, S.S., Susari, N.N. W., Setiasih, N. L.E.,2010. Embryologi
Modern. Udayana University Press. Denpasar.
Rahardjo, M. F. dan D. S. Sjafei. 2011. Iktiology. Bringing Native Fish Back the Rivers. Bandung
Lubuk Agung, Bandung: 336-339 hlm.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1 dan 2. Bina Cipta. Badung. Viii +
508h.
Sudjastani T. 1976. The Species of Rastrelliger in The Jawa Sea, Their Taxonomy And
Morphometry (perciforrnes, Scornbridae). Manlle fusearcb ill Illdollesia 16: 1-29
Sari MR. 2004. Pendugaan potensi lestari dan musim penangkapan ikan kembung di perairan
Lampung Timur [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 61 p.
Sulistiono, Soenanthi KD, Ernawati Y. 2009. Aspek reproduksi ikan lidah, Cynoglossus linguna
H.B. 1822 di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Ikhtiologi Indonesia 9:175-
185.
Suwarso, Hariati T, Ernawati T. 2010. Biologi reproduksi, prefferensi habitat pemijahan dan
dugaan stok pemijahan ikan kembung (Rastrelliger brachysoma, Fam. Scombridae) di
pantai utara Jawa.[Laporan penelitian]. Balai Rise t Perikanan Laut KKP. 32p
Vanichkul P & Hongskul V. 1963. Length-weight relationship of chub mackerel (Rastrelliger sp.)
in the Gulf of Thailand. Indo-Pacific Fish. Cour. 11 (2) : 20-33.
Zamroni A, Suwarso, Mukhlis NA. 2008. Biologi reproduksi dan generik populasi ikan kembung
di pantai utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 14(2): 215-226
Zen M. 2006. Pengkajian zona potensial penangkapan ikan kembung (rastrelliger spp) di
kabupaten asahan, sumatra utara. [tesis]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai